Anda di halaman 1dari 21

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dilakukan secara

berkelanjutan adalah melalui pembangunan kesehatan. Upaya perbaikan kesehatan antara lain dilakukan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan pemukiman dan perbaikan gizi masyarakat. Berbagai upaya pembangunan kesehatan telah di upayakan oleh pemerintah bersama masyarakat, namun penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit kusta (Depkes RI, 2005). Penyakit kusta tersebar diseluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta yaitu prevalensi rate < 1/10.000 penduduk. Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi kusta tahun 2000. Pada 1999, insidensi penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000 dan 108 kasus terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000, Word Health Organisation membuat daftar 91 negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia terdapat di India, Myanmar, dan Nepal (Depkes RI, 2005).

Pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan ke tiga setelah India dan Brazil dalam hal penyumbang jumlah penderita kusta di dunia. Walaupun ada penurunan yang cukup drastis dari jumlah kasus terdaftar, namun sesungguhnya jumlah penemuan kasus baru tidak berkurang sama sekali. Oleh karena itu, selain angka prevalensi rate, angka penemuan kasus baru juga merupakan indikator yang harus diperhatikan (Depkes RI, 2005). Pada 2002, 763.917 kasus ditemukan di seluruh dunia, dan menurut WHO pada tahun itu, 90% kasus kusta dunia terdapat di Brasil, Madagaskar, Mozambik, Tanzania dan Nepal. Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. Distribusi penyakit kusta dunia pada 2003 menunjukkan India sebagai negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan Myanmar (Depkes RI, 2005). Di Indonesia, jumlah penderita kusta dengan frekuensi tertinggi di provinsi Jawa Timur yaitu mencapai 4 per 10.000 penduduk.selanjutnya provinsi Jawa Barat mencapai 3 per 10.000 penduduk dan provinsi Sulawesi Selatan yaitu 2 per 10.000 penduduk (Depkes RI, 2002). Pada pertengahan tahun 2000, Indonesia telah mencapai eliminasi sesuai target WHO. Pada tahun 2003, distribusi kusta menurut waktu yaitu Penderita terdaftar di Indonesia pada akhir tahun Desember 2003 sebanyak 18.312 penderita yang terdiri dari 2.814 PB dan 15.498 MB dengan prevalens rate 0,86 per 10.000 penduduk terdapat di 10 provinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa

Barat, Sulawesi Selatan, Papua, NAD, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur (Depkes RI, 2005). Eliminasi kusta tingkat provinsi yang harus dicapai pada tahun 2005, tentu sangat sulit dicapai apalagi mencapai eliminasi kusta tingkat kabupaten tahun 2008 tanpa adanya dukungan dari berbagai program dan sektor terkait (Depkes RI, 2005). Penemuan penderita baru di Jawa Timur masih sangat tinggi. Pada tahun 2006 ditemukan penderita baru sebanyak 5.360 orang, dengan rincian jumlah PB. 732 dan MB.4.628, dan yang telah selesai menjalani pengobatan (RFT) tahunan 5.236, dengan Case Detection Rate (CDR) per 10.000 sebesar 1,45 %, sedangkan prevalensi rate sebesar 1,7 % (Dinkes Propinsi Jatim, 2006). Kabupaten Sampang merupakan daerah prevalensi rate tertinggi yaitu 9,44 per 10.000 penduduk, CDR 18 per 100.000 penduduk, tingkat cacat II sebesar 11%, proporsi anak sebesar 22,6%, proporsi MB sebesar 86,3%. Tingginya proporsi cacat II menunjukkan masih banyak penderita baru terlambat ditemukan, proporsi penderita anak lebih dari 5% menunjukkan tingkat penularan masih tinggi (Dinkes Propinsi Jatim, 2006). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sebagai perawat komunitas bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi kebutuhan, sumber, dan nilai yang dibutuhkan pada populasi masyarakat dengan kusta terkait dengan aspek promosi, proteksi, dan prevensi. Perawat komunitas dapat menyusun pelayanan kesehatan bagi populasi masyarakat dengan kusta dan

