Anda di halaman 1dari 7

FOKUS UTAMA

Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jambu Ilir Kecamatan Tanjung Lubuk Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan Terhadap Filariasis

Yahya*
*Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

Abstract This study was aimed to know the level of knowledge, attitude and behavior of the community in Jambu Ilir village Ogan Komering Ilir regarding filariasis. The research was carried out in July 2008, 101 respondent of peoples in this village was interviewed drawn by Simple Random Sampling Method. Most of respondent age between 15-64 years, only graduated from elementry school and Junior High School (32,7%) were as farmers (69,3%). Although most of respondent have good attitude regarding filariasis control efforts, the lack of knowledge and the behaviour of people going outdoor and to the river the night will increase the risk of filarial infection in the study area. Keywords: Knowledge, Attitude, Behavior, Filariasis, Jambu Ilir.

Knowledge, Attitude and Behaviour of The Community in Jambu Ilir Villlage Tanjung Lubuk Sub-district Ogan Komering Ilir District Province of South Sumatera Regarding Filariasis Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Desa Jambu Ilir Kabupaten Ogan Komering Ilir terhadap filariasis. Penelitian ini telah dilakukan pada Juli 2008 dengan jumlah sampel 101 orang yang dipilih berdasarkan metode penarikan sampel acak sederhana. Umumnya responden berumur antata 15-64 tahun dengan tingkat pendidikan hanya tamat Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (32,7%) dan bekerja sebagai petani (69,3%). Meskipun sebagian besar responden memiliki sikap yang baik terhadap upaya pencegahan filariasis, tetapi rendahnya pengetahuan dan perilaku masyarakat di wilayah penelitian yang sering keluar di malam hari serta pergi ke sungai pada malam hari, dapat meningkatkan risiko infeksi cacing filaria. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Filariasis, Jambu Ilir.

PENDAHULUAN Penyakit kaki gajah atau filariasis adalah satu di antara penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang dibawa oleh nyamuk, tersebar hampir di semua pulau besar di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan permukiman transmigrasi. Selain dapat menimbulkan rasa nyeri, penyakit ini juga menyebabkan kecacatan tubuh yang permanen sehingga penderita tidak dapat bekerja dan akan menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Kerugian ekonomi akan timbul akibat menurunnya produktivitas kerja penderita filariasis. Sejak dimulainya kegiatan pemetaan penderita filariasis melalui survei cepat di Indonesia (1999), dilaporkan bahwa kasus filariasis telah meningkat dari 1.721 kasus pada tahun 1999 menjadi 6.154 kasus pada tahun 2000, yang tergolong kasus klinis akut dan kronis di 26 provinsi di Indonesia.1 Setelah itu, hingga tahun 2004 di Indonesia diperkirakan enam juta orang terinfeksi filariasis, dan dilaporkan lebih dari 8.243 di antaranya

11

merupakan penderita filariasis kronis terutama di pedesaan.2 Berdasarkan data tersebut, filariasis sudah menjadi penyakit masyarakat di Indonesia karena banyaknya daerah yang menjadi daerah endemis, baik di pedesaan maupun perkotaan. Satu di antara daerah endemis filariasis di Indonesia adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan. Sebelum tahun 2005, di Kabupaten OKI belum pernah dilaporkan adanya kasus filariasis. Pada awal tahun 2005 dilakukan pemeriksaan darah jari di Desa Jambu Ilir dan Desa Muara Baru yang berada di wilayah Kabupaten OKI. Di Desa Jambu Kecamatan Tanjung Lubuk ditemukan tujuh orang positif mikrofilaria dari jenis Brugia malayi dari 342 orang yang diperiksa, dengan microfilariae rate (Mf rate) 2,05%. Di Desa Muara Baru Kecamatan Kayuagung ditemukan tiga orang positif mikrofilaria dari 204 penduduk yang diperiksa dengan Mf rate 1,47%.3 Depkes (2002) menetapkan bahwa daerah dengan Mf rate > 1% termasuk dalam daerah endemis filariasis.4 Faktor yang berperan penting dalam penularan penyakit ini (epidemiologi filariasis) perlu diamati dalam upaya untuk memutuskan mata rantai penularannya. Satu di antara aspek epidemiologi yang perlu diketahui adalah aspek pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di daerah endemis filariasis terhadap filariasis. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) masyarakat terhadap filariasis karena di lokasi tersebut kegiatan ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat mengenai gejala, cara penularan, cara pencegahan filariasis 2) Mengetahui sikap terhadap penanggulangan filariasis 3) Mengetahui perilaku penduduk terhadap upaya penanggulangan filariasis. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Jambu Ilir Kecamatan Tanjung Lubuk Kabupaten OKI Provinsi Sumatera Selatam, pada bulan Juli 2008. Kegiatan Dalam Penelitian Penelitian ini bersifat observasional. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi. Kegiatan awal yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder mengenai penderita filariasis di Kabupaten OKI dan pengumpulan data kependudukan. Penelitian ini dilakukan dalam tiga macam kegiatan yaitu pengamatan nyamuk, parasit dan kebiasaan masyarakat. Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian mengenai kebisaan masyarakat yang berisiko dalam penularan filariasis yang dilakukan dalam bentuk pengumpulan informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap filariasis melalui wawancara dengan panduan kuesioner terstruktur. Pengumpulan Data PSP Masyarakat Terhadap Filariasis Informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap filariasis diperoleh melalui wawancara dengan panduan kuesioner terstruktur terhadap penduduk Desa Jambu Ilir yang berusia lebih dari 15 tahun dan bersedia untuk diwawancarai. Wawancara dilakukan dengan mengunjungi tempat tinggal responden. Aspek yang diukur meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai penyebab filariasis, cara penularan, cara pencegahan dan pengobatan filariasis. Data yang tertuang dalam kuesioner meliputi pendidikan, pekerjaan utama, kegiatan sehari-hari yang diduga ada kaitan dengan penularan filariasis dan menjurus kepada suatu kebiasaan. 101 (seratus satu) orang terpilih sebagai responden melalui metode simple random sampling dari total populasi 1.113 orang. Wawancara mendalam dilakukan pada satu orang penderita filariasis kronis di lokasi penelitian agar mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk menggambarkan riwayat penularan filariasis yang dialami oleh penderita.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Desa Jambu Ilir memiliki dua dusun yang dibagi menjadi delapan rukun tetangga (RT). Jarak dari ibukota kabupaten 18 km dan dari ibukota kecamatan/Puskesmas tiga kilometer dan berada pada ketinggian enam meter dari permukaan laut. Sebelah utara berbatasan dengan sungai komering dan Desa Tanjung Laut. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Suka Maju Kecamatan Teluk Gelam. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Tanjung Lubuk Kecamatan Tanjung Lubuk. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sugih Waras Kecamatan Teluk Gelam. Pada tahun 2008 jumlah penduduk di Desa Jambu Ilir 2.560 jiwa dengan 369 Kepala Keluarga (KK), luas wilayah 15,10 km2. Mayoritas penduduk tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan sebagian lagi hanya tamat hingga Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) dan bekerja sebagai petani. Keadaan lingkungan Desa Jambu Ilir sebagian besar berupa perkebunan milik penduduk yang menghasilkan buah musiman seperti durian, duku, pisang, serta persawahan. Sawah yang ada merupakan jenis sawah tadah hujan yang akan kering pada saat musim kemarau, selain itu masih ada hutan yang belum dikelola oleh penduduk. Hewan ternak yang dimiliki oleh sebagian kecil penduduk antara lain sapi, kambing dan ayam. Sebagian besar kondisi rumah berupa rumah panggung berbahan dasar kayu. Sungai Komering yang membatasi Desa Jambu Ilir dengan Desa Tanjung Laut menjadi sumber utama dalam memenuhi kebutuhan air bagi penduduk. Pada musim kemarau yang terjadi sekitar bulan Juni hingga Oktober, kondisi sungai ini sangat dangkal dan membentuk genangan-genangan air pada beberapa bagian sungai. Pada musim penghujan yang berkisar antara bulan November sampai dengan bulan Mei, rata-rata curah hujan 1.096 mm pertahun dan rata-rata hari hujan 66 hari per tahun. Curah hujan rata-rata di Kecamatan Tanjung Lubuk pada tahun 2008 dalah 155,42mm setiap bulannya dengan jumlah hari hujan rata-rata enam hari dalam setiap bulan sedangkan jumlah hari hujan terendah pada bulan Agustus (empat hari). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap filariasis Tabel 1 Distribusi Responden di Desa Jambu Ilir menurut kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan
No 1 Variabel Kelompok Umur : 15 - 24 tahun 25 - 34 tahun 35 44 tahun 45 54 tahun 55 64 tahun 65 75 tahun Jenis Kelamin : Laki laki Perempuan Pendidikan terakhir : Tidak pernah sekolah SD SMP SMA Akademi Pekerjaan : Tidak bekerja Petani Buruh Pedagang PNS/Pensiunan Lainnya n (orang) 101 Jumlah (orang) 12 13 29 28 12 7 101 42 59 101 14 33 33 19 2 101 15 70 2 5 6 3 14,9 69,3 2 5 5,9 3 13,9 32,7 32,7 18,8 2 41,6 58,4 % 11,9 12,9 28,7 27,7 11,9 6,9

