Anda di halaman 1dari 32

SUMBER PENCEMARAN

Setiap kegiatan manusia di alam ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejaheraan manusia. Kegiatan manusia yang meningkat dan juga jumlah penduduk yang terus bertambah juga akan memanfaatkan penggunaan sumberdaya alam sebagai sumber energi dan hara yang dapat mengganggu sistem energi dan sistem hara dalam lingkungan. Lingkungan juga mempunyai potensi untuk menyembuhkan kembali sistemnya apabila gangguan tersebut tidak melebihi daya dukung lingkungan, sedangkan bila terlampaui maka mulai terjadi masalah lingkungan karena kualitasnya akan menurun bahkan sampai rusak dan tak dapat diperbaiki kembali atau lingkungan telah tercemar. Lingkungan yang tercemar akan mengurangi kemanfaatannya bagi kehidupan makhluk, terutama manusia. Untuk itu sumber pencemaran harus dikenali dan kemudian dikendalikan. Bab 4 ini akan menguraikan tentang sumber pencemaran yang mempengaruhi lingkungan sosial, binaan dan alami kota Jakarta.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Undang-undang Nomor 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Jadi sesuai dengan rumusan di atas terlihat bahwa kualitas lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya dan dikelola dengan baik. Untuk itu salah satu kerangka berfikir adalah melihat lingkungan hidup itu sebagai satu kesatuan dari lingkungan hidup alam, sumberdaya alam atau ekosistim, lingkungan hidup buatan (manusia) serta lingkungan hidup sosial yang merupakan kesatuan eksistensi sosial, budaya dan sistem nilai manusia (Soeryani, 1988). Kegiatan manusia yang meningkat dan jumlah penduduk yang terus bertambah maka mulailah manusia mengganggu atau menggunakan sumberdaya alam sebagai sumber energi dan hara sehingga aktivitas manusia ini akan mengganggu sistem energi dan sistem hara dalam lingkungan. Lingkungan juga mempunyai potensi untuk menyembuhkan kembali sistemnya apabila gangguan tersebut tidak melebihi potensi penyembuhen diri dari lingkungan, sedangkan bila potensi dilampaui maka mulai terjadi masalah lingkungan karena kualitasnya akan menurun bahkan sampai rusak dan tak dapat diperbaiki kembali atau lingkungan telah tercemar. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23/1997 yang dimaksud dengan

pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Definisi yang panjang ini dapat di sederhanakan dengan melihat adanya tiga unsur dalam masalah pencemaran yaitu sumber perubahan akibat kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan dalam lingkungan dan merosotnya fungsi lingkungan untuk menunjang kehidupan. Merosotnya kualitas lingkungan juga tidak akan menjadi perhatian besar jika tidak terkait dengan kebutuhan hidup manusia sendiri sehingga bahasan tentang pencemaran dan konsep penanggulangannya lebih mengarah kepada upaya mengenai bentuk kegiatan manusia yang menjadi sumber pencemaran. Pencemaran sering pula diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk pola pengelompokannya. menurut medium Pengelompokan lingkungannya menurut dapat jenis bahan pencemar menghasilkan pencemaran biologis, kimiawi, fisik dan budaya. Pengelompokan menghasilkan pencemaran udara, air, tanah, makanan dan sosial sedangkan pengelompokan menurut sifat sumber bisa menghasilkan pencemaran primer dan pencemaran sekunder. Salah satu upaya dalam pengelolaan lingkungan adalah mengatur beban pencemaran dari sumbernya baik sumber pencemaran udara, air maupun limbah padat sehingga informasi tentang besarnya beban pencemaran dari setiap sumber amat berguna dalam upaya pengelolaan lingkungan tersebut.

4.1. 4.1.1.

4.1. 4.1.1.

Pencemaran Udara Jenis Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Kep.Meneg.KLH Nomor KEP 02/MENKLH/I/1988). Jenis-jenis pencemar udara antara lain [a] karbon monoksida, [b] debu/partikel, [c] sulfur dioksida, [d] nitrogen oksida [e] hidrokarbon. a. Karbon Monoksida (CO) Karbon Monoksida adalah suatu pencemar udara akibat pembakaran bahan yang mengandung karbon, proses industri, asap rokok, kebakaran hutan dan pembusukan sampah organik. Karbon Monoksida ini merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa. Gas CO yang dihirup oleh manusia akan menimbulkan reaksi dengan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah yang berfungsi untuk membawa oksigen (O2Hb) dari paru-paru ke seluruh tubuh serta membawa CO2 (CO2Hb) dari sel-sel tubuh ke paru-paru. Dengan adanya gas CO maka reaksi tersebut akan terganggu dimana akan terbentuk senyawaan CO Hb sehingga daya transportasi darah akan menurun. Daya ikat (afinitas) gas CO dengan Hb 200 kali lebih besar daripada afinitas oksigen (O2).
TABEL : IV.12. EFEK CO2Hb DALAM DARAH TERHADAP KESEHATAN Kadar COHb (%) <1.0 -2.0 Efek terhadap kesehatan Belum ada efek kesehatan Gejala perubahan sikap

-5.0

Berpengaruh pada sistem saraf pusat, kehilangan penglihatan berpengaruh pada jantung/perubahan detak jantung

-80.0

Sakit kepala, lumpuh, koma, sesak nafas sampai menyebabkan kematian

Sumber : Environmental Science and Technology, 1971

b.

Debu/partikel Asap, abu terbang, debu dan lain-lain adalah bentuk padat atau cairan di

udara dengan ukuran yang berbeda. Partikel dalam bentuk suspensi mempunyai ukuran 0,0002 500 mikron dan partikel dengan ukuran ini akan bertahan pada bentuknya sekitar beberapa detik sampai satu bulan. Keberadaan partikel di udara dipengaruhi oleh kecepatan partikel yang di tentukan oleh ukuran, densitas serta aliran udara. Partikel di udara ini akan mengotori benda-benda, menghalangi pandangan/sinar serta membawa gas-gas beracun ke paru-paru. Beberapa kegiatan alam seperti letusan gunung berapi, debu dan tanah yang terbawa angin merupakan salah satu sumber debu di samping kegiatan manusia seperti kegiatan pembangunan (konstruksi), pengecoran baja, pertambangan dan asap akibat pembakaran yang tidak sempurna. c. Sulfur dioksida (SO2) Pencemaran gas Sulfur Oxides (SOx) pada dasarnya terdiri dari 2 jenis gas yang tidak berwarna yaitu gas Sulfur Dioksida (SO2) dan Sulfur Trioksida (SO3). SO3 merupakan gas yang sangat reaktif. Proses pembakaran dari bahan yang mengandung Sulfur akan mengeluarkan gas SO2 dan SO3 dan sebagian besar gas yang terbentuk adalah SO2. Pembentukan gas SO3 akan tergantung pada temperatur dan biasanya jumlahnya berkisar antara 1 10 persen dari total SOx. Hanya 1/3 dari jumlah SO2 di udara berasal dari kegiatan manusia dan sisanya akibat kegiatan alam seperti letusan gunung api dalam bentuk gas H 2S yang juga merupakan senyawaan sulfur, walaupun jumlah yang ditimbulkan oleh

kegiatan manusia tidak sebesar akibat kegiatan alam, tetapi mengingat penyebarannya yang tidak luas maka akibatnya tetap berbahaya. Setiap tingkatan konsentrasi tertentu dapat berpengaruh pada manusia (Tabel IV.13).
TABEL : IV.13. EFEK SO2 TERHADAP KESEHATAN Konsentrasi SO2 3 5 ppm 8 12 ppm 20 ppm 20 ppm 20 ppm 50 100 ppm 500 ppm Sudah berbau Menimbulkan iritasi saluran pernafasan Menimbulkan iritasi pada mata Menyebabkan batuk Maksimum konsentrasi untuk pemaparan yang lama Maksimum konsentrasi untuk pemaparan selama 30 menit Berbahaya walaupun untuk pemaparan yang tidak lama Efek / dampak terhadap kesehatan

Sumber : Environmental Chemistry, 1995

Selain berdampak terhadap kesehatan, SO2 juga akan menimbulkan kerusakan pada bahan atau bangunan akibat asam sulfat yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara SO3 dengan uap air di udara, yang bisa menyebabkan terjadinya hujan asam. d. Nitrogen Oksida (NOx) Udara mengandung kurang lebih 80 persen nitrogen dan 20 persen oksigen dan pada temperatur kamar kedua gas ini sulit bereaksi. NOx adalah kelompok gas yang di atmosfer terdiri dari gas NO,NO2. Gas NO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya gas NO2 berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Sumber utama NOx selain dari aktivitas bakteri, aktivitas manusia juga merupakan konstribusi yang cukup besar. Kegiatan tersebut antara lain pembakaran arang, minyak, gas alam, bensin dan sampah.

Pengaruh NO2 terhadap tanaman yaitu timbulnya bintik-bintik pada daun (konsentrasi 1 ppm), sedangkan pada konsentrasi 3,5 ppm akan menyebabkan nekrosis atau rusaknya tenunan daun. Pengaruhnya pada manusia dapat menyebabkan iritasi, rusaknya paru-paru, bronkhitis dan menyebabkan kerentanan terhadap virus influensa. e. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon (HC) merupakan polutan primer yang terdiri atas elemen hidrogen dan karbon. Hidrokarbon di temukan dalam tiga bentuk yaitu gas, cair dan padat (pada suhu normal). Sumber HC berasal dari aktivitas geotermal (gas alam, minyak bumi) dan aktivitas manusia seperti transportasi, pembakaran gas, pembakaran minyak bumi, arang kayu, pembakaran sampah, kebakaran hutan evaporasi pelarut organik. Selain itu juga terdapat hidrokarbon aromatik yang lebih berbahaya apabila dibandingkan dengan hidrokarbon alifatik dan alisiklis. 4.1.2. 4.1.2. Sumber Pencemaran Udara

Pencemaran udara di DKI Jakarta secara umum diakibatkan oleh tiga jenis kegiatan yaitu industri pengolahan, transportasi, dan kegiatan rumah tangga atau domestik. Berdasarkan sifat kegiatannya, sumber pencemaran tersebut dibedakan menjadi : 1. 1. Sumber tetap yang berasal dari kegiatan proses industri

pengolahan, konsumsi bahan bakar dari industri dan rumah tangga (pemakaian bahan bakar dan pembakaran sampah padat ). 2. 2. Sumber bergerak yang berasal dari pembakaran bahan bakar

pada kegiatan transportasi (kendaraan bermotor, kapal terbang dan kapal laut). 3. 3. Pembuangan limbah padat atau pembakaran limbah padat

4.1.2.1. 4.1.2.1. Sumber Pencemaran dari Sumber Tetap Kegiatan industri pengolahan adalah proses aktivitas industri dengan menggunakan teknologi guna menghasilkan barang. Disamping proses produksi yang merupakan sumber pencemaran, kegiatan pembakaran bahan bakar yang dipergunakan untuk proses utilitas industri juga merupakan sumber pencemaran udara. Di wilayah DKI Jakarta terdapat berbagai jenis industri yang berpotensi mencemari udara, antara lain industri makanan, industri minuman, industri kayu dan olahan kayu, industri kimia dasar, industri mineral non logam, industri logam dasar dan sebagian industri tekstil. Dari sejumlah 3.450 industri yang tergolong besar dan sedang pada tahun 1998, sebagian industri tersebut turut memberi kontribusi terhadap pencemaran udara di DKI Jakarta, karena selain dari proses produksi, pencemaran udara pada industri pengolahan juga terjadi akibat dari pembakaran bahan bakar yang dipakai dalam proses industri untuk utilitas. Jumlah pemakaian bahan bakar bagi kegiatan tungku industri/komersial adalah batubara muda : 60.540 ton/tahun, residu minyak bumi 2.660 ton/tahun; destilasi minyak bumi : 186.080 ton/tahun, gas cair : 75.000.000 m3/tahun dan gas alam : 198.740.000 m3/tahun. Sumber pencemar tetap lainnya selain industri yaitu pembangkit tenaga listrik dan tungku domestik yang disebabkan oleh pemakaian bahan bakar minyak (BBM), jumlah pemakai BBM oleh pembangkit tenaga listrik sebesar 1.417.000 ton/tahun dan gas : 4.761.200 m3/tahun sedangkan bahan bakar yang dikonsumsi untuk tungku domestik yaitu kayu bakar : 80 ton/tahun, destilasi minyak bumi 11.110 ton/tahun : minyak tanah 1.030 ton/tahun dan gas cair : 771.000 m3/tahun. 4.1.2.2. 4.1.2.2. Sumber Pencemaran dari Sumber Bergerak Sumber pencemaran dari sumber bergerak yang terbesar dari

kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta laju pertumbuhannya mencapai 10,79 persen pertahun dan hal ini tidak seimbang dengan pertambahan badan jalan sehingga kondisi ini yang menyebabkan kemacetan lalulintas yang pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran udara. Hal ini didukung oleh adanya hubungan antara besarnya arus migrasi, sebaran kawasan perumahan, tenaga kerja yang memasuki Jakarta dan jarak ke sekolah.

