Anda di halaman 1dari 28

PERSALINAN (PARTURITION)

A. PERJALANAN KLINIS PERSALINAN


Beberapa jam terakhir kelahiran ditandai dengan kontraksi uterus yang

menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Namun, sebelum kontraksi yang kuat dan terasa nyeri ini dimulai, uterus harus dipersiapkan untuk persalinan. Pada 36-38 minggu pertama kehamilan, miometrium tidak responsif; setelah masa tenang yang panjang ini, diperlukan fase transisi agar ketidakresponsifan miometrium menghilang dan serviks melunak dan menipis. Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi serviks dapat dirasakan kapanpun selama kehamilan. Kontraksi-kontraksi ini ditandai dengan kejadian yang tidak dapat diramalkan, intensitas rendah, dan durasinya singkat. Rasa tidak nyaman yang ditimbulkan biasanya terbatas di abdomen bawah dan lipat paha.
Menjelang akhir masa kehamilan, ketika uterus mengalami persiapan untuk

bersalin, kontraksi jenis ini lebih sering, khususnya pada multipara, dan kadangkala disebut sebagai persalinan palsu. Namun, pada beberapa ibu, kontraksi kuat uterus yang menimbulkan dilatasi serviks, penurunan janin, dan pelahiran konseptus dimulai secara mendadak, dan tampaknya tanpa peringatan.

MIOMETRIUM
I. PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN ANATOMIS DAN FISIOLOGIS Ciri-ciri otot miometrium (dan otot polos lainnya) dibanding dengan otot

rangka: 1. Derajat pemendekan sel otot polos saat kontraksi mungkin satu tingkat lebih besar daripada yang dicapai oleh sel otot lurik.

2. Pada sel otot polos gaya-gaya kontraksi dapat diberikan ke berbagai arah, sedangkan gaya kontraksi yang ditimbulkan oleh otot rangka selalu sejajar dengan sumbu serat otot. 3. Otot polos tidak diorganisasi dengan cara yang sama seperti otot rangka; pada miometrium ditemukan filament tebal dan tipis pada berkas-berkas yang panjang dan acak di seluruh sel tersebut. Susunan ini mempermudah daya pemendekan yang lebih besar dan menimbulkan gaya yang lebih besar. 4. Terdapat keuntungan bahwa pembangkitan gaya yang multidireksional pada otot polos miometrium memungkinkan kesanggupan pengarahan daya dorong ke segalah arah sehingga pelahiran dapat dilakukan tanpa memandang letak dan presentasi janin. II. BIOKIMIAWI KONTRAKSI OTOT POLOS
Interaksi myosin dan aktin penting untuk kontraksi otot. Myosin terdiri dari

rantai ganda ringan dan berat dan terletak pada miofilamen-miofilamen tebal. Interaksi myosin dan aktin, yang menyebabkan aktifasi ATPase, hidrolisis ATP, dan pembentukan kekuatan, dipengaruhi oleh fosforilasi enzimatik rantai ringan myosin 20-kd. Reaksi fosforilasi ini dikatalis oleh enzim kinase myosin rantai ringan, yang diaktifkan oleh Ca2+.
Ca2+ mengikat kalmodulin, suatu protein pengatur pengikatan kalsium, yang

selanjutnya akan mengikat dan mengaktifkan kinase myosin rantai ringan. Dengan cara ini, agen-agen yang bekerja pada sel otot polos miometrium untuk meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol intraselular dapat memacu kontraksi. Kondisi yang menyebabkan penurunan Casitosol intraselular menimbulkan relaksasi. Biasanya, agen-agen yang menyebabkan peningkatan kontraksi adenosine monofosfat siklik intraselular (cAMP) atau guanosin monofosfat (cGMP) menyebabkan relaksasi uterus. Kerja cAMP dan cGMP dianggap menyebabkan penurunan kalsium sitosol intraselular, meskipun mekanisme pastinya tidak diketahui.

KONTRAKSI Rantai ringan myosin Kinase myosin rantai ringan Diaktifkan oleh Ca2+ Rantai ringan myosin terfosforilasi Aktin

RELAKSASI 1. Ca2+ intraselular menurun, sekuestrasi Ca2+ 2. Defosforilasi rantai ringan myosin 3. Inaktifasi kinase myosin rantai ringan (misal, denganfosforilasi yang bergantung pada AMP Myosin terfosforilasi aktin ATPase siklik)

ATP

ADP

III. 3 KALA PERSALINAN Persalinan aktif dibagi menjadi 3 kala, yaitu :


1.

Kala 1 disebut stage penipisan dan dilatasi serviks Dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan duasi yang cukup untuk menghasilkan penipisan dan dilatsi serviksyang progresif.

Berakhir ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat.

2.

Kala 2 disebut stage pengeluaran janin Dimulai ketika dilatasi serviks sedah lengkap Berakhir ketika janin sudah lahir. Kala 3 disebut stage pemisahan dan pengeluaran plasenta Dimulai segera setelah janin lahir

3.

Berakhir dengan lahirnya plasenta dan fetal membrane.

IV. CLINICAL ONSET OF LABOR Sebuah tanda yang agak dapat diandalkan akan dimulainya onset of active labor (asalkan belum dilakukan pemeriksaan rectal atau vaginal dalam 48 jam sebelumnya) adalah keluarnya sedikit mucus bercampur darah dari vagina.
Tanda ini menunjukkan ekstrusi sumbat mucus yang mengisi saluran serviks

sepanjang kehamilan, dan disebut sebagai show atau bloody show (darah lender). Ini merupakan tanda lanjut, karena umumnya persalinan sudah berjalan atau mungkin akan terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari sesudahnya. Normalnya, darah yang keluar dari sumbat mucus hanya beberapa tetes; perdarahan yang lebih banyak menunjukkan penyebab yang abnormal.

V. KONTRAKSI UTERUS YANG KHAS UNTUK PERSALINAN


Kontraksi otot polos uterus pada persalinan terasa sangat nyeri, hal ini

merupakan sesuatu yang unik dibanding kontraksi otot fifiologis lainnya. Penyebab nyeri tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa kemungkinan disebabkan oleh : Hipoksia pada miometrium yang berkontraksi (seperti pada angina pektoris) Penekanan ganglia saraf di serviks dan uterus bagian bawah oleh berkasberkas otot yang saling bertautan -

Peregangan serviks sewaktu dilatasi Peregangan peritoneum yang terletak di atas fundus.

Peregangan mekanis serviks meningkatkan aktivitas uterus pada beberapa

spesies, termasuk manusia. Fenomena ini disebut reflex Ferguson. Mekanisme pasti yang membuat dilatasi mekanis serviks menyebabkan peningkatan kontraktilitas miometrium tidak jelas. Pembebasan oxytocin diduga sebagai penyebabnya, tetapi

hal ini tidak terbukti. Manipulasi serviks dan pelucutan fetal membrane diikuti dengan peningkatan kadar metabolit prostaglandin F2 (PGFM) di dalam darah.
Interval antar kontraksi berkurang secara bertahap dari sekitar 10 menit pada

kala 1 persalinan menjadi 1 menit atau kurang pada kala 2. Namun, masa-masa relaksasi antar kontraksi penting untuk kesejahteraan janin. Kontraksi uterus yang tidak mereda mengancam aliran darah uteroplasenta, dan akhirnya, aliran darah fetoplasenta, yang cukup untuk menyebabkan hipoksemia janin. Pada fase aktif persalinan, lama masing-masing kontraksi berkisar antara 30-90 detik, dengan rata-rata sekitar 1 menit.

VI. DIFERENSIASI AKTIVITAS UTERUS Selama persalinan aktif, uterus berubah menjadi 2 bagian yang berbeda, yaitu :
-

Segmen atas = berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika

persalinan maju. - Segmen bawah = terdiri dari segmen bawah uterus dan serviks, relative pasif dibanding dengan segmen atas. Bagian ini berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih tipis untuk janin. Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis keluar pada wanita yang tidak hamil; pembentukannya tidak hanya merupakan fenomena persalinan. Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua, kemudian menjadi sangat tipis pada saat persalinan.
Dengan palpasi abdomen, kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi

kontraksi, sekalipun selaput membrane belum rupture.


Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi segmen

bawah uterus jauh kurang kencang.

Segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi mendorong janin keluar segmen bawah uterus dan serviks yang semakin lunak berdilatasi terbentuk saluran muscular dan fibromuskular yang menipis keluar janin keluar
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke

panjang aslinya setelah kontraksi; namun, menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontraksi.
Segmen aktif berkontraksi ke bawah ketika isinya berkurang, tetapi tegangan

miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari pengeluaran fetus dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus. Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontraksi yang berikutnya mulai di tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot yang terus-menerus pada setiap kontraksi, segmen aktif uterus menjadi semakin menebal di kala 1 dan kala 2 persalinan, dan menjadi sangat tebal tepat setelah pelahiran janin.
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tetapi

lebih melawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap kontraksi segmen atas, lalu tidak kembali ke panjang sebelumnya namun relatif tetap mempertahankan panjangnya; namun, tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya.

Ketika persalinan maju, pemanjangan berturut-turut serabut otot di segmen

bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa millimeter pada bagian yang paling tipis. Akibat menipisnya segmen bawah uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh suatu rete pada permukaan dalam uterus, cincin retraksi fisiologis.
Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada obstructed

labor, cincin ini sangat menonjol, sehingga membentuk cincin retraksi patologis. Ini merupakan kondisi abnormal yang disebut cincin Bandl.

VII. PERUBAHAN BENTUK UTERUS


Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai

pengurangan diameter horizontal. Dengan perubahan bentuk ini, terdapat efek-efek penting pada proses persalinan, yaitu :
1.

Pengurangan diameter horizontal menimbulkan pelurusan vertebral

column fetus, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong labih jauh ke bawah dan menuju ke panggul Pemanjangan fetus berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan antara 510 cm. Tekanan yang diberikan dengan cara ini disebut fetal axis pressure. 2. Dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan

karena segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah fetus. Efek ini merupakan

factor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot segmen bawah dan serviks.

VIII. ANCILLIARY FORCES IN LABOR Setelah serviks berdilatasi penuh, tenaga yang paling penting pada pengeluaran fetus adalah tenaga yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang meninggi. tenaga ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan dengan upaya pernapasan paksa dengan glottis tertutup. Tenaga ini disebut pushing (mengejan). Meskipun tekanan intraabdominal yang tinggi diperlukan untuk menyelesaikan persalinan spontan, tenaga ini sia-sia sampai serviks sudah berdilatasi penuh. Secara spesifik, tekanan ini merupakan bantuan tambahan yang diperlukan oleh kontraksi-kontraksi uterus pada kala 2 persalinan, tetapi mengejan hanya membantu sedikit pada kala 1 selain menimbulkan kelelahan belaka. Tekanan intraabdominal mungkin juga penting pada kala 3 persalinan terutama bila ibu yang melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, pengeluaran spontan plasenta dibantu oleh tekanan intranabdominal ibu yang meningkat.

SERVIKS Sebelum persalinan mulai, pada fase pembangkitan dan persiapan uterus, serviks melunak, sehingga mempermudah dilatasi serviks begitu kontraksi miometrium yang kuat dimulai pada persalinan.

I.

PERUBAHAN PADA SERVIKS YANG DIINDUKSI PERSALINAN Tenaga yang efektif pada kala 1 persalinan adalah kontraksi uterus, yang akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh fetal membran terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila fetal membrane sudah pecah, bagian terbawah fetus dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus.
Akibat aksi dari tenaga ini, terjadi 2 perubahan mendasar, yaitu pendataran dan

dilatasi pada serviks yang telah lunak. Untuk lewatnya kepala fetus, servikal canal harus berdilatasi sampai diameter 10 cm (serviks berdilatasi penuh).
Mungkin tidak terjadi penurunan janin selama pendataran serviks, tetapi paling

sering bagian bawah fetus turun sedikit ketika serviks membuka.


Pada kala 2 persalinan, penurunan bagian terbawah fetus terjadi agak lambat

pada nullipara, namun pada multipara berlangsung cepat.

II. CERVICAL EFFACEMENT Pendataran serviks adalah pemendekan cervical canal dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hamper setipis kertas. Proses ini disebut disebut pendataran (effacement) dan terjadi dari atas ke bawah.
Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas atau

dipendekkan menuju segmen bawah uterus, sedangkan os externum tidak berubah. (lihat GAMBAR 11.4 11.7)
Pinggiran os internum ditari ke atas beberapa sentimeter sampai menjadi bagian

(baik secara anatimik maupun fungsional) dari segmen bawah uterus. Hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan persalinan, pendataran pada serviks yang lunak kadalangkala selesai sebelum persaninan aktif dimulai.

Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mucus ketika cervical canal memendek.

III. DILATASI SERVIKS Selama terjadi kontraksi, segmen bawah uterus dan serviks mengalami peregangan.

Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada membrane, tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan cervical canal. Bila membrane fetus sudah pecah, tekanan pada bagian terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya.
IV. POLA - POLA PERSALINAN

1. POLA DILATASI SERVIKS Pola dilatasi serviks yang terjadi selama berlangsungnya persalinan

normal mempunyai bentuk kurva sigmoid.

2 fase dilatasi serviks, yaitu :

a.
b.

Latent Phase Active Phase Acceleration Phase

Phase of maximum slope Deceleration Phase

Lamanya Latent Phase lebih variabel dan rentan terhadap perubahan-perubahan sensitive oleh faktor-faktor luar dan sedasi (pemanjangan latent phase). Acceleration phase biasanya mempunyai nilai prediktif terhadap hasil akhir persalinan. Phase of maximum slope untuk mengukur efisiensi persalinan secara keseluruhan. Deceleration phase mencerminkan hubungan-hubungan fetopelvic.

2. POLA-POLA PENURUNAN FETUS


Pada banyak nullipara, masuknya kepala fetus ke pintu atas panggul telah

tercapai sebelum persalinan mulai dan penurunan fetus lebih jauh tidak akan terjadi sampai akhir persalinan. Pada multipara, masuknya kepala fetus ke pintu atas panggul mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh terjadi pada kala 1 persalinan.
Penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi serviks sudah maju untuk

beberapa lama. Pada nullipara, kecepatan turun biasanya bertambah cepat selama Phase of maximum slope dilatasi serviks. Pada waktu ini, kecepatan turunnya fetus bertambah sampai maksimum dan laju penurunan maksimal ini dipertahankan sampai bagian terbawah janian mencapai dasar perineum.

3. KRITERIA PERSALINAN NORMAL


3 bagian fungsional pada persalinan, yaitu persiapan, dilatasi, dan pelvic.

4. RUPTURE OF THE MEMBRANE (KETUBAN PECAH) Pecah ketuban (spontaneous rupture of the membrane) sering terjadi sewaktuwaktu pada persalinan aktif. Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih atau sedikit keruh, hamper tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi.
Selaput ketuban yang masih utuh sampai fetus lahir labih jarang ditemukan. Jika

kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran selesai, fetus yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini, dan bagiab yang membungkus kepala fetus yang baru lahir kadangkala disebut sebagai caul.
Pecah ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan disebut

ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane)

5. PERUBAHAN PADA VAGINA DAN DASAR PANGGUL Jalan lahir didukung dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul (pelvic floor). Struktur yang paling penting adalah m. levator ani dan fasia yang membungkus permukaan atas dan bawah yang dianggap sebagai dasar panggul.
Kelompok otot ini menutup ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah

diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah yang cembung. (lihat GAMBAR 3-6)

Di sisi lain, m. levator ani terdiri dari bagian pubococcygeus dan iliococcygeus. Bagian posterior dan lateral dasar panggul, yang tidak diisi oleh m. levator ani, diisi oleh m. piriformis dan m. coccygeus pada sisi lain. Ketebalan m. levator ani bervariasi dari 3 -5 mm, tapi tepi yang melingkari rectum dan vagina agak lebih tebal. Selama kehamilan, m. levator ani biasanya mengalami hipertrofi. Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik rectum dan vagina ke depandan ke atas sesuai arah simphysis pubic sehingga bekerja menutup vagina. Pada kala 1 persalinan, selaput ketuban (membrane) dan bagian terbawah fetus memainkan peran untuk membuka bagian atas vagina. Namun, setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian terbawah janin.

Perubahan yang paling nyata terdiri dari peregangan serabut-serabut m. levator ani dan penipisan bagian yengah perineum, yang berubah bentuk dari setebal 5 cm menjadi < 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2-3 cm dan dinding anterior rectum menonjol. Jumlah dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang memperdarahi vagina dan dasar panggul menyebabkan kehilangan darah yang banyak jika jaringan ini sobek.

6. PELEPASAN PLASENTA

Kala 3 persalinan mulai segera setelah kelahiran fetus dan melibatkan

pelepasan dan ekspulsi plasenta. Setelah kelahiran plasenta dan fetal membrane, persalinan aktif selesai. Karena fetus sudah lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras

dengan isi yang sudah kosong. Fundus uteri sekarang terletak di bawah batas ketinggian umbilicus. Penyusutan ukuran uterus yang mendadak selalu disertai dengan pengurangan bidang tempat implantasi plasenta.

Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya

mengecil, plasenta memperbesar ketebalannya, tapi karena elastisitas plasenta terbatas, menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah lapisan spongiosa, atau desidua spongiosa- mengalah, dan pemisahan terjadi. Oleh karena itu, pelepasan plasenta terutama disebabkan oleh disproporsi yang terjadi antara perubahan ukuran plasenta dan mengecilnya ukuran tempat implantasi di bawahnya.

7. PEMISAHAN AMNIOKORION

Pengurangan

luas

permukaan

rongga

uterus

secara

bersamaan

menyebabkan fetal membrane (amniokorion) dan desidua parietalis terlepas

menjadi lipatan yang banyak dan menambah ketebalan lapisan tersebut dari < 1 mm menjadi 3-4 mm.

Lapisan uterus pada awal stadium ketiga menunjukkan bahwa banyak

dari lapisan parietal desidua parietalis termasuk di dalam lipatan-lipatan amnion dan korion leave yang melekuk-lekuk.

Membrane tersebut biasanya tetap in situ sampai pemisahan plasenta

hampir lengkap. Kemudian membrane ini terkelupas dari dinding uterus, sebagian karena kontraksi miometrium yang lebih kuat dan sebagian karena tarikan yang dilakukan oleh plasenta yang terlepas, tang terletak di segmen bawah uterus yang lebih tipis atau di bagian atas vagina. Corpus uteri pada waktu itu normalnya membentuk suatu massa otot

yang hampir padat, yang dinding anterior dan posteriornya -- masing-masing mempunyai ketebalan 4-5 cm terletak saling menempel sehingga rongga uterus hampir hilang.

8. EKSTRUSI PLASENTA Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang

diberikan padanya oleh dinding uterus menyebabkan plasenta menggelincir turun menuju ke segmen bawah uterus atau bagian atas vagina. Metode biasa yang dilakukan adalah bergantian menekan dan menaikan

fundus, sambil melakukan traksi ringan pada tali pusat.

9. MEKANISME-MEKANISME EKSTRUSI PLASENTA Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral atau tipe biasa, hematoma

retroplasenta dipercaya mendorong plasenta menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengah kemudian sisanya. Dengan demikian plasenta mengalami inverse dan dibebani oleh hematoma tersebut, kemudian turun.

Karena membrane di sekitarnya menempel kaku pada desidua, plasenta

hanya dapat turun dengan menyeret membrane secara perlahan-lahan; kemudian membrane-membran tersebut mengelupas bagian perifer. Akibatnya, kantong yang terbentuk oleh membrane tersebut mengalami inverse, dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengkilap di atas permukaan plasenta.

Hematoma retroplasenta dapat mengikuti plasenta atau ditemukan di

dalam kantong inverse. Pada proses ini dikenal sebagai ekspulsi plasenta mekanisme Schultze, darah dari tempat plasenta tercurah ke dalam kantong inverse dan tidak mengalir keluar sampai setelah ekstrusi plasenta.

Cara ekstrusi plasenta yang lain dikenal sebagai mekanisme Duncan,

yaitu pemisahan plasenta pertama kali terjadi di perifer, dengan akibat darah mengumpul di antara membrane dan dinding uterus dan keluar dari plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke vagina secara menyamping, dan permukaan ibu adalah yang pertama kali terlihat di vulva.

B. PROSES FISIOLOGIS PERSALINAN I. FASE-FASE UTERUS PADA PERSALINAN Persalinan, melahirkan bayi, mencakup seluruh proses fisiologis yang terlibat pada saat melahirkan : pendahuluan, persiapan, proses persalinan, dan pemulihan ibu dari kelahiran anak.
Dari proses-proses fisiologis yang memiliki sifat berbeda-beda, maka terjadi

transformasi fungsi uterus yang harus disesuaikan secara tepat waktu selama kehamilan dan persalinan. Partus dibagi menjadi 4 fase uterus yang bersesuaian dengan transisi-transisi fisiologis besar pada miometrium dan serviks sepanjang kehamilan.

FASE 0 UTERUS PADA PARTUS

o Sejak sebelum implantasi, telah terjadi masa tenang miometrium yang sangat efektif pada uterus.
o Fase ini ditandai

dengan ketenangan otot polos miometrium disertai

pemeliharaan integritas struktural serviks. o Dalam fase inilah kecenderungan inheren miometrium untuk berkontraksi ditahan.
o Pada fase ini, yang menetap salama sekitar 95% kehamilan pertama pada

kehamilan normal, otot polos miometrium dibuat tidak responsive terhadap rangsangan alami dan paralisis kontraktif relative terjadi terhadap sekelompok tantangan mekanik dan kimiawi yang sebaliknya akan mencetuskan pengosongan isi uterus. o Ketidakresponsifan kontraktil miometrium pada fase 0 demikin luar biasa sehingga mendekati akhir kehamilan miometrium harus siap untuk bersalin.
o Selama fase 0 partus ketika miometrium dipertahankandalam status tenang,

serviks harus tetap kencang dan tidak mudah terangsang. Pemeliharaan integritas anatimik dan structural serviks penting untuk keberhasilan fase 0 partus. o Dilatasi serviks dini, inkopetensi structural, atau keduanya, menandakan hasil akhir kehamilan yang tidak menguntungkan yang paling sering berakhir dengan pelahiran preterm. o Pemendekan serviks, bila ditemukan antara minggu gestasi ke-24 sampai 28 merupakan indikasi adanya peningkatan resiko pelahiran preterm.

FASE 1 UTERUS PADA PARTUS o Untuk mempersiapkan uterus terhadap persalinan, ketenangan uterus pada fase 0 partus harus dihentikan; inilah saatnya uterus bangun.

o Perubahan morfologis dan fungsional pada miomterium dan serviks yang

mempersiapkan hasil alami penghentian fase 0 uterus; tetapi apapun mekanismenya, kapasitas sel miometrium untuk mangatur konsentrasi Ca2+ sitoplasmik dikembalikan lagi; responsivitas sel miometrium dipulihkan kembali, sensitivitas uterotonin berkembang, dan kemampuan komunikasi interselular terbentuk. o Karena kapasitas fungsional otot polos miometrium untuk berkontraksi ini telah kembali dan serviks menjadi matang, fase 1 partus berlanjut dengan fase 2, persalinan aktif.

Perubahan uterus selama fase 1 partus Perubahan-perubahan spesifik fungsi uterusberkembang seiring terhentinya fase 0 uterus. 1.
2.

Peningkatan mencolok reseptor oksitosin miometrium. Peningkatan sambungan-sambungan celah/gap junctions (dalam

jumlah dan luas permukaan) antara sel-sel miometrium. 3. 4. 5. Iritabilitas uterus Keresponsifan terhadap uteritonin Transisi dari status kontraktil yang teutama ditandai dengan

kontraksi-kontraksi kadang-kadang tanpa nyeri menjadi status kontraktil dengan kontraksi yang lebih sering terjadi 6. 7.
-

Pembentukan segmen bawah uterus Perlunakan serviks

Dengan berkembangnya segmen bawah uterus yang terbentuk dengan baik, kepala fetus seringkali turun ke atau bahkan melewati pintu atas panggul ibu, suatu peristiwa tersendiri yang disebut lightening (peringanan).

Pada akhir kehamilan, kadang-kadang pada fase 1 partus, terdapat peningkatan mencolok 50 kali lipat atau lebih jumlah reseptor oksitosin di miometrium. Hal ini bertepatan dengan peningkatan responsivitas kontraktil uterus terhadap oksitosin.

Pada fase 1, jumlah dan besar persambungan celah antara sel miometrium membesar sebelum onset of labor, terus melebar sepanjang persalina, kemudian mengecil dengan cepat setelah pelahiran. Hal ini terjadi pada partus spontan, baik aterm maupun preterm.

Perubahan-perubahan serviks pada fase 1 partus Korpus uteri, fundus, dan serviks, meskipun merupakan bagian organ yang sama, harus berespons dengan cara yang cukup berbeda selama kehamilan dan partus.

