Anda di halaman 1dari 9

1. Mm. arbovirus 1.

1 Klasifikasi arbovirus

Klasifikasi Taksonomi Bunyaviridae Genus Bunyavirus

Arbovirus yang penting

Sifat virus

Virus Anopheles A dan B, Bunyamwera, ensefalitis California, Guama, La Crosse, Oropouche, dan Turlock (nyamuk) Virus demam berdarah Crimean-Congo, penyakit domba nairobi, dan Sakhalin (tungau) Virus demam Rift Valley, demam flebotomus, dan Uukuniemi, (nyamuk, tungau, sandflies)

Genus Nairovirus

Sferis, diameter 80120 nm, Genom:RNA untai tunggal, bersegmen tiga, sense negatif atau ambisense, ukuran total 11-21 kb, Virion mengandung transkriptase.

Genus Phlebovirus Filoviridae Genus Marburg-like Genus Ebola-like

Virus Marburg Virus Ebola

Filamen panjang, diameter 80 nm x variasi panjang, (>10.000 nm). Genom:RNA untai tunggal, sense negatif, tidak bersegmen, berukuran 19 kb.

Flaviviridae Genus Flavivirus Virus ensefalitis Brazil, dengue, Japanese B encephalitis, penyakit Kyasanur Forest, louping ill, ensefalitis Murray Valley, demam berdarah Omsk, Russian springsummer encephalitis, ensefalitis St. Louis, Sferis, diameter 40-60 nm, Genom:RNA untai ganda, sense positif, ukuran total 11 kb. Genom RNA infeksius. Selubung

(tungau) demam West Nile, demam kuning (nyamuk) Reoviridae Genus Coltivirus Virus demam sengkenit Colorado (nyamuk,tungau) Virus penyakit kuda Afrika dan virus bluetongue (nyamuk) Sferis, diameter 60-80 nm, Genom:RNA untai ganda, 10-12 segmen linear, ukuran 16-27 kbp. Tidak berselubung

Genus Orbivirus

Togaviridae Genus Alphavirus Virus Chikungunya, Mayaro, ONyong-nyong, Ross River, Semliki forest, Sindbis, serta Venezuelan dan Eastern equine encephalitis, , Western equine encephalitis (nyamuk) Sferis, diameter 70 nm, Genom:RNA untai tunggal, sense positif, ukuran 9.7-11,8 kb. Selubung

(Jawetz,2004)

1.2 morfologi Arbovirus yg menginfeksi manusia bersifat zoonotik; manusia hanya merupakan pejamu secara kebetulan dan tidak memiliki peran penting dalam siklus transmisi atau pemeliharaan virus. Pengecualian pada demam kuning dan dengue di daerah kota. [Mikrobiologi, Jawetz]

1.3 macam-macam penyakit yang disebabkan oleh arbovirus

a. Demam kuning Anggota Flaviviridae. Demam akut ini ditularkan oleh nyamuk yang hanya ada di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan. Kasus berat ditandai dengan disfungsi serta pendarahan hati dan ginjal dengan mortalitas yang tinggi. Virus ditransmisikan oleh nyamuk dan menyebar ke kelenjar getah bening, tempat virus bermultiplikasi. b. Dengue c. Ensefalitis bunyavirus

Kompleks virus ensefalitis California terdiri dari 14 virus yang berkaitan secara antigen pada genus Bunyavirus dalam familinya. Kompleks ini termasuk virus La Crosse, patogen manusia yang penting di Amerika Serikat. Virus La Crosse adalah penyebab utama ensefalitis dan meningitis aseptik pada anak-anak, terutama di Upper Midwest. Virus ini ditransmisikan oleh berbagai nyamuk hutan, terutama Aedes triseriatus. Pejamu vertebrata utama adalah mamalia kecil seperti tupai, bajing, dan kelinci. Infeksi pada manusia bersifat tangensial. Sepanjang musim dingin dapat bertahan di dalam telur nyamuk vektor. d. Demam lalat pasir Lalat pasir Phlebotomus papatasii hidup di daerah endemik antara 20 sampai 45 derajat lintang. Demam lalat pasir juga disebut demam Phlebotomus disebabkan oleh bunyavirus di dalam genus Phlebovirus. Penyakit ini ditularkan oleh betina yang hanya beukuran beberapa milimeter. Gigitan lalat ini pada manusia menyebabkan papul kecil yang gatal pada kulit yang menetap hingga 5 hari. e. Demam Rift Valley Agen penyakit ini, bunyavirus dari genus Phlebovirus, merupakan virus zoonotik yang ditularkan oleh nyamuk, patogen terutama pada domba, lembu dan kambing. Manusia terinfeksi sekunder selama perjalanan epizootik paada hewan peliharaan. Penyakit pada manusia biasanya berupa demam ringan yang singkat dan hampir selalu terjadi penyembuhan total. f. Demam sengkenit Colorado Virus Demam sengkenit Colorado dikelompokkan dalam genus Coltivirus. Demam sengkenit Colorado juga disebut demam pegunungan atau demam sengkenit , ditransmisikan oleh sengkenit. Demam sengkenit Colorado merupakan penyakit demam ringan tanpa disertai ruam. Masa inkubasi selama 4-6 hari. Penyakit memiliki awitan demam dan mialgia yang tiba-tiba. Vektornya sengkenit kayu Demencator andersoni.
2. Mm. Infeksi virus dengue 2.1etiologi

Virus Dengue Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (www.depkes.go.id)

2.2patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. (www.depkes.go.id)
2.3Diagnosis dan manifestasi klinis Pemeriksaan Fisik Berdasarkan kriteria WHO 1997 pemeriksaam DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi: Demam atau riwayat demam akut, anatar 2-7 hari, biasanya bifasik Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut: Uji bendung positif Petekie, ekimosis, atau purpura Pendarahan mukosa (tersering epistaksis atau pendarahan gusi) atau pendarahan dari tempat lain

(Sudoyo,2006) Manifestasi klinik infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue(SSD). Pada umumnya pasien mengalami demam dengan fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adequat. (Sudoyo,2006)

2.4stadium-stadiumnya DD/DB D DD Deraj at Gejala Demam disertai 2/lebih tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia Laboratorium Leukopenia Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma Serologi Dengue positif DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif Gejala di atas ditambah perdarahan spontan Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah) Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur Trombositopenia (<100.000/? l), bukti ada kebocoran plasma Trombositopenia (<100.000/? l), bukti ada kebocoran plasma Trombositopenia (<100.000/? l), bukti ada kebocoran plasma

DBD

II

DBD

III

DBD

IV

Trombositopenia (<100.000/? l), bukti ada kebocoran plasma

2.5Pemeriksaan lanjutan Pemeriksaan Laboratorium Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan.

Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. (www.depkes.go.id)

2.6Penatalaksanaan

Konsep One Day Care : Prinsip : Pasien dirawat selama 24 jam dengan pemantauan tanda klinis, laboratorium, dan pemberian cairan yang ketat. Pasien tetap dipantau oleh dokter jaga dengan follow chart Indikasi : 1. Pasien yang secara klinis sesuai dengan DBD dengan hasil laboratorium Hb, Ht, dan Trombosit dalam batas normal 2. DBD grade II tanpa perdarahan masif 3. Pasien yang belum jelas diagnosa DBD, tapi karena alasan tempat tinggal yang jauh sehingga sulit datang kontrol atau penderita yang minta di observasi 24 jam di rumah sakit.