13

Pada Tabel 1 tampak bahwa jumlah responden yang berhasil diwawancarai sebanyak 101 orang (42 orang laki-laki dan 59 orang perempuan). Sebagian besar responden berumur antara 35-54 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar (SD) hingga hanya Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sebagian besar responden bekerja sebagai petani (69,3%), yang biasa dilakukan antara bulan Maret hingga bulan Agustus. Selebihnya penduduk akan memanfaatkan waktunya dengan mengolah lahan yang umumnya ditanami dengan buah yang bersifat musiman. Pada saat menjelang musim panen di sawah, biasanya penduduk laki-laki dewasa akan bermalam di sawah untuk menunggu agar tanaman padi tidak dirusak binatang terutama babi hutan. Biasanya mereka tidak melakukan perlindungan khusus untuk menghindari gigitan nyamuk sehingga beresiko untuk tertular filariasis. Pada Tabel 2 tampak bahwa hampir separuh dari responden (42,6%) menyatakan belum pernah mendengar mengenai istilah kaki gajah/filariasis dan hanya 23,8% responden yang mengetahui gejala filariasis. Umumnya responden yang menyatakan mengetahui gejala filariasis menyebutkan bahwa gejalanya adalah bagian kaki yang membengkak sebelah. Beberapa penduduk menyebut penyakit dengan gejala kaki membengkak dengan istilah untut. Penduduk Serawak dan Sabah Malaysia serta penduduk di Kabupaten Tanah Grogot Kalimantan Timur juga menyebut filariasis dengan isitlah untut.5 Sebagian besar responden tidak mengetahui cara penularan filariasis (70%), hanya 21,6% responden yang menyatakan bahwa filariasis menular melalui gigitan nyamuk, selain itu ada yang menjawab bahwa filariasis merupakan penyakit keturunan (6,9%) bahkan ada responden yang menyatakan bahwa penularan terjadi lewat air yang ada di sawah. Tabel 2 Disitribusi responden berdasarkan kelompok pertanyaan mengenai pengetahuan mengenai filariasis No Pertanyaan n (orang) Jumlah (orang) % 1 Pernah mendengar istilah filariasis/kaki gajah : Pernah Tidak pernah Gejala filariasis : Tahu Tidak tahu Cara penularan filariasis : Gigitan nyamuk Bersentuhan Keturunan Tidak tahu Cara pencegahan filariasis : Tahu Tidak tahu Filariasis dapat disembuhkan : Ya Tidak Tidak tahu 101 58 43 101 24 77 101 22 2 7 70 101 37 63 101 71 19 11 70,3 18,8 10,9 37,6 62,4 21,6 2,0 6,9 69,5 23,8 76,2 42,6 57,4

Ada anggapan masyarakat bahwa penularan filariasis akan terjadi apabila ada kesamaan golongan darah dengan penderita, jadi walaupun mereka satu keluarga tetapi jika berbeda golongan darahnya maka masyarakat menganggap tidak akan terjadi penularan. Umumnya responden juga menyatakan bahwa penderita filariasis dapat disembuhkan jika dilakukan pengobatan (70,3%). Namun hanya 33,6% responden yang mengerti cara pencegahan penularan filariaisis, jawaban yang mereka berikan di antaranya dengan cara memakai kelambu dan anti nyamuk sehingga terhindar dari gigitan nyamuk.

14

Rendahnya pengetahuan tentang filariasis merupakan hal yang sangat umum dan merata di berbagai daerah dan negara. Di daerah Kumpeh Provinsi Jambi penduduk asli menganggap filariasis sebagai penyakit keturunan karena biasanya penderitanya masih satu keluarga atau tinggal dalam satu rumah. Di Malaysia dan Filipina, penduduknya mempunyai anggapan bahwa penyakit untut disebabkan oleh lendir yang ada di rumput atau bila seseorang terlalu lama berendam dalam air pada saat menggarap sawah.5 Penduduk desa Sungai Rengit Sumatera Selatan juga tidak mengetahui mengenai gejala, cara penularan maupun pencegahan dan pengobatan filariasis.6 Anorital dan Rita (2004) melaporkan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan di Tabalong Kalimantan Selatan (58,7% penduduk berpendidikan di bawah SD dan 73,9% petani), sebagian besar responden tidak mengetahui penyebab penyakit kaki gajah (50%).7 Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan kelompok pertanyaan mengenai sikap terhadap penanggulangan filariasis No Pertanyaan n (orang) Jumlah % (orang) 1 Filariasis penyakit yang berbahaya : 101 Setuju 77 76,2 Tidak setuju 16 15,8 Tidak tahu 8 7,9 2 Menghindari gigitan nyamuk dapat terhindar 101 dari filariasis : Setuju 72 71,3 Tidak setuju 9 8,9 Tidak tahu 20 20,8 3 Makan obat untuk pencegahan filariasis : 101 Setuju 85 82,2 Tidak setuju 4 4,0 Tidak tahu 12 11,9 4 Diambil darah untuk pemeriksaan filariasis : 101 Setuju 87 86,1 Tidak setuju 14 14,9 5 Ikut merawat bila ada anggota keluarga yang 101 sakit kaki gajah : Setuju 83 82,2 Tidak setuju 9 8,9 Tidak tahu 9 8,9 6 Masyarakat dilibatkan dalam pemberantasan 101 filariasis : Setuju 86 85,1 Tidak setuju 4 2,0 Tidak tahu 11 13 Sebagian besar responden di Desa Jambu Ilir bersikap positif terhadap penanggulangan filariasis (Tabel 3). Responden beranggapan bahwa penyakit kaki gajah/filariasis berbahaya (76,2%), setuju untuk diperiksa darahnya (86,1%) dan meminum obat jika ada pengobatan pencegahan filariasis (82,2%). Pada Tabel 4 tampak bahwa hampir semua responden menyatakan akan mendatangi petugas kesehatan apabila mengalami demam berulang, namun masih ada juga yang masih percaya ke dukun bila menderita sakit. Untuk menghindari gigitan nyamuk sebagian responden menggunakan kelambu (25,7%) dan anti nyamuk bakar (25,7%). Masyarakat mempunyai kebiasaan sering keluar rumah pada malam hari (79,2%) biasanya mereka berkumpul di warung atau di pos keamanana lingkungan. Sebanyak 96% responden bersedia diambil darahnya untuk pemeriksaan filariasis dan 100% responden belum pernah minum obat anti filariasis karena di Desa tersebut memang belum pernah dilakukan pengobatan massal.

15

Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan jawaban terhadap kelompok pertanyaan mengenai perilaku terhadap upaya penanggulangan filariasis No Pertanyaan n (orang) Jumlah (orang) 1 Tindakan yang dilakukan bila ada 101 keluarga demam berulang : Lapor petugas kesehatan 92 Obati sendiri 5 Ke dukun 1 Dibiarkan sembuh sendiri 3 2 Sering keluar malam hari : 101 Ya 38 Kadang- kadang 40 Tidak pernah 23 3 Cara menghindari gigitan nyamuk 101 Kelambu 26 Obat nyamuk bakar 26 Repelent 2 Jawaban lebih dari satu 47 4 Bersedia diambil darah untuk 101 pemeriksaan filariasis : ya 96 Tidak 4 Tidak tahu 1 5 Pernah minum obat anti filariasis: 101 Pernah 0 Tidak pernah 101

91,0 5,0 1,0 3,0 37,6 39,6 22,8 25,7 25,7 2,0 46,6

95 4,0 1,0 0 100

Perilaku atau kebiasaan yang kurang disadari oleh penduduk bahwa perilaku tersebut mendukung penularan filariasis misalnya kebiasaan sering keluar rumah pada malam hari hingga pukul 22.00 untuk berkumpul di warung atau menonton televisi di rumah tetangga. Kebiasaan tersebut menyebabkan penduduk rentan untuk mendapat gigitan nyamuk Mansonia uniformis karena hasil pengamatan terhadap nyamuk Ma. uniformis menunjukkan bahwa puncak kepadatan di luar rumah yaitu pukul 19.00-21.00. Ma. uniformis telah dikonfirmasi sebagai satu di antara jenis nyamuk yang berperan sebagai penular filariasis di Provinsi Sumatera Selatan.4 Selain itu penduduk juga mempunyai kebiasaan membuang hajat (buang air besar) di sungai pada malam hari karena sebagian besar rumah penduduk belum memiliki jamban. Selama berada di sungai ada resiko penduduk terpapar oleh gigitan vektor filariasis karena di sepanjang sungai yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan rumah tangga banyak ditumbuhi eceng gondok (Eichornia crassipes) yang biasanya merupakan tempat perkembangbiakan bagi nyamuk pradewasa dari genus Mansonia. KESIMPULAN DAN SARAN Tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat Desa Jambu Ilir tentang filariasis masih relatif rendah, namun sikap penduduk mengenai filariasis sudah cukup baik, meskipun demikian masih diperlukan upaya pemahaman kepada masyarakat mengenai filariasis yang bisa diwujudkan dalam bentuk suatu penyuluhan meliputi penyebab, cara penularan, cara pencegahan serta pengobatan filariasis.

16

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja, Kepala Dinas Kesehatan OKI, Baidjuri,SKM selaku Kasubdid P2PL Dinkes Kab.OKI, Burhanudin,SKM selaku Kepala Puskesmas Pangaraian Kab. OKI beserta Staf, Kepala Desa Jambu Ilir beserta staf, Bidan Desa Jambu Ilir, serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. [Depkes] Departemen Kesehatan. Laporan Situasi dan Distribusi Kasus Kronis Filariasis di Indonesia. Sub Dit. Filariasis dan Schistosomiasis Depkes. RI. Jakarta. 2000. 2. [Depkes] Departemen Kesehatan. Epidemiologi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia. Direktorat Jenderal PPM & PL. Jakarta. 2006. 3. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Laporan pemeriksaan Survei Darah Jari. Kayuagung, Sumsel. 2005. 4. [Depkes] Departemen Kesehatan. Pedoman Pemberantasan Indonesia. Direktorat Jenderal PPM & PL. Jakarta. 2002. Filariasis di

5. Kasnodihardjo, Soedomo M,. Peoples Attitude Toward Filariasis and DEC Treatment in Kumpeh Area Jambi Sumatera. Bul. Penel. Kes. 15(3): 24-28. 1987. 6. Santoso, Lasbudi PA, Reni O, Betriyon. Epidemiologi Filariasis di Desa Sungai Rengit Kec. Talang Kelapa Kab. Banyuasin. Laporan Penelitian. Loka Litbang P2B2 Baturaja. Baturaja, Sumsel. 2006. 7. Anorital, Rita MD. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Filariasis Malayi Selama Pengobatan di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Med. Penel. Pengem. Kes. 14(4): 42-50. 2004.

17

Anda mungkin juga menyukai