2.1
ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA Kornea merupakan dinding luar bola mata
Merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari jaringan ikat yang tersusun lamellar, sesuai permukaan kornea, dihubungkan satu sama lain oleh substansi segmen transparan. Stroma ditembus oleh lacuna di segala arah yang membentuk kanal. 4. Membrana Descemet Merupakan lapisan yang sangat elastic, kuat, bening atau transparan. Di kornea bagian perifer, lapisan ini berubah menjadi bundle yang radian dan membentuk sudut Camera Okuli Anterior. 5. Lapisan Endotel Terdiri dari selapis sel-sel heksagonal yang pipih, lapisan ini berhubungan langsung dengan Camera Okuli Anterior. Lapisan epitel merupakan kelanjutan dari konjungtiva bulbi dan stroma merupakan kelanjutan dari sclera. Sedangkan membrane Descemet dan endotel merupakan kelanjutan dari traktus uvea. Kornea merupakan jaringan avaskuler, arteri siliaris anterior hanya sampai sekeliling kornea membentuk suatu lingkaran. Kornea kaya akan syaraf yang berasal dari nervus siliaris yaitu cabang dari nervus trigeminus.
bagian depan yang jernih, bening/transparent dan berbentuk hamper menyerupai setengah lingkaran. Diameter kornea 10-12 mm, diameter horizontal sedikit lebih panjang dari diameter vertical. Tebal kornea 0,6-1,00 daerah limbus. mm. Kornea berhubungan dengan sclera dan konjungtiva di
Kornea terdiri dari 5 lapisan : 1. Lapisan Epitel Merupakan lapisan luar, terdiri dari beberapa lapisan. a. Sel-sel epitel gepeng (paling luar) b. Sel-sel polygonal c. Sel-sel dalam) kolumnar (paling
Nutrisi bening.
kornea
diperoleh
dari
system
getah
kornea, ada 2 hal yang harus diperhatikan: 1. Kornea yang avaskuler, sehingga proses patologis yang terjadi biasanya lambat, kronis dan sukar sembuh 2. Kornea yang sangat rentan terhadap
2. Alergi
eksogen
antigen endogen.
perubahan Kelainan kornea dapat bersumber dari : 1. Eksogen, misalnya trauma dan infeksi, tanpa didahului kerusakan epitel kornea, toksin bakteri tidak dapat merusak epitel kecuali toksin gonokokus dan difteri, yang kemudian Membrana akan langsung merusak dan Bowman, Descemet
stromal kornea yang avaskuler. 2. Penyebaran dari bagian mata yang lain, epitel kornea berhubungan langsung atau langsung mengenai dan kelainan dengan konjungtiva, sehingga kelainan konjungtiva kornea, flikten. dapat
peradangan local atau kekurangan nutrisi, hipoksia pada pemakai lensa kontak, baik setempat maupun difusa.
Edema
epitel
interseluler/interepitel,
pungtata
terdapat cairan yang tertahan antara sel pada lapisan epitel oleh zona okludens dan adhesi sel. Cairan ini berasaldari edema stroma karena tekanan intra okuler yang meningkat, klinis terlihat seperti mikrosista, bila lebih berat seperti bula atau vesikel.
trabekula dapat berlanjut menjadi keratitis interstitial. Uvea, uveitis menyebabkan kelainan endotel kornea. Penyebaran ini sangat dipengaruhi oleh berbagai factor seperti sifat jaringan, komposisi kimia, metabolism,vaskularisasi, serta daya than jaringan, membrane Bowman sangat lemah, mudah dirusak oeh supurasi atau infeksi maupun oleh invasi jaringan,seperti Pterygium membrane dan pannus, sedangkan resisten 2.2 Descemet sangat
kornea, kornea.
sering
disebut
sebagai
ulkus/tukak
Keratitis ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun. Leukosit berasal dari arcade vascular limbus, melalui air mata, aquos atau dari neurovaskularisasi yang ada. Diagnosa secara morfologis : a. Keratitis Subepitelial Biasanya terjadi sekunder karena keratitis epitel, misalnya lesi epidemic numuler yang keratokonjungtivitis
Erosi
kecil
kornea
terutama
di
kadang bulat/lonjong dengan sembab dan degenerasi kornea 3. Keratitis Adenovirus Lesi difus lebih nyata didaerah pupil. 4. KPS (Keratitis Pungtata Superfisial) Keadaan yang langka, terlihat focusfokus (bergerombol) dengan sembab epitel,bulat/lonjong permukaan menonjul bila dengan penyakit
aktif.
c. Keratitis Interstitial (IK) Merupakan stroma inflamasi nonsupuratif infiltrasi dari dan
contact lens 4. Kekeruhan Zoster. 5. Kekeruhan numular pada keratitis numular pada Keratitis
kornea
dengan
vaskularisasi tanpa mengenai epitel atau endotel secara primer. Umumnya karena reaksi hipersensitifitas tipe IV terhadap infeksi mikroorganisme atau antigen lain di stromakornea. Penyebabnya antara lain :
b. Keratitis Epitel Pada hamper semua kasus konjungtivitis, epitel kornea biasanya ikut terkena, lesilesi epitel kornea ini dapat dilihat dengan fluorosensi bentuk dan lokasi dari lesi epitel ini berbeda-beda dan mempunyai arti diagnostic yang sangat bernilai. Misalnya pada : 1. Keratitis Stafilokokus
Bakteri:
sifilis
congenital,
M.Tuberkulosis, M.Lepra, Rubella, Limfogranuloma Venereum o Virus : HSV I, HSV II, Variola,
Penyakit seperti
yang Hodgkin
tidak
diketahui dan
ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hypopyon. Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea. Grup menyebabkan bakteri yang paling bakteri banyak adalah
Disease
Sarcoidosis, dan lain-lain Klasifikasi kelainan kornea berdasarkan lokasi ini, dapat juga sebagai berikut : Superfisial : mengenai epitel dan
anterior atau posterior, local atau difus Profunda Descemet profunda : dan terutama endotel mengenai stroma
serta
keratitis
Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (meliputi Klebsiella, Enterobacter, Serratia, and Proteus) dan golongan Staphylococcus.
2.2.1 Keratitis Bakterialis Keratitis keratitis bakteri bakteri adalah adalah gangguan yang
a. Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokkus Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah : o Streptokokkus pneumonia (pneumokok) o Streptokokkus viridans (streptokok alfa hemolitik) o Streptokokkus pyogenes (streptokok
penglihatan yang mengancam. Ciri-ciri khusus perjalanannya cepat. Destruksi kornea lengkap bisa terjadi dalam 24 48 jam oleh beberapa agen bakteri yang virulen. Ulkus kornea, pembentukan abses stroma, edema kornea dan inflamasi segmen anterior adalah karakteristik dari penyakit ini Awal dari keratitis bakteri adalah adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi Faktor mikroba proliferasi virulensi atau dan dapat molekul menyebabkan menyebabkan ulkus. invasi
beta hemolitik) o Streptokokkus faecalis (streptokok nonhemolitik) Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan pseudomonas. Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan pernafasan, kekebalan. seringkali mungkin sehingga Streptokok merupakan disebabkan terdapat pyogenes bakteri karena semacam walaupun untuk pneumokok adalah penghuni flora normal saluran
efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terinfeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi
patogen
bagian
tubuh
yang infeksi
lain,
kuman
ini Ulkus
jarang oleh
kuman
dan
disebabkan
oleh
reaksi
menyebabkan
kornea.
streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokok berupa ulkus berwarna kuning keabuabuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung, Ulkus menjalar dari tepi ke tengah kornea (serpinginous). Ulkus cepat menjalar ke dalam menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin pneumonia Pengobatan : Cefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena b. Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus Infeksi oleh Stafilokokus Epidermidis dan Saprofitikus, paling sering infeksi oleh yang dihasilkan oleh streptokok c. Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas Berbeda dengan ulkus kornea
sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas menghasilkan sintesis mengapa Bakteri bersifat eksotoksin Keadaan ulkus aerob yang ini obligat dan menghambat menerangkan jaringan dalam
protein. pada
kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. pseudomonas kosmetika, cairan fluoresein, cairan lensa kontak. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas, Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan. Pengobatan kornea oleh Stafilokokus bila ada faktor karbesilin yang : gentamisin, tobramisin, lokal,
ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus, Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi (toksik). Infeksi ulkus Epidermidis ulkus marginal, infeksi ulkus alergi
diberikan
secara
biasanya terjadi
pencetus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus, Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas Gejala Klinis 2.2.2 KERATITIS VIRUS a. KERATITIS HERPES SIMPLEKS Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling sering ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai dg adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun.4
Kelainan
mata
akibat
infeksi
herpes
berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhirakhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks. Beberapa kondisi yang berperan
simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler,
konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasienpasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominir oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.1,4 Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea, dan
terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian atas, stres
emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan kondisi
imunosupresi. Kremer, dkk. (1991) melaporkan pada 1,16% pasien pasca cangkok ginjal yang disertai penggunaan imunosupresan dalam kurun waktu 4 minggu ternyata timbul keratitis herpes simp1eks. Jumlah kasaus keratitis herpes
mungkin semakin meningkat sehubungan dengan bertambahnya kasus penderita AIDS di masa mendatang.6 Walaupun diobati, kira-kira 25% pasien akan kambuh pada tahun pertama, dan
penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus,keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya foto-fobia. Infeksi herpes simpleks laten
1,5
meningkat menjadi 33% pada tahun kedua. Peneliti lain bahkan melaporkan angka yang lebih besar yaitu 4657% keratitis herpes simpleks kambuh dalam kurun waktu 4 bulan setelah infeksi primer. Penelitian di Yogyakarta
mendapatkan angka kekambuhan hanya 11,5% dalam kurun waktu 6 bulan pengamatan setelah penyembuhan. Perbedaan angka-angka tersebut dimungkinkan oleh perbedaan cara pengobatan. Terjadinya terjadi pada di kekambuhan dengan lebih HLA-B5.
4
terjadi
setelah 2-3 minggu pasca infeksi primer. Dengan mekanisnie yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom. Dalam ganglion hal ini ganglion servikalis superior, siliaris
sering Hasil
pasien
penelitian peningkatan
Tanzania jumlah
melaporkan keratitis
adanya herpes
n.trigeminus,
dan
ganglion
kasus
simpleks, yang Sebagian besar diderita oleh kelompok umur balita. Di Tanzania kejadian keratitis herpes simpleks dihubungkan dengan terjadinya wabah malaria.
1,4
penggunaan merupakan
lensa defek
kontak, epitelial
dan akibat
Tirosinemiajuga
sering
menimbulkan
dendriform, tetapi biasanya bilateral dan terjadi pada anak-anak. Lesi semacam ini pernah pula dilaporkan sebagai akibat infeksi Acanthamoeba, trauma kimia, dan akibat toksisitas thiornerosal. Keratitis pungtata, dendritika keratitis epitelial dapat
1
Keratitis herpes simpleks kambuhan atau lazim disebut keratitis herpes simpleks dibedakan atas bentuk superfisial, profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau kerato uveitis. Keratitis dendritik, merupakan superfisial dan dapat berupa Keratitis dari
berkembang
menjadi ulkus metaherpetik, dalam hat ini terjadi perobekan membrana basalis. Ulkus
geografik.
proses
kelanjutan
metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa mm dan
pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulka
kematian sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang menjadi keratitis geografika, hat ini terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid.1 Dengan menjadi cabang seperti demikian peta gambaran dengan ulkus kaki
bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan membrana Descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatiftidak cukup. Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Untuk
2
geografi ulkus.
mengelilingi
Keratitis
herpes
simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil. Tooma dkk. melaporkan 29 kasus keratitis bentuk ternyata dendrit, yang setelah dilakukan konfirmasi herpes
penyembuhannya
memerlukan
waktu sekurang kurangnya 6 minggu. Terdapat dua bentuk keratitis stroma, yaitu keratitis Keratitis reaksi
disciform disciform
dan
keratitis
interstitial. sebagai
dihipotesiskan
hipersensitivitas tipe lambat, sedang keratitis interstitialis terjadi akibat reaksi hipersensitivitas imun komp1ek. Karakteristik keratitis disciform berupa edema stroma berbentuk lonjong atau gambaran meiingkar seperti cakram dengan
benar-benar
keratitis
simpleks hanya 17, 7 kasus merupakan herpes zoster, 2 kasus lainnya berhubungan dengan
ukuran infiltrat
diameter ringan.