Tempat 1. Ruang di UGD 2. Ruang Rawat Sehari (Khusus) 3. Puskesmas Setelah masa perawatan 24 jam, dapat dipastikan penderita : 1. Bukan DBD : dipulangkan atau perawatan dilanjutkan sesuai dengan diagnosa kerja. 2. DBD dengan perbaikan : dipulangkan 3. DBD dengan perburukan : dilanjutkan masa perawatan atau dirujuk Persiapan yang diperlukan : Tim KLB-DBD Rumah sakit (bila diperlukan) Ruang rawat Tenaga : Dokter, Perawat, Analis Sarana Diagnostik : Hb, Ht,Trombosit, Leukosit (minimal), Serologis, USG, Toraks Foto Farmasi : obat-obatan dan cairan infus Alat Kesehatan Prinsip penanganan : 1. Masa krisis DBD adalah hari ke 3 sampai ke 5 demam (umumnya). Oleh karena itu peranan anamnese yang cermat sangat penting2. 2. Pemberian cairan yang optimal dengan menghitung initial loading dose dan maintenance yang tepat. Untuk itu Berat Badan harus ditimbang, dan anamnese Berat Badan sebelum sakit (kalau ada). 3. Patokan secara umum, penderita dianggap mengalami dehidrasi sedang, dengan taksiran kehilangan cairan 5- 8 % dari Berat Badan3 4. Pemantauan keadaan klinis yang cermat dan pemantauan laboratorium yang yang akurat dan tepat waktu. Penatalaksanaan Penderita 1. Tirah baring 2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang. 3. Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan tetesan 20 cc / Kg BB / Jam diguyur, atau secara praktis : 1 1,5 liter di guyur (cor), selanjutnya 5 cc / Kg BB / Jam atau 50 cc / Kg BB / 24 jam, atau secara praktis 40 tetes/menit, sebagai kebutuhan cairan rumatan. Cairan oral sebanyak mungkin. Larutan Oralit lebih baik 4. Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit, Suhu ( minimal 2 kali sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik suhu pada status), jumlah urine perjam (sebaiknya 50 cc / jam). 5. Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan, seperti parasetamol atau Xylomidon/Novalgin injeksi bila suhu tubuh 38,50C dan Metoklopramide bila terjadi muntah-muntah. 6. Bila TD sistolik menurun 20 mmHg, atau Nadi 110 x / menit, atau tekanan nadi (TD sistol TD diastol 20 mmHg), atau jumlah urine 40 cc / jam, pertanda adanya kebocoran plasma (plasma leakage) tambahkan cairan infus guyur 5 cc / KgBB / Jam sampai keadaan kembali stabil. Setelah Tekanan darah dan nadi stabil, kembali ke tetesan rumatan 7. Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi penurunan TD, peningkatan Nadi, atau penurunan volume urine yang berlanjut, atau terjadi perdarahan masif, atau penurunan kesadaran, perlu di periksa Hb, Ht, Trombosit. Penurunan jumlah

trombosit perlu dipantau secara laboratorium dan kondisi klinis. Dan bila diperlukan periksa Haemorrhagic test. 8. Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin memberat atau respons pemberian cairan minimal, maka penderita dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di Puskesmas atau klinik atau rumah sakit daerah) atau dilakukan tindakan yang lebih intensif, kalau perlu di rawat di ICU. 9. Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit yang menyolok disertai dengan tanda-tanda perdarahan masif. Bila terjadi perdarahan yang masif dengan penurun kadar Hb dan Ht, segera beri tansfusi Whole blood. 10. Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan yang cukup sesuai perhitungan, tanda-tanda perdarahan tidak nyata, dan pemantauan laboratorium tidak menunjukkan perbaikan, maka pilihan kita adalah pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) atau Plasma biasa. 11. Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium pada fase penyembuhan. Pasien dikirim ke ruang rawat DBD/dirujuk bila selama pemantauan didapati : 1. Terjadi perdarahan masif 2. Trombosit terus menurun sampai < 50.000/ mm3 3. Dengan pemberian cairan diatas, terjadi perburukan kondisi klinis. 4. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya. Tindakan One Day Care pada DBD berhasil apabila : selama pemantauan pemberian cairan tidak terjadi perburukan klinis dan laboratorium, dan didapati kriteria pemulangan penderita DBD grade II secara umum, yaitu3 : 1. Demam (-) selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik 2. Kemajuan keadaan klinis (+) 3. Hb dan Ht stabil. 4. Trombosit > 50.000/mm3. 5. Tidak ada distres pernafasan akibat efusi pleura / asites. Pasien dipulangkan dengan memberikan surat rujukan ke Puskesmas setempat untuk melakukan monitoring dengan kunjungan rumah atau kontrol ke Puskesmas setiap hari selama 2 hari. Anjuran kepada pasien : Istirahat baring di rumah 2 5 hari (tergantung kondisi) Banyak minum, sampai kencing menjadi banyak / sering Bila terasa kondisi semakin memburuk, segera kembali ke Rumah Sakit. (www.library.usu.ac.id) 2.7 prognosis Pasien pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan untuk tatalaksana DBD/SSD terletak pada keterampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. 2.7 Predisposisi

Anda mungkin juga menyukai