Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Sukun (Artocarpus altilis) adalah tanaman serbaguna dan bernilai ekonomis.

Tanaman sukun memiliki habitus pohon yang tingginya dapat mencapai 30 m, namun ratarata tingginya hanya 12-15 m. Sukun dapat tumbuh baik sepanjang tahun (evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous di daerah yang beriklim monsoon (Rajendran, 1992; Ragone, 1997). Apabila akar tersebut terluka atau terpotong akan memacu tumbuhnya tunas alami (Heyne, 1987; Pitojo, 1992; Ragone, 2006 ). Nama ilmiah jenis ini adalah Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang bersinonim dengan Artocapus communis Forst dan Artocarpus incisa Linn (Heyne, 1987; Ragone, 1997; Zerega et al, 2005), dengan susunan klasifikasi sebagai berikut (Zerega et al, 2005):

Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas

: Dicotyledonae (berbiji belah)

Ordo

: Urticales

Famili

: Moraceae

Genus

: Artocarpus (nangka-nangkaan)

Spesies

: Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg

Sukun merupakan salah satu jenis tanaman penghasil buah terpenting dari famili Moraceae di pulau-pulau di Polynesia, Melanesia dan Micronesia (Hamilton, 1987). Asal tanaman tidak diketahui secara pasti namun diyakini merupakan jenis asli di daerah Polynesia dan tropis Asia (Hamilton, 1987; Rajendran, 1992). Dalam Wikipedia Indonesia dijelaskan bahwa asal-usul sukun diperkirakan dari Kepulauan Nusantara sampai Papua yang kemudian menyebar ke pulau-pulau di Pasifik. Dari sana kemudian menyebar ke daerah tropis lainnya di Madagaskar, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, Asia Tenggara, Srilanka, India, Indonesia, Australian Bagian Utara dan Florida Bagian Selatan (Ragone, 1997; Zerega et al, 2004, 2005).

Penyebaran sukun di Indonesia meliputi Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Madura), Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa, Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru, Kai, Ambon, Halmahera dan Ternate) dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulau kecil di daerah Kepala Burung (Heyne, 1987; Pitojo, 1992; Widowati, 2003; Hendalastuti dan Rojidin, 2006). Selanjutnya nama sukun sering dikaitkan dengan daerah asalnya, antara lain sukun Sorong, sukun Yogya, sukun Cilacap, sukun Pulau Seribu, sukun Bone dan sukun Bawean dll. Sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan kering (daratan), dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih. Buah muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih agak krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki aroma yang spesifik. Berat buah sukun dapat mencapat 1 kg per buah.

Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (parthenocarphy), maka buah sukun tidak memiliki biji. Buah sukun akan menjadi tua setelah tiga bulan sejak munculnya bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian diikuti oleh buah berikutnya. Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih 600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 80 - 100 inchi per pertahun dengan kelembaban 60 - 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab panas, dengan temperatur antara 15 - 38 C

Pembibitan sukun hanya dapat dilakukan secara vegetatif dengan beberapa cara yaitu: mencangkok, okulasi, penyapihan tunas akar alami, stek akar, stek batang, stek pucuk dan kultur jaringan (Pitojo, 1992; Ragone, 2006; Adinugraha, 2009). Penanaman sukun dapat dilakukan di pekarangan, kebun atau ditanam secara luas baik monokultur maupun dicampur dengan tanaman kehutanan lainnya.

Buah sukun mengandung gizi yang cukup tinggi, . Dari satu buah sukun yang beratnya sekitar 1.500 gram, diperoleh daging buah yang dapat dimakan sekitar 1.350 gram dengan kandungan karbohidrat sekitar 365 gram. Diperkirakan sekali makan per orang diperlukan sekitar 150 gram beras (setara dengan 117 gram karbohidrat), sehingga satu buah sukun dapat dikonsumsi sebagai pengganti beras untuk 3-4 orang. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi pengeluaran negara untuk mengimpor beras dari negara lain (Widowati, 2003). Manfaat lain adalah kayunya yang dikelompokkan kedalam kelas kuat IV-V untuk bahan konstruksi ringan, papan kayu yang dikilapkan, papan seluncur/kano, kotak/peti, mebel, mainan dan bahan baku pulp (Heyne, 1987; Pitojo, 1992; Rajendran, 1992; Feriyanto, 2006).

Pengolahan buah sukun dapat dijadikan bermacam-macam menu makana antara lain perkedel, donat, cake, dodol, kue bolu, klepon, kroket, abon sukun, bubur istant, biskuit dan lain-lain Daunnya juga diyakini berkhasiat sebagai obat tradisional untuk mengatasi gangguan pada ginjal dan jantung (Anonim, 2006), menurunkan tekanan darah, mengatasi penyakit asma, infeksi kulit, sakit gigi dan diare.

1.2.

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang

diberikan oleh dosen mata kuliah

botani umum, dan untuk mengetahui cara-cara

perkembangbiakan secara vegetatif tanaman buah sukun (Artocarpus altilis).

1.3.

Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah buku

kepustakaan yaitu dengan membaca buku diperpustakaan yang berhubungan dengan pokok bahasan pada makalah , dan mengutip dari internet tentang informasi-informasi lainnya yang berhubungan dengan pokok bahasan pada makalah ini

II. PEMBAHASAN

2.1.

Perkembangbiakan secara vegetatif (stek)


Pembiakan secara tak kawin atau aseksual merupakan dasar pembiakan vegetatif,

dimana terlihat kesanggupan tanaman membentuk kembali jaringan - jaringan dan bagian bagian lain. Pada sebagian tanaman, pembiakan vegetatif merupakan proses alamiah yang sempurna atau merupakan suatu proses buatan manusia. Perbanyakan secara vegetatif adalah cara perkembangbiakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk daun, umbi dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama dengan induknya. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, daun, sekaligus. Pembanyakan secara vegetatif ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: stek atau cutting, okulasi, penyambungan, dan cangkok. Perbanyakan stek tidak memerlukan teknis yang rumit yang dimana dalam perbanyakan tanaman stek ini mempunyai keunggulan yaitu dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak walaupun bahan tanaman yang tersedia terbatas dan dapat menghasilkan tanaman yang sifatnya sama dengan induknya. Penyetekan merupakan suatu perlakuan pemisahan, pemotongaan beberapa bagian dari tanaman seperti; akar, batang, daun dan tunas dengan tujuan bagian bagian tanaman tersebut menghasilkan tanaman baru. Perbanyakan dengan stek umumnya dilakukan pada tanaman dikotil dan pada monokotil masih jarang. Perbanyakan dengan stek mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan khusus dan teknis pelaksanaan yang rumit. Dimana, perbanyakan tanaman dengan stek ini mempunyai berbagai keunggulan seperti dapat menghasilkan tanaman yang memiliki sifat

yang sama dengan tanaman induknya dan dengan dilakukan perbanyakan tanaman secara stek lebih cepat berbuah dan berbunga, dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak walaupun bahan tanaman yang tersedia terbatas atau sedikit. Selain adanya keunggulan, perbanyakan tanaman secara stek terdapat juga kelemahan baik secara fisiologis maupun morfologi dalam pertumbuhan tanaman yaitu perbanyakan tanaman secara stek ini memiliki akar serabut yang dimana akar serabut pertumbuhan tanamannya rentan yaitu sangant mudah roboh pada keadaan ikim yang kurang mendukung seperti angin kencang dan tanah selalu jenuh sehingga perakarannya dangkal, membutuhkan tanaman induk yang lebih besar dan lebih banyak sehingga membutuhkan biaya yang banyak dan dalam perbanyakan tanaman secara stek tingkat keberhasilanya sangat rendah.

2.2.

Perkembangbiakan vegetatif pada tanaman buah sukun Dalam kegiatan pembibitan sukun ada beberapa teknik pembiakan vegetatif yang

dapat dilakukan:

Pemindahan tunas akar alami Secara alami pohon sukun berkembang biak dengan tunas akar. Untuk merangsang tumbuhnya tunas akar alami dapat dilakukan dengan cara melukai akar yang menjalar di permukaan tanah menggunakan parang. Setelah tunas tumbuh sekitar 30 cm sudah dapat dipindahkan ke media dalam polybag/pot. Bibit hasil sapihan ini dipelihara di persemaian sampai siap tanam.

Stek akar Teknik stek akar dilakukan untuk memperoleh bibit dalam jumlah yang besar karena bahan yang digunakan dapat diperoleh dalam jumlah banyak serta pelaksanaannya cukup mudah dan biayanya relatif murah. Pohon induk sebaiknya berumur sekitar 20 tahun biasanya lebih berhasil dibanding pohon yang muda. Pengambilan akar dilakukan dengan menggali akar kemudian dipotong sepanjang 0,5 1 m.. Apabila pengambilan bahan stek dilakukan di tempat yang jauh dari lokasi persemaian maka stek dijaga supaya tidak kering dibungkus menggunakan pelepah pisang atau karung goni yang basah. Akar sukun dipotong-potong menjadi stek akar sepanjang 10 15 cm dengan diameter rata-rata 1-2 cm. Bagian stek yang lebih muda (ujung akar) ditandai dengan dipotong miring. Hal ini akan memudahkan dalam penanaman stek supaya tidak terbalik. Posisi stek di tanaman tegak dengan kedalaman penanaman sekitar setengah bagian dari panjang stek. Setelah ditanam segera dilakukan penyiraman kemudian bedengan ditutup dengan sungkup plastik. Setelah satu bulan dalam bedengan, stek akar mulai menumbuhkan tunas. Pada bulan ketiga akar sudah tumbuh namun daunnya masih berwarna kekuningan. Pada saat ini sungkup plastik sudah dapat dibuka secara bertahap agar bibit tidak layu dan 1-2 minggu kemudian sungkup sudah dapat dibuka sepenuhnya.

Stek pucuk Teknik stek batang atau stek pucuk dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan bibit yang terlalu lama dalam polibag atau memanfaatkan tunas-tunas yang tumbuh pada stek akar.

Bak stek dilengkapi dengan sungkup plastik dan naungan sarlon untuk mengurangi intensitas cahaya matahari. Bahan tanaman berupa tunas/trubusan pada stek akar dan tunas-tunas yang tumbuh dari tanaman yang ada di persemaian (kebung pangkas). Panjang stek kira-kira 10 cm dimana satu stek mempunyai 1-2 helai daun yang kemudian dipotong 2/3 bagian. Pemotongan bagian pangkal stek dilakukan dibawah mata tunas. Sebelum ditanam pangkal diberi larutan hormon tumbuh. Penyiraman rutin harus dilakukan untuk mencegah kekeringan. Intensitas penyiraman dilakukan minimal 2 kali sehari yaitu pagi (jam 08.00-10.00) dan sore (jam 14.00-16.00).

Pembuatan Stek Sukun Sumber Gambar : Kartikawati, N. K dan H.A. Adinugraha, 2003

Gambar. Teknik pembibitan sukun dengan stek batang dan stek pucuk

(sumber: Adinugraha, 2009)

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan Sukun (Artocarpus altilis) adalah tanaman serbaguna dan bernilai ekonomis. Tanaman sukun memiliki habitus pohon yang tingginya dapat mencapai 30 m, namun ratarata tingginya hanya 12-15 m. Sukun dapat tumbuh baik sepanjang tahun (evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous di daerah yang beriklim monsoon. Dalam kegiatan pembibitan sukun ada beberapa teknik pembiakan vegetatif yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pemindahan akar alami, stek pucuk dan stek akar.

3.2.Saran Agar dapat dibuat makalah lanjutan yang berhubungan dengan perkembangbiakan vegetatif pada tanaman buah sukun (Artocarpus altilis) yang lebih menjelaskan terperinci, sehingga dapat memperoleh pengetahuan baru mengenai hal tersebut. secara

DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H. 2009. Optimalisasi Produksi Bibit Sukun dengan Stek Akar dan Stek Pucuk. Tesis S2 Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Tidak dipublikasikan Anonimous, 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan Pangan Alternatif. Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. . Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan RI. Jakarta

Kartikawati, N. K dan H.A. Adinugraha, 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Purwobinangun. Yogyakarta. Koswara, S. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif. www.ebookpangan.com

Pitojo. S. 1992. Budidaya Sukun. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Rajendran, R. 1992. Arthocarpus altilis (Park.) Fosberg in PROSEA: Plant Resources of South-East Asia 2. Edible fruits and nuts. Bogor, Indonesia. pp 83-86 Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan Dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. http://tumotou.net/70207134 /sri_widowati.htm Wikipedia Indonesia. Sukun. http://id.wikipedia.org/wiki/sukun. Zerega, N.J.C., D. Ragone and T.J. Motley. 2005. Systematic and Species Limits of Breadfruit (Artocarpus, Moraceae). Systematic Botany (30)3: pp. 603-615. http://www.plantbiology.northwestern. edu/Zerega/ Zeregaetal2005SysBot.pdf .

Makalah Botani Umum


Perkembangbiakan Secara Vegetatif Tanaman Buah Sukun

DI SUSUN OLEH :

NAMA : Nova Fathiya

NIM

: CAA 108 023.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN 2011

Anda mungkin juga menyukai