mengimplementasikan dan mengevaluasi terhadap program yang disusun bersama masyarakat. Menurut Swanson (1997), perawat komunitas dapat berperan dalam pencegahan terhadap penyakit menular dengan melakukan pelayanan kesehatan yang mengutamakan pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Salah satu cara yang dapat perawat komunitas lakukan untuk menjamin keberlanjutan suatu program atau pelayanan kesehatan dalam menerapkan program promosi, proteksi, dan prevensi adalah dengan membentuk kemitraan (Helvie, 1997) Dari uraian diatas, penularan kusta di indonesia yang cukup tinggi maka diperlukan stategi yang cepat tanggap dalam masalah ini, maka diperlukan sebuah aplikasi dari Community as Partner Model untuk mengkaji masalah ini untuk eredikasi dan eliminasi kusta di Indonesia. 1.2 Tujuan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui aplikasi konsep Community as Partner Model pada kasus penyakit kusta 2. Tujuan Khusus 1) Menjelaskan konsep Community as Partner Model 2) Menjelaskan kegunaan aplikasi Community as Partner Model pada kasus penyakit kusta

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pendahuluan tentang konsep community as Partner Model Perawat komunitas bertanggungjawab membantu komunitas untuk tetap

stabil mempertahankan kesehatannya dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial. Community as Partner yang didasarkan pada Nuemans model digunakan untuk pengkajian di komunitas (Anderson & McFarlane, 2000; Ervin, 2002).

2.2

Kerangka konsep community as Partner Model Model ini sebagai panduan proses keperawatan dalam pengkajian

komunitas; analisa dan diagnosa; perencanaan; implementasi komunitas yang terdiri dari tiga tingkatan pencegahan; primer, sekunder, dan tersier, dan program evaluasi (Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999). Fokus pada model ini komunitas sebagai partner dan penggunaan proses keperawatan sebagai pendekatan. Neuman memandang klien sebagai sistem terbuka dimana klien dan lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis. Menurut Neuman, untuk melindungi klien dari berbagai stressor yang dapat mengganggu keseimbangan, klien memiliki tiga garis pertahanan, yaitu fleksible line of defense, normal line of defense, dan resistance defense (lihat gambar 1).

Gambar 1. Community as Patner Model


6

Sumber : Anderson Elizabeth & McFarlane Judith. (2000). Community as partner: theory and practice in nursing. Third edition oleh Lippincott Williams & Wilkins hal: 158

Agregat klien dalam model community as partner ini meliputi intrasistem dan ekstrasistim. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Agregat ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan dan sosial, lingkungan fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane, 2000; Ervin, 2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster, 2004; Allender & Spradley, 2005). Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan sebuah populasi masyarakat adalah contoh dari line of resistance Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan menggunakan model community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

BAB III. PEMBAHASAN 3.1 Aplikasi Konsep Community as Partner Model pada kasus penyakit kusta Kusta merupakan suatu penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi (perifer) yang tanda dan gejalanya berupa bercak-bercak putih yang tidak nyeri,dan tidak mengeluarkn keringat,yang komplikasinya dapat berupa jari kaki ataupun tangan menjadi kriting sampai akhirnya putus akibat kerusakan sistem syataf perifer. Sedangkan konsep community as partner sendiri merupakan suatu model perawatan kesehatan masyarakat yang praktek, metode dan kelimuannyanya melibatkan peran parytisipasi penuh dari masyarakat dimana dalam hal ini berperan sebagai 2 konponen , yaitu sebagai mitra dan proses keperawatan. Dalam aplikasinya konsep community as partner ini dalam menyikapi kasus kusta tetap memperhatikan tiga komponen utama dari CAP sebagai acuan dalam pengkajian dalam kasus kusta, yaitu:core, subsistem, dan persepsi yang akan di bhas di bawah ini: 1. Data inti (core) Data inti ini meliputi empat hal, yaitu: a) Sejarah Dalam data ini hal-hal yang dapat dikaji adalah riwayat terbentuknya sebuah komunitas lama dan komunitas baru. Hal yang dapat dikaji antara lain: Sejarah atau asal daerah tersebut Berapa lama komunitas tersebut telah tinggal (hal ini berhubungan tentang warga asli yang menempati atau didomisili oleh pendatang) Apakah tindakan warga dalam menanggapi masalah kesehatan ,sebagai contoh kusta. b) Demografis Dalam data demografis hal yang dapat dikaji adalah distribusi masyarakat berdasarkan beberapa aspek dan berdasarkan hasil statistik. Aspek-aspek tersebut antara lain:

