Anda di halaman 1dari 21

MODUL TULI SKENARIO

PERTANYAAN 1. Fisiologi pendengaran dan keseimbangan FISIOLOGI PENDENGARAN

Seorang anak laki- laki, 12 tahun. Datang ke Puskesmas dengan keluhan pendengaran berkurang sejak 2 tahun yang lalu, disertai dengan perasaan pusing bila kepala dipalingkn dengan tiba- tiba. Nilai rapor menurun seiring dengan bertambah beratnya penurunan pendengaran. Si A juga akhir-akhir ini sering menarik diri dari pergaulan. Riwayat keluar cairan dari dalam telinga sejak usia 7 tahun. KATA KUNCI laki-laki 12 tahun Pendengaran berkurang sejak 2 thn yg lalu Pusing bila kepala dipalingkan tiba-tiba Penurunan nilai rapor seiring dgn bertambahnya ketulian Menarik diri dari pergaulan Riwayat otore sejak 7 thn yg lalu PERTANYAAN: 1. Bagaimana fisiologi dari pendengaran dan keseimbangan? 2. Apa-apa saja yang dapat menyebabkan meurunnya pendengaran? 3. Apa yang dapat menyebabkan pusing?

Bunyi,

Proses Fisika

Diubah menjadi impuls oleh sel sensorik organon Corti ke N. Akustikus (VIII) ke Cortex Cerebri

Lintasan utama bunyi mencapai labirin : MAE ke MT ke Osikula Auditiva (MIS) Foramen Ovale Labirin Air Conduction Lintasan lain : Bone Conduction Secara langsung melalui MT yang perforasi

Secara anatomis telinga dibagi menjadi 3 bagian : Telinga luar : Fs. Konduksi : Fs. Konduksi +

Telinga tengah perkuatan Telinga dalam neurofisiologi dua

: Proses

Efek perkuatan getaran bunyi dihasilkan oleh

mekanisme : X) X Rasio luas MT : FO = 17 : 1 (pembesaran 17

4. Apakah ada hubungan antara keluhan utama dengan nilai rapot yang menurun dan menarik diri dari pergaulan? 5. 6. 7. 8. Apa yang menyebabkan otorea? Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan?

Efek pengungkit dari maleus dan inkus = 1.3

Pembesaran total = 17 X 1,3 = 22 X dari bunyi asli JARAS PENDENGARAN

Apa diagnosisnya? Bagaimana penanganan pasien? N.koklearis Nuc.Koklearis Dorsalis et Ventralis Nuc.Olivarius Sup. Lemniskus Lat. Kollikulus Inf. Nuc. Geniculatum Med. korteks Pendengaran Persepsi Pendengaran

JAWABAN

FISIOLOGI KESEIMBANGAN 3 Kanalis Semi Sirkularis - KSS ANTERIOR - KSS POSTERIOR - KSS LATERALIS Fungsi: mendeteksi akselerasi dan deselerasi rotasi dari kepala B. Sakulus dan Utrikulus

e. f. 2. a. b. c. d. e.

Radang Otosklerosis Tuli sensorineural Kongenital Trauma Radang Ototoksik Tumor Penyakit SSP

FUNGSI : f. mendeteksi posisi kepala relatif terhadap gravitasi mendeteksi erubahan kecepatan gerakan linear (lurus) PERTANYAAN 2. Apa yang menyebabkan pendengaran berkurang? GANGGUAN PENDENGARAN : Berkurangnya kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya pada salah satu atau kedua telinga, derajat ringan atau lebih berat dengan angka pendengaran lebih dari 26 dB pada frekuensi 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. (WHO) KETULIAN: Hilangnya kemampuan mendengar pada salah satu atau kedua telinga merupakan gangguan pendengaran sangat berat dengan ambang pendengaran rata-rata lebih dari 81 dB pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz (WHO) ETIOLOGI 1. a. b. c. d. tuli konduktif: Benda asing dalam MAE Kongenital Trauma Tumor

PERTANYAAN 3. Apa yang menyebabkan pusing? Vertigo terdiri dari 3 macam: 1. 2. 3. Vetigo spontan Vertigo posisi Vertigo kalori

Dari gejala klinis di atas, termasuk tipe posisi akibat perubahan posisi kepala. Vertigo timbul karena perangsangan pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris atau pada kelainan servikal. PERTANYAAN 4. Apakah ada hubungan antara keluhan utama dengan nilai rapot yang menurun dan menarik diri dari pergaulan? Ada, hal ini bermula kurang konsentrasi akibat sensasi penuh pada telinga sehingga sistem konduksi menurun. Hal ini menyebabkan proses belajarmengajar tidak maksimal dan memicu penurunan nilai rapor. Menarik diri dari pergaulan bisa akibat efek langsung dari penurunan pendengaran atau karena indeks prestasi yang menurun PERTANYAAN 5. Apa yang menyebabkan otorea? Adanya cairan akibat otitis media eksterna OMSA stadim perforasi OMSK

PERTANYAAN 6. Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan? TES PENDENGARAN

Tes Weber, Tes Schwabach TES AUDIOMETRI TES KESEIMBANGAN

1.

Tes bisik Bahan tes : Bisikan dokter, yang disebut AC Tes posturografi Nistagmus: tes Kobrak, kalori bilateral Elektronistagmografi Tes nistagmus posisi

Banyak digunakan untuk skrining/penyaringan calon pegawai Ada 3 syarat yang harus dipenuhi :

o Tes gliserin o Tes fistula 1. Bahan tes o Tes nigtagmus posisi 2. Ruangan tes 3. Penderita Tehnik pelaksanaan Jarak pendengaran Interpretasi hasil pemeriksaan : : Normal : Dalam batas normal : Ketulian ringan : Ketulian sedang : Ketulian berat PERTANYAAN 7. Apa diagnosis dan penatalaksaannya? Dari gejala klinis dan pendekatan diagnosis, kita dapat simpulkan penyebab penurunan pendengan akibat adanya infeksi pada telinga tengah oleh otitis media supuratif kronik tipe maligna dengan kolesteatom dengan komplikasi perandangan telinga dalam dan perforasi MT. diagnosis bandingnya adalah otitis media akut. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA ANALYSIS DIGNOSIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratisf kronis selian merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan. Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan pertama

6 meter 5 meter 4 meter 3 2 meter < 1 meter 2.

tes garpu tala

Digunakan seperangkat GT frekuensi rendah sampai tinggi : - 128 Hz 1024 Hz - 256 Hz 1024 Hz - 512 Hz 4096 Hz Tujuan Tes GT : Menentukan Jenis ketulian Tes GT : Garis pendengaran, Tes Rinne,

berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus menerus ( hilang timbul ) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans ( streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus. Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis otitis nekrotikans akut menjadi awal penyebab OMSK yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum organisme yang virulen, terutama berasalh dari nasofaring terbesa pada masa kanak-kanak, atau karena rendahnya daya tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin nekrotik yang dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani setelah penyakit akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh dengan membrane atrofi. Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya OMSK adalah tuba eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid. Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain : 1. gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat : 1. infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang 2. obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total perforasi membrane timpani yang menetap terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten ddi mastoid

5.

faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

PATOLOGI Omsk lebih merupakan penyakit kekambuhan daripada menetap, keadaan ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi, ketidakseragaman ini disebabkan oleh proses peradangan yang menetap atau kekambuhan disertai dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut secara umum gambaran yang ditemukan : 1. Terdapat perforasi membrane timpani dibagian sentral, ukuran bervariasi dari 20 % luas membrane timpani sampai seluruh membrane dan terkena dibagian-bagian dari annulus. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan nampak normal kecuali infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisonal. Jaringan tulang2 pendengaran dapat rusak/ tidak tergantung pada berat infeksi sebelumnya Mastoiditis pada OMSK paling sering berawal pada masa kanak-kanak , penumatisasi mastoid paling aktif antara umur 5 -14 tahun. Proses ini saling terhenti oleh otitis media yang sering. Bila infeksi kronis terus berlanjut mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan penumatisasi terbatas hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.

