ternyata kematian akibat penyakit AIDS malah menjadi peringkat no. 1 di AS, bukan lagi penyakit jantung dan kanker. Prof. Dr. Dadang Hawari (2002) pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS antara lain sebagai berikut: Efektivitas kondom diragukan (Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima, 1993). Virus HIV dapat menembus kondom (Penelitian Carey [1992] dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA). Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom (Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995). Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan (V Cline [1995], profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat). Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data-data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan bohong (Republika, 13/12/2002). Di sisi lain, strategi subsitusi pada hakikatnya tetap membahayakan, karena semua subsitusi tersebut tetap akan menimbulkan gangguan mental, termasuk metadon (Hawari, D. , 2004). Selain itu, metadon tetap memiliki efek adiktif (Bagian Farmakologi. FK. UI. Jakarta, 2003). Adapun pemberian jarum suntik steril kepada pengguna narkoba jarum suntik agar terhindar dari penularan HIV/AIDS juga merupakan strategi yang sangat tidak jelas. Memberikan jarum suntik meskipun steril, di tengah-tengah jeratan mafia narkoba sama saja menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan narkoba. Apalagi para pengguna narkoba ini tetap berisiko terjerumus pada perilaku seks bebas akibat kehilangan kontrol, meskipun mereka telah menggunakan jarum suntik steril. Seks Bebas: Cikal-Bakal HIV/AIDS Infeksi HIV/AIDS pertama kali ditemukan di kalangan gay San Fransisco, tahun 1978. Selanjutnya AIDS merebak di kota-kota besar Amerika seperti New York, Manhattan juga di kalangan homoseksual. Inilah yang menjadi bukti bahwa penyakit berbahaya ini berasal dari kalangan berperilaku seks bebas dan menyimpang. Selanjutnya, budaya seks bebas pula yang menjadi sarana penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat dan meluas di Amerika hingga ke seluruh penjuru dunia. Peranan seks bebas dalam penularan HIV/AIDS ini dibenarkan oleh laporan survey CDC Desember 2002. Sementara itu, adanya kelompok baik-baik (anak-anak, korban transfusi darah tercemar HIV dan tidak melakukan penyimpangan perilaku) yang kemudian tertular HIV/AIDS, tidaklah menunjukkan bahwa penyakit ini bukanlah penyakit akibat penyimpangan perilaku, karena pada hakikatnya tertularnya mereka yang baik-baik ini pun berawal dari dibiarkan dan dipeliharanya perilaku menyimpang (seks bebas dan penyalahgunaan NAPZA) di tengah masyarakat. Karena itu, menurut dr. Faizatul Rosyidah dalam sebuah artikelnya, sungguh suatu kebodohan yang menyesatkan menyatakan bahwa Masalah HIV hanyalah masalah medis semata yang tidak berkaitan dengan perilaku seks bebas dengan menjadikan korban-korban tak bersalah tersebut sebagai dalih (Eramuslim, 1/12/2009). Solusi Islam Jelas, memerangi penyebaran HIV/AIDS yang mematikan ini bukanlah dengan metode liberal seperti yang selama ini diinformasikan kepada masyarakat, melainkan dengan cara Islam. Pertama: Dengan menerapkan aturan Sang Pencipta, Allah SWT, yang melarang seks bebas (perzinaan), kemaksiatan dan penggunaan khamr (termasuk narkoba). Tentang larangan zina, Allah SWT berfirman:
]
Janganlah kalian mendekati zina karena zina itu perilaku keji dan jalan yang amat buruk (QS alIsra [17]: 32).
Allah SWT juga memberlakukan hukuman yang amat keras bagi pelaku zina, yakni hukuman cambuk (Lihat: QS an-Nur [24]: 2). Nabi saw. bahkan memberlakukan hukuman rajam sampai mati atas pezina yang pernah menikah. Hukuman yang berat juga harus diberlakukan atas para pengguna narkoba. Selain memang barang haram, narkoba terbukti menjadi alat efektif dalam penyebarluasan HIV/AIDS. Tanpa penerapan aturan hukum-hukum Allah ini, terbukti akibatnya sangat fatal. Pada April lalu Bkkbn online melansir hasil temuan penelitian mengenai seks bebas di kalangan remaja di 5 kota besar Indonesia yang cukup mengejutkan. Pada penelitian tersebut Jawa Barat diwakili kota Tasikmalaya dan Cirebon. Hasilnya, 17% remaja Tasik mengaku sudah melakukan seks pra nikah, dan 6,7 % remaja Cirebon mengaku penganut seks bebas. Sebelumnya, pada Juli-Desember 2006, Annisa Foundation juga pernah melakukan penelitian kepada 412 orang siswa SMP dan SMA di Cianjur. Hasilnya, lebih dari 42,3 persen pelajar perempuan di kota santri itu telah melakukan hubungan seks pra-nikah yang dilakukan atas dasar suka sama suka dan sebagian dilakukan dengan lebih dari satu pasangan. Di Bandung temuan penelitian BKKBN menyebutkan, sekitar 21-30% remaja melakukan seks pra nikah, menyamai DKI Jakarta dan Jogjakarta. Angka-angka fantastis terkait HIV/AIDS dan seks pra nikah ini tentu akan sebanding dengan angka penyebaran penyakit menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS), penyalahgunaan narkoba (khususnya penggunaan melalui jarum suntik yang menjadi jalan penyebaran HIV/AIDS) dan tingginya kasus aborsi. Hingga September 2008, tercatat sekitar 4,56% pelajar Jawa Barat telah terinveksi HIV/AIDS. Adapun aborsi, dari 400 ribu kasus aborsi yang terjadi di Jawa Barat setiap tahun, separuhnya ditengarai dilakukan oleh remaja (Bkkbn.go.id). Untuk kasus penyalahgunaan narkoba, bulan Maret lalu Pikiran Rakyat pernah melansir berita, bahwa remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9 % dari total jumlah korban. Kedua: Semua jenis industri seks bebas dan narkoba harus diberantas habis. Selain itu, tentu harus ada jaminan dari pemerintah mengenai lapangan pekerjaan yang layak dan halal bagi para pelaku bisnis haram tersebut. Ketiga: mengubur akar persoalannya, yakni sekularisme dan liberalisme, kemudian menggantinya dengan akidah dan sistem Islam. Dalam hal ini, penerapan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan adalah keniscayaan. Sudah saatnya Pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini segera menerapkan seluruh aturan-aturan Allah (syariah Islam) secara total dalam seluruh aspek kehidupan, dalam institusi Khilfah ala Minhj an-Nubuwwah. Hanya dengan itulah keberkahan dan kebaikan hiduptanpa AIDS dan berbagai bencana kemanusiaan lainnyaakan dapat direngkuh dan ridha Allah pun dapat diraih. Wallhu alam bi ashshawb. [] KOMENTAR: Komisi Yudisial Terima 968 Laporan Putusan Hakim Bermasalah (Republika.co.id, 1/12/2009). Hakimnya bermasalah, sistem hukumnya juga bermasalah. Saatnya ganti dengan syariah Islam!