1. Usia Dapat terjadi pada anak, dikarenakansistem imun anak yang masih rentan dan dapat pula terjadi pada orang dewasa . Tetapi sangat jarang terjadi pada bayi 2. Status sosial Biasanya terjadi pada status sosial yang rendah yang mempengaruhi antara lain: personal hygieni rendah, dan gizi bumil. Tingkat kepadatan penduduk, pemukiman padat rumah tidak sehat. 3. Jenis kelamin Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak terserang kusta daripada wanita. 4. Suku Asia dan afrika lebih rentan dikarenakan kusta lebih sering terjadi pada negara berkembang, iklim tropis, dan sistem imun yang berbeda dengan mongoloid. 5. Tingkat pendidikan Biasanya terjadi pada masyarakat dengan tingkat pendidukan yang rendah karena tingkat pendidikan yang kurang. 6. Angka kejadian c) Etnisitas dan nilai dan kepercayaan Dalam data etnisitas ini Mencatat dan mengkaji tentang indicator-indikator kelompok etnis yang berbeda (misalnya life style, pengobatan, paradigma, bahasa). Budaya yang berbeda istiadat). a. Life Style: personal hygine kurang, sanitasi lingkungan buruk b. Pengobatan: pada suku-suku tertentu pengobatan dilakukan atau masih percaya pada dukun bukan tenaga kesehatan. c. paradigma : mayarakat tertentu masih meyakini bahwa penyakit kusta dianggap penyakit kutukan, sehingga penderita kusta dikucilkan dari lingkungan masyarakat dari masing-masing etnis (tradisi, adat

d. Bahasa: suku-suku tertentu hanya menggunakan bahasa mereka sendiri, sehingga petugas kesehatan yang datang, kesulitan dalam berkomunikasi Dalam data nilai dan keyakinan ini, Terdiri dari nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang di yakini masyarakat yang terkait dengan kesehatan dalam hal ini yaitu penyakit kusta. Nilai itu sendiri adalah hal yang di yakini dimana hal tersebut dapat membuat orang atau masyarakat dapat merasa lebih aman dan sejahtera. Oleh karena itu menurut kepercayaan sebagian besar masyarakat, orang yang menderita penyakit kusta biasanya dikucilkan lalu di asingkan (di isolasi) dari lingkungan masyarakat. Biasanya mereka yang menderita kusta ditempatkan di sebuah perkampungan khusus bagi penderita kusta. Selain itu, masyarakat juga menyakini bahwa penyakit kusta adalah sebuah kutukan dari tuhan. d) Vital statistic (data peting) Data vital ini mencerminkan mengenai dua hal yaitu: status kesehatan kelompok yang beresiko dan rentan.Hal-hal yang dapat dikaji, antara lain: Sikap dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan Ketrampilan dalam melakukan upaya preventif lebih dini Pembiayaan dan sumber-sumber dana kesehatan Pola perilaku yang tidak sehat Dalam data vital dapat berupa: Tingkat kematian Tingkat kelahiran Tingkat morbiditas Penyebab utama kesakitan dan kematian 2. Data subsistem Dalam subsistem ini ada 8 komponen yang dapat dikaji dalam kasus kusta ini, antara lain: a) Lingkungan fisik Dalam aspek lingkungan fisik hal-hal yang dapat dikaji antara lain:
10

Rumah Kepadatan penghuni rumah Luas rumah

Lingkungan Lingkungan dalam rumah : a. kebersihan rumah, b. kelembapan rumah Lingkungan luar rumah : a. kebersihan halaman, b. kepadatan populasi c. jarak antar rumah

Sanitasi Sungai : a. sumber air dipakai bersama b. MCK di satu tempat

Ventilasi Rumah : a. ventilasi rumah kurang, b.ventilasi tidak efektif

o o

Iklim Tropis dan subtropis yang panas dan lembab Manusia Sistem imun yang menurun Personal hygiene yang kurang

Letak wilayah Berkaitan dengan demografi (tinggi wilayah tersebut)

b) Pelayanan sosial dan kesehatan Dalam hal ini yang dapat dikaji antara lain: Pelayanan, yang mencakup
11

Waktu Berapa jam klien dapat mengakses pelayanan kesehatan? Ongkos Adakah jaminan kesehatan untuk mengatasi masalah kusta? Jenis pelayanan Adakah pelayanan yang berbasis rehabilitatif atau kuratif? Sumber daya Tenaga Adakah tenaga medis/non medis yang memiliki pengetahuan tentang kusta? Tempat Apakah tersedia tempat perawatan bagi penderita kusta? Fasilitas Apakah terdapat fasilitas yang mendukung dalam upaya penanganan kusta? Karakteristik pemakai Bagaimana kondisi geografis tempat tinggal klien? Adalah transportasi yang sesuai? Statistik Bagaimana kondisi ekonomi dan sosial dari klien dan pendidikan klien? Sarana kesehatan Apakah sarana kesehatan cukup tersedia dan terjangkau dalam pengaksesannya? Dalam hal transportasi ini semakin tinggi arus transportasi di suatu komunitas juga dapat berdampak buruk bagi masyarakat dimana dapat membantu penularan penyakit kusta. c) Ekonomi Ekonomi menyangkut pendapatan dari pihak yang bersangkutan. Dari pendapatan yang diperoleh akan berpengaruh terhadap keadaan penderita

12

kusta itu sendiri keadaan penderita kusta itu sendiri dan nutrisi yang diasup. Terdapat hasil penelitian ,yaitu: Suharianto (2005) , melaui penelitian retrospeksi terhadap penderita kusta rawat jalan kesehatan kulit dan kelamin menyatakan bahwa penderita kusta dialami oleh kelompok sosial ekoniomi rendah sebanyak 55.55%dengan pekerjaan tukang becak dan buruh menempati peringkat tertinggi. Ekonomi juga dapat menyangkut mengenai biaya yang dikeluarkan komunitas untuk mengadakan program eliminasi kusta di masyarakat. Selaras dengan konsep dari CAP dimana metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam meningkatkan kesehatannya, maka dari itu petugas kesehatan, khususnya perawat bersama masyarakat saling gotong royong dalam program eliminasi kusta. Yang perlu dikaji dalam subsistem ini ,yaitu: Pendapatan Pengeluaran Jumlah anak yang bersekolah Pekerjaan kepala keluarga Karakteristik pekerjaan Tingkat pengangguran Perdapatan rata-rata keluarga Perawat komunitas dapat menyusun pelayanan kesehatan bagi populasi masyarakat kusta dan mengimplemantasikan program eliminasi kusta yang disusun bersama masyarakat. Perawat komunitas dapat berperan dalam pencegahan penularan kusta dengan melakukan pelayanan kesehatan yang mengutamakan pencegahan primer daripada pencegahan sekunder dan tersier. d) Transportasi dan keamanan (keselamatan)

13

Transportasi menyangkut sarana yang dugunakan oleh masyarakat dan penderita ataupun penderita kusta dalam menjangkau tempat pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan dan pengobatan kusta. Keamanan berkaitan dengan jenis pelayanan perlindungan yang ada di komunitas tersebut, misalnya rumah perawatan bagi penderita kusta (panti rehabilitasi), suapaya mereka merasa nyaman dan tidak merasa dikucilkan. Transportasi yang tinggii juga mempengaruhi penularan penyakit kusta. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian subsistem transportasi dan keamanan (keselamatan),yaitu: 1. Transportasi Jenis transportasi yang digunakan oleh masyarakat untuk menjangkau layanan kesehatan. Transportasi yang ada dan memungkinkan untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan. 2. Keamanan Jenis pelayanan perlindungan yang ada di komunitas, misalnya tempat rehabilitaasi bagi penderita kusta. Mengenai kualitas air dan udara di lingkungan komunitas penderita kusta Mengenai jaminan keamanan kepada masyarakat dan penderita kusta di komunitas tersebut Mengenai upaya perlindungan yang dapat dilakukan oleh keluarga dan orang orang terdekat untuk pencegahan penularan kusta. e) Politik dan pemerintahan Upaya pemerintah dalam menangani penyakit kusta, antara lain: 1. Pemerintah memberikan bantuan pengobatan gratis kepada masyarakat ekonomi rendah 2. Promosi kesehatan dengan cara pemasangan poster mengenai upaya pencegahan, serta tanda dan gejala dari penyakit kusta 3. Mengidentifikasi wilayah-wilayah yang berpotensi besar terhadap kejadian kusta
14

4. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan dalam memberdayakan keluarga penderita kusta dalam perawatan atau merujuk ke pelayanan kesehatan disekitar Dengan kegiatan utama 1. Memberikan bantuan teknis dan bantuan pendanaan khususnya di bidang pemberantasan kusta dan TBC kepada departemen kesehatan 2. Mengadakan koordinasi dan membantu provinsi dalam rangka pelaksanaan program penanggulangan kusta 3. Membudayakan konsultan nasional di wilayah yang terkena kusta 4. Membantu tenaga kesehatan dalam melakukan pencegahan, penanggulangan kusta
5. Obat yang digunakan oleh penderita kusta harus dikonsumsi dengan

teratur sampai habis. Pelayan kesehatan dapat memberikan pengobatan dengan tugas yang telah diberikan ke penderita sekaligus sebagai pemantau dan pengevaluasi tentang pengobatan dari penderita kusta tersebut. 6. Selain itu juga bisa melakukan kegiatan karang taruna yang dapat dimanfaatkan sebagai media promosi tentang pencegahan kusta. f) Komunikasi Ada beberapa hal yang perlu dikaji dalam komunitas mengenai komunikasi, antara lain: 1. Apakah ada area umum dimana orang-orang berkumpul? Area umum yang digunakan masyarakat untuk berkumpul memiliki peranan penting dalam proses penyebaran penyakit kusta. Oleh karena itu diperlukan penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai penggunaan alat perlindungan diri di area umum untuk memotong rantai penyebaran penyakit kusta. 2. Apa surat kabar yang anda lihat di stan atau kios? Surat kabar yang dibaca masyarakat juga mempengaruhi proses penyebaran kusta. Ada surat kabar yang membahas mengenai kesehatan, ada juga yang tidak membahas hal itu. Dalam hal ini
15

jenis bacaan yang dibaca memiliki peran yang penting. Apabila pengetahuan masyarakat sudah cukup, penyebaran penyakit kusta dapat diantisipasi oleh masyarakat sendiri. 3. Apakah orang-orang memiliki TV dan radio? TV dan radio merupakan sarana komunikasi yang berperan penting dalam penyampaian informasi mengenai kesehatan, namun pada kenyataannya iklan tentang kusta sangat minim. Hal ini perlu diperbaiki oleh pemerintah dan tenaga kesehatan dengan mengupayakan diadakannya iklan mengenai penyakit kusta serta pengupayaan desa melek informasi dengan pengadaan internet di desa-desa. 4. Apa yang mereka lihat dan dengarkan? Stigma masyarakat mengenai penyakit kusta umumnya masih salah. Sebagian besar masyarakat masih berpikir bahwa orang yang menderita penyakit kusta harus dijauhi karena sangat mudah sekali menular. Pada kenyataannya timbulnya penyakit kusta pada seseorang itu tidak sebegitu mudahnya, ada beberapa factor yang mempengaruhi antara lain: 5. Factor sumber penularan Tipe kusta yang rentan untuk penularan secara langsung adalah tipe MB (Multi Basiler). Namun penderita kusta tipe MB inipun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. 6. Faktor kuman kusta Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh saja yang dapat menimbulkan penularan. 7. Faktor daya tahan tubuh Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian ditemukan hasil sebagai berikut. Dari 100 orang yang terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit
16

3 orang sembuh sendiri tanpa obat 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan 8. Apa saja sarana komunikasi formal dan informal? Di masyarakat ada beberapa macam sarana komunikasi yang memiliki peran penting dalam masyarakat, seperti gossip atau isu yang tersebar di masyarakat yang dapat dimulai dari berkumpulnya ibu-ibu seperti arisan, lalu sarana komunikasi yang formal adalah saat diadakannya rapat balai desa, karang taruna, dan perkumpulan dharma wanita. Selain itu jika diperhatikan, masyarakat lebih percaya kepada kader atau tokoh pemimpin desa daripada petugas kesehatan yang memberikan penyuluhan selain itu juga di pengaruhi dari bahasa yang digunakan masyarakat g) Pendidikan Dalam sub sistem pendidikan terdiri dari 2 elemen penting, yaitu : 1. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan pada masyarakat endemic kusta relative rendah Minat masyarakat terhadap pendidikan kurang sehingga pengetahuan masyarakat terhadap kusta rendah
Pandangan masyarakat terhadap pendidikan itu tidak penting dan

berorientasi pada penghasilan jadi mereka berfikir daripada sekolah yang menghabiskan biaya., lebih baik kerja sejak dini. Kurangnya penyuluhan tenaga kesehatan maupun tenaga pendidikan serta tokoh terkait tentang penyakit kusta.
Managemen masyarakt untuk modifikasi lingkungan sebagian

pencegahan penyakit kusta. 2. Sarana pendidikan Tersedianya sarana dan tenaga pendidik Jarak sarana pendidikan yang sulit dijangkau. h) rekreasi

17

Subsistem rekreasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu dan masyarakat pada waktu senggang. Pemanfaatan untuk rekreasi ini tergantung pada masing-masing individu dalam pemanfaatan waktunya agar merasa terhibur , sebagai contoh di pasar arjasa terdapat penderita kusta dan pengunjung pasar lain yang tidak menderita kusta, maka pengunjung yang tidak terkena kusta dapat berpotensi untuk tertular akibat kontak dengan penderita. Dalam hal tersebut, pasien juga membutuhkan rekreasi untuk menghibur diri, sehingga tidak bisa dilarang untuk berbaur dengan masyarakat lainnya. Solusinya adalah dengan meningkatkan personal hygieni penderita dan untuk masyarakat yang sehat lebih waspada terhadap adanya penyebaran kusta. Pada waktu senggang bisa di isi dengan kegiatan-kegiatan yang bisa menbuat masyarakat lebih produktif. Selain itu juga bisa ditawarkan wisata kerohanian untuk kesehatan spiritual. Selain itu perlu adanya perbaikan keadaan psikologis masyarakat yang mana selama ini stigma masyarakat akan penderita kusta selalu buruk dimana ada kecenderungan untuk selalu dikucilkan. 3. Persepsi Dalam aspek persepsi ini hal-hal yang dikaji perihal penyakit kusta, antara lain: Persepsi masyarakat Bagaimanakah perasaan dan penilaian masyarakat mengenai komunitas mereka? Bagaimana pendapat masyarakat mengenai permasalahan penyakit kusta di komunitas mereka? Adakah masalah-masalah lainnya selain masalah penyakit kusta yang sedang merebak di komunitas mereka? Persepsi tenaga kesehatan Pernyataan umum dari petugas kesehatan mengenai status kesehatan di komunitas tersebut berkaitan dengan adanya penyakit kusta di komunitas tersebut
18

Apa saja kelemahan dan kekuatan dari komunitas tersebut sebagai koping adanya stressor penyakit kusta di komunitas mereka? Adakah masalah lain yang teridentifikasi?

19

BAB IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Aplikasi penerapan Community as Partner dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada agregat pada kasus penyakit kusta meliputi pengkajian pada core dan 8 (delapan) subsistem (lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, pemerintah dan politik, keselamatan dan transportasi, ekonomi, pendidikan, komunikasi, dan rekreasi), serta upaya promosi yang telah dilakukan terkait dengan upaya pendidikan, pencegahan, dan perlindungan; diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 4.2 Saran 1. Perlu sosialisasi kepada masyarakat tentang kusta dan peran serta masyarakat dalam mendeteksi dan melaporkan adanya kejadian kusta, serta adanya perlindungan hukum kepada penderita kusta terkait dengan stigma dan labeling yang berdampak pada kehidupan sosial penderita dan keluarga dengan kusta.
2. Perlu disusun suatu sistem surveilance yang baik dalam melakukan deteksi

dan kontrol penyakit kusta sehingga program eredikasi dan eliminasi kusta dapat berjalan untuk mengurangi kondisi kecacatan yang sudah lanjut.

20

DAFTAR PUSTAKA Anderson & McFarlane (2000). Community as partner: theory and practice in nursing. Third edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. Dinkes Prop. Jatim. (2002). Profil Dinas Kesehatan propinsi Jawa Timur 2006. Diakses dari http://www.dinkespropjatim.org. Tanggal 15 November 2011 Depkes RI, 2002b. Buku Panduan Pelaksanaan Program P2 Kusta Bagi Unit Pelayanan Kesehata. Dit. Jen PPM & PL. Jakarta. Depkes RI , 2002c. Buku Pedoman Pemberantasan Program P2 Kusta. Dit. Jen PPM & PLP. Jakarta. Depkes RI , 2005d. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dit. Jen P2 dan PL. Jakarta.. Hitchcock J.E., Schubert P.E., dan Thomas S.A.(1999). Community health nursing caring in action. New York: Delmar Publishers. Stanhope and Lancaster.(2004). Community & public health nursing. Sixth edition. Mosby: New Jersey Helvie C.O. (1998). Advanced practice nursing in the community. California: Sage Publications Inc.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu Ok
    Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu Ok
    Dokumen6 halaman
    Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu Ok
    Maulidiyah Megasari
    100% (2)
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Dokumen22 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bahasa Indonesia
    Tugas Bahasa Indonesia
    Dokumen6 halaman
    Tugas Bahasa Indonesia
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • SPM
    SPM
    Dokumen2 halaman
    SPM
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Virus Papiloma Manusia
    Virus Papiloma Manusia
    Dokumen5 halaman
    Virus Papiloma Manusia
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi II
    Fisiologi II
    Dokumen13 halaman
    Fisiologi II
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Hepar
    Fraktur Hepar
    Dokumen4 halaman
    Fraktur Hepar
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • ROM
    ROM
    Dokumen11 halaman
    ROM
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen3 halaman
    Bab V
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen18 halaman
    Bab Ii
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Demografi
    Tugas Demografi
    Dokumen6 halaman
    Tugas Demografi
    Maulidiyah Megasari
    Belum ada peringkat