57
mm,
biasanya
Edema
dapat
terbatas
bagian depan stroma, tetapi dapat juga meluas ke seluruh tebal stroma. Keratic precipitates biasanya dijumpai menempel di endotel kornea belakang daerah edema. Keluhan penderita
kornea, superinfeksi, dan perforasi. Terjadinya kornea luluh disebabkan oleh mekanisme aktif enzim kolagenase, nekrosis, replikasi virus, dan efek steroid. Enzim ko-lagenase dilepaskan oleh sd epitel rusak, sel polimorfonuklear,
5,6
antara lain: penglihatan kabur, nrocos, rasa tidak enak, dan fotofobia terjadi bila disertai adanya iritis. Pada kasus yang ringan, tanpa disertai nekrosis dapat dan neovaskularisasi dalam beberapa penyembuhan bulan tanpa
dan
Hogan dkk. (1964) membuat kiasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks sebagai berikut:1 1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma, geografika. 2. Profunda, dibedakan atas stroma dan
terjadi
meninggalkan sikatriks. Pada kasus yang berat, penyembuhan memerlukan waktu sampai 1
tahun atau lebih, bahkan sering terjadi penyullt berupa Keratitis penipisan disciform kornea dapat maupun pula perforasi. akibat
disciform, stroma dan penyembuhan, stroma dan ulserasi. 3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini keratouveitisdibedakan atas bentuk tersebut ulserasi dan non ulserasi. Klasifikasi ternyata kurang sempurna, karena
terjadi
infeksi herpes zoster, varisela, campak, keratitis karena bahan kimia, dan trauma tumpul yang mengenai kornea. Pada keratitis disciform dapat diisolir virus herpes simpleks dan cairan akuos. Keratitis instertitialis memiliki
1,4
bentuk
bentuk keratitis pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat ternyata
bervariasi, lesi dapat tunggal maupun beberapa tempat. Gambaran klinisnya bahkan dapat mirip keratitis bakteri maupun jamur. Infiltrat tampak mengelilingi daerah stroma yang edema, dan dijumpai adanya neovaskularisasi. Kadang-
dijumpai glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh radang jaringan trabekulum. sekarang oleh ini Untuk dianut
membuat kiasifikasi
kadang dijumpai adanya infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai Wessely ring, diduga
Pavan-Langston
sebagai infiltrat polimorfonuklear disertai reaksi antigen antibodi virus herpes simpleks.6
dibedakan
atas
bentuk
pungtata, geografika.
dendritika,
dendrogeografika,
2. Ulserasi trophik atau meta herpetika. 3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis
ternyata bahwa
kelompok
peneliti
tindakan
debridement tidak
disciform, keratitis interstitialis. 4. Uveitis anterior dan trabekulitis. Klasifikasi menurut Pavan-Langston ini
penyembuhan.
Apabila
dalam 21 hari, perlu diganti dengan antiviral yang lain.1,4,6 Pada keratitis meta herpetik terjadi
pun belum sempuma, mengingat sangatjarang ditemukan kasus uveitis anterior maupun
kerusakan membrana basalis, untuk itu perlu dicegah kerusakan lebih lanjut dengan verban dan lensa kontak lunak. Pengobatan yang
trabekulitis yang berdiri sendini tanpa melibatkan adanya keratitis. Penatalaksanaan Hal-hal yang perlu dinilai dalam
diberikan meliputi pemberian antiviral, air mata buatan, sikioplegik, dan asetil sistein 1020% tetes mata tiap 2 jam bila ada tanda-tanda penipisan dan Iuluhnya stroma. lem Selain itu, perlu untuk
mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Pengobatan keratitis epitelial meliputi pemberian antiviral topikal mata ditutup, dan pemberian antibiotik topikal Sebagian melakukan untuk besar mencegah para infeksi sekunder.
ditambahkan
cyanoacrylate
menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamelar. Pengobatan meliputi pemberian pada
1,2
pakar
menganjurkan sebelumnya.
debridement
Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi
keratitis topikal,
disciform antiviral
steroid
salep, bila terjadi iritis perlu diberikan steroid oral 20-30mg selama 7-10 hari. Antibiotik topikal perlu diberikan, jika steroid topikal diberikan secara masif. Bila terjadi ulserasi, steroid topikal agar dikurangi pembeniannya dan bila perlu distop. Apabila terjadi penyulit misalnya luluh kornea, descemetocele, atau perforasi, kemudian
kandungan virus epitelial, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang. Di antara 8
kelompok penelitian yang dilakukan antara tahun 1976-1987 tentang peranan debridement
dikelola seperti pengelolaan ulkus metaherpetik yang mengalami penyulit. Pemilihan Antiviral Antiviral yang efektif dan aman adalah jika mampu menghentikan replikasi virus, tanpa
1,4
idoksuridina.
Untuk
kasus-kasus
keratitis
geognafik memerlukan waktu penyembuhan ratarata 5,6 hari.1 Keratitis stroma memiliki hasil kurang baik bila diobati dengan idoksuridina maupun
merusak sel-sel sehat. Obat-obat lama sepenti idoksuridina dan vidarabina memiliki toksisitas semacam dan khasiat sepadan guna
asiklovin. Penggunaan kombinasi antara asikiovin dengan waktu steroid topikal dapat Steroid reaksi meningkatkan topikal radang, dapat dan
penyembuhan. menekan
menghentikan replikasi virus.5 Efek samping pembenian idoksuridina antara lain: keratitis pungtata, dermatitis
membantu
menghambat vaskuIarisasi. Pornier dkk. (1982) membuktikan menghasilkan dibandingkan Pada bahwa daya vidarabina asikiovin penetrasi maupun topikal terbaik trifluridina. yang
kontakta, konjungtivitis folikularis, dan oklusi pungtum lakrimalis. Efektivitas kedua obat
tersebut untuk pengobatan kenatitis dendritik sebesar 80%, sedang trifluridina mempunyal efektivitas 97% dengan waktu penyembuhan 2 minggu. Tingkat kepatuhan pasien pengguna trifluridma lebih baik dibanding kedua obat
pasien-pasien
keratitis
stroma
mendapat pengobatan kombinasi asiklovir salep mata dan betametason 0,01% ternyata sembuh komplit memerlukan waktu rata-rata 19,4 hari.1,6 Porter dkk. (1990) membandingkan
antivinal tendahulu, karena lebih mudah larut dalam air. Pada 3-5% kasus ternyata dalam 1 minggu tidak ada penbaikan dengan tnifluridin, dalam hal ini dipenlukan debridement. Resistensi terhadap triflunid sangat jarang, dan bila
pengobatan asiklovir secara topikal dan oral pada kasus-kasus keratitis disciform. Masing-masing kelompok menggunakan tambahan prednisolon 0,05% tetes mata 5 kali sehari. Hasil penelitian rnenunjukkan hilangnya lakrimasi dan perbaikan visus lebih cepat pada kelompok pemberian oral, sedang waktu penyembuhan tidak berbeda dan memerlukan waktu rata-rata 25,6 hari. Selain itu tidak dijumpai perbedaan angka kekambuhan pada pengamatan
1
dijumpai ternyata tidak dijumpai resistensi silang tenhadap idoksunidina maupun vidarahina. Hasil asikiovir penelitian tentang daya pertama
1,5
guna kali
dengan
idoksuridina
dilaponkan oleh Collum dkk. (1980), didapatkan hasil benupa lama penyembuhan keratitis
sampai
tahun
pasca
penyembuhan.
dendritik rata-rata 4,4 hari dan secara bermakna lebih pendek dibandingkan kelompok
Mengenai resistensi klinik antiviral, pernah dilaporkan untuk idoksuridina sebesar 37%, dan
vidarabina sebesar 11 %. Berdasarkan hash uji laboratonik sensitivitas, beberapa antiviral terhadap virus herpes simpleks mengalami maupun
1. Jamur
penurunan,
tetapi
untuk
asiklovir
gansiklovir tidak sampai 10%; sedang untuk foscarnet, vidarabina, dan icloksuridina
Gansiklovir dan karbosiklik oksetanosin G merupakan calon obat antiviral yang potensial, karena terbukti lebih baik dibandingkan asiklovir pada percobaan binatang. Interferon tetes mata sebagai terapi tunggal pada keratitis dendritik kurang bermanfaat, tetapi akan lebih efektif bila dikombinasi dengan antiviral selain vidarabina. Mekanisme dasar interferon sebagai terapi adalah membuat sel-sel sehat menjadi resisten terhadap
1,4
sedang pada media perbiakan membentuk miselium: Blastomices spp, Coccidiodidies spp, Histoplasma spp, Sporothrix spp. Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial, secara umum gambarannya kurang dari 5%-10% infeksi kornea yang
virus,
dan
memblok
keratitis
stroma
pemberian
kombinasi steroid dan interferon memberikan hasil yang baik pada percobaan binatang.
dilaporkan di klinik dari amerika serikat. Keratitis fungal filamentous terdapat lebih banyak pada daerah yang hangat, kebanyakan daerah lembab pada beberapa daerah di Amerika serikat. Trauma dengan bahan-bahan dari
Kombinasi antiviral dan interferon diharapkan dapat mengatasi resistensi virus herpes simpleks di masa mendatang.1,5
tanaman atau tumbuhan faktor resiko yang penting dari keratitis fungal. Predisposisi utama adalah para petani yang menggunakan alat
2.2.3 Keratitis Fungal Etiologi Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan :
pemotong berumput,
rumput tanpa
atau memakai
yang mata.
menggunakan
peralatan
dilapangan
Trauma dihubungkan dengan penggunaan kontak lensa yang merupakan faktor resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis fungal.
Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor lainnya, Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya penggunaan kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan implikasi mayor penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. Selain itu, penggunaan kortikosteroid sistem sistemik karena bisa itu mensupresi merupakan operasi respon imun,
proteolitik menambah kerusakan jaringan yang ada. Keratitis ini, organisme fungal jamur juga dari dapat terjadi posterior masuk
sekunder dari endophthalmitis fungal. Pada kasus segmen menembus membran Descemet dan
Gambaran Klinis Gejala ulkus kornea jamur pada fase awal biasanya lebih ringan dibandingkan dengan ulkus kornea bakteri dan bisa memberikan tanda injeksio konjungtiva yang minimal atau tidak ada sama sekali. Lesi superfisial kelihatan berwarna putih keabu-abuan, menonjol pada permukaan
predisposis
terjadinya
fungal. Faktor resiko lainnya adalah termasuk kornea (contohnya dan keratoplasti keratitis keratotomi radial),
(contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi). Kebanyakan dimana-mana, dilaporkan telah organisme fungi dan yang telah pada grup: dan
kornea, mempunyai tekstur yang kering, kasar atau tidak rata yang bisa dilihat pada saat kerokan diagnostik. Bisa juga ditemukan infiltrat multifokal atau satelit, namun jarang dilaporkan. Sebagai tambahan, bisa terjadi infiltrat stroma dalam epitelium yang intak. Plak endotel/dengan hipopion juga bisa didapatkan jika infiltrat jamur cukup besar atau dalam. Keratitis fungal memperlihatkan tidak ada kecenderungan untuk umur, jenis kelamin atau ras. Kadang pasien memiliki riwayat trauma kornea, biasanya dari bahan organik. Termasuk dalam resiko tinggi adalah trauma (benda asing, lensa kontak), terapi penggunaan dengan imunosupresan immunosupresan sistemik atau pada mata, juga pada penyakit atau (transplantasi organ) atau penggunaan terapi topikal steroid, dan penggunaan antibiotik dalam jangka lama. Infeksi jamur juga sangat sering ditemukan pada daerah pertanian dan lingkungan tropis. Pasien dengan keratitis fungal cenderung memiliki tanda dan gejala inflamasi sepanjang
dihubungkan dengan infeksi pada mata terdapat organisme saprofit sebagai penyebab infeksi kedalam Fusarium
literature ophtalmologi. Jamur yang di isolasi dapat diklasifikasikan spesies Moniliaceae (jamur berfilamen tidak berpigmen, termasuk berpigmen, Curvularia didalamnya termasuk and Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen spesies yeasts dan
didalamnya
Lasiodiplodia),
(termasuk didalamnya spesies Candida). Patofisiologi Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada epithelium, kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada jaringan dan menyebabkan reaksi inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa, benda asing, operasi kornea). Organisme dapat menembus kedalam membran descment yang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan enzim
permulaan periode dibanding dengan keratitis bakterial dan bisa terdapat sedikit atau tidak injeksio konjungtiva sepanjang awal presentasi. Keratitis fungal filemantous sering bermanifestasi sebagai warna putih keabu-abuan, penampakan infiltrat kering sebagai bulu yang ireguler atau tepi filamentous. Lesi-lesi superfisial tampak o
pada
kornea
sehingga
menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta. Slit lamp Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai o oleh karena adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya:
putih keabu-abuan diatas permukaan kornea, kering, kasar, dan tekstur yang berpasir dapat dideteksi dengan mengosok kornea. Kadangkadang, multifokal atau infiltrat satelit dapat ditemukan, walaupun jarang dilaporkan.
o o o o o o
Injeksio konjungtiva Kerusakan epitel kornea Supurasi Infiltrasi stroma Reaksi pada bilik depan Hipopion
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat kelopak berupa terasa ialah mata berat. nyeri, Yang kemerahan, juga harus trauma, atau penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, ditanyakan kontak, adanya penyakit riwayat
Pemeriksaan Penunjang Tes fluoresein Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang intak). Pewarnaan gram dan KOH dan kultur defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang
kemasukan benda asing, pemakaian lensa adanya dan vaskulitis autoimun, penggunaan kortikosteroid
visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek
Untuk
menentukan
mikroorganisme
penyebab ulkus, oleh jamur. Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus. Sangat walaupun menyingkirkan Yang utama membantu bila diagnosis negatif adalah pasti, belum melakukan
hidupnya
bakteri reaksi
dengan radang
mengurangi
dengan steroid.
dengan steroid masih kontroversi. Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut : Tidak boleh dibebat, karena akan
diagnosis
keratomikosis. menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari Diperhatikan Debridemen penyembuhan Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat. Terapi Kebanyakan keratitis obat fungal sangat hanya sulit. kemungkinan sangat terjadinya membantu glaukoma sekunder
pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 2030%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan melihat kornea dilaporkan Nomarski jamur differential dari kerokan yang interference contrast microscope untuk morfologi (metode cukup Nomarski)
antifungi
bersifat
fungistatik dan memerlukan sistem imun yang utuh (yang tidak nampak) dan memperpanjang perjalanan terapi. Tanpa bantuan imunitas yang utuh untuk menekan organisme, pengobatan fungistatik menjadi kurang efektif. Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan keratitis jamur termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B, natamycin); analog pyrimidine (flucytosine); (fluconazole, imidazole itraconazole); dan (clortrimazole, sulfadiazine. miconozole, econazole, ketoconazole); triazoles Natamycin hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan dari bermacam jalur yang ada. Steroid kontraindikasi karena akan terjadi eksaserbasi penyakit. Natamycin 3% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan kasus keratitis fungal
memuaskan.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa. Gambaran Histopatologi Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan adanya jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan tingkat virulensi biasanya kuman sangat tinggi dan infeksi berhubungan dengan
yang progresif
filamentaous, terutama yang disebabkan oleh fusarium spp, agen penyebab yang paling umum pada keratitis fungi eksogen yang terdapat di area lembab di Amerika Selatan. Mikonazole topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas Kebanyakan menyarankan yang Paecilomyces klinisi dan bukti B amphotericin oleh lilacinum. penelitian (0,15%-0,3%) tipe yeast. bisa
1) Debridement 2) Flap konjungtiva, partial atau total 3) Keratoplasti tembus Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara lain adalah ulkus, adanya penumpulan lesi (blunting satelit atau dan rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi menghilangnya berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil, bahkan kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua.
sangat berkhasiat pada pengobatan keratitis disebabkan oral fungal Ketokonazole (200-600 mg/hari)
digunakan untuk tambahan terapi pada beberapa keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/ hari) untuk beberapa keratitis fungal tipe yeast. Atropin iris 1% atau lensa scopolamine atau 0,25% dapat
digunakan untuk mencegah perlengketan antara dan kornea. kontroversi Pemberian karena kortikosteroid masih
merupakan kontra indikasi pada infeksi virus, tapi ini dapat mencegah terjadinya perforasi kornea. Penggunaan secara inflamasi. kortikosteroid untuk Obat analgetik harus dikurangi rebound untuk bertahap mencegah diberikan Diagnosa Banding 1. Keratitis bakterial Bakteri, merupakan penyebab paling banyak ulkus berupa hospitalisasi terlibat kornea. yaitu Organisme aureus, yang S. biasanya Pseuomonas pneumoniae, aeroginosa, epidermidis. Haemophilus K.
direkomendasikan sebagai terapi awal ketika memulai terapi sebagai terapi jangka panjang tak teratur. Terapi sistemik hanya diindikasikan pada kasus yang melibatkan intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik dengan terapi topikal antifungi seperti natamycin, nystatin, dan gagal amphotericin B. Terapi pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya berespon atau pada terapi konservatif respon sangat lambat dan pada terapi keadaan menjadi lebih buruk. Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu :
influenza dan Moraxella catarrhalis. Neiseria Corynebacterium dan Listeria dhiptheriae, merupakan agen
berbahaya oleh arena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk yang P. menentukan berwarna jenis bakteri demikian dan sebagai sekret bersifat penyebabnya, walaupun
kehijauan Kebanyakan
mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena aerogenosa. ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di
perifer. Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis P.aeroginosa. ulserasi Batas aktif yang dan gram S. maju menunjukkan sembuh. infiltrasi, positif,
virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini dimulai degan injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan juga bentuk dendritik serta terjadi kelejar penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya disertai dengan pembesaran preaurikuler. Pada keratitis yang disebabkan oleh virus memberikan gambaran seperti infiltrat halus berbintik-bintik pada daerah depan kornea, biasanya bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut. Prognosis Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang terlibat, status kesehatan pasien dan (contohnya waktu immunocompromised),
sementara batas yang ditinggalkan mulai Biasanya kokus Staphylococcus aureus, Epidermidis,
Streptococcus pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea radang. melebar yang Bila tidak tukak makan terkena akan tetap P. berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel disebabkan tukak akan bahan oleh Aeroginosa terlihat purulent
secara
cepat,
berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak. Infeksi nyerinya visus mata bakteri sangat pasien dan umumnya cepat kondisi yang dengan kornea ada.
mengancam penglihatan. Secara klinis onset disertai ulkus injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan pada dengan hipopion bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik depan, sering Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel kontak terinfeksi utuh. lensa, Penggunaan graf kornea kesemuanya kortikosteroid, yang telah
penegakkan diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.
predisposisi terjadinya infeksi bakterial. 2. Keratitis viral Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes Zoster, Adenovitus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik yang bersifat rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di gangglion Gasserian, serta unilateral. Pada
sehingga terdapat kekeruhan pada kornea yang tidak sensitif disertai kekringan kornea. N. V merupakan saraf sensibel dari kornea dan juga mempunyai pengaruh trofik pada sel-sel kornea. Bila saraf ini menjadi terganggu maka kornea akan menjadi tidak sensitif lagi, sehingga mudah terjadi infeksi dan akan kornea. menakibatkan Pada keadaan terbentuknya tukak
anestesi
dan
tanpa
persarafan
kornea
kehilangan daya pertahananya terhadap iritasi dari luar. Pada keadaan ini di duga terjadi juga kemunduran metabolisme kornea yang memudahkan terjadinya peradangan kornea. Tanda klinik ; mata merah, injeksi perikornea, tidak sakit, ketajaman penglihatan menurun di seluruh kornea terdapat kerusakan superfisial, yang di mulai dengan vesikel-vesikel, tes fluorensi (+), di sertai fotopobia dan lakrimasi. Mata akan memberi gejala jarang reflex berkedip karena hilangnya
mengedip, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea. Kalau terkena infeksi skunder dapat berubah menjadi ulkus serpens akut, yang menimbulkan hipopion, dengan segala kuman Kemudian dapat Sering kornea kornea cornea). akibatnya, yang timbul berakhir terjadi insensitif, menjadi tergantung endoftalmitis dengan sampai gepeng dari dan menghinggapinya. kebutaan. karena akhirnya (flattened
kekambuhan,
Pengobatan ; untuk melindungi kornea, dilakukan tarsorafi yang di tinggalkan sebagian dan lokal di berikan sulfas atropin, antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya. Bila ulkusnya sudah sembuh, harus ditekankan matanya pada harus penderita di lindungi bahwa terus