Anda di halaman 1dari 3

?

K: Filsafat Ilmu Tema: filsafat dalam memandang nilai moral

Keadilan dan Kenyataan Hukum di Indonesia

OLEH: ATRIA DEWI SARTIKA 170120110013

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM MAGISTER ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PADJADJARAN 2011

Keadilan dan Kenyataan Hukum di Indonesia Kefilsafatan membuat seseorang mengkritisi dan meradikalisasikan berebagai hal yang dapat dijangkau oleh nalar manusia. Kegiatan berfikir menjadi modal pokok bagi manusia dalam memandang sesuatu untuk kemudian mengkritisinya. Kehadiran fenoena dan norma yang sering kali menjadi dua hal yang saling diperbandingkan membuat upaya pengkritikan ini kian menuai alurnya sendiri. Jika dalam penalaran terdapat sebuah objek maka tidak hanya bentuk dan ciri-ciri tertentu yang menjadi hal yang dijelaskan namun pemahaman tentang kenapa dan bagaimana objek itu ada, apa tujuan dan manfaat dari objek tersebut, karena bagi para filsuf pun kehadiran sebuah objek merupakan sesuatu yang memiliki kaitan dan hubungan dengan objek lain disekelilingnya entah itu dalam hal kemunculannya, keberadaannya, maupun kebermanfaatannya. Hukum merupakan sesuatu yang abstrak jika dinilai sebuah aturan yang mengatur sesuatu. Hukum dapat saja berupa aturan yang tertulis namun dalam kehidupan ia tergolong sesuatu yang abstrak dan tak berwujud. Ia hanya menjadi sebuah nilai dan standar untuk mengukur sebuah tindakan dan menggolongkannya menjadi baik, benar, buruk, jahat, dan sebagainya. Kehadiran hukum sebagai salah satu hal yang penting dalam menyelaraskan perilaku manusia dengan lingkungannya dan dengan manusia lain. Di Indonesia, hukum menjadi sebuah aturan yang seyogianya mengikat seuruh warga negara Indonesia dan tidak memiliki kekhususan terhadap pribadi-pribadi tertentu. Hukum ini merujuk pada perilaku-perilaku tertentu dari individu-individu namun tidak merujuk pada pribadi-pribadi individu tertentu. Hal ini pula yang memunculkan pernyataan bahwa setiap warga negara Indonesia sama kedudukannya di dalam hukum. Kesamaan kedudukan di dalam hukum merupaka sebuah hak dari setiap warga negara. Karena hukum tidak diperuntukkan bagi satu golongan tertentu. Setiap warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum yang artinya perilaku atau perbuatan dengan nilai yang sama seyogianya mendapatkan sanksi dengan nilai yang sama pula. Orang miskin yang mencuri 1 ekor ayam mendapatkan hukuman 5 tahun penjara. Orang kaya mencuri 1 ekor ayam mendapatkan hukuman 5 tahun penjara. Hal ini merupakan sebuah keadilan dan bentuk kesamaan kedudukan di dalam hukum karena keduanya melakukan tindakan dengan keburukan yang sama. Pola pemikiran deduktif ini merupakan pola yang layak digunakan dalam memandang tentang pengaplikasian aturan hukum di dalam kehidupan. Karena hukum ini berlaku umum dan tidak bersifat khusus. Namun, ternyata dalam implementasinya tidak semudah ketika hanya menjadikannya sebagi sebuah konsep. Implementasi hukum di Indonesia tidak menampilkan wujud kesetaraan ini. Indonesia menempatkan orang miskin dan orang berada dalam posisi yang berbeda. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip penerapan hukum tersebut. Ada beberapa fakta yang ketika digeneralkan akan menyebabkan ketimpangan dala hukum Indonesia. Jika dibuat dalam bentuk skema maka akan muncul berbagai hasil induksi pemikiran. Pengacara yang hebat akan mampu membuat pihak yang dibelanya mendapatkan sanksi yang lebih ringan. Pengacara yang hebat menetapkan biaya pelayanan yang mahal. Orang kaya dapat menyewa pengacara yang hebat sebagai pembelanya. Orang miskin tidak dapat menyewa pengacara yang hebat.

Jika fakta-fakta di atas berupaya untuk ditarik garis pemikiran induktifnya, maka akan nampak beberapa pernyataan yang dapat saja dinilai benar dalam alur pemikiran, namun dalam kenyataannya tidak selayaknya terjadi. Simpulan-simpulan induktif yang mungkin muncul adalah Orang kaya dapat mendapatkan sanksi yang lebih ringan di bandingkan orang miskin karena orang kaya dapat menyewa pengacara hebat sedangkan orang miskin tidak alur pemikiran ini dapat saja menjadi simpulan yang benar jika sekedar menjadi sebuah konsep di atas kertas, namun alur ini menjadi sesuatu yang secara moral salah karena tidak menunjukkan kesamaan kedudukan di dalam hukum. Yang berarti dalam hukum, posisi orang-orang kaya lebih tinggi karena kemampuannya menyewa pengacara. Walaupun dalam alur berfikir di atas masih ada sebuah standar yang harus ditetapkan dalam menentukan kehebatan seorang pengacara, namun kenyataan seperti ini dapat menjadikan dua hal yang muncul dan saling bertentangan dalam dua bentuk pola yang berbeda. Pemikiran deduktif di atas dapat disebut sebagai sebuah nilai standar, sedangkan pemikiran induktif yang di atas dapat disebuat sebagai sebuah kenyataan yang terbangun dalam masyarakat Indonesia. Dengan saling bertolak belakangnya kedua hal tersebut, maka muncullah apa yang disebut sebagai masalah yang perlu dipikirkan lebih lanjut demi mencari sebuah kebenaran. Proses pencarian kebenaran ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada pola pemikiran induktif dan deduktif melainkan juga dengan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai standar dan fakta yang ada. Kehadiran faktor-faktor seperti kepentingan-kepentingan politik, kelemahan sikap penegak hukum dan hal lain sebagainya harus diperhitungkan dalam upaya penemuan kebenaran. Karena di dunia ini tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sesuatu kecuali jika objeknya adalah Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai