Anda di halaman 1dari 6

PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi (2004), sebuah usaha untuk


mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif
kepada lingkungannya. Definisi lain dikemukakan oleh Fakry Gaffar (2010): Sebuah
proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian
seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam definisi
tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses transformasi nilai-nilai, 2)
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan 3) menjadi satu dalam perilaku.
Tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan
perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan;
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang
dikembangkan oleh sekolah;
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.
Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Sesuatu nilai yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Karenanya tidak ada perilaku anak yang
tidak bebas dari nilai. Tapi dalam memahami nilai dari suatu perilaku sangat sulit dipahami
oleh orang lain daripada oleh dirinya sendiri.
Dalam referensi islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan
akhlak/perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad SAW, yaitu: (1) sidik, (2)
amanah, (3) fatonah, (4) tablig. Empat nilai ini merupakan esensi bukan keseluruhan karena
Nabi Muhammad SAW juga terkenal dengan karakter kesabarannya, ketangguhannya, dan
berbagai karakter lain.
1. Shiddiq (Jujur). Ini adalah sifat kejujuran yang sangat ditekankan Rasul baik kepada
dirinya maupun pada para sahabat-sahabatnya (Semoga kita juga
meneladaninya).Adalah ciri seorang muslim untuk jujur. Sehingga Islam bukan saja
menjadi sebuah agama namun juga peradaban besar.
2. Amanah(bisa dipercaya). Sifat ini ditanamkan khususnya kepada para sahabat yang
ditugaskan di semua hal apa saja untuk bisa berbuat amanah, tidak curang (atau juga
korupsi di zaman sekarang) dalam hal apa saja. Sesuatu yang sekarnag menjadi sangat
langka di negeri muslim sekalipun (miris).
3. Tabligh (Menyampaikan yang benar). Ini adalah sebuah sifat Rasul untuk tidak
menyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan agama.
Tidak pernah sekalipun beliau menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya
sendiri. Subhanallah.
4. Fathonah (Cerdas). Sifat Pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa
akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia ambbil untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat.
Dengan mengenal beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa
Seorang Rasulullah yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi,
Rasul,Kepala Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan Perang
menjadi sangat sukses dalam setiap hal.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri dari:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Kelompok mata pelajaran estetika;
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Kelompok mata pelajaran agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, dan kepribadian
jelas sekali berkaitan atau bahkan identik dengan pendidikan karakter. Tabel berikut ini
merupakan kutipan tentang cakupan kedua kelompok mata pelajaran tersebut, dan hasil
identifikasinya sebagai pendidikan karakter.

Tabel
Identifikasi tujuan pendidikan karakter pada kelompok mata pelajaran Agama
dan akhlak mulia serta kewarganegaraan dan kepribadian
Kelompok mata pelajaran dan cakupannya Identifikasi tujuan pendidikan karakter
Agama dan Akhlak Mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia dimaksudkan untuk
Kata dan frasa yang dicetak miring di
kolom kiri yang merupakan rumusan tujuan
pendidikan, secara jelas dan tegas
membentuk peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti,
atau moral sebagai perwujudan dari
pendidikan agama.
menunjukkan kelompok mata pelajaran
Agama dan Akhlak mulia adalah
merupakan pendidikan karakter; dan tidak
mungkin pendidikan kognitif semata.
Kewarganegaraan dan kepribadian
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian dimaksudkan untuk
peningkatan kesadaran dan wawasan
peserta didik akan status, hak, dan
kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta peningkatan kualitas dirinya sebagai
manusia.

Kesadaran dan wawasan termasuk
wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme
bela negara, penghargaan terhadap hak-
hak asasi manusia, kemajemukan bangsa,
pelestarian, lingkungan hidup, kesetaraan
gender, demokrasi, tanggungjawab sosial,
ketaatan pada hukum, ketaatan membayar
pajak, dan sikap serta perilaku anti
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kata dan frasa yang dicetak miring di
kolom kiri yang merupakan rumusan tujuan
pendidikan, secara jelas dan tegas
menunjukkan kelompok mata pelajaran
Kewarganegaraan dan Kepribadian
merupakan pendidikan karakter; dan tidak
mungkin pendidikan kognitif semata.

Demikian kelompok-kelompok mata pelajaran dengan cakupannya yang menjadi
bagian dari standar isi dan KTSP, yang merupakan kurikulum sekolah progmatik, merupakan
atau memadukan pendidikan karakter, dan tidak hanya merupakan pendidikan kognitif, dan
afektif secara eksklusif.


Belajar dalam konteks pendidikan karakter menurut Pusat Pengkajian Pedagogik
adalah proses menerima atau menolak dan menyalurkan nilai untuk diadopsi atau diabaikan
dalam perilaku keseharian anak yang dipengaruhi oleh kondisi/potensi awal yang dimiliki
anak. Belajar dideskripsikan sebagai proses yang memunculkan analisis kognisi, afeksi, dan
psikomotor secara terpadu dan menghasilkan keputusan apakah suatu hal akan
dilakukan/diterima atau tidak dilakukan/diterima. Proses ini tidak dapat dilihat secara
langsung karena terjadi dalam diri manusia dan merupakan proses gaib.
Proses belajar itu bersifat gaib. Dalam konteks proses yang gaib, pendidik perlu
mengkaji secara khusus pengaruh dari setan sebagai pihak yang mempengaruhi manusia
melalui (transfer) pengaruh energi negatif pada diri manusia. Gambaran pengaruh ini dapat
dikaji dalam Surat An-Nas [114] 1:6 sebagai berikut:

VC [_0 L BqBb 1
BqBb =f BqBb
A b,_,_Bb Bq6Bb
CBb _,_ ;) 1BqBb
qBb BqBb,
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. raja manusia.
3. sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia.

Pada ayat 5 Surat An-Nas tersebut dengan jelas Allah SWT menjelaskan bahwa
manusia harus berlindung dari bisikan kejahatan setan ke dalam dada (hati) manusia. Ayat 6
menjelaskan bahwa energi negatif manusia itu ada yang datang dari jin dan manusia.
Berdasarkan kajian terhadap surat An-Nas ini maka pendidikan perlu untuk membentengi
perilaku diri dan anak didiknya melalui doa kepada Allah SWT untuk selalu dilindungi dari
godaan setan yang terkutuk. Dengan demikian dapat dipahami bahwa doa dalam proses
belajar menjadi suatu hal yang mutlak untuk dilakukan oleh pendidikan dan anak didik.
Berdasarkan kajian di atas, maka KBM dalam pendidikan karakter bukan memberikan
warna kepada anak tentang suatu nilai, tetapi merupakan proses interaksi alamiah yang selalu
didasarkan atau dirujuk kepada suatu nilai. Dan tidak ada perilaku yang bebas dari nilai.
Semua perilaku didasari atau merujuk kepada suatu nilai. Persoalannya adalah apakah guru
memahami nilai apa yang ada dibalik setiap perilaku yang dilakukan guru selama berinteraksi
dengan peserta didik. Jika saja dalam kasus tertentu guru tidak mengakui bahwa selama
proses interaksi dia dengan peserta didiknya, tidak ada nilai khusus yang dirujuk, maka guru
tidak memahami hakikat nilai. Pendidikan karakter bukan memaksa anak untuk menerima
suatu nilai dan menjadi perilaku, tetapi layanan yang mengarahkan dan menguatkan anak
pada suatu nilai.

Sumber:
Kesuma, Dharma, Dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/1974356-meneladani-kepemimpinan-
rasulullah-saw/#ixzz1QWzBqxZv

Anda mungkin juga menyukai