Kontribusi pencemaran udara di Wilayah Propinsi DKI Jakarta salah satunya berasal dari kendaraan bermotor

Jumlah kendaraan bermotor mencapai di wilayah DKI Jakarta mencapai 3.053.189 unit kendaraan pada tahun 1998 (lihat Tabel SP-1H.1(T)). Padatnya kendaraan di DKI Jakarta ini di sebabkan oleh tingginya penggunaan kendaraan pribadi akibat masih kurangnya kendaraan umum serta banyaknya tenaga kerja yang bertempat tinggal di luar Jakarta juga akan menambah beban lalulintas di DKI Jakarta. Makin banyak jumlah kendaraan bermotor yang ada dan dipakai dengan sendirinya meningkatkan pemakaian bahan bakar. Jumlah pemakaian bahan bakar untuk kegiatan transportasi yaitu bensin sebesar 1.911.490 ton/tahun dan solar sebanyak 1.492.540 ton/tahun. Selain transportasi darat, jumlah kapal

terbang yang mendarat (255.980 kali/tahun) dan kapal laut (21.000 kali/tahun) juga merupakan sumber pencemaran. Pemakaian bahan bakar minyak bumi pada turbin gas tetap adalah : 389.390 ton/tahun. 4.1.2.3. 4.1.2.3. Sumber Pencemaran dari Pembuangan Limbah Padat Pembuangan limbah

padat terutama limbah domestik yang dibakar merupakan sumber pencemaran udara. Jenis pembakaran yaitu pembakaran terbuka dan pembakaran yang menggunakan pembakar/incenerator.
Program zero waste adalah suatu program andalan upaya pengendalian sampah di DKI Jakarta

tungku

Sumber udara lainnya

pencemaran adalah

pembakaran dari limbah padat terutama limbah domestik. Sistim pembakaran yang umumnya secara terbuka dan menggunakan tungku pembakar/incenerator. Berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 1998 di DKI Jakarta masih ditemukan adanya masyarakat yang membakar sampah secara terbuka. Jumlah limbah padat (domestik) yang dibakar secara terbuka yaitu sebesar 82.520 ton/tahun dan yang dibakar dalam tungku (incenerator) sebesar 19.960 ton/tahun dan dari limbah industri sebesar 38.490 ton/tahun. 4.1.3. 4.1.3. Beban Awal Pencemaran Udara dari Sumber

Perhitungan beban pencemaran udara dari sumber dipengaruhi oleh : [a] Jenis proses dan Jumlah Produksi, [b] Konsumsi Bahan Bakar, [c] Faktor Pencemaran udara, [d] Persentase berat kandungan debu dalam bahan bakar, [e] Persentase Berat kandungan sulfur dalam bahan bakar, [f] Iklim, arah dan kecepatan angin, dan [g] Tingginya cerobong.

Gambaran beban pencemaran udara di DKI Jakarta di-bagi atas beban pencemaran dari proses industri pengolahan (Tabel SP-1A), beban pencemaran dari pemakaian bahan bakar industri (Tabel SP-1B), beban pencemaran dari pemakaian bahan bakar kegiatan transportasi (Tabel SP-1C) dan beban pencemaran akibat pembakaran sampah padat domestik (Tabel SP-1D). Dasar mengacu pada perhitungan data yang

bersumber dari Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, pedoman Umum Penyusunan NKLD serta hasil penelitian. Adanya faktor keterbatasan udara
Kegiatan industri menjadi salah kontribusi pencemar di DKI Jakarta satu

data baik dalam ketersediaan pencemaran maupun konversi dari satuan produksi serta data tentang industri adalah salah satu kendala yang dihadapi Tim NKLD untuk menghitung beban pencemaran secara lengkap. Berdasarkan perhitungan, beban awal (Sebelum Pengolahan Limbah) pencemaran udara menurut sumbernya disajikan dalam Tabel SP-1G yang di ringkas dalam gambar berikut ini :
GAMBAR : IV.21. BEBAN AWAL PENCEMARAN UDARA MENURUT SUMBER (TON/TAHUN)

800000,00 700000,00

Beban Pencemaran

600000,00 500000,00 400000,00 300000,00 200000,00 100000,00 0,00 Debu SO2 NOx HC CO A B C D

Jenis Pencemaran

Keterangan :

Data diolah dari Tabel SP-1G A : Sumber Tetap B : Industri Pengolahan C : Sumber Bergerak D : Pembuangan/pembakaran Limbah Padat

Grafik diatas memperlihatkan beban debu yang terbesar berasal dari industri pengolahan yaitu sebesar 66.650,69 ton/tahun (69,36 %), beban SO2 tertinggi bersumber dari sumber bergerak sebagai akibat pembakaran bahan bakar yaitu sebesar 547.998,95 to/tahun (82,28 %), beban Nox tertinggi dari sumber tetap sebesar 175.556,61 ton/tahun (44,46 %), beban HC tertinggi dari sumber bergerak (transportasi) sebesar 38.485,52 ton/tahun (79,61 %) dan untuk parameter CO beban terbesar juga berasal dari sumber bergerak yaitu sebesar 796.288,92 ton/tahun (87,33 %). Gambaran distribusi pencemaran berdasarkan jenis pencemar dari sumber-sumber pencemaran adalah sebagai berikut : 1. Beban Awal Pencemaran Debu Beban pencemaran debu menurut sumber disajikan dalam Tabel SP-1G. Beban awal debu dari sumber tetap yaitu sebesar 20.099,08 ton/tahun (20,92 %), sumber bergerak sebesar 8.097,20 (8,2 %), industri pengolahan

sebesar 66.650,69 ton/tahun (69,39 %) dan dari pembakaran sampah sebesar 1.248,24 ton/tahun (1,30 %). Tingginya debu dari industri pengolahan berasal dari proses industri logam dasar (pengecoran besi dan baja) dan industri tekstil. 2. Beban Awal Gas Sulfur Oksida (SO2) Beban awal gas SO2 dari sumbernya sebagai akibat pembakaran bahan bakar yang mengandung Sulfur. Kadar Sulfur dalam bahan bakar untuk kendaraan bermotor premium : 0,015 persen wt; premix : 0,019 persen wt; Super : TT : 0,008 persen wt dan solar : 0,396 persen wt. Dalam bahan bakar untuk kegiatan sumber tidak bergerak kadar Sulfur dalam kerosene : 0,11 persen wt; HSO : 0,27 persen wt; IDO : 0,54 persen wt; MFO : 2,23 persen wt dan batu bara: 0,95 persen wt (The Study on The Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, 1997).
GAMBAR : IV.22. BEBAN AWAL PENCEMARAN SO2 MENURUT SUMBERNYA (TON/TAHUN)
600.000,00 547.998,95

Beban Pencemaran

500.000,00 400.000,00 300.000,00 200.000,00 100.000,00 1.805,80 0,00 A B C D 114,32 116.115,66

Sumber Pencemaran

Keterangan : A : Sumber Tetap C : Industri Pengolahan

B : Sumber Bergerak D : Pembuangan/pembakaran Limbah Padat

Grafik diatas memperlihatkan bahwa konstribusi pencemaran SO2 berasal dari sumber tetap dan sumber bergerak, hal ini diakibatkan dari aktivitas pembakaran bahan bakar (seperti yang telah di ketahui bahwa BBM yang

dipakai di Indonesia tergolong berkadar sulfur cukup tinggi). Distribusinya yaitu sumber tetap: 116.115,66 ton/tahun (17,43 %), sumber bergerak 547.998,95 ton/tahun (82,28 %), industri pengolahan: 1.805,80 ton/tahun (0,27 %) dan pembakaran limbah padat sebesar 114,32 ton/tahun. 3. Beban awal gas NOx Nitrogen Oksida (NOx), mewakili NO dan NO2 adalah gas berwarna merah kecoklatan dengan bau tajam. NOx bersumber dari pembakaran bahan bakar, pembangkit tenaga dan proses industri kimia. Hasil perhitungan beban awal pencemaran NOx menghasilkan beban NOx dari sumber tetap sebesar 175.556,61 ton/tahun (44,46 %), sumber bergerak: 43.389,45 ton/tahun (10,99 %), industri pengolahan : 4,50 ton/tahun dan pembakaran limbah padat sebesar 315,99 ton/tahun. 4. Beban awal gas Karbon monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) Pembakaran yang tidak sempurna dari proses pembakaran bahan bakar akan menimbulkan gas CO dan HC yang tinggi dan hal ini sering terjadi pada proses pembakaran dari kendaraan bermotor terutama kendaraan yang kurang pemeliharaannya. Kondisi ini terlihat dari hasil perhitungan kadar CO dan HC yang dihasilkan dari berbagai sumber yang memperlihatkan bahwa sumber yang tertinggi adalah transportasi. Hasil perhitungan awal beban pencemaran CO dan HC dari berbagai sumber dapat dilihat pada grafik berikut ini :
GAMBAR : IV.23. BEBAN AWAL PENCEMARAN CO DAN HC MENURUT SUMBERNYA HC (TON/TAHUN) CO (TON/TAHUN)

40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 A B C D Sumber Pencem aran

800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 A B C D Sum ber Pencemaran

Beban Pencemaran

Keterangan : A : Sumber Tetap C : Industri Pengolahan

B : Sumber Bergerak D : Pembuangan/pembakaran Limbah Padat

Grafik diatas memperlihatkan beban pencemaran CO dari transportasi (sumber bergerak) sebesar 796.299,92 ton/tahun (87,33 %), sumber tetap : 16.775,62 ton/tahun (0,18 %), industri pengolahan : 94.515,35 ton/tahun (10,37 %) dan pembuangan limbah padat sebesar 4.200,04 ton/tahun. Beban pencemaran HC dari sumber bergerak 38.485,52 ton/tahun (79,61%), sumber tetap sebesar 3.787,42 ton/tahun (7,82 %), industri pengolahan 4.530,90 ton/tahun (9,37 %) dan pembuangan limbah padat/pembakaran sampah; 1.541,45 ton/tahun (3,8 %). Tingginya beban CO dan HC akibat kegiatan transportasi akan semakin meningkat bila jumlah kendaraan semakin banyak sedangkan prasarana jalan kenaikannya terbatas, sehingga kemacetan akan bertambah. Buruknya sarana transportasi umum juga mendorong masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. Beban pencemaran akibat transportasi selain dipengaruhi oleh jumlah kendaraan juga dipengaruhi oleh jenis kendaraan, komposisi bahan bakar, konsumsi bahan bakar serta kecepatan kendaraan. 4.1.4. 4.1.4. Pengendalian Pencemaran Udara

Pengendalian pencemaran udara adalah suatu upaya yang bermaksud menurunkan jumlah dan kadar pencemaran udara dari sumber.

Beban Pencemaran

Kegiatan/upaya tersebut antara lain : 1. 1. Pemasangan alat

pengendalian

pencemaran

(disebut end of pipe treatment), dimana bahan pencemar tidak dikeluarkan tetapi dikumpulkan, misalnya scrubber, saringan atau limbah ditangani skimmer. padat Penggunaan yang baik perlu dan sistem ini masih menghasilkan dengan
Upaya Pemda DKI Jakarta dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya udara bersih adalah melakukan pemasangan stiker dan penyebaran leaflet bagi pengendara kendaraan bermotor

benar agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan lainnya. 2. 2. sama Netralisasi pencemaran. Beberapa pencemar bisa dihilangkan sekali secara biologis atau kimiawi, misalnya aerasi

menghilangkan larutan biologis dengan percepatan proses pembusukan. 3. 3. Daur ulang limbah, memanfaatkan limbah secara ekonomis

dalam proses sendiri atau dalam proses lain. 4. 4. Pencegahan limbah, misalnya penutupan bocoran, pencegahan

tumpukan limbah atau pemakaian kemasan yang dapat dipakai kembali. 5. 5. Khusus bagi kendaraan menambahkan bermotor, catalityic untuk mengurangi bagi

pencemaran (Pb). 6. 6.

dengan

convector

kendaraan yang menggunakan bahan bakar tidak menggunakan timbal

Mengganti bahan bakar kendaraan dengan bensin tanpa timbal

dan berkadar sulfur rendah atau bahan bakar gas. Dengan mengacu pada hasil penelitian dan hasil pengawasan yang dilaksanakan terhadap emisi dari industri, kendaraan maupun dari sumber tetap adalah sebagai berikut :

TABEL : IV.14. TINGKAT PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA Jenis Sumber 1. Sumber tetap 2. Sumber bergerak 3. Industri pengolahan 4. Pembuangan limbah padat Keterangan : Hasil Olahan Tim NKLD 1999 Tingkat Pengendalian 25 90% 75 90% 85% 0 75%

Berdasarkan upaya pengendalian yang telah dilaksanakan, maka perkiraan pencemaran udara setelah pengendalian (beban akhir) adalah sebagai berikut :
GAMBAR : IV.24. PERKIRAAN PENCEMARAN UDARA BEBAN AKHIR MENURUT SUMBER DAN JENISNYA
600000

Beban Pencemaran (ton/tahun)

500000 400000 Debu 300000 200000 100000 0 A B C D SO2 NO HC CO

Sumber Pencemaran

Sumber : Bapedalda DKI Jakarta Keterangan : A : Sumber Tetap B : Sumber Bergerak C : Industri Pengolahan D : Pembuangan/pembakaran Limbah Padat

Grafik diatas memperlihatkan bahwa penurunan terbesar terjadi pada sumber tetap sedangkan pada pembakaran limbah padat tidak terlihat adanya

penurunan. Perkiraan beban pencemaran setelah pengendalian (beban akhir) menurut sumber yaitu : a) Sumber tetap; debu : 16.777,29 ton/tahun; SO 2 : 103.931,67 ton/tahun; NOx : 59.421,35 ton/tahun; CO : 14.700,30 ton/tahun; CO2 : 196.576.163,40 ton/tahun. b) Sumber bergerak; beban debu : 6.144,07 ton/tahun; SO2 : 411.139,92 ton/tahun; NOx : 33.219,12 ton/tahun; HC : 30.163,85 ton/tahun; CO : 599.180,11 ton/tahun; CO2 : 9.471.544,58 ton/tahun. c) Industri pengolahan; beban debu : 56.653,09 ton/tahun; SO2 : 1.354,35 ton/tahun; NOx : 3,42 ton/tahun; HC : 3.398,18 ton/tahun; CO : 70.886,51 ton/tahun. d) Beban dari pembuangan/pembakaran limbah padat untuk debu : 936,18 ton/tahun; SO2 : 57,16 ton/tahun; NO : 158,0 ton/tahun; HC : 770,73 ton/tahun dan CO : 2.100,02 ton/tahun.

4.2.

4.2.

Pencemaran Air Air merupakan salah

satu sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh makhluk hidup itu air untuk menopang untuk kelangsungan hidupnya. Selain dibutuhkan kelangsungan proses industri, kegiatan perikanan, pertanian dan peternakan. Oleh karena itu
Dalam menambah pengetahuan dan wawasan bagi tenaga pengendali lingkungan, tugas pokok yang harus dilakukan adalah deteksi dini

apabila air tidak dikelola dengan baik dan keliru akan menimbulkan kerusakan

maupun kehancuran bagi makhluk hidup. Secara alami sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan yang mempunyai daya regenerasi mengikuti suatu daur ulang yang disebut daur hydrologi (Suryani, 1987). Air yang sangat terbatas ini pada umumnya oleh manusia dipergunakan untuk kebutuhan domestik, industri,

pembangkit tenaga listrik, pertanian, perikanan, rekreasi. Word Health Organization (WHO) dalam pernyataannya yang berkaitan dengan air The Best of All Thing is Water menunjukan bahwa air itu sangat penting bagi seluruh kehidupan dan selalu dipandang sebagai barang yang sangat berharga sehingga perlu dijaga, dilindungi dan dilestarikan. Dalam memenuhi kebutuhan air bersih di DKI Jakarta, PDAM DKI Jakarta sampai saat ini baru dapat menyediakan air dengan kapasitas 15.230 liter/detik (PDAM DKI Jakarta ,1996) atau baru dapat melayani 53,5 persen penduduk DKI Jakarta. Akibatnya masih banyak penduduk dan industri yang memanfaatkan air tanah sebagai air bersih maupun untuk proses produksi. 4.2.1 4.2.1 Jenis Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Pelaksanakan penilaian terhadap kualitas air, yaitu membandingkan beberapa ukuran/parameter kunci dengan bakumutu yang ditetapkan. Jenis ukuran pencemaran air antara lain : 1. Kebutuhan oksigen untuk proses biologi (BOD) Dalam air buangan terdapat zat organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan unsur tambahan yang lain seperti nitrogen, belerang, dll dimana unsur-unsur tersebut cenderung menyerap oksigen. Oksigen itu dibutuhkan bagi mikroba untuk kehidupannya dan untuk menguraikan senyawaan organik tersebut sehingga kadar oksigen akan menurun yang menyebabkan air menjadi keruh dan berbau.

2.

Kebutuhan Oksigen Kimiawi Bentuk lain untuk mengukur kebutuhan oksigen adalah ukuran COD atau

kebutuhan oksigen kimiawi. Nilai COD ini akan menunjukan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menguraikan kandungan bahan organik dalam air secara kimiawi khususnya bagi senyawaan organik yang tidak dapat teruraikan karena proses biologis, sehingga dibutuhkan bantuan pereaksi oksidator sebagai sumber oksigen. 3. Lemak dan Minyak Lemak dan minyak ditemukan mengapung diatas permukaan air meskipun sebagian terdapat dibawah permukaan air. Lemak dan minyak merupakan senyawa ester dari turunan alkohol yang tersusun dari atom karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak sukar diuraikan oleh bakteri tetapi dapat dihidrolisa oleh alkali sehingga membentuk senyawa sabun yang mudah larut. Adanya minyak dan lemak dipermukaan air akan menghambat proses biologis dalam air sehingga tidak terjadi proses fotosintesa. 4. Nitrogen Gas yang tidak berwarna dan tidak beracun, dalam air pada umumnya terdapat dalam bentuk organik dan bakteri merubahnya menjadi ammonia. Dalam kondisi aeribik dan dalam waktu tertentu bakteri dapat mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan nirtat. 5. Suspended Solids (SS) Padatan tersuspensi (SS) dalam air atau padatan tidak terlarut dalam air adalah senyawa kimia yang terdapat dalam air baik dalam keadaan melayang, terapung maupun mengendap. Senyawa ini dijumpai dalam bentuk organik maupun anorganik. Padatan tidak terlarut ini menyebabkan air berwarna keruh. 6. Total Disolved Solid (TDS)

Padatan terlarut dalam air (TDS) banyak ditemukan dalam air adalah golongan senyawa alkali seperti karbonat, bikarbonat, dan hidroksida. 4.2.2. 4.2.2. Sumber Pencemaran Air

Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar kecilnya pencemaran akan tergantung dari jumlah dan kualitas limbah yang dibuang kesungai, baik limbah padat maupun cair. Berdasarkan jenis kegiatannya maka sumber pencemaran air dibedakan menjadi : a. Effluent industri pengolahan Effluent adalah pencurahan limbah cair yang masuk kedalam air bersumber dari pembuangan sisa produksi, lahan pertanian, peternakan dan kegiatan domestik. Dari hasil statistik industri di DKI Jakarta, sumber industri pengolahan yang menjadi sumber pencemaran air yaitu agro industri (peternakan sapi, babi dan kambing), industri pengolahan makanan, industri miniman, industri tekstil, industri kulit, industri kimia dasar, industri mineral non logam, industri logam dasar, industri hasil olahan logam dan industri listrik dan gas. b. Sumber domestik/buangan rumah tangga Menurut peraturan Menteri Kesehatan, yang dimaksud dengan buangan rumah tangga adalah buangan yang berasal bukan dari industri melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah sakit. 4.2.3. 4.2.3. Beban Awal Pencemaran Air

Perhitungan beban awal (sebelum pengolahan) pencemaran air dari berbagai sumber dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (a) jumlah binatang

(khusus untuk agro industri), (b) Jenis industri dan jumlah produksi, (c) jumlah penduduk, untuk limbah domestik, (d) Faktor pencemaran, (e) Volume limbah yang dibuang. Dasar perhitungan beban awal yaitu mengacu pada data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta untuk jenis industri, jumlah produksi, jumlah penduduk serta faktor pencemaran dari Buku Pedoman Penyusunan NKLD. 1. Volume limbah cair Volume limbah cair dari berbagai sumber adalah sebagai berikut :
GAMBAR : IV.25. VOLUME AWALLIMBAH AIR BERDASARKAN SUMBERNYA

1.600.000.000

1.479.096.330

Volume Limbah Cair (m3/th)

1.400.000.000 1.200.000.000 1.000.000.000 800.000.000 600.000.000 400.000.000 200.000.000 0 A B C 241.000 36.337.210

Sumber Pencemaran

Sumber Keterangan

: Bapedalda DKI Jakarta : A : Argo Industri B : Industri Pengolahan

C : Sumber Domestik

Sumber limbah cair yang mengeluarkan limbah cair terbesar adalah industri tekstil (93 persen dari total pembuangan industri pengolahan). 2. Beban awal pencemaran air Beban awal pencemaran air di DKI Jakarta dibagi atas beban pencemaran dari kegiatan agro industri, industri pengolahan dan kegiatan

domestik. Besarnya beban awal pencemaran air dapat dilihat pada Gambar IV.26 berikut ini.
GAMBAR : IV.26. BEBAN AWAL PENCEMARAN AIR MENURUT SUMBER DAN JENISNYA
1.200.000 1.182.960 1.080.172

Beban Pencemaran (ton/th)

1.000.000 800.000 620.098 600.000 400.000 200.000 5.838 0 BOD COD SS 34346,13

A B C

79643,2 22.646

79643,2

Jenis Pencemaran

Sumber Keterangan

: Bapedalda DKI Jakarta : A : Industri Pengolahan

B : Argo Industri

C : Sumber Domestik

Beban total pencemaran air ditinjau dari beban BOD, COD dan SS dari sumber agro industri, industri pengolahan dan domestik yaitu BOD : 1.223.144,34 ton/tahun; COD : 1.159.815,06 ton/tahun dan SS : 722.587,34 ton/tahun. Beban unsur lainnya yang terukur yaitu Total Disolved Solid (TDS) : 1.753.924,91 ton/tahun; minyak dan lemak : 12.757,08 ton/tahun dan Nitrogen : 21.571,75 ton/tahun. Potensi pencemaran air yang terbesar adalah kegiatan Industri Pengolahan ( 90 persen dari beban pencemaran air), sehingga pengelolaan limbah cair yang berasal dari kegiatan industri harus merupakan kewajiban bagi setiap penanggung jawab agar limbah cairnya memenuhi baku mutu sebelum di buang ke badan air. Potensi pencemaran air berasal dari kegiatan industri pengolahan yaitu

1.182.960,29 ton/tahun. Beban awal COD dari sumber pencemaran kegiatan agro industri tidak dapat dihitung karena belum ada faktor pencemarannya, sedangkan faktor pencemaran untuk domestik adalah 16 kg/orang (tidak ada saluran limbah) dan 44 kg/orang yang ada saluran limbah. Di wilayah DKI Jakarta saat ini sistem saluran limbah baru tersedia di Kelurahan Setiabudi. Jakarta Selatan dengan jumlah pelanggan sebanyak 200.000 orang. Hasil perhitungan beban awal COD, dari sumber industri pengolahan sebesar 1.080.171,86 ton/tahun dan sumber domestik sebesar 79.643,20 ton/tahun. Beban awal zat padat tersuspensi (SS), disutribusinya adalah

620.298,24 ton/tahun dari industri pengolahan, kegiatan domestik sebesar 79.643,20 ton/tahun dan dari kegiatan agro industri : 22.645,90 ton/tahun. 4.2.4. 4.2.4. Upaya Upaya Pengendalian Pencemaran Air penurunan

beban limbah khususnya dari kegiatan industri pengolahan dilakukan melalui Program Kali Bersih Hasil (Prokasih) evaluasi dari yang peserta
Penanganan limbah yang tidak tertata menjadi kontribusi dalam penambah beban pencemaran

dilaksanakan sejak tahun 1989. Prokasih DKI Jakarta terhadap upaya penurunan beban limbah terlihat dari upaya setiap peserta untuk membuat unit pengolah limbah dengan effisiensi rata-rata sebesar 75 persen dan adanya upaya minimasi limbah sebesar 10 persen.

Dalam kegiatan agro industri upaya pengendalian limbah cair masih sangat rendah, ditandai dengan seringnya terjadi kasus pencemaran dilokasi peternakan. Pada kegiatan domestik, secara umum di DKI Jakarta untuk kegiatan cuci dan mandi masih membuang secara langsung ke sungai sedangkan untuk limbah toilet di tampung dalam septik tank dengan sistem rembesan atau overflow. Adanya sistem saluran drainase (sewerage sistem) baru pada Kelurahan Setiabudi, Jakarta Selatan sebagai daerah percontohan. Efisiensi yang dicapai untuk pengolahan terpadu limbah domestik sebesar kurang lebih 80 persen. Upaya lainnya yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta antara lain dengan meningkatkan pengawasan secara berkala melalui kewajiban dari setiap penanggungjawab kegiatan untuk memeriksakan limbah cairnya setiap 3 bulan ke Laboratorium BAPEDALDA DKI Jakarta serta melaksanakan swapantau disamping meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan RKL/RPL kegiatan wajib Andal serta UKL/UPL dari kegiatan tidak wajib Andal oleh Instansi Pembina (Dinas Perindustrian, Dinas Parawisata, Dinas Kesehatan, BKPMD,dll). Dengan adanya upaya pengendalian terhadap limbah cair dari sumbersumber kegiatan tersebut maka beban limbah yang akan di buang kebadan air akan berkurang. Perkiraan beban akhir (setelah upaya pengolahan) atau beban yang akan dibuang ke lingkungan khususnya badan air untuk unsur BOD sebesar 275.608,52 ton/tahun; COD : 289.770,60 ton/tahun dan SS : 223.312,93 ton/tahun. Volume limbah cair sebesar 920.378,23 m3/tahun. Besarnya beban limbah cair yang masuk kebadan air ini akan berpengaruh terhadap kualitas air sungai sebagai badan air penerima. Besarnya dampak yang timbul akan tergantung selain dari beban limbah yang diterima juga dari debit air sungai.

Sungai-sungai di Wilayah DKI Jakarta seluruhnya berasal dari Jawa Barat, sehingga selain menampung beban limbah akibat kegiatan di DKI Jakarta sudah membawa limbah dari BOTABEK. Debit yang masuk ke Wilayah DKI Jakarta juga sangat tergantung dari pengaturan pintu air yang ada di Jawa Barat, sehingga kadang-kadang ada beberapa sungai di DKI Jakarta yang debitnya hampir nol, akibatnya seluruh air yang mengalir di sungai tersebut adalah limbah cair sehingga kualitasnya menjadi buruk. Selain melaksanakan pengawasan terhadap sumber-sumber pencemaran (Prokasih), Pemda DKI Jakarta juga melaksanakan upaya-upaya peningkatan/perbaikan sungai; sosialisasi kebersihan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat.

4.3.

4.3.

Pencemaran Limbah Padat

Sumber limbah padat di wilayah DKI Jakarta berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Komposisi sampah di wilayah DKI Jakarta dimaksud disajikan dalam tabel dibawah ini.
TABEL : IV.15. KOMPOSISI SAMPAH DI DKI JAKARTA Komposisi 1995/1996 (%) 1. Kertas 2. Kayu 3. Kain 4. Karet/kulit tiruan 5. Plastik 6. Metal 7. Gelas/kaca 8. Organik 9. Bakteri, kulit telur, dll 10.18 0.98 1.57 0.55 7.86 2.04 1.75 74.21 0.86 Tahun 1999/2000 (%) 10.11 3.12 2.45 0.55 11.08 1.90 1.63 65.05 4.11

Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta

Pola pengelolaan kebersihan di DKI Jakarta dapat digambarkan sebagai berikut :

Dilihat dari komposisi sampah di DKI Jakarta terlihat bahwa secara umum sampah terdiri dari sampah organik (65,05 %) dan unorganik (34.95 %). Dari perbandingan komposisi sampah pada tahun 1995/1996 dan 1997/1998 terlihat adanya kenaikan jenis sampah plastik, kayu dan kain sedangkan sampah organik menurun. Berdasarkan hasil perhitungan berdasarkan jumlah penduduk, jumlah limbah domestik dari rumah tangga adalah sebesar 3.755.520,0 ton/tahun; lumpur dari septic tank sebesar 45.843,86 ton/tahun dan yang bersumber dari industri pengolahan sebesar 439.219,59 ton/tahun. Dengan sarana dan prasarana yang ada pada Dinas kebersihan DKI

Jakarta yaitu truk sampah sebanyak 728 buah; gerobak sampah :6.739 buah; gerobak celeng : 2.129 buah; truk tinja : 122 buah; mobil toilet : 24 buah, pelayanan terhadap penanganan sampah baru mencapai 85 persen dari total sampah dan sisanya (15 %) ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai dan dimanfaatkan untuk proses komposing. Lokasi pembuangan akhir

(LPA) sampah dari DKI Jakarta di Bantar Gebang Bekasi seluas 108 Ha, dapat menampung sampah sebanyak 18.000 dibuang m3/hari, jumlah besar lebih tetapi sampah dari pada yang 18.000 realisasinya

m3/hari disamping juga menampung buangan dari Kabupaten Bekasi. Hal Pengelolaan kebersihan sampah di DKI ini mempengaruhi operasional dari Jakarta selain menggunakan tenaga Dinas LPA sehingga proses sanitary
Kebersihan juga melibatkan pihak swasta

landfill tidak dapat diterapkan secara sempurna. Hal lain yang juga mempengaruhi operasional di LPA adalah banyaknya pemulung (di perkirakan berjumlah 5.000 orang) yang bertempat tinggal di sekitar LPA dengan kondisi rumah dan sanitasi yang tidak memadai. Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain : 1. 1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan

effisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang. 2. 2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai

dengan prosedur sanitary landfill.

3.

3.

Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air

bersih, Puskesmas dan ambulance. 4. 4. LPA. Beban limbah padat dari industri pengolahan umumnya yang berbentuk sampah organik akan ditangani oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta sedangkan sampah berbahaya dan beracun (B-3) akan diolah di tempat Pengolahan Limbah B-3. Cileungsi, Bogor. Secara umum limbah padat industri sudah ditangani sebanyak 75 persen dibawah pengawasan atau wewenang Pemerintah Pusat. Beban padat dalam bentuk lumpur dari septik tank, penanganannya melalui penyedotan oleh Dinas Kebersihan dan lumpurnya diolah di instasi Pengolahan Air Kotor (IPAK) yang akan diolah secara pengendapan, aerasi dan pengeringan lumpur (drying bed). IPAK yang ada di DKI Jakarta yaitu IPAK Pulo Gebang, kapasitas 300 m3/hari dan IPAK Duri Kosambi dengan kapasitas 300 m3/hari. Mengingat keterbatasan IPAK yang ada, maka di perkirakan jumlah lumpur yang dapat ditangani baru mencapai 75 persen dari total lumpur yang dihasilkan. Dampak atas 25 persen lumpur tersebut adalah mencemari tempat pembuangan yang biasanya dibuang di saluran atau sungai bahkan mungkin laut. Bentuk atau wujud pencemarannya bisa berupa mengeruhkan air, bau tidak sedap, meningkatkan BOD, COD, bahkan Fecal Coli. Dengan dasar persentasi penanganan limbah padat tersebut maka masih ada limbah padat yang belum tertangani yaitu sejumlah 1.236.149,78 ton/tahun yang terdiri atas 575.345,66 ton/tahun limbah padat domestik, 11.460,97 ton/tahun limbah lumpur dan limbah industri pengolahan sebesar 649.343,15 ton/tahun. Yang dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak segera ditangani dengan baik. Mengatur para pemulung agar tidak menganggu operasional

4.4.

4.4.

Pencemaran Bahan Berbahaya Beracun

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 dan 19 Tahun 1995 yang dimaksud dengan limbah B-3 adalah limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau membahayakan kesehatan manusia. Karakteristik limbah B3 adalah : Mudah meledak Mudah terbakar Bersifat reaktif Beracun Menyebabkan infeksi Bersifat korosif

Limbah lainnya yang bila diuji dengan metoda toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Dengan mengacu pada kriteria limbah B3 yang di keluarkan oleh Bapedal, maka potensi sumber penghasil limbah B3 di DKI Jakarta adalah : a. Industri kecil Berdasarkan data Dinas Perindustrian DKI Jakarta pada tahun 1998 jumlah industri kecil yang di perkirakan potensial menghasilkan limbah B3 sebanyak 1.633 buah yang terdiri atas : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) b. Percetakan : Elektroplating : Penyamakan kulit : Cat : Batik : Tinta cetak : Loundry : Sablon : Zat warna : Bahan agrokimia : Industri menengah dan besar Berdasarkan data dari BKPMD DKI Jakarta (1998) jumlah kegiatan penghasil limbah B3 sebanyak 417 kegiatan yang terdiri atas : 1.554 buah 12 buah 6 buah 27 buah 2 buah 9 buah 1 buah 20 buah 1 buah 1 buah

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)

Tekstil Percetakan Kimia dasar Farmasi Logam dasar Perakitan kendaraan Baterei kering dan aki Industri pengawetan dan pengolahan kayu Rumah sakit Laboratorium klinis Mengingat banyaknya jumlah jenis

31 buah 64 buah 164 buah 34 buah 16 buah 10 buah 5 buah 33 buah 99 buah 146 buah kegiatan yang berpotensi

menghasilkan limbah B3, tetapi pengelolaan limbah B3 sangat Khusus serta biaya yang masih relatif mahal maka sampai saat ini belum seluruh kegiatan penghasil limbah B3 melaksanakan pengolahan dengan baik, terutama dengan industri kecil karena pada umumnya mereka membuang langsung ke sungai atau perairan lainnya maka perairan tersebut menjadi tercemar. Sarana pengolahan limbah B3 yang ada saat ini yaitu pusat Pengolahan Limbah Industri Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3) di Cileungsi, Bogor yang di kelola oleh PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri. Kawasan industri Pulo Gadung (PT. JIEP), terdapat 420 perusahaan yang terdiri dari jenis industri : Logam Konstruksi Percetakan Kimia Makanan Farmasi Garmen Elektronik Lain-lain : : : : : : : : 21 perusahaan 50 perusahaan 38 perusahaan 30 perusahaan 38 perusahaan 21 perusahaan 34 perusahaan 65 perusahaan Pengecoran : 4 perusahaan 115 perusahaan

Perakitan :

Dari 420 perusahaan ini, sejumlah 74 perusahaan telah menjadi

pelanggan PT. PPLI untuk mengolah limbahnya dan sejumlah 30 perusahaan lainnya sedang dalam tahap negosiasi dengan PT. PPLI. Untuk mengatasi hal tersebut maka Bapedal bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta telah melaksanakan penandatanganan SUPER-B3 sebanyak 40 industri sedangkan sebagian besar lainnya belum melaksanakan. Kegiatan (aktivitas) yang di lakukan dalam SUPER-B3 tersebut adalah setiap industri harus mengolah limbah yang dihasilkan dalam proses industri mereka, hingga limbah tersebut memenuhi baku mutu, atau mengirimkan limbahnya ke PPLI-B3 Cileungsi untuk di proses lebih lanjut.

4.5.

4.5.

Kesimpulan

Setelah mengkaji secara seksama permasalahan yang diungkapkan dalam bab 4 ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. 1. Sebagai akibat dari pertambahan penduduk tersebut, terjadi

pencemaran lingkungan alami kota Jakarta, yang dicirikan dari pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran limbah padat dan pencemaran B3. akan tetapi dengan berbagai upaya pengendalian maka beban pencemaran itu dapat dikurangi. 2. 2. Tetap, Beban pencemaran udara diukur dari kadar debu, SO2, NOx, Sumber Bergerak, Industri Pengolahan dan

CO dan Hc di udara, baik yang berasal dari sumber pencemar : Sumber pembuangan/pembakaran limbah padat. Berdasarkan perbandingan beban awal dan beban akhir, setelah ada upaya pengendalian, maka telah terjadi penurunan. Penurunan tampak terjadi untuk semua sumber pencemaran, kecuali pembakaran limbah padat. Penurunan terbesar terjadi untuk Sumber Tetap. Meskipun terjadi penurunan yang nyata dari NOx dan CO, tetapi beban pencemarannya masih cukup besar sehingga masih upaya pengendaliannya perlu lebih ditingkatkan. 3. 3. Beban pencemaran air diukur dari kadar BOD, COD, lemak dan

minyak, Nitrogen, SS dan TDS, di dalam air, baik yang bersumber dari industri pengolahan dan agro industri, maupun domestik/buangan rumah tangga. Berdasarkan perbandingan beban awal dan beban akhir, setelah di lakukan upaya pengendalian, maka dapat disimpulkan bahwa terlihat adanya penurunan beban dari kegiatan agro industri dan domestik, walaupun relatif masih rendah apabila dibandingkan dengan penurunan beban yang disebabkan oleh kegiatan industri pengolahan. Ini membuktikan bahwa kebijaksanaan pembatasan industri di Jakarta, rupanya cukup berhasil dalam menekan beban pencemaran. 4. 4. Beban pencemaran limbah padat, diukur dari volume dan dari kegiatan industri dan domestik, Berdasarkan

komposisi sampah baik yang organik maupun sampah anorganik, bersumber perbandingan komposisi sampah pada tahun 1996 dengan 1999, terlihat adanya penigkatan jenis sampah plastik, kayu dan kain, sedangkan sampah organik menurun. 5. 5. Beban pencemaran B-3 dapat ditimbulkan oleh kegiatan industri

kecil, industri menengah/besar dan rumah sakit. Upaya pengendalian pencemaran B-3 relatif sangat mahal, telah dikembangkan sarana pengolah limbah B-3 dibangun oleh swasta. Selain itu Bapedal bersama dengan Pemda DKI juga mencanangkan program SUPER-B3 (Surat Perjanjian Penanganan Limbah B-3), dimana sampai akhir tahun 1999, telah ada 40 industri di Jakarta yang telah menandatanganinya.

Anda mungkin juga menyukai