Anda di halaman 1dari 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA Kornea merupakan dinding luar bola mata

Merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari jaringan ikat yang tersusun lamellar, sesuai permukaan kornea, dihubungkan satu sama lain oleh substansi segmen transparan. Stroma ditembus oleh lacuna di segala arah yang membentuk kanal. 4. Membrana Descemet Merupakan lapisan yang sangat elastic, kuat, bening atau transparan. Di kornea bagian perifer, lapisan ini berubah menjadi bundle yang radian dan membentuk sudut Camera Okuli Anterior. 5. Lapisan Endotel Terdiri dari selapis sel-sel heksagonal yang pipih, lapisan ini berhubungan langsung dengan Camera Okuli Anterior. Lapisan epitel merupakan kelanjutan dari konjungtiva bulbi dan stroma merupakan kelanjutan dari sclera. Sedangkan membrane Descemet dan endotel merupakan kelanjutan dari traktus uvea. Kornea merupakan jaringan avaskuler, arteri siliaris anterior hanya sampai sekeliling kornea membentuk suatu lingkaran. Kornea kaya akan syaraf yang berasal dari nervus siliaris yaitu cabang dari nervus trigeminus.

bagian depan yang jernih, bening/transparent dan berbentuk hamper menyerupai setengah lingkaran. Diameter kornea 10-12 mm, diameter horizontal sedikit lebih panjang dari diameter vertical. Tebal kornea 0,6-1,00 daerah limbus. mm. Kornea berhubungan dengan sclera dan konjungtiva di

Kornea terdiri dari 5 lapisan : 1. Lapisan Epitel Merupakan lapisan luar, terdiri dari beberapa lapisan. a. Sel-sel epitel gepeng (paling luar) b. Sel-sel polygonal c. Sel-sel dalam) kolumnar (paling

Nutrisi bening.

kornea

diperoleh

dari

system

getah

2. Membran Bowman Merupakan homogen. 3. Stroma membrane tipis yang

1. Infeksi Dalam memahami pathogenesis kelainan

: bakteri, virus, jamur, protozoa,

baik eksogen perluasan langsung dari jaringan sekitarnya ataupun endogen

kornea, ada 2 hal yang harus diperhatikan: 1. Kornea yang avaskuler, sehingga proses patologis yang terjadi biasanya lambat, kronis dan sukar sembuh 2. Kornea yang sangat rentan terhadap

2. Alergi
eksogen

: baik atopi terhadap antigen atau hipersensitif terhadap

antigen endogen.

3. Kelainan kulit dan selaput lendir


4. Kelainan sistemik 5. Eksposure, neurotropik, sikka 6. Trauma mekanis, kimiawi, termis, solaris Edema kornea harus dibedakan antara edema epitel atau edema stroma : Edema edema epitel hanya intraseluler/intraepitel, terbatas intrasel akibat

perubahan Kelainan kornea dapat bersumber dari : 1. Eksogen, misalnya trauma dan infeksi, tanpa didahului kerusakan epitel kornea, toksin bakteri tidak dapat merusak epitel kecuali toksin gonokokus dan difteri, yang kemudian Membrana akan langsung merusak dan Bowman, Descemet

stromal kornea yang avaskuler. 2. Penyebaran dari bagian mata yang lain, epitel kornea berhubungan langsung atau langsung mengenai dan kelainan dengan konjungtiva, sehingga kelainan konjungtiva kornea, flikten. dapat

peradangan local atau kekurangan nutrisi, hipoksia pada pemakai lensa kontak, baik setempat maupun difusa.

Edema

epitel

interseluler/interepitel,

sepertikeratitis Sklera, skleritis

pungtata

terdapat cairan yang tertahan antara sel pada lapisan epitel oleh zona okludens dan adhesi sel. Cairan ini berasaldari edema stroma karena tekanan intra okuler yang meningkat, klinis terlihat seperti mikrosista, bila lebih berat seperti bula atau vesikel.

trabekula dapat berlanjut menjadi keratitis interstitial. Uvea, uveitis menyebabkan kelainan endotel kornea. Penyebaran ini sangat dipengaruhi oleh berbagai factor seperti sifat jaringan, komposisi kimia, metabolism,vaskularisasi, serta daya than jaringan, membrane Bowman sangat lemah, mudah dirusak oeh supurasi atau infeksi maupun oleh invasi jaringan,seperti Pterygium membrane dan pannus, sedangkan resisten 2.2 Descemet sangat

KERATITIS Keratitis adalah radang/infeksi dari epitel

dapat rupture atau pecah atau melipat.

3. Endogen : kelainan imunologis secara


sistemik dapat mempengaruhi kornea. Penyebab Kelainan Kornea :

kornea, kornea.

sering

disebut

sebagai

ulkus/tukak

Keratitis ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun. Leukosit berasal dari arcade vascular limbus, melalui air mata, aquos atau dari neurovaskularisasi yang ada. Diagnosa secara morfologis : a. Keratitis Subepitelial Biasanya terjadi sekunder karena keratitis epitel, misalnya lesi epidemic numuler yang keratokonjungtivitis

Erosi

kecil

kornea

terutama

di

sepertiga kornea bawah. 2. Keratitis Herpes Khas dendrite (bercabang) kadang-

kadang bulat/lonjong dengan sembab dan degenerasi kornea 3. Keratitis Adenovirus Lesi difus lebih nyata didaerah pupil. 4. KPS (Keratitis Pungtata Superfisial) Keadaan yang langka, terlihat focusfokus (bergerombol) dengan sembab epitel,bulat/lonjong permukaan menonjul bila dengan penyakit

disebabkan adenovirus 8 dan 19.

Contoh : 1. Keratitis Numular (Keratitis

aktif.

Sawahika/Padi Keratitis) 2. Keratokonjungtivitis Epidemik 3. Keratitis Numular pada pemakaian

c. Keratitis Interstitial (IK) Merupakan stroma inflamasi nonsupuratif infiltrasi dari dan

contact lens 4. Kekeruhan Zoster. 5. Kekeruhan numular pada keratitis numular pada Keratitis

kornea

dengan

vaskularisasi tanpa mengenai epitel atau endotel secara primer. Umumnya karena reaksi hipersensitifitas tipe IV terhadap infeksi mikroorganisme atau antigen lain di stromakornea. Penyebabnya antara lain :

sifilis congenital (keratitis interstitial)

b. Keratitis Epitel Pada hamper semua kasus konjungtivitis, epitel kornea biasanya ikut terkena, lesilesi epitel kornea ini dapat dilihat dengan fluorosensi bentuk dan lokasi dari lesi epitel ini berbeda-beda dan mempunyai arti diagnostic yang sangat bernilai. Misalnya pada : 1. Keratitis Stafilokokus

Bakteri:

sifilis

congenital,

M.Tuberkulosis, M.Lepra, Rubella, Limfogranuloma Venereum o Virus : HSV I, HSV II, Variola,

Vaccinia, Mumps, Rubella, Rubeol, Influenza o o Protozoa Cacing

Penyakit seperti

yang Hodgkin

tidak

diketahui dan

ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hypopyon. Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea. Grup menyebabkan bakteri yang paling bakteri banyak adalah

Disease

Sarcoidosis, dan lain-lain Klasifikasi kelainan kornea berdasarkan lokasi ini, dapat juga sebagai berikut : Superfisial : mengenai epitel dan

struma superficial Interstisial : mengenai struma baik

anterior atau posterior, local atau difus Profunda Descemet profunda : dan terutama endotel mengenai stroma

serta

keratitis

Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (meliputi Klebsiella, Enterobacter, Serratia, and Proteus) dan golongan Staphylococcus.

2.2.1 Keratitis Bakterialis Keratitis keratitis bakteri bakteri adalah adalah gangguan yang

a. Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokkus Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah : o Streptokokkus pneumonia (pneumokok) o Streptokokkus viridans (streptokok alfa hemolitik) o Streptokokkus pyogenes (streptokok

penglihatan yang mengancam. Ciri-ciri khusus perjalanannya cepat. Destruksi kornea lengkap bisa terjadi dalam 24 48 jam oleh beberapa agen bakteri yang virulen. Ulkus kornea, pembentukan abses stroma, edema kornea dan inflamasi segmen anterior adalah karakteristik dari penyakit ini Awal dari keratitis bakteri adalah adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi Faktor mikroba proliferasi virulensi atau dan dapat molekul menyebabkan menyebabkan ulkus. invasi

beta hemolitik) o Streptokokkus faecalis (streptokok nonhemolitik) Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan pseudomonas. Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan pernafasan, kekebalan. seringkali mungkin sehingga Streptokok merupakan disebabkan terdapat pyogenes bakteri karena semacam walaupun untuk pneumokok adalah penghuni flora normal saluran

efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terinfeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi

patogen

bagian

tubuh

yang infeksi

lain,

kuman

ini Ulkus

jarang oleh

kuman

dan

disebabkan

oleh

reaksi

menyebabkan

kornea.

hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.

streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokok berupa ulkus berwarna kuning keabuabuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung, Ulkus menjalar dari tepi ke tengah kornea (serpinginous). Ulkus cepat menjalar ke dalam menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin pneumonia Pengobatan : Cefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena b. Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus Infeksi oleh Stafilokokus Epidermidis dan Saprofitikus, paling sering infeksi oleh yang dihasilkan oleh streptokok c. Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas Berbeda dengan ulkus kornea

sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas menghasilkan sintesis mengapa Bakteri bersifat eksotoksin Keadaan ulkus aerob yang ini obligat dan menghambat menerangkan jaringan dalam

protein. pada

pseudomonas dapat hidup

kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. pseudomonas kosmetika, cairan fluoresein, cairan lensa kontak. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas, Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan. Pengobatan kornea oleh Stafilokokus bila ada faktor karbesilin yang : gentamisin, tobramisin, lokal,

ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus, Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi (toksik). Infeksi ulkus Epidermidis ulkus marginal, infeksi ulkus alergi

diberikan

secara

biasanya terjadi

subkonjungtiva serta intra vena.

pencetus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus, Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas Gejala Klinis 2.2.2 KERATITIS VIRUS a. KERATITIS HERPES SIMPLEKS Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling sering ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai dg adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun.4

Kelainan

mata

akibat

infeksi

herpes

berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhirakhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks. Beberapa kondisi yang berperan

simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler,

konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasienpasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominir oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.1,4 Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea, dan

terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian atas, stres

emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan kondisi

imunosupresi. Kremer, dkk. (1991) melaporkan pada 1,16% pasien pasca cangkok ginjal yang disertai penggunaan imunosupresan dalam kurun waktu 4 minggu ternyata timbul keratitis herpes simp1eks. Jumlah kasaus keratitis herpes

mungkin semakin meningkat sehubungan dengan bertambahnya kasus penderita AIDS di masa mendatang.6 Walaupun diobati, kira-kira 25% pasien akan kambuh pada tahun pertama, dan

penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus,keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya foto-fobia. Infeksi herpes simpleks laten
1,5

meningkat menjadi 33% pada tahun kedua. Peneliti lain bahkan melaporkan angka yang lebih besar yaitu 4657% keratitis herpes simpleks kambuh dalam kurun waktu 4 bulan setelah infeksi primer. Penelitian di Yogyakarta

mendapatkan angka kekambuhan hanya 11,5% dalam kurun waktu 6 bulan pengamatan setelah penyembuhan. Perbedaan angka-angka tersebut dimungkinkan oleh perbedaan cara pengobatan. Terjadinya terjadi pada di kekambuhan dengan lebih HLA-B5.
4

terjadi

setelah 2-3 minggu pasca infeksi primer. Dengan mekanisnie yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom. Dalam ganglion hal ini ganglion servikalis superior, siliaris

sering Hasil

pasien

penelitian peningkatan

Tanzania jumlah

melaporkan keratitis

adanya herpes

n.trigeminus,

dan

ganglion

kasus

simpleks, yang Sebagian besar diderita oleh kelompok umur balita. Di Tanzania kejadian keratitis herpes simpleks dihubungkan dengan terjadinya wabah malaria.
1,4

penggunaan merupakan

lensa defek

kontak, epitelial

dan akibat

sisanya trauma. lesi

Tirosinemiajuga

sering

menimbulkan

dendriform, tetapi biasanya bilateral dan terjadi pada anak-anak. Lesi semacam ini pernah pula dilaporkan sebagai akibat infeksi Acanthamoeba, trauma kimia, dan akibat toksisitas thiornerosal. Keratitis pungtata, dendritika keratitis epitelial dapat
1

Keratitis herpes simpleks kambuhan atau lazim disebut keratitis herpes simpleks dibedakan atas bentuk superfisial, profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau kerato uveitis. Keratitis dendritik, merupakan superfisial dan dapat berupa Keratitis dari

berkembang

menjadi ulkus metaherpetik, dalam hat ini terjadi perobekan membrana basalis. Ulkus

geografik.

proses

kelanjutan

metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa mm dan

pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulka

kematian sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang menjadi keratitis geografika, hat ini terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid.1 Dengan menjadi cabang seperti demikian peta gambaran dengan ulkus kaki

bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan membrana Descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatiftidak cukup. Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Untuk
2

geografi ulkus.

mengelilingi

Keratitis

herpes

simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil. Tooma dkk. melaporkan 29 kasus keratitis bentuk ternyata dendrit, yang setelah dilakukan konfirmasi herpes

penyembuhannya

memerlukan

waktu sekurang kurangnya 6 minggu. Terdapat dua bentuk keratitis stroma, yaitu keratitis Keratitis reaksi

disciform disciform

dan

keratitis

interstitial. sebagai

dihipotesiskan

hipersensitivitas tipe lambat, sedang keratitis interstitialis terjadi akibat reaksi hipersensitivitas imun komp1ek. Karakteristik keratitis disciform berupa edema stroma berbentuk lonjong atau gambaran meiingkar seperti cakram dengan

benar-benar

keratitis

simpleks hanya 17, 7 kasus merupakan herpes zoster, 2 kasus lainnya berhubungan dengan

ukuran infiltrat

diameter ringan.

57

mm,

biasanya

disertai pada lain:

Beberapa penyulit keratitis stroma antara kornea luluh, descemetocele, penipisan

Edema

dapat

terbatas

bagian depan stroma, tetapi dapat juga meluas ke seluruh tebal stroma. Keratic precipitates biasanya dijumpai menempel di endotel kornea belakang daerah edema. Keluhan penderita

kornea, superinfeksi, dan perforasi. Terjadinya kornea luluh disebabkan oleh mekanisme aktif enzim kolagenase, nekrosis, replikasi virus, dan efek steroid. Enzim ko-lagenase dilepaskan oleh sd epitel rusak, sel polimorfonuklear,
5,6

antara lain: penglihatan kabur, nrocos, rasa tidak enak, dan fotofobia terjadi bila disertai adanya iritis. Pada kasus yang ringan, tanpa disertai nekrosis dapat dan neovaskularisasi dalam beberapa penyembuhan bulan tanpa

dan

fibroblas selama reaksi radang. Klasifikasi Diagnosis

Hogan dkk. (1964) membuat kiasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks sebagai berikut:1 1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma, geografika. 2. Profunda, dibedakan atas stroma dan

terjadi

meninggalkan sikatriks. Pada kasus yang berat, penyembuhan memerlukan waktu sampai 1

tahun atau lebih, bahkan sering terjadi penyullt berupa Keratitis penipisan disciform kornea dapat maupun pula perforasi. akibat

disciform, stroma dan penyembuhan, stroma dan ulserasi. 3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini keratouveitisdibedakan atas bentuk tersebut ulserasi dan non ulserasi. Klasifikasi ternyata kurang sempurna, karena

terjadi

infeksi herpes zoster, varisela, campak, keratitis karena bahan kimia, dan trauma tumpul yang mengenai kornea. Pada keratitis disciform dapat diisolir virus herpes simpleks dan cairan akuos. Keratitis instertitialis memiliki
1,4

bentuk

bentuk keratitis pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat ternyata

bervariasi, lesi dapat tunggal maupun beberapa tempat. Gambaran klinisnya bahkan dapat mirip keratitis bakteri maupun jamur. Infiltrat tampak mengelilingi daerah stroma yang edema, dan dijumpai adanya neovaskularisasi. Kadang-

dijumpai glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh radang jaringan trabekulum. sekarang oleh ini Untuk dianut

membuat kiasifikasi

diagnosis, yang dibuat


1

kadang dijumpai adanya infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai Wessely ring, diduga

Pavan-Langston

(1983) sebagai berikut: 1. Ulserasi epitelial,

sebagai infiltrat polimorfonuklear disertai reaksi antigen antibodi virus herpes simpleks.6

dibedakan

atas

bentuk

pungtata, geografika.

dendritika,

dendrogeografika,

2. Ulserasi trophik atau meta herpetika. 3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis

ternyata bahwa

kelompok

peneliti

menyimpulkan mempercepat ada perbaikan

tindakan

debridement tidak

disciform, keratitis interstitialis. 4. Uveitis anterior dan trabekulitis. Klasifikasi menurut Pavan-Langston ini

penyembuhan.

Apabila

dalam 21 hari, perlu diganti dengan antiviral yang lain.1,4,6 Pada keratitis meta herpetik terjadi

pun belum sempuma, mengingat sangatjarang ditemukan kasus uveitis anterior maupun

kerusakan membrana basalis, untuk itu perlu dicegah kerusakan lebih lanjut dengan verban dan lensa kontak lunak. Pengobatan yang

trabekulitis yang berdiri sendini tanpa melibatkan adanya keratitis. Penatalaksanaan Hal-hal yang perlu dinilai dalam

diberikan meliputi pemberian antiviral, air mata buatan, sikioplegik, dan asetil sistein 1020% tetes mata tiap 2 jam bila ada tanda-tanda penipisan dan Iuluhnya stroma. lem Selain itu, perlu untuk

mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Pengobatan keratitis epitelial meliputi pemberian antiviral topikal mata ditutup, dan pemberian antibiotik topikal Sebagian melakukan untuk besar mencegah para infeksi sekunder.

ditambahkan

cyanoacrylate

menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamelar. Pengobatan meliputi pemberian pada
1,2

pakar

menganjurkan sebelumnya.

debridement

Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi

keratitis topikal,

disciform antiviral

steroid

salep, bila terjadi iritis perlu diberikan steroid oral 20-30mg selama 7-10 hari. Antibiotik topikal perlu diberikan, jika steroid topikal diberikan secara masif. Bila terjadi ulserasi, steroid topikal agar dikurangi pembeniannya dan bila perlu distop. Apabila terjadi penyulit misalnya luluh kornea, descemetocele, atau perforasi, kemudian

kandungan virus epitelial, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang. Di antara 8

kelompok penelitian yang dilakukan antara tahun 1976-1987 tentang peranan debridement

dikelola seperti pengelolaan ulkus metaherpetik yang mengalami penyulit. Pemilihan Antiviral Antiviral yang efektif dan aman adalah jika mampu menghentikan replikasi virus, tanpa
1,4

idoksuridina.

Untuk

kasus-kasus

keratitis

geognafik memerlukan waktu penyembuhan ratarata 5,6 hari.1 Keratitis stroma memiliki hasil kurang baik bila diobati dengan idoksuridina maupun

merusak sel-sel sehat. Obat-obat lama sepenti idoksuridina dan vidarabina memiliki toksisitas semacam dan khasiat sepadan guna

asiklovin. Penggunaan kombinasi antara asikiovin dengan waktu steroid topikal dapat Steroid reaksi meningkatkan topikal radang, dapat dan

penyembuhan. menekan

menghentikan replikasi virus.5 Efek samping pembenian idoksuridina antara lain: keratitis pungtata, dermatitis

membantu

menghambat vaskuIarisasi. Pornier dkk. (1982) membuktikan menghasilkan dibandingkan Pada bahwa daya vidarabina asikiovin penetrasi maupun topikal terbaik trifluridina. yang

kontakta, konjungtivitis folikularis, dan oklusi pungtum lakrimalis. Efektivitas kedua obat

tersebut untuk pengobatan kenatitis dendritik sebesar 80%, sedang trifluridina mempunyal efektivitas 97% dengan waktu penyembuhan 2 minggu. Tingkat kepatuhan pasien pengguna trifluridma lebih baik dibanding kedua obat

pasien-pasien

keratitis

stroma

mendapat pengobatan kombinasi asiklovir salep mata dan betametason 0,01% ternyata sembuh komplit memerlukan waktu rata-rata 19,4 hari.1,6 Porter dkk. (1990) membandingkan

antivinal tendahulu, karena lebih mudah larut dalam air. Pada 3-5% kasus ternyata dalam 1 minggu tidak ada penbaikan dengan tnifluridin, dalam hal ini dipenlukan debridement. Resistensi terhadap triflunid sangat jarang, dan bila

pengobatan asiklovir secara topikal dan oral pada kasus-kasus keratitis disciform. Masing-masing kelompok menggunakan tambahan prednisolon 0,05% tetes mata 5 kali sehari. Hasil penelitian rnenunjukkan hilangnya lakrimasi dan perbaikan visus lebih cepat pada kelompok pemberian oral, sedang waktu penyembuhan tidak berbeda dan memerlukan waktu rata-rata 25,6 hari. Selain itu tidak dijumpai perbedaan angka kekambuhan pada pengamatan
1

dijumpai ternyata tidak dijumpai resistensi silang tenhadap idoksunidina maupun vidarahina. Hasil asikiovir penelitian tentang daya pertama
1,5

guna kali

dengan

idoksuridina

dilaponkan oleh Collum dkk. (1980), didapatkan hasil benupa lama penyembuhan keratitis

sampai

tahun

pasca

penyembuhan.

dendritik rata-rata 4,4 hari dan secara bermakna lebih pendek dibandingkan kelompok

Mengenai resistensi klinik antiviral, pernah dilaporkan untuk idoksuridina sebesar 37%, dan

vidarabina sebesar 11 %. Berdasarkan hash uji laboratonik sensitivitas, beberapa antiviral terhadap virus herpes simpleks mengalami maupun

1) Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.

1. Jamur

bersepta: spp, spp, spp,

Fusarium Aspergillus Penicillium Phialophora

spp, spp, spp, spp,

penurunan,

tetapi

untuk

asiklovir

Acremonium Cladosporium Paecilomyces

gansiklovir tidak sampai 10%; sedang untuk foscarnet, vidarabina, dan icloksuridina

Curvularia spp, Altenaria spp.

didapatkan penurunan sensitivitas jauh lebih banyak.


1,4

2. Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus


spp, Absidia spp. 2) Jamur ragi (yeast) Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans, Cryptococcus spp, Rodotolura spp. 3) Jamur difasik Pada jaringan hidup membentuk ragi

Gansiklovir dan karbosiklik oksetanosin G merupakan calon obat antiviral yang potensial, karena terbukti lebih baik dibandingkan asiklovir pada percobaan binatang. Interferon tetes mata sebagai terapi tunggal pada keratitis dendritik kurang bermanfaat, tetapi akan lebih efektif bila dikombinasi dengan antiviral selain vidarabina. Mekanisme dasar interferon sebagai terapi adalah membuat sel-sel sehat menjadi resisten terhadap
1,4

sedang pada media perbiakan membentuk miselium: Blastomices spp, Coccidiodidies spp, Histoplasma spp, Sporothrix spp. Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial, secara umum gambarannya kurang dari 5%-10% infeksi kornea yang

virus,

dan

memblok

penyebaran virus. Pada

keratitis

stroma

pemberian

kombinasi steroid dan interferon memberikan hasil yang baik pada percobaan binatang.

dilaporkan di klinik dari amerika serikat. Keratitis fungal filamentous terdapat lebih banyak pada daerah yang hangat, kebanyakan daerah lembab pada beberapa daerah di Amerika serikat. Trauma dengan bahan-bahan dari

Kombinasi antiviral dan interferon diharapkan dapat mengatasi resistensi virus herpes simpleks di masa mendatang.1,5

tanaman atau tumbuhan faktor resiko yang penting dari keratitis fungal. Predisposisi utama adalah para petani yang menggunakan alat

2.2.3 Keratitis Fungal Etiologi Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan :

pemotong berumput,

rumput tanpa

atau memakai

sejenisnya mesin pelindung

yang mata.

menggunakan

peralatan

dilapangan

Trauma dihubungkan dengan penggunaan kontak lensa yang merupakan faktor resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis fungal.

Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor lainnya, Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya penggunaan kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan implikasi mayor penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. Selain itu, penggunaan kortikosteroid sistem sistemik karena bisa itu mensupresi merupakan operasi respon imun,

proteolitik menambah kerusakan jaringan yang ada. Keratitis ini, organisme fungal jamur juga dari dapat terjadi posterior masuk

sekunder dari endophthalmitis fungal. Pada kasus segmen menembus membran Descemet dan

kedalam stroma kornea.

Gambaran Klinis Gejala ulkus kornea jamur pada fase awal biasanya lebih ringan dibandingkan dengan ulkus kornea bakteri dan bisa memberikan tanda injeksio konjungtiva yang minimal atau tidak ada sama sekali. Lesi superfisial kelihatan berwarna putih keabu-abuan, menonjol pada permukaan

predisposis

terjadinya

keratitis dan kronis

fungal. Faktor resiko lainnya adalah termasuk kornea (contohnya dan keratoplasti keratitis keratotomi radial),

(contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi). Kebanyakan dimana-mana, dilaporkan telah organisme fungi dan yang telah pada grup: dan

kornea, mempunyai tekstur yang kering, kasar atau tidak rata yang bisa dilihat pada saat kerokan diagnostik. Bisa juga ditemukan infiltrat multifokal atau satelit, namun jarang dilaporkan. Sebagai tambahan, bisa terjadi infiltrat stroma dalam epitelium yang intak. Plak endotel/dengan hipopion juga bisa didapatkan jika infiltrat jamur cukup besar atau dalam. Keratitis fungal memperlihatkan tidak ada kecenderungan untuk umur, jenis kelamin atau ras. Kadang pasien memiliki riwayat trauma kornea, biasanya dari bahan organik. Termasuk dalam resiko tinggi adalah trauma (benda asing, lensa kontak), terapi penggunaan dengan imunosupresan immunosupresan sistemik atau pada mata, juga pada penyakit atau (transplantasi organ) atau penggunaan terapi topikal steroid, dan penggunaan antibiotik dalam jangka lama. Infeksi jamur juga sangat sering ditemukan pada daerah pertanian dan lingkungan tropis. Pasien dengan keratitis fungal cenderung memiliki tanda dan gejala inflamasi sepanjang

dihubungkan dengan infeksi pada mata terdapat organisme saprofit sebagai penyebab infeksi kedalam Fusarium

literature ophtalmologi. Jamur yang di isolasi dapat diklasifikasikan spesies Moniliaceae (jamur berfilamen tidak berpigmen, termasuk berpigmen, Curvularia didalamnya termasuk and Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen spesies yeasts dan

didalamnya

Lasiodiplodia),

(termasuk didalamnya spesies Candida). Patofisiologi Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada epithelium, kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada jaringan dan menyebabkan reaksi inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa, benda asing, operasi kornea). Organisme dapat menembus kedalam membran descment yang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan enzim

permulaan periode dibanding dengan keratitis bakterial dan bisa terdapat sedikit atau tidak injeksio konjungtiva sepanjang awal presentasi. Keratitis fungal filemantous sering bermanifestasi sebagai warna putih keabu-abuan, penampakan infiltrat kering sebagai bulu yang ireguler atau tepi filamentous. Lesi-lesi superfisial tampak o

pada

kornea

sehingga

menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta. Slit lamp Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai o oleh karena adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya:

putih keabu-abuan diatas permukaan kornea, kering, kasar, dan tekstur yang berpasir dapat dideteksi dengan mengosok kornea. Kadangkadang, multifokal atau infiltrat satelit dapat ditemukan, walaupun jarang dilaporkan.

Diagnosis Diagnosis ulkus kornea ditegakkan

o o o o o o

Injeksio konjungtiva Kerusakan epitel kornea Supurasi Infiltrasi stroma Reaksi pada bilik depan Hipopion

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis

Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat kelopak berupa terasa ialah mata berat. nyeri, Yang kemerahan, juga harus trauma, atau penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, ditanyakan kontak, adanya penyakit riwayat

Pemeriksaan Penunjang Tes fluoresein Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang intak). Pewarnaan gram dan KOH dan kultur defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang

kemasukan benda asing, pemakaian lensa adanya dan vaskulitis autoimun, penggunaan kortikosteroid

jangka panjang. Pemeriksaan fisis Visus o Didapatkan adanya penurunan

visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek

Untuk

menentukan

mikroorganisme

Penatalaksanaan Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi antibiotika, dan


1

penyebab ulkus, oleh jamur. Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus. Sangat walaupun menyingkirkan Yang utama membantu bila diagnosis negatif adalah pasti, belum melakukan

hidupnya

bakteri reaksi

dengan radang

mengurangi

dengan steroid.

Sampai saat ini pengobatan

dengan steroid masih kontroversi. Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut : Tidak boleh dibebat, karena akan

diagnosis

keratomikosis. menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari Diperhatikan Debridemen penyembuhan Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat. Terapi Kebanyakan keratitis obat fungal sangat hanya sulit. kemungkinan sangat terjadinya membantu glaukoma sekunder

pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 2030%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan melihat kornea dilaporkan Nomarski jamur differential dari kerokan yang interference contrast microscope untuk morfologi (metode cukup Nomarski)

antifungi

bersifat

fungistatik dan memerlukan sistem imun yang utuh (yang tidak nampak) dan memperpanjang perjalanan terapi. Tanpa bantuan imunitas yang utuh untuk menekan organisme, pengobatan fungistatik menjadi kurang efektif. Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan keratitis jamur termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B, natamycin); analog pyrimidine (flucytosine); (fluconazole, imidazole itraconazole); dan (clortrimazole, sulfadiazine. miconozole, econazole, ketoconazole); triazoles Natamycin hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan dari bermacam jalur yang ada. Steroid kontraindikasi karena akan terjadi eksaserbasi penyakit. Natamycin 3% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan kasus keratitis fungal

memuaskan.

Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa. Gambaran Histopatologi Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan adanya jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan tingkat virulensi biasanya kuman sangat tinggi dan infeksi berhubungan dengan

yang progresif

filamentaous, terutama yang disebabkan oleh fusarium spp, agen penyebab yang paling umum pada keratitis fungi eksogen yang terdapat di area lembab di Amerika Selatan. Mikonazole topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas Kebanyakan menyarankan yang Paecilomyces klinisi dan bukti B amphotericin oleh lilacinum. penelitian (0,15%-0,3%) tipe yeast. bisa

1) Debridement 2) Flap konjungtiva, partial atau total 3) Keratoplasti tembus Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara lain adalah ulkus, adanya penumpulan lesi (blunting satelit atau dan rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi menghilangnya berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil, bahkan kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua.

sangat berkhasiat pada pengobatan keratitis disebabkan oral fungal Ketokonazole (200-600 mg/hari)

digunakan untuk tambahan terapi pada beberapa keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/ hari) untuk beberapa keratitis fungal tipe yeast. Atropin iris 1% atau lensa scopolamine atau 0,25% dapat

digunakan untuk mencegah perlengketan antara dan kornea. kontroversi Pemberian karena kortikosteroid masih

merupakan kontra indikasi pada infeksi virus, tapi ini dapat mencegah terjadinya perforasi kornea. Penggunaan secara inflamasi. kortikosteroid untuk Obat analgetik harus dikurangi rebound untuk bertahap mencegah diberikan Diagnosa Banding 1. Keratitis bakterial Bakteri, merupakan penyebab paling banyak ulkus berupa hospitalisasi terlibat kornea. yaitu Organisme aureus, yang S. biasanya Pseuomonas pneumoniae, aeroginosa, epidermidis. Haemophilus K.

mengurangi rasa nyeri. Terapi konservatif

direkomendasikan sebagai terapi awal ketika memulai terapi sebagai terapi jangka panjang tak teratur. Terapi sistemik hanya diindikasikan pada kasus yang melibatkan intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik dengan terapi topikal antifungi seperti natamycin, nystatin, dan gagal amphotericin B. Terapi pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya berespon atau pada terapi konservatif respon sangat lambat dan pada terapi keadaan menjadi lebih buruk. Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu :

Staphylococcus Streptococcus species, aegyptus

influenza dan Moraxella catarrhalis. Neiseria Corynebacterium dan Listeria dhiptheriae, merupakan agen

berbahaya oleh arena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk yang P. menentukan berwarna jenis bakteri demikian dan sebagai sekret bersifat penyebabnya, walaupun

kehijauan Kebanyakan

mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena aerogenosa. ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di

perifer. Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis P.aeroginosa. ulserasi Batas aktif yang dan gram S. maju menunjukkan sembuh. infiltrasi, positif,

virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini dimulai degan injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan juga bentuk dendritik serta terjadi kelejar penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya disertai dengan pembesaran preaurikuler. Pada keratitis yang disebabkan oleh virus memberikan gambaran seperti infiltrat halus berbintik-bintik pada daerah depan kornea, biasanya bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut. Prognosis Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang terlibat, status kesehatan pasien dan (contohnya waktu immunocompromised),

sementara batas yang ditinggalkan mulai Biasanya kokus Staphylococcus aureus, Epidermidis,

Streptococcus pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea radang. melebar yang Bila tidak tukak makan terkena akan tetap P. berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel disebabkan tukak akan bahan oleh Aeroginosa terlihat purulent

secara

cepat,

berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak. Infeksi nyerinya visus mata bakteri sangat pasien dan umumnya cepat kondisi yang dengan kornea ada.

mengancam penglihatan. Secara klinis onset disertai ulkus injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan pada dengan hipopion bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik depan, sering Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel kontak terinfeksi utuh. lensa, Penggunaan graf kornea kesemuanya kortikosteroid, yang telah

penegakkan diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.

Paralisis N. V (Keratitis Neuroparalitik) Keratitis neuroparalitik merupakan

merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus (N.V),

predisposisi terjadinya infeksi bakterial. 2. Keratitis viral Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes Zoster, Adenovitus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik yang bersifat rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di gangglion Gasserian, serta unilateral. Pada

sehingga terdapat kekeruhan pada kornea yang tidak sensitif disertai kekringan kornea. N. V merupakan saraf sensibel dari kornea dan juga mempunyai pengaruh trofik pada sel-sel kornea. Bila saraf ini menjadi terganggu maka kornea akan menjadi tidak sensitif lagi, sehingga mudah terjadi infeksi dan akan kornea. menakibatkan Pada keadaan terbentuknya tukak

anestesi

dan

tanpa

persarafan

kornea

dengan kacamata, karena matanya insensitif.

kehilangan daya pertahananya terhadap iritasi dari luar. Pada keadaan ini di duga terjadi juga kemunduran metabolisme kornea yang memudahkan terjadinya peradangan kornea. Tanda klinik ; mata merah, injeksi perikornea, tidak sakit, ketajaman penglihatan menurun di seluruh kornea terdapat kerusakan superfisial, yang di mulai dengan vesikel-vesikel, tes fluorensi (+), di sertai fotopobia dan lakrimasi. Mata akan memberi gejala jarang reflex berkedip karena hilangnya

mengedip, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea. Kalau terkena infeksi skunder dapat berubah menjadi ulkus serpens akut, yang menimbulkan hipopion, dengan segala kuman Kemudian dapat Sering kornea kornea cornea). akibatnya, yang timbul berakhir terjadi insensitif, menjadi tergantung endoftalmitis dengan sampai gepeng dari dan menghinggapinya. kebutaan. karena akhirnya (flattened

kekambuhan,

Pengobatan ; untuk melindungi kornea, dilakukan tarsorafi yang di tinggalkan sebagian dan lokal di berikan sulfas atropin, antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya. Bila ulkusnya sudah sembuh, harus ditekankan matanya pada harus penderita di lindungi bahwa terus

Anda mungkin juga menyukai