Di satu pihak, pada sebagian besar masa kehamilan, miometrium harus dapat mengembang tapi tetap tenang. Di lain pihak, serviks harus tetap tak responsive dan cukup kaku. Namun, bersamaan sengan inisiasi partus, serviks harus melunak, mengalah, dan menjadi lebih mudah melebar. Fundus harus berubah dari yang relative relaks dan tidak responsive yang khas pada sebagian besar masa kehamilan menjadi yang akan menimbulkan kontraksi yang efektif dan mendorong janin melalui serviks yang mudah membuka dan melalui jalan lahir.

Komposisi Serviks 3 komponen structural utama pada serviks: kolagen, otot polos, dan jaringan ikat atau substansi dasar.

Konstsituen serviks yang penting pada perubahan serviks saat partus adalah yang terdapat dalam matriks extraselular dan substansi dasar, glikosaminoglikan, dermatan sulfat dan asam hialuronat.

Kandungan otot polos pada serviks jauh lebih sedikit daripada kandungan di fundus, dan bervariasi secara anatomis dari 25% sampai hanya 6 %.

Pelunakan Serviks Modifikasi serviks pada fase 1 pada prinsipnya meliputi perubahanperubahan yang terjadi pada kolagen, jariangan ikat, dan substansi dasarnya. Pelunakan serviks disertai 2 perubahan yang saling melengkapis: 1. Pemecahan kolagen dan penyusunan kembali serat kolagen 2. Perubahan-perubahan jumlah relatif berbagai glikosaminoglikan.

FASE 2 UTERUS PADA PARTUS


o Fase 2 sinonim dengan persalinan aktif, yaitu kontraksi uterus yang

menghasilkan dilatasi serviks progresif dan pelahiran konseptus. o Fase 2 persalinan biasanya dibagi menjadi 3 tahapan persalinan.
Kala 1 disebut stage penipisan dan dilatasi serviks

- Dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan duasi yang cukup untuk menghasilkan penipisan dan dilatsi serviksyang progresif. - Berakhir ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat.
Kala 2 disebut stage pengeluaran janin

- Dimulai ketika dilatasi serviks sedah lengkap

- Berakhir ketika janin sudah lahir.

Kala 3 disebut stage pemisahan dan pengeluaran plasenta - Dimulai segera setelah janin lahir - Berakhir dengan lahirnya plasenta dan fetal membrane.

FASE 3 UTERUS PADA PARTUS o Fase 3 meliputi peristiwa-peristiwa nifas pemulihan ibu dari melahirkan, kontribusi ibu untuk kelangsungan hidup bayi, dan pemulihan fertilitas ibu melahirkan.
o Segera setelah pelahiran konseptus dan selama sekitar 1 jam atau

sesudahnya, miometrium harus dipertahankan pada kondisi keras dan melakukan kontraksi/retraksi menetap, yang menyebabkan kompresi pembuluh-pembuluh besar uterus dan thrombosis lumen-lumennya. Dalam cara yang terkordinasi ini, perdarahan pascapartum yang fatal dapat dicegah. o Biasanya diperlukan 4 6 minggu untuk mencapai involusi sempurna uterus; tetapi lamanya fase 3 partus bergantung pada lamanya menyusui.
o Infertilitas biasanya berlangsung terus sepanjang menyusui diteruskan

karena terjadi anovulasi dan amenore yang diinduksi laktasi (prolaktin).

II. KONTRIBUSI HORMON STEROID PADA FASE 0 PARTUS ESTROGEN

Estrogen baik secara langsung atau tidak langsung menimbulkan berbagai

perubahan pada miometrium yang meningkatkan kapasitas miometrium untuk menimbulkan daya kontraksi yang kuat; hipertrofi sel miometrium, potensial kontraktil sel miometrium, reseptor uterotonin, dan komunikabilitas sel ke sel.

Estrogen tidak bekerja secara langsung untuk menyebabkan kontraksi

miometrium; melainkan meningkatkan kapasitas untuk melakukan kontraksi yang kuat dan terkoordinasi. Kemungkinan besar, estrogen dan progesterone bekerja secara selaras untuk

meningkatkan efektivitas fase 0 partus. Estrogen bekerja sebagian dengan meningkatkan keresponsifan terhadap

progesterone. Di banyak jaringan responsif, reseptor estrogen yang bekerja melalui elemen

respons estrogen pada gen reseptor progesterone menginduksi sintesis reseptor progesterone. PROGESTERON Progesterone bekerja untuk menimbulkan dan mempertahankan fase 0 pada partus.

Anda mungkin juga menyukai