2.

3.

4.

TANDA DAN GEJALA OMS TIPE BENIGNA Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten. Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang2 pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.

1. 2.

3. 4.

Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna. OMSK TIPE MALIGNA DENGAN KOLESTEATOM Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keepingkeping kecil, berwarna putih mengkilat. Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom. PENATALAKSANAAN Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konstervatif atau dengan medika mentosa. Bila sekret yang keular terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2o2 3 % selama 3 5 hari. Setelah sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang mengandung antibiotic dan kortikosteroid, kultur dan tes resisten penting untuk perencanaan terapi karena dapat terjadi strain-strain baru seperti pseudomonas atau puocyaneous. Infeksi pada kolesteatom sukar diobati sebab kadar antibiotic dalam kantung yang terinfeksi tidak bias tinggi. Pengangkatan krusta yang menyumbat drainage sagaat membantu. Granulasi pada mukosa dapat diobati dengan larutan AgNo3 encer ( 5 -100 %) kemudian dilanjutkan dengan pengolesan gentian violet 2 %. Untuk mengeringkan sebagai bakterisid

juga berguna untuk otitis eksterna dengan otorhea kronik. Cara terbaik mengangkat polip atau masa granulasi yang besar, menggunakan cunam pengait dengan permukaan yang kasar diolesi AgNo3 25-50 % beberapa kali, selang 1 -2 minggu. BIla idak dapat diatasi , perlu dilakukan pembedahan untuk mencapai jaringan patologik yang irreversible. Konsep dasar pembedahan adalah eradikasi penyakit yang irreversible dan drainase adekwat, rekontruksi dan operasi konservasi yang memungkinkan rehabilitasi pendengaran sempurna pada penyakit telinga kronis. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS OMSK tipe benigna : Omsk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis media supuratif akut eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler. Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan. OMSK tipe maligna : Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa : 1. 2. 3. 4. 5. erosi canalis semisirkularis erosi canalis tulang erosi tegmen timpani dan abses ekstradural erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal erosi pada sinus sigmoid

Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti OTITIS MEDIA SUPURATIF

Otitis media supuratif akut (OMA) adalah otitis media yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik. Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Hemofilus influenza, Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling sering kita temukan pada pasien anak berumur dibawah 5 tahun. otitis media adalah infeksi pada rongga telinga tengah , sering diderita oleh bayi dan anak-anak, penyebabnya infeksi virus atau bakteri. Pada penyakit bawaan spt down syndrome dan anak dgn alergi sering terjadi. Terapi antibiotika dan kunjungan ke dr. tht dalam proses perbaikan sangat disarankan. Komplikasi yang bisa timbul jika otitis media tidak segera diobati adalah mastoiditis, perforasi gendang telia dgn cairan yang terus menerus keluar. Komplikasi lebih lanjut seperti infeksi ke otak walau jarang masih mungkin terjadi, sumbatan pembuluh darah akibat tromboemboli juga bisa terjadi. Disarankan segera bawa anak anda bila rewel dan memegang-megang telinga, tidak nyaman merebah demam dan keluar cairan pada telinga. Bila anda memeriksakan secara dini otitis media bisa dicegah sebelum memberikan kerusakan lebih lanjut dengan paracentesis atau miringotomi. Faktor pencetus terjadinya otitis media supuratif akut (OMA), yaitu : Infeksi saluran napas atas. Otitis media supuratif akut (OMA) dapat didahului oleh infeksi saluran napas atas yang terjadi terutama pada pasien anak-anak. Gangguan faktor pertahanan tubuh. Faktor pertahanan tubuh seperti silia dari mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba Eustachius merupakan pencetus utama terjadinya otitis media supuratif akut (OMA). Usia pasien. Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut (OMA) karena letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan lebih horisontal. Stadium Otitis Media Supuratif Akut (OMA) Ada 5 stadium otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, yaitu :

Oklusi tuba Eustachius. Hiperemis (pre supurasi). Supurasi. Perforasi. Resolusi. 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membrana timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah karena terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani kadang-kadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi. Stadium oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit kita bedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi. 2. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi) Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. 3. Stadium Supurasi Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen (nanah). Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Ketiganya menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke arah liang telinga luar. Pasien akan tampak sangat sakit, nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Anak selalu gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran timpani karena penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil.

Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi. 4. Stadium Perforasi Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan bisa tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih 1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK). 5. Stadium Resolusi Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang berkurang sampai mengering. Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut (OMA) dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani. Gejala Klinik Otitis Media Supuratif Akut (OMA)

Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu : Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek. Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang). Terapi Otitis Media Supuratif Akut (OMA) Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu : Oklusi tuba Eustachius. Terapinya : obat tetes hidung & antibiotik. Hiperemis (pre supurasi). Terapinya : antibiotik, obat tetes hidung, analgetik & miringotomi. Supurasi. Terapinya : antibiotik & miringotomi. Perforasi. Terapinya : antibiotik & obat cuci telinga. Resolusi. Terapinya : antibiotik. Aturan pemberian obat tetes hidung : Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12 tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun dan orang dewasa. Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga tekanan negative dalam telinga tengah akan hilang. Aturan pemberian obat antibiotik : Stadium oklusi. Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa). Stadium hiperemis (pre supurasi). Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari.

Golongan eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin. Penisilin intramuskuler (IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah. Hal ini untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Berikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 3 dosis pada pasien anak. Stadium resolusi. Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi. Tidak terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita berikan antibiotik selama 3 minggu. Aturan tindakan miringotomi : Stadium hiperemis (pre supurasi). Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difus. Stadium supurasi. Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita hindari. Aturan pemberian obat cuci telinga : Bahan. Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari. Efek. Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan perforasi membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari. Komplikasi Otitis Media Supuratif Akut (OMA) Ada 3 komplikasi otitis media supuratif akut (OMA), yaitu : 1. Abses subperiosteal. 2. Meningitis. 3. Abses otak. Dewasa ini, ketiga komplikasi diatas lebih banyak disebabkan oleh otitis media supuratif kronik (OMSK) karena maraknya pemberian antibiotik pada pasien otitis media supuratif akut (OMA). Seorang laki-laki 23 tahun datang ke poli THT dengan nyeri kepala 1 tahun hilang timbul disertai ingus kental kuning kehijauan dan sering jatuh di tenggorokan, dan akhir-akhir ini penghidu rasa berkurang. B. Kata Sulit Post nasal drip terjadi ketika berlebihan lendir yang dihasilkan oleh sinus. Kelebihan lendir menumpuk di tenggorokan atau belakang hidung. Hal ini dapat disebabkan oleh rhinitis (alergi atau non-alergi), sinusitis (akut atau kronis), laryngopharyngeal acid reflux (dengan atau tanpa mulas), atau dengan kelainan menelan (seperti gangguan motilitas esofagus). Hal ini sering disebabkan oleh alergi, yang dapat musiman atau terus-menerus sepanjang tahun, tergantung pada A. Skenario

penyebab alergi (s) yang terlibat. Pil KB atau kehamilan juga dapat menyebabkan hidung pascatetesan karena peningkatan kadar hormon estrogen C. Kata Kunci 1. 2. 3. 4. 5. Laki-laki 23 tahun Nyeri kepala 1 tahun hilang timbul

Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mulamula serous. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul merupakan media baik untuk pertumbuhan bakteri. Sekret jadi purulen. 4. Mengapa ingusnya kental dan kuning kehijauan? Jawab :

Ingus kental kuning kehijauan Sering jatuh di tenggorokan (Post Nasal Drip) Hiposmia 5.

Infeksi bakteri berulang Enzim myeloperoksidase, Enzim ini berperan mematikan protein yang tdpt dlm granula netrofil azurofilik & lisosom monosit utama & bwarna hijau dalam pus

D. Pertanyaan 1. Sebutkan anatomi dan faal hidung?

Jelaskan mekanisme hiposmia

Jawab: Mekanisme penghidu secara fisiologis Partikel bau yang masuk melalui vestibulum nasi akan ditangkap oleh silia kemudian akan dibawa ke sel-sel olfactorius kemusian akan diteruskan ke GPCR sehingga mengaktivasi cAMP. Setelah teraktivasi cAMP, ion channel akan terbuka sehingga aliran Na meningkat terjadi aksi potensial menimbulkan signal bau yang diteruskan ke bulbus olfactorius kemudian ke tractus olfactorius kemudian ke amigdala (korteks entorial) sehingga terjadilah persepsi bau. Mukus memainkan fungsi penting menangkap molekul-molekul bau dan menghubungkan lebih dari 100 reseptor bau dalam rongga hidung manusia. Lendir tersebut akan menangkap partikel-partikel, seperti debu atau serbuk tanaman, kemudian melarutkannya. Sebagian dari molekul-molekul yang ditangkapnya akan mengalir hingga ke ujung reseptor indera penciuman. Otak akan menerjemahkan informasi yang diterima dan menerjemahkannya. Makin cepat dan makin lama reseptor menangkap molekul, berarti makin bau sumber molekul tsb Mukus yang dihasilkan secara normal dihubungkan dengan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Ini juga merupakan suatu cara untuk menyingkirkan benda asing yang mungkin bisa menyebabkan infeksi. Tubuh cenderung untuk merangsang produksi ingus dan mempertinggi pertahanan terhadap serangan hebat menular dari benda-benda tsb

Faal hidung: a. b. c. d. 2. Sebagai fungsi respirasi Sebagai fungsi penghidu Sebagai fungsi fonetik Memberikan refleks nasal Sebutkan etiologi rinore?

Jawab: 3. Bakteri seperti H.influenzae, streptococcus Pneumonia, Moraxella Catarrhalis Alergen seperti debu, bulu binatang Lingkungan seperti udara dingin

Jelaskan mekanisme rinore?

Jawab: Mucus dalam jumlah kecil pada hidung bersifat normal untuk membersihkan hidung dari partikelpartikel yang ikut masuk melalui respirasi seperti debu, kotoran, dal lain-lain. Partikel tersebut akan ditangkap oleh mucus yang dikeluarkan oleh sel goblet dan akan dialirkan oleh silia pada mukosa hidung. Jika terjadi terjadi gangguan pada mukosa seperti edema mukosa akan menyebabkan ostium tersumbat karena silia tidak dapat bergerak.

Hiposmia dapat terjadi akibat obstruksi hidung seperti pada rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, rhinitis atrofi, hipertrofi konka, deviasi septum, polip, tumor, abnormalitas development seperti ensefalokel,kista dermoid, pasca laringektomi atau trakheotomi, kesemuanya dapat menyebabkan defek konduktif. Dapat juga terjadi pada beberapa penyakit sistemik seperti diabetes, gagal ginjal, penyakit hati serta pada pemakaian obat seperti antihistamin, dekongestan, antibiotika, antimetabolit, anti peradangan dan anti tiroid, penyebab congenital, trauma kepala, oprasi otak, perdarahan subarachnoid, defisiensi gizi, proses degenerative akan menyebabkan defek sentral/sensorineural. 6. Mengapa terjadi nyeri kepala hilang timbul?

untuk melihat permukaan mukosa hidung apakah terjadi eritema atau tidak. Lakukan pula rinoskopi posterior untuk melihat nasofaring. Pemeriksaan transiluminasi yang digunakan untuk memeriksa sinus paranasalis dengan menggunakan cahaya biasanya disenter pada bagian infra orbita atau frontal, jika tampak gelap biasanya daerah tersebut terisi pus atau neoplasma. Pemeriksaan Sensorik

Tes Odor stix Tes alkohol 12 inci Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium)

Jawab: Pengobatan yang tidak adekuat Perubahan posisi tubuh (sinus frontalis) Terpapar alergen berulang

Tes UPSIT (Tes ini menggunakan 40 item pilihanganda yang berisi bau-bauan scratch and sniff berkapsul mikro) Pemeriksaan penunjang adalah CT-Scan dan MRI Sebutkan differential diagnosisnya Sinusitis Lk = Prmpuan Dpt semua umur + + Mukopurulen ++ +

7. Sebutkan langkah-langkah diagnosis yang harus dilakukan? Jawaba: Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah keluhan utama, onset,durasi,hal apa yang memperberat,apakah dirasakan terus menerus atau hilang timbul, serta gejala penyerta. Seperti pada kasus ini terjadi rinore, tanyakan kepada pasien apakah terdapat riwayat alergi, riwayat penggunaan obat tetes hidung, antihistamin, dll. Tanyakan juga bagaimana sekret hidungnya, serous atau mucopurulen atau bercampur darah. Sekret hidung yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya bilateral, jernih, sampai purulen. Sekret yang jernih seperti air dan jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung. Bila sekretnya kuning kehijauan biasanya berasal dari sinusitis hidung dan bila bercampur darah dari satu sisi, hati-hati tumor hidung. Tanyakan pula riwayat penyakit sebelumnya, apakah dikeluarganya terdapat hal serupa. Pemeriksaan Fisis 8.

Sex Age Nyeri Kepala Rinorea Warna Sekret PND Hiposmia E. Kesimpulan

R L D + + S + +

Dari Hasil diskusi kelompok kami, kami menetapkan diagnosis Sinusitis. Pada kasus ini terjadi nyeri kepala yang berulang dan gangguan penghidu yakni hiposmia disebabkan oleh kemungkinan adanya edema mukosa yang dapat menyebabkan gerakan silia untuk mendorong mukosa terhenti sehingga adanya akumulasi mucus yang sangat berpotensi untuk berkembangnya bakteri, mucusnya bersifat mucopurulen yang kental senhingga menghambat partikel bau untuk melekat pada sel-sel olfactorius sehingga terjadi hiposmia. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh sekret mucopurulen yang terakumulasi pada sinus sehingga menyebabkan nyeri kepala. \

Lakukan inspeksi pada bagian wajah apakah terdapat pembengkakan pada bagian dahi, pipi, ataupun disekitar mata. Palpasi apakah terdapat nyeri tekan pada bagian tersebut. Lakukan rinoskopi anterior

Penatalaksanaan Sinusitis: 1. Terapi konservatif

Hindari rokok karena asapnya dapat menyebabkan iritasi mukosa hidung dan sinus. Hindari udara kering, pakailah alat pelembab udara.dirumah atau dikantor Bila menderita alergi, hindari semua barang yang dapat memicu alergi

Obat dekongestan (obat tetes hidung) untuk memperlancar drenase sekret dari sinus dan hidung. Antibiotik, diberikan spektrum luas selama 10 atau 14 hari. Obat antialergi. Obat mukolitik, untuk mengencerkan sekret. Analgetik, untuk mengurangi rasa nyeri.

Diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy) selama 10 haru di daerah sinus yang sakit, untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Pungsi dan irigasi sinus maksila dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul dalam rongga sinus maksila. 2. Pembedahan radikal

Terapi radikal, yaitu mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc. Untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intra-nasal) atau dari luar (ekstranasal). Drenase sekret pada sinus frontal dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan operasi dari luar (ekstranasal), seperti operasi Killian. Drenase sinus sfenoid dilakukan dari dalam hidung (intranasal). 3. Pembedahan tidak radikal

I. SKENARIO Seorang laki-laki,35 tahun pekerja pabrik datang ke poli THT dengan keluhan tuli sejak 6 bulan yang lalu yang semakin berat disertai mendengung. II. KATAKUNCI 1. Laki-laki 2. 35 tahun 3. Pekerja pabrik 4. Tuli sejak 6 bulan yang lalu : Semakin memberat 5. Mendengung III. PERTANYAAN 1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ yang berkaitan! 2. Jelaskan patomekanisme gejala yang dialami? 3. Apa saja differensial diagnosis? IV. PEMBAHASAN 1. Anatomi

Akhir-akhir ini dikembangkan operasi sinus paranasal menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Pencegahan Obati segera bila menderita flu atau pilek alergi Hindari kontak dengan penderita flu, bila telah terjadi kontak fisik, segera cuci tangan.

Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak dibagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring diatas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masingmasing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. c. Telinga dalam Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe.L abirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe yang terdapat dalam kapsula otika bertulang.L abirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita. Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ corti. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Labirin ( telinga dalam ) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari : 1. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea. 2. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea. Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus. Vestibulum Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang

Secara anatomi, telinga dibagi menjadi 3 :

a. Telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit.L iang telinga berbentuk huruf S dengan tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 -3 cm. Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran timpani pada umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membran timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melalui batas atas membran timpani. b. Telinga tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan : - Batas luar : membran tympani - Batas depan : tuba eustachius - Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis ) - Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis - Batas atas : tegmen tympani - Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promotorium.

berbentuk oval, berukuran 5 x 3 mm dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis. 8,9 Pada dinding lateral terdapat foramen ovale ( fenestra vestibuli ) dimanafootplate dari stapes melekat disana. Sedangkan foramen rotundum terdapat pada lateral bawah. Pada dinding medial bagian anterior terdapat lekukan berbentuks pher is yang berisi makula sakkuli dan terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf vestibular inferior. Makula utrikuli terletak disebelah belakang atas daerah ini. Pada dinding posterior terdapat muara dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior berhubungan dengan skala vestibuli koklea.10 Kanalis Semisirkularis Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90 satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.8,10 Koklea Terletak didepan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang 30 35 mm. Koklea membentuk 2 - 2 kali putaran dengan sumbunya yang disebut modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis.8,10 Kemudian serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang yang mengandung perilimfe terbagi 2 yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membran yang tipis yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media ( duktus koklearis ). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel

penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh limbus. Sakulus dan utrikulus Terletak didalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe kecuali tempat masuknya saraf didaerah makula. Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama.10 Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulo-sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada suatu lipatan dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai selsel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel penunjang yang terletak pada makula. Pada sakulus terdapat makula sakuli dan pada utrikulus terdapat makula utrikuli. Perdarahan Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arter dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu : 1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus. 2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea. 3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid. Persarafan N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus

terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale. 2. Fisiologi organ pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan, tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius, sampai ke korteks pendengaran (area 3940) di lobus temporalis. 3. Mekanisme tinitus Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, Namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan,melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Tinitus dapat terjadi dalam beberapa intensitas,tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdengung. Tinnitus terbagi menjadi 2 1)Tinitus objektif,bila suara dapat didengar juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga.Bersifat vibratorik,berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.Disebabkan karena kelainan vaskuler sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. 2)Tinitus Subjektif,bila suara hanya didengar oleh pasien sendiri .Bersifat non- vibratorik,disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar. Deferential diagnosis 1.Gangguan pendengaran akibat bising

2.gangguan pendengaran akibat obat ototoksik 3. Otosklerosis 4.Labirinitis 1.Ganguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Inducend Hearing Loss) Etologi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan : 1. Intensitas kebisingan 2. Frekwensi kebisingan 3. Lamanya waktu pemaparan bising 4. Kerentanan individu 5. Jenis kelamin 6. Usia 7. Kelainan di telinga tengah Patofisiologi Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketulian adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Secara umun bising adalah bunyi yang tidak diinginkan secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibelatau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz 6000Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajang bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina, asetosal dan lain-lain. Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Lesinya sangat bervariasi dari disosiasi organ corti, rupture membrane, perubahan stereosilia dan organel subseluler. Bising juga menimbulakn efek pada sel ganglion, saraf , membrane tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Pada observasi kerusakan organ korti dengan mikroskop electron, ternyata bahwa selsel sensor dan sel penunjang merupakan bagian yang paling peka di telinga dalam. Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada intensitas, lama pajanan, dan frekuensi bising. Penelitian manggunakan intensitas bunyi120dB dan

kualitas nada murni sampai bisingdengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah dan serat eferen. Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu : 1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS ) 2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS ) Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS ) Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mulamula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai notch yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS ) Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mulamula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai notch yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS ) Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan occupational hearing loss atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri. Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada : 1. tingkat suara bising 2. kepekaan seseorang terhadap suara bising NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 6000 Hz, dan

setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat. Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan. Gangguan psikologi dap t berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan Manifestasi Klinik Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss ) adalah : 1. Bersifat sensorineural

2. Hampir selalu bilateral 3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. 4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan. 5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz. 6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun. Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan audimetri nada murni terdapat kesan tuli sensorineural sedangkan pemeriksaan audilogi khusus terdapat fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk tuli saraf koklea

Pencegahan Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu : 1. Pengukuran pendengaran Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu : a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja. b. Pengukuran pendengaran secara periodik. 2. Pengendalian suara bising Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff( tutup telinga ), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet( pelindung kepala ). b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara : - memasang peredam suara

Penatalaksanaan Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). Oleh karena tuli bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap (irreversible) bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume bercakap biasa, maka dicoba dengan alat bantu dengar. Apabila pendengaran telah sedemikian buruk , sehingga walaupun dengan menggunakan alat Bantu dengar tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran agar dapat menggunakan sisa pendengan denga alat Bantu dengar secara efisien dibantu dengan cara membaca bibir, mimik dan gerakan anggota badanserata bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Disamping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juha diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli bilateral dapat dipertimbangkan untuk memasang implan koklea

Epidemiologi Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk. Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 105 dB, dengan masa kerja ratarata 8,99 tahun. Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 108,2 dB. Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya mendapatkan 26 dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8 tahun. Bashiruddin pada penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan rerata intensitas bising bajaj pada

beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum 98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan getaran yang diperkanankan. Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi. 11. Prognosis Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.

Obat-obat tersebut adalah : streptomisin,neomisin,kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin dan yang baru adalah netilmisin dan sisomisin. Gentamisin dan streptomisin merupakan oabat ototoksitas yang paling sering. 2. Eritromisin Gejala pemeberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah kurang pendengaran subjektif tinnitus yang meniup dan kadang-kadang disertai vertigo. Antibiotic lain seperti vankomisin, viomisin, capreomisin, minosiklin dapat mengakibatkan atotoksitas bila diberikan pada pasien yang terganggu fungsi ginjalnya 3 loop diureticts Ethycrynic acid, furosemid dan butamide adalah diuretic yang kuat yang disebut loop diuretic karena dapat menghambat reabsorbsi elektrolit-elektrolit dan airpada cabang naik dari lengkungan Henle. Biasanya gangguan pendengaran yang terjadi ringan , tetapi pada kasus-kasus tertentu dapat menyebabkan tuli permanen. 4.Obat anti inflamasi Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi tinggi dan tinnitus. Tetepi bila obat dihentikan pendengaran akan pulih dan tinnitus akan hilang 5.Obat anti malaria Kina dan klorokuin adalah anti malaria yang biasa digunakan. Efek ototoksitasnya berupa gangguan pendengaran dan tinnitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan biasanya pendengaran akan pulih dan tinitusnya akan hilang. 6.Obat anti tumor. Gejala yang ditimbulkan CIS platinum, sebagai ototoksitas adalah tuli subjektif, tinnitus dan otalgia, tetapi dapat terjadi juga ganngguan keseimbangan. Tuli biasanