Peta Situasi Hubungan di Timur Tengah Terkait Humanitarian Intervention dan
Suksesi Politik Nasional
Intervensi Kamanusiaan atau Humanitarian Intervention adalah salah satu alasan yang paling sering digunakan oleh negara-negara Barat yang direpresentasikan oleh Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa Barat untuk melakukan intervensi atas masalah-masalah internal sebuah negara. Intervensi Kemanusiaan mulai marak digunakan pasca tragedi 11 September yang dituding dan diakui Al-Qaeda sebagai kejahatan mereka. Tragedi ini disebut sebagai salah satu tragedi kemanusiaan terbesar yang pernah ada dan sangat menarik perhatian karena menusuk tepat 'dijantung dunia yakni di dalam negara Amerika Serikat. Pasca tragedi itu, Amerika kemudian mulai melakukan berbagai tindakan dengan alasan intervensi kemanusiaan. Amerika melakukan intervensi ke Irak yang diatasnamakan intervensi kemanusiaan namun pada kenyataannya hal ini dilakukan dengan cara intervensi militer. Hingga kini dampak dari intervensi ini pun tidak memunculkan perdamaian stabilitas nasional di dalam negara Irak maupun negara demokrasi yang selayaknya diinginkan oleh masyarakat Internasional. Kenyataan yang nampak adalah Irak kemudian menjadi negara boneka Amerika Serikat. Intervensi kemanusiaan yang dilakukan terhadap beberapa negara di Timur Tengah yang kali ini diIokuskan pada intervensi yang menggunakan kekuatan militer. Ada 3 negara yang dapat dijadikan studi kasus dalam masalah ini yakni Irak, Sudan, dan Libya. Ketiga negara ini termasuk dalam regional Timur Tengah yang merupakan regional yang dibentuk oleh kesamaan ideologi dan bukan karena geograIis. Ketiga negara ini pula yang mendapatkan intervensi langsung dari Amerika, NATO, dan PBB. 1. Irak Intervensi Amerika di Irak pada tahun 2003 dilakukan dengan berbagai alasan. Selain tuduhan Amerika bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal, penangkapan Saddam Husein selaku Presiden Irak yang dijadikan terdakwa kasus genocide ata suku kurdi pun menjadi salah satu alasan invasi militer tersebut. Intervensi Amerika di Irak dilakukan dengan alasan intervensi kemanusiaan. Namun bantuan kemanusiaan yang masuk ke dalam wilayah Irak tidak sebanding dengan kerusakan dan kerugiaan materil dan immaterial rakyat Irak. alam salah satu pidatonya, imam Khomeni Iran menyatakan bahwa tindakan Amerika di Iran sebenarnya tidak dibutuhkan jika yang dijadikan alasan penggulingan rezim Saddam Husein adalah kediktatorannya sebagai kepala negara. Politik internal Irak sendiri pun sebanarnya telah mengalami perubahan perlahan dalam upaya suksesi politik atau pergantian rezim atau pemimpin politik. Telah muncul kelompok-kelompak penentang kepemimpinan meski pun dengan segara dihancurkan oleh Saddam Husein. Namun, persiapan sebuah suksesi politik internal sebenarnya membutuhkan proses yang bertahap terutama dalam sebuah negara yang dipimpin oleh pemimpin yang diktator. Namun proses ini akan menghasilkan kondisi yang lebih stabil dibandingkan kondisi yang kini terbentuk akibat percepatan suksesi dengan adanya intervensi asing atas nama kemanusiaan.
. Sudan Intervensi Amerika di Sudan pun dengan atas nama kemanusiaan dengan ditetapkannya Omar Bashir sebagai penjahat kemanusiaan. Selain itu dengan alasan pemerintah yang melakukan kekerasan kepada rakyat Sudan, sehingga pemerintah Sudan dianggap gagal melindungi warga. Alasan-alasan ini kemudian membuat Amerika dan PBB membenarkan upaya intervensi ke dalam wilayah Sudan. Pemerintah Sudan berusaha membendung kepentingan asing dengan menolak campur tangan Uni Eropa, PBB, dan NATO ke dalam upaya perdamaian di Sudan. Pemerintah kemudian bersedia menerima pasukan Uni AIrika dalam upaya Peace Keeping nanum, keterbatasan Uni AIrika membuat organisasi tersebut akhhirnya meminta bantuan ke PBB untuk memenui kebutuhan dana dan terntara dalam kegiatan penjagaan perdamaian di Sudan. Hal ini kemudian dimanIaatkan oleh NATO, PBB dan Amerika sebagai jalan untuk memasukkan bantuan-bantuan senjata ke Sudan Selatan melalui sejumlah LSM dan bantuan- bantuan yang dilemparkan dari udara. Hal ini kemudian mempengubah pola politik di Sudan yang berujung pada pemisahan Sudan Utara dan Sudan Selatan. Kemudian hingga kini pemisahan tersebut belum mampu menciptakan kondisi politik yang lebih stabil dan lebih demokratis di wilayah Sudan Selatan mengingat kompetisi kepentingan yang terjadi atas sumber daya minyak di wilayah Sudan Selatan. . Libya Humanitarian intervention menjadi topik yang kembali menghangat ketika pada tahun 2011 ini, Amerika dan sekutunya yang tergabung dalam NATO mengambil sikap yang keras terhadap kondisi domestik Libya. NATO, PBB dan Amerika bersikap aktiI dan reaktiI terhadap perubahan situasi politik di Libya. Sikap Moammar KhadaIy yang otoriter dalam menjalankan tugasnya sebagai Presiden Sudan dianggap telah melanggar hak asasi manusia. Rakyat Libya perlu dilindungi hak asasinya karena negara mereka tidak lagi mampu menjamin dan malah menjadi pelanggar hak tersebut. Hal inilah kemudian yang menjadi alasan bagi Amerika untuk masuk ke Libya dan memberi dukunga kepada pihak NTC dengan Mahmoud Jibril dan MustaIa Abdul Jalil sebagai salah satu motor penggerak gerakan tersebut. NTC yang dianggap pemberontak oleh pihak pemerintahan Libya kemudian diakui sebagai pemerintah yang mewakili rakyat Libya di dunia Internasional dengan klaim bahwa pemerintah tidak lagi mempu menjalankan tugas dan Iungsinya sehingga rakyat melakukan perlawanan dan menjadi bagian dri NTC. NTC kemudian akhirnya diakui oleh berbagai pihak internasional sebagai pemerintah representatiI rakyat Libya. Namun, baru saja KhadaIIy berhasil digulingkan, NTC kemudian mulai pecah dengan perbedaan sikap dari pihak-pihak yang tergabung di dalam NTC. Libyan Islamic Fighting Group (LIFG) dan Ikhwan Muslimin Libya berseteru dengan Abdul Jalil dan r.Jibril karena upaya mereka untuk membentuk Libya sebagai sebuah negara sekuler. Hal yang menarik dari konIlik di Libya ini, Jerman yang tergabung dalam NATO ternyata mengambil sikap yang berseberangan dalam upaya intervensi NATO dalam konIlik di Libya. Hal ini membuat Jerman berada di kelompok yang sama dengan China yang menolak intervensi dan lebih mengharapkan upaya perdamaian yang lebih kooperatiI dan tanpa perlu dilakukan intervensi militer.
Sikap China dan Rusia dalam ketiga intervensi ini tidak sama. China dalam intervensi Amerika dan NATO di wilayah Libya dan Irak sama, yakni menolak intervensi dan campur tangan asing terutama intervensi militer terhadap persoalan internal negara-negara tersebut. Namun dalam konIlik Sudan, China ikut aktiI dalam memberikan bantuan Iinansial dan inIrastrktur kepada Sudan Selatan, meskipun China tidak mengambil peran aktiI dalam intervensi militer seperti yang dilakukan Amerika di wilayah Sudan. Sedangkan sikap Rusia dalam ketiga konIlik tersebut lebih demokratis. Rusia memang menyetujui upaya perdamaian untuk mencegah lebih banyak korban dari pihak sipil, namun Rusia tidak menyetujui tindakan intervensi militer dalam wilayah negara tersebut.