Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEBUAH PENGENALAN TENTANG DAKWAH
1. Definisi Dakwah
a. Dakwah berdasarkan Etimologis
Secara kebahasaan kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yang akar
katanya adalah da` yad` da`watan yang berarti menyeru, memanggil,
mengajak dan menjamu. Dakwah dalam pengertian bahasa ini menimbulkan
makna ganda yang dapat diartikan menyeru kepada sesuatu yang bersiIat negatiI
juga dapat berarti mengajak kepada sesuatu yang bersiIat positiI. Ajakan yang
mengarah kepada yang negatiI sudah pasti subyeknya adalah syaitan dan orang-
orang yang mengikuti sepak terjangnya.
f @Bb N X)
@BB b|) P Bf
Fb_) == Fb__N,@
10 @Bb
'Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh
(mu) karena sesungguhnya syaitan itu hanya mengafak golongannya supaya
mereka menfadi penghuni neraka yang menyala-nyala` ("S. Iaathir : 6)

XBC L,; Bb 1=0 [Lf
B _) =@f F
Nf, B@V
)@AH 10 @f
H0, . 16Bb
'Yusuf berkata . Wahai Tuhanku, penfara lebih aku sukai dari pada memenuhi
afakan mereka kepadaku dan fika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya
mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan
tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh`. ("S. YusuI (12) : 33)

Adapun panggilan yang bersiIat positiI, subyeknya adalah Allah swt., para
Nabi dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman.
Bb, Fb_) [Lf qBb
Bb, =[T F
., =Jb, Bq1
1 HA@J
'. sedang Allah mengafak ke Surga dan ampunan dengan sei:in-Nya. Dan
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelafaran` ("S. al-Baqarah (2): 221)
Bb, Fb_) P[Lf ;b@ 1Bb
),), B P[Lf 6,@
q/fJ
'Dan Allah menyeru (manusia) ke darus salam (surga) . . .` ("S. Yunus: 25)

Dakwah menurut pengertian terminology, dikemukakan oleh para ahli
antara mengatakan bahwa dakwah adalah mendorong manusia agar berbuat
kebajikan dan petunjuk, menyeru mereka berbuat yang ma`ruI dan mencegah
mereka terhadap perbuatan munkar, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Sebaagian mengatakan bahwa Dakwah Islam adalah mengajak
umat manusia dengan hikmah dan kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah
dan Rasul-Nya.
Jadi makna dakwah secara kebahasaan adalah selain ajakan kepada
sesuatu yang baik juga berarti ajakan kepada sesuatu yang buruk. Apabila ditinjau
dari segi terminologi maka dakwah mengandung arti seluruh aktivitas manusia
yang dilaksanakan secara sadar dan terencana yang bertujuan merubah pola pikir
dan tingkah laku manusia secara dinamis ke arah yang lebih baik, sehingga
terwujud kebahagiaan dan kedamaian manusia baik di dunia maupun di akhirat.

b. Dakwah menurut Pandangan Para Ahli
DeIinisi dakwah dari literature yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah
antara lain adalah:
Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk
kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh
kebijaksanaan dan nasihat yang baik (Aboebakar Atjeh).
Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta
menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat
kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada
seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul
Fath al-Bayanuni).
Dakwah adalah suatu aktiIitas yang mendorong manusia memeluk agama
Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka
mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A.
Masykur Amin.)
Dari deIinisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah
adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim,
dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui
penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa
hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang
ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Selanjutnya ada juga membagi pengertian dakwah dari dua sudut tinjauan.
Pertama Pengertian Dakwah secara umum, yakni suatu ilmu pengetahuan yang
berisi cara-cara dan tuntunan-tuntunan, bagaimana seharusnya menarik perhatian
manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat,
pekerjaan yang tertentu. Kedua pengertian Dakwah menurut Islam, ialah
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah adalah menjadikan manusia muslim mampu mengamalkan
ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan menyebarluaskan kepada
masyarakat yang mula-mula apatis terhadap Islam menjadi orang yang suka rela
menerimanya sebagai petunjuk aktivitas duniawi dan ukhrawi.
Kebahagiaan ukhrawi merupakan tujuan final setiap muslim. Untuk mencapai
maksud tersebut diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan penuh optimis
melaksanakan dakwah.
Oleh karena itu seorang da`i harus memahami tujuan dakwah, sehingga segala
kegiatannya benar-benar mengarah kepada tujuan seperti dikemukakan di atas.
Seorang da`i harus yakin akan keberhasilannya, jika ia tidak yakin dapat
menyebabkan terjadinya penyelewengan-penyelewengan di bidang dakwah.
Sejarah perjuangan umat Islam dalam menegakkan panji-panji Islam pada
dasarnya seluruh golongan dalam Islam sepakat memperjuangkan dan merealisasikan
nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan umat manusia. tetapi kenyataan
menunjukkan hal yang berlawanan. Berubah kepada pencapaian kekuasaan
golongannya sendiri sehingga menimbulkan persaingan dan pertentangan di antara
golongan itu sendiri. Dalam masalah bisnis terlihat adanya transaksi yang sering
menguntungkan di satu pihak sementara pada pihak lain dirugikan. Inilah akibat yang
ditimbulkan oleh orang yang tidak memahami hakikat perjuangan suci.
Disinilah letaknya mengapa tujuan dakwah itu perlu diperjelas agar menjadi
keyakinan yang kokoh untuk menghindari terjadinya salah arah. Tujuan dakwah
hakikatnya sama dengan diutusnya nabi Muhammad saw. membawa ajaran Islam
dengan tugas menyebarluaskan dinul haq itu kepada seluruh umat manusia sesuai
dengan kehendak Allah swt.
Berikut akan diuraikan tentang tujuan dakwah :
O Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kaIir atau
musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun di
akhirat.
O Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
O Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari Iitrahnya.
O Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang meminta
segera penyelesaian dan pemecahan.
O Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-waktu
dalam masyarakat.
Jadi inti dari tujuan yang ingin dicapai dalam proses pelaksanaan dakwah
adalah keridhaan Allah swt. dimana obyek dakwah tidak hanya terbatas kepada umat
Islam saja, tetapi semua manusia bahkan untuk semua alam. Dari sudut manapun
dakwah itu diarahkan, maka intinya adalah amar ma`ruf nahyi munkar yang bertujuan
untuk merubah dari sesuatu yang negatiI kepada yang positiI, dari yang statis kepada
kedinamisan sebagai upaya merealisasikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

B. PER1ALANAN DAKWAH DARI WAKTU KE WAKTU
Nabi dan Rasul memiliki tugas memanggil, menyeru, dan mengajak manusia
untuk beriman kepada Allah Swt dan menjalankan syariat agamanya. Sehingga rasul
adalah orang yang membawa dan menyampaikan pesan utama untuk menegakkan
keyakinan tauhidullah dan beribadah hanya kepada-Nya yang menjadi tugas Iitri
kemanusiaan sebagai khaliIah dan abdi Allah dimuka bumi.
Perlu diketahui bahwa tidak ada teladan terbaik dalam berdakwah selain
dakwah Rasulullah SAW. M. Hart dalam bukunya '100 tokoh terkemuka, ia
menempatkan Rasulullah Saw sebagai the Iirst person. John Dollinger (dalam Enjang,
AS, 2009:71) menyatakan bahwa sejak awal dunia ini tidak ada makhluk lain yang
memiliki pengaruh luar biasa dalam hal religius, moral dan politik, seperti yang
dimiliki Muhammad sang arab. Apa yang Rasulullah lakukan, katakan, bahkan yang
dicita-citakan menjadi penentu dan pedoman hidup kaum muslimin. Rasulullah bukan
hanya menyerukan manusia kepada kebenaran melainkan beliau sendiri yang
meneladankan kebenaran.
Bagi umat islam, pengakuan akan kepemimpinan Rasulullah Saw, tidak hanya
didasarkan atas sejarah perjalanan hidup manusia akan tetapi secara teologis
merupakan bagian dari keimanannya. Seperti Iirman Allah dalam al-quran 'sungguh
pada diri Rasulullah Saw itu terdapat suri tauladan bagi mereka yang mengharapkan
Allah dan hari akhirat serta berdikir sebanyak-banyaknya... , ("S Al-Ahzab:21).
Berdasarkan beberapa keterangan yang menjadi kesuksesan dakwah
Rasulullah Saw adalah sebagai berikut:
1. Dakwah rasulullah Saw adalah dakwah etis, yaitu memiliki:
a. Nilai konsistensi, yang dimaksud konsistensi adalah (1) keistiqomahan
Rasulullah yakni tetap pada pendirian, pantang menyerah walaupun penuh
denga tantangan, rintangan, dan hambatan, (2) Rasulullah konsekuen dengan
apa yang didakwahkan tanpa harus menarik apa yang didakwahkannya, (3)
adanya kesesuaian antara ucapan dengan perbuatan dan sebaliknya apa yang
diperbuat itulah yang dikatakan.
b. Nilai keteladanan, Rasulullah Saw merupakan orang pertama yang
mempraktekkan apa yang didakwahkannya.
2. Rasulullah Saw sangat mampu menjaga dan merawat kompetensinya, hal tersebut
tercermin dalam serangkaian perilaku etis dalam berdakwah berikut ini:
a. Rasulullah Saw sangat pandai merawat spiritualnya sehingga tampak
kekhusuan batinnya, ketenangan, kenyamanan, dan kedamaian dari raut
wajahnya dan siIat-siIatnya.
b. Keberhasilannya dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia ditengah
kehidupan sosial masyarakat. Ini merupakan modal dasar yang menurut teori
eIektiIitas komunikasi, awal dari komunikasi, dengan tertanamnya sikap
empati dan kepersayaan dari komunikan atau yang duajak berkomunikasi akan
tercipta sebuah proses komunikasi yang sehat.
c. Peneguhannya dalam menenangkan rasa percaya para jamaah. Dalam sejarah
hidup Rasulullah tidak pernah sekalipun berbuat perilaku yang menurunkan
wibawanya.
Keberhasilan Rasululloh dalam berdakwah pun terletak pada prinsip-prinsip
etika yang dijunjung tinggi, diantaranya sebagai berikut:
1. Cara Rasul merespon sebuah kemungkaran. Rosul dapat bersikap lemah lembut,
tegas, bahkan menunjukan roman muka marah dalam menghadapi kemungkaran-
kemungkaran.
2. Memperhatikan akibat yang akan ditimbulkan dalam melakukan amar ma`ruI
nahi mungkar.
3. Tidak pernah bersikap kasar atau mencaci maki seseorang yang berbuat salah
dalam menanggapi sebuah kejadian (tindakan kesalahan).
Secara substansial dakwah merupakan pendidikan masyarakat, yang dalam
pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan cita-cita pendidikan nasional. Sebagaimana
diketahui, dalam Undang Undang Sikdiknas Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa:
'Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertufuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar mennfadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menfadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungfawab`. Tujuan seperti diamanahkan dalam undang-undang tersebut
menempatkan dimenasi moral keagamaan sebagai bagian yang penting.
Seperti halnya dalam pendidikan, dakwah pun banyak menggunakan metode-
metode dan media dakwah yang dapat menarik perhatian masyarakat. Hal ini menjadi
alat yang manjur bagi da`i-da`i untuk berdakwah pada masyarakat bahkan tidak sedikit
karenakreatiIitasnnya dalam berdakwah menjadikan da`i-da`i tersebut dikenal oleh
berbagai lapisan masyarakat, baik yang beragama Islam maupun non Islam.
Metode dakwah yang marak pada masa kini khususnya di Indonesia adalah
dakwah yang disisipi dengan nilai-nilai budaya dan hiburan dan atau seni. Dan da`i
yang seperti itulah yang akan Iamiliar bagi masyarakat Indonesia. Bahkan para
pendakwah dapat menyesuaikan cara mereka berdakwah sesuai dengan budaya di
daerah tempat mereka berdakwah. Hal tersebut mengundang decak kagum
pendengarnya. Begitulah tren dakwah zaman sekarang. Mengenai isi dari dakwahnya
itu diresapi atau tidak hanya mereka dan Allah yang tau.
Dakwah yang berpola multikultur adalah bernuansa kebangsaan, dan oleh karena
itu berlaku juga aturan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam negeri Nomor 1 Tahun 1979, khususnya pada Bab III Pasal 3, yang
menyebutkan: 'Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan,
tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara sesama umat
beragama serta dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan
seseorang untuk memeluk/menganut dan melakukan ibadat menurut agamanya`.
Fungsi saling menghormati bisa dimaknai senantiasa memposisikan dakwah sebagai
juru bicara kebudayaan. Dalam menyampaikan ajaran agama, sang juru dakwah tidak
mengambil jarak dengan budaya setempat. Budaya yang beraneka di masyarakat perlu
diperlakukan secara adil. Oleh karena itu seorang pendakwah yang berdakwah ditempat
yang multikultural serta multi agama, maka da`i tersebut harus tetap menghormati
keberadaan orang-orang minorotas di lingkungan tersebut. Seperti yang dijelaskan
Allah Swt dalam Al-"ur`an "S. Al-Baqarah: 256 sebagai berikut:
N bHf [ BBb F )C
PV )Bb ,ABb P
N _BB
H, BB )f @JBb
,BB P[C_Bb N
B@Bb B==1 N Bb, @A
/1
'tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), Sesungguhnya telah felas falan
yang benar daripada falan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut* dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.` (QS. Al Baqarah.256)

* Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

C. KODE ETIK DAKWAH
Karena dakwah merupakan upaya untuk mempengaruhi orang lain, maka agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan baik bagi da`i sendiri maupun pihak yang
didakwahi, dakwah nabi saw mengenal adanya aturan-aturan permainan yang dikenal
dengan etika dakwah atau kode etik dakwah. Sebenarnya secara umum etika dakwah
adalah etika islam itu sendiri, dimana seorang da`i sebagai seorang muslim dituntut
untuk memiliki etika-etika yang terpuji dan menjauhkan diri dari prilaku yang tercela.
Namun secara khusus dalam dakwah terdapat etika sendiri seperti dicontohkan nabi
saw berikut ini:
1. Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan
Dalam menjalankan dakwah Rasulullah saw tidak pernah memisahkan
antara apa yang beliau katakan dengan apa yang beliau kerjakan. Artinya apa
yang beliau perintahkan beliau mengerjakannya, dan apa yang beliau larang
beliau meninggalkannya. Misalnya dalam hal perintah beliau untukn shalat,
beliau bersabda shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.
Dengan demikian para shahabat tidak merasa kesulitan dalam
melaksanakan perintah nabi saw karena mereka telah melihat pergaan praktis dari
perintah yang beliau ucapkan. Misalnya hal yang berkaitan dengan masalah
kewanitaan, beliau tidak mengerjakannya dan sebagai gantinya biasanya salah
seorang istri beliau memberikan contoh. Misalnya ketika beliau kedatangan
seorang wanita anshar yang bertanya tentang cara membersihkan bekas haid.
Beliau kemudian mengatakan ambillah kain yang empuk dan berilah
wewangian. Kemudian tekan-tekanlah kain itu namun nampaknya wanita belum
paham dengan jawaban nabi tadi. Sampai ia menanyakan kembali berkali-kali .
akhirnya aisyah menerangkan secara rinci dan jelas bagaiman cara membersihkan
bekas-bekas darah haid itu.
Etika dakwah seperti ini merupakan suatu keharusan bagi para da`I. tanpa
hal itu sulit rasanya dakwah mereka dapat berhasil. Allah sendiri mengecam
orang-orang yang hanya pandai berbicara tetapi tidak pernah melakukannya.
B)0 CBb Fb_1b,
,__fV B N _1V
,@m BJf )q Bb 0
Fb__fV B N ,_1V
ai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan hal-hal yang kalian
tidak melakukannya? Amat besar murka di sisi Allah bahwa kalian mengatakan
apa-apa yang tidak kalian kerfakan ( al-shaf 2-3 )

2. Tidak melakukan toleransi agama
Toleransi memang dianjurkan oleh islam tetapi dalam batas-batas tertentu
dan tidak menyangkut masalah agama atau aqidah. Dalam hal ini islam
memberikan garis tegas tidak bertoleransi, kompromi dan sebagainya .
Ketika nabi masih tinggal di mekkah orang-orang musyrikin mencoba
mengajak beliau untuk melakukan kompromi agama, kata mereka 'wahai
Muhammad ikutilah agama kami maka kamipun akan mengikuti kamu, kamu
menyembah tuhan-tuhan kami selama satu tahun nanti kami akan menyembah
tuhan kamu selama satu tahun juga. Mendengar ajakan itu nabi berkata 'saya
mohon perlindungan Allah agar tidak mempersekutukanNYA dengan yang lain
kemudian turun surat alkaIirun yang intinya orang islam tidak diperkenankan
menyembah sesembahan orang-orang kaIir.
VC B)0 ,APBb
N )P0 B )V
N, J0 ) B
)0 N, B0 )C B
/)P N, J0
) B )P0
N Nq@ ,[L, @
(1) Katakanlah. "ai orang-orang kafir, (2) aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. (3) dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (4) dan
aku tidak pernah menfadi penyembah apa yang kamu sembah, (5) dan kamu tidak
pernah (pula) menfadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (6) untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al Kafiruun . 1-6)

VC, ;CBb N; F
,BA @1 ,
,BA N,@1 P Bf
B)J0 11 b;B
AC0 6 BC@b,@ P f,
Fb_d@J Fb_B 0B
VBCAH _ __Bb P
J Lb,@Bb ,B,
BfAV
'dan Katakanlah. "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, Maka Barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang :alim itu
neraka, yang gefolaknya mengepung mereka. dan fika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling felek.` (QS. Al kahfi.29)

C0 , Bb
B1@1= P @ Bb /Bb
B1Bb B@1 P N
V)V C1 Bb P [
BBb @fBb N,
,@qm0 B1Bb N _1

'Maka hadapkanlah wafahmu dengan Lurus kepada agama Allah, (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui*`,(Ar Rum.30)

*Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama
Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. Mere
ka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.


3. Tidak mencerca sesembahan Non Muslim
Pada waktu nabi masih di mekkah orang musyrikin mengaatakan bahwa
beliau dan para pengikutnya sering menghina dan mencerca berhala sesembahan
mereka akhirnya secara emosional mereka mencerca Allah sesembahan nabi. lalu
Allah menurunkan ayat yang berbunyi:
N, Fb_V CBb
_) @ Bb
Fb_,@ Bb b) @
61 N A@AH Bq VN
L0 1,oA P[Lf
6,; @
=@ B Fb_CAH
_1
'dan fanganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan. Demikianlah Kami fadikan Setiap umat menganggap baik
pekerfaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerfakan.` (Al Anam.
108)

. Tidak melakukan diskriminasi
Dalam menjalankan tugas dakwah nabi tidak diperkenankan melakukan
diskriminasi sosial antara orang yang didakwahi beliau tidak diperkenankan lebih
mementingkan orang-orang kelas elite saja sementara orang kelas bawah
dinomorduakan. Berikut ini adalah contoh dimana nabi dikritik oleh Allah ketika
beliau kurang memperhatikan orang yang dari kelas bawah yang bernama Ummi
Maktum ketika nabi sedang menerima tamu yang terdiri dari para pembesar
quraisy, maka Allah menegur beliau dengan menurunkan surat abasa 1-2.
P b[L,_V, 0 ,C
P;J.Bb
(1) Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2) karena telah datang
seorang buta kepadanya*.

*Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah s.a.w.
meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah s.a.w. bermuka masam dan berpaling
daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar "uraisy dengan pengharapan agar
pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagi teguran kepada
Rasulullah s.a.w.

5. Tidak memungut imbalan
Suatu hal yang sangat penting dalam dakwah saw maupun nabi-nabi
sebelumnya beliau tidak pernah memungut imbalan dari pihak-pihak yang
didakwahi beliau hanya mengharapkan imbalan dari Allah saja, sikap beliau ini
berdasarkan perintah Allah sebagai berikut:
VC B NJ0 . 0
,_ N F f 0 Nf
[V Bb F ,_, P[V VH
0A )@
Katakanlah. "Upah apapun yang aku minta kepadamu, Maka itu untuk kamu*.
Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu". (QS.
Sabaa. 47)

*Yang dimaksud dengan Perkataan ini ialah bahwa Rasulullah s.a.w. sekali-kali tidak meminta
upah kepada mereka. tetapi yang diminta Rasulullah s.a.w. sebagai upah ialah agar mereka
beriman kepada Allah. dan iman itu adalah buat kebaikan mereka sendiri.

6. Tidak berteman dengan pelaku maksiat
Dalam menjalankan dakwah ternyata Nabi saw tidak pernah berkawan,
apalagi berkolusi dengan para pelaku maksiat. Hal ini bukan karena pada masa
Nabi tidak ada orang yang berbuat maksiat, melainkan seperti itulah etika
dakwah. Pada masa nabi ada orang yang berbuat maksiat misalnya ketika seorang
shabat bernama Martsad bin abu Martsad hendak menikahi seorang wanita
bernama Anaq dan wanita itu diketahui sebagai pezina, Nabi saw melarang
martsad menikahi wanita tersebut.
Berkawan dengan pelaku maksiat akan bersdampak serius, karena pelaku
maksiat tadi akan beranggapan bahwa perbuatannya itu direstui oleh da`i yang
menikahinya. Ini tentu saja selama oelaku maksiat tadi masih tetap berproIesi
dengan kemaksiatannya, tetapi apabila ia sudah meninggalkannya kemudian
bertaubat tentu masalahnya akan lain. Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa
para ulama atau da`i yng bersahabat dengan para pelaku maksiat akan dilaknat
oleh Allah swt sebagaimana yang pernah terjadi pada bani israil laknatullah
alihim. Beliau mengatakan ini dalam hal menaIsiri Iirman Allah surat Al-maidah
78-79 sebagai berikut:
CBb FbAm H
V,@f P[V
B@ @b@ @@, Bb
P [ B Fb_@
Fb_Cm ,)J
Fb_Bm N ,_B,1/
APq _1 P JP B
Fb_Bm ,_1
(78) telah dilanati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas. (79) mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan
Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu. (QS. AL Maidah. 78-79)

7. Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui
Seorang da`i adalah penyampai ajaran islam sementara ajaran itu berisi
hal-hal tentang halal haram dan sebagainya. Da`i yang menyampaikan suatu
hukum sementara ia tidak mengetahui hukum itu pastilah ia akan menyesatkan
orang lain. Ia lebih baik mengatakan tidak tahu atau wallahu alam apabila ia
tidak tahu jawaban suatu masalah. Ia juga tidak boleh asal menjawab dan hanya
menurut seleranya sendiri, karena masalah yang ditanyakan pada da`i tentulah
masalah keagamaan yang harus ada dalilnya baik dari Al-quran atau hadits.
Dalam hal ini Allah menegaskan:
N, bfV B @ =
1 P f Bb ,@@Bb,
@bABb, ;VH 00
CAH =q 1N_
'Dan fanganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui karena
sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semua itu akan diminta
pertanggungfawabannya` (QS. Al- isra.36)
D. PRO KONTRA KOMERSIALISASI DAKWAH

Hadist Nabi SAW menyatakan: 'Suatu hari terfadi dialog sederhana seorang
sahabat dengan Rasulullah SAW, sahabat bertanya, kapan datangnya kiamat? Jawab
Rasulullah, 'fika amanat sudah dikhianati.` Sahabat melanfutkan, 'bagaimana
mengkhianati amanah itu? Jawab Rasulullah SAW, 'fika suatu urusan diserahkan
kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah waktu kehancurannya.` (HR.
Bukhari dari Abu Hurairah).
Hadist tersebut mengisyaratkan tuntutan proIesionalisme. Untuk menangani
suatu urusan, kegiatan harus senantiasa disertai dengan keahlian. Tanpa keahlian sama
halnya dengan menuju kegagalan. Mencermati kehidupan Rasulullah, beliau adalah
seorang da`i yang proIesional. Beliau adalah seorang ahli dan kompeten dalam bidang
dakwah. Dakwah dilakukan oleh beliau secara full time. Beliau meninggalkan
pekerjaannya sebagai pedagang dan memusatkan perhatiannya untuk berdakwah
(Enjang dan Aliyudin, 2009:175). Sebagai seorang da`i beliau memiliki potensi
yang bisa dijadikan bekal untuk memikul tugasnya sebagai seorang da`i pengemban
risalah, yaitu sidiq, fatonah, amanah, tabligh.
Pertanyaan yang sering muncul dalam hubungannya dengan proIesionalisme
dakwah ini adalah dakwah sebagai proIesi dan sumber pendapatan. Pertanyaan di atas
lebih khusus berhubungan dengan dakwah dalam bentuk ceramah.
Saat ini makna dakwah tersebut telah bergeser. Masyarakat menganggap
apabila mendatangkan ustadz 'siapa harus membayar 'berapa. Semakin tenar
ustadz yang diundang semakin mahal pula bayaran yang harus dipersiapkan.
Bukankah awalnya nama 'bayaran tersebut hanyalah santunan sukarela? Atau malah
tidak perlu?
Komersialisasi dakwah ini bermula saat dakwah mulai memasuki media
elektronik, apalagi ketika musim Ramadhan tiba. Para Da`i mulai menjamur di setiap
stasiun televisi. Cara berdakwahnya pun bermacam-macam, mulai dari yang gaul
hingga yang banyak mengundang gelak tawa. Tak jarang, para Da`i merangkap
menjadi seorang selebriti, bahkan yang lebih berbahaya apabila selebritas menjadi
tujuan utamanya.
Pekerjaan berceramah memang sering dipandang orang dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Sehingga apakah layak seorang menjadikan ceramah sebagai
proIesi, tentu saja pandangannya menjadi sangat beragam. Ada kalangan yang
membolehkan hal itu namun ada juga yang justru beranggapan hal itu tidak layak
apabila sampai menjadi sebuah kegiatan proIit dan dikemas dengan manajemen bisnis
ala perusahaan komersial.
Berikut akan dipaparkan pandangan yang membolehkan dan yang tidak
membolehkan dakwah dikomersialisasikan:
1. Anggapan Dakwah Boleh dikomersialisasikan
Dakwah atau ceramah itu sama dengan mengajar. Kegiatan ceramah sama saja
dengan seorang guru atau dosen yang sedang mengajar. Jika mensejajarkan ceramah
dengan mengajar, maka tidak haram apabila seorang da`i menerima imbalan atau
honor, sama halnya dengan guru atau dosen yang menerima gaji. Pandangan yang
mensejajarkan kegiatan ceramah dengan mengajar, mengatakan bahwa amat layak
seorang yang berceramah mendapatkan honor atau gaji dari usahanya. Selain sangat
berjasa, para pengajar dalam pandangan umum memang berhak dan layak menerima
honor.
Pada masa Nabi SAW seorang yang bisa mengajarkan 10 orang lain untuk
sekedar bisa membaca dan menulis, mendapat imbalan yang sangat besar, bahkan
para tawanan perang badar yang non muslim, akan dibebaskan dengan syarat bisa
selesai mengajar baca tulis. Padahal harga tebusan untuk tawanan perang sangat
tinggi, dan itu dibayarkan hanya dengan mengajar baca tulis untuk 10 orang saja. Hal
ini menunjukkan bahwa seorang yang mengajarkan ilmunya berhak mendapat honor
atau imbalan materi bahan dengan nilai yang cukup tinggi.
Komersialisasi dakwah ini tentunya memiliki hubungan yang cukup erat
dengan kesejahteraan ekonomi seorang da`i. Kesan yang muncul terhadap keberadaan
da`i terkadang seringkali dijadikan ukuran kebenaran ajaran yang disampaikan oleh
da`i. Ketika da`i berpenampilan layaknya orang kaya, turun dari mobil yang berkelas,
diketahui rumahnya bagus juga mahal, kesan yang muncul adalah bahwa rizki orang
itu melimpah, dan itu kemurahan Allah yang diberikannya kepada para penyeru Islam
karena mereka telah mengabdi untuk kepentingan agama Islam.
Idealnya da`i memang harus kaya, sebab selain alasan-alasan di atas juga
dengan kekayaan orang akan mudah melakukan apa saja termasuk jika berkeinginan
untuk lebih banyak lagi beramal sholeh. Namun nasib manusia belum tentu sama,
nasib da`i kaya umumnya berada di perkotaan. Ada juga da`i yang pekerjaan
utamanya adalah sebagai pegawai (PNS atau swasta), mereka adalah da`i yang
memiliki penghasilan tetap. Mereka itu tentu saja menerima bayaran yang cukup
ketika mereka berdakwah sehingga kehidupan mereka sejahtera.
Menyikapi Ienomena ini para pemerhati hendaknya mampu bersikap adil,
proporsikan sesuatu pada tempatnya. Konteks menerima bayaran tentu berbeda
dengan mentariIkan bayaran. Pada konteks menerima bayaran da`i tidak mentariIkan,
tetapi hal itu terjadi karena bentuk apresiasi yang diberikan oleh para pengguna.
Semakin sadar dan paham masyarakat akan keahlian dakwah seseorang umumnya
apresiasi masyarakat semakin tinggi terhadap keahlian itu. Jadi bukan da`i yang
menentukan berapa besarnya bayaran yang layak diberikan melainkan para pengguna
itu sendiri.
Namun ada juga nasib da`i yang kurang beruntung, mereka biasanya adalah
seorang yang memiliki kemampuan dibidang keagamaan akan tetapi hidupnya sering
terjerat hutang. Untuk menutupi hutangnya kadangkali harus meminjam dari kas
masjid, dan lain-lain. Biasanya da`i seperti ini banyak terdapat di desa-desa. Mereka
jika mengajar ngaji atau memberi ceramah cukup dibalas dengan ucapan terima kasih
saja. Karena menurut masyarakat penggunanya sering beranggapan bahwa dakwah itu
harus ikhlas dan bentuk keikhlasan itu diantaranya jika berdakwah mau untuk tidak
diberi honor dan semata-mata mengharap balasan dari Allah SWT. Jika terus seperti
itu kapan da`i bisa sejahtera? Jawabannya sangat tergantung pada tingkat apresiasi
masyarakat sekitar apakah mereka membutuhkan dakwah atau tidak.
Disinilah barangkali romantika, lika-liku pengalaman unik yang biasanya
dialami da`i. Adakalanya da`i harus banyak mengalami korban perasaan, sudah jarak
tempuhnya jauh, mengorbankan agenda-agenda penting, tetapi kemudian masyarakat
mengapresiasi dengan ala kadarnya yang terkadang untuk ongkos saja tidak cukup.
Masyarakat pengundang harus tahu diri, bahwa dengan mendatangkan seorang
da`i berarti mereka telah memiliki kesiapan untuk memperhatikan kesejahteraannya.
Apalagi jika proIesi da`i diasosiasikan dengan proIesi guru. Jika guru saja demikian
diperhatikan dari aspek penghargaannya, dari mulai tunjangan proIesi hingga
jaminan-jaminan hidup lainnya. Maka masih tidak bolehkah da`i menerima bayaran
yang pantas? Tidak Iair jika terus menerus menyudutkan proIesi da`i.



2. Anggapan Dakwah Tidak Boleh di Komersialisasikan
Kegiatan berdakwah kini bukan lagi murni sebagai penyebaran syariah islam,
melainkan telah disejajarkan dengan proIesi seperti dokter, guru, atau pedagang yang
intinya berniat mendapatkan upah. Di zaman ini, paradigma tersebut bergeser sedikit
demi sedikit tanpa disadari oleh masyarakat muslim. Memang, uang dahulunya
hanyalah sebagai imbalan sukarela dari para masyarakat yang mengundang kepada
pendakwah atas kedatangannya dan kesediaannya, berlanjut secara berkala uang
imbalan menjadi standard untuk mendatangkan seorang pendakwah. Kesepakatan
mengenai bayaran tersebut menyebar dengan pesat beriring dengan kebutuhan
manusia akan kepuasan rohani dan peringatan hari-hari besar agama Islam.
Melihat bahwa ceramah sama dengan perjuangan. Ceramah adalah saran
menebar ide, Iikrah, akidah, nilai-nilai agama sekaligus nilai-nilai perjuangan.
Kalangan ini lebih cenderung menganggap bahwa ceramah bukan pekerjaan profit
oriented, namun lebih sebagai aktiIitas seorang nabi kepada kaumnya. Bagi mereka
yang berpandangan demikian, maka seorang penceramah tidak layak menerima
imbalan berupa materi, sebagaimana seorang nabi tidk berharap sisi Iinansial dari
aktiIitasnya itu. Para nabi tidak pernah meminta upah, honor, gaji, atau amplop.
Pandangan ini berpedoman pada beberapa ayat Al-qur`an yang menyebutkan
ketidaklayakan menerima upah atau honor:
_f N N10 =@1 b0 F
f 0 Nf [V CBb [ P
A0 _1fV
'ai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak
lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu
memikirkan(nya)?" (QS. uud.51)
VC B P10 =@1 V0 Nf
,BA 0 A@J P[Lf =,; dA@P

Katakanlah. "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan
risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil
falan kepada Tuhan nya.` (QS. Al-Furqaan.57).



/ Bg_1 @BBb

'(yaitu) neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya, Maka Amat buruklah
Jahannam itu sebagai tempat tinggal.` (QS. Shaad.56).
Ada baiknya da`i tidak membuat tariI harga dalam kegiatan dakwahnya, sebab
akan menimbulkan kesan ditengah masyarakat bahwa da`i telah memperjualbelikan
ayat dengan harga yang rendah. Seperti yang dijelaskan dalam Al "uran Surat Al
Baqarah ayat 1 dibawah ini:
Fb_1b,, B 60 B8C)@
B N N, Fb__NV X0
CAH = F N, Fb@V
/B Bqq,/ dA@1C ;f,
_fVBB
dan berimanlah kamu kepada apa yang telah aku turunkan (Al Quran) yang
membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan fanganlah kamu menfadi orang
yang pertama kafir kepadanya, dan fanganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku
dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. (QS. Al-
Baqarah.41)
Jika dikembalikan kepada sumber ajaran islam, perbuatan seperti itu
(mentariIkan kegiatan dakwahnya) tidak sejalan dengan prinsip dakwah yang
dilakukan para nabi yang sama sekali tidak menghendaki bayaran ataupun balasan
dari manusia. MentariI berarti mempersyaratkan sesuatu atau meminta imbalan
sebagai prasyarat untuk ditunaikannya kewajiban dakwah. Akan tetapi jika umat
memberikan penghargaan atau balasan terhadap da`i atas kegiatan dakwah yang
dilakukan maka menjadi lain persoalannya.
Prinsip dakwah para nabi kita pahami dari beberapa ayat sebagaimana
disebutkan dalam al-quran surah as-Syu`ara ayat 109, 127, 15, 16, 180:
B, N10 =@1 V0
F f 0 Nf P[V L,;
1Bb
'dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas afakan-afakan itu, Upahku
tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.`

Dakwah juga bukan semata-mata dibutuhkan sekelompok orang yang
memungkinkan sebagai bentuk terima kasihnya dengan memberikan imbalan, akan
tetapi dakwah merupakan kewajiban setiap individu muslim sesuai dengan kadar
kemampuan masing-masing. Dalam beberapa Al "uran maupun Al Hadist dengan
menggunakan Ii`il amr untuk menunjukkan wajibnya ditunaikan dakwah oleh setiap
muslim.
@Bb P[Lf V@P ,;
N6BB _Bb,
,1@6Bb F ),
/BB ; @=0 P f ,;
,_ 10 V@
0b@P F ,_, 10
)JBB
'serulah (manusia) kepada falan Tuhan-mu dengan hikmah* dan pelafaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari falan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunfuk`. (QS.An Nahl. 125)

* Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang
bathil.

NJ, Nq. 0 _)
[Lf @6Bb 0,
BBB _1,
NqBb P 00,
,_1Bb
dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebafikan,
menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar*, merekalah orang-
orang yang beruntung. (QS. Al Imron. 104)

*Ma'ruI: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Pengaruh orientasi hidup yang materialistik turut menghilangkan
orientasi dakwah untuk mengubah masyarakat. Terjadilah komersialisasi dakwah.
Aktivitas dakwah tidak lagi bersiIat aktiI dan progresiI, tetapi menunggu order
atau panggilan. Itu pun telah ditetapkan tariInya. Unsur entertaintment lebih
dominan daripada dakwahnya. Bahkan sang dai didudukkan tak ubahnya sebagai
selebritis. Dakwah seperti ini lebih ditujukan pada pemuasan bagi penatnya
pikiran dan jiwa, melepas lelah, atau untuk relaksasi dan hiburan.
Tentu, jika dilihat dari kacamata manIaat, apapun aktivitas dakwah akan
memberikan maslahat (kebaikan) pada umat. Ada sisi bagusnya. Namun, dalam
konteks perubahan masyarakat, hal-hal tersebut dapat menghilangkan orientasi
dakwah demi mewujudkan masyarakat Islam yang baldat|un| thayyibat|un| wa
rabb|un| ghaIr. Aktivitas dakwah yang hanya bersiIat ritual dan individual
menyebabkan kaum Muslim kehilangan beribu-ribu umat yang diharapkan militan
dan sanggup bergerak dengan penuh semangat untuk menggalang kelompok
persatuan yang representatiI dalam menegakkan syariah Islam. Karenanya, setiap
jenis aktivitas apapun harus didudukkan sebagai teknik (uslb) dan bagian dari
perubahan masyarakat. Dakwah jangan terjebak pada target individual dan terseret
mengikuti arus kehidupan. Sebaliknya, dakwah justru harus berujung pada
terjadinya perubahan masyarakat menjadi islami.

Anda mungkin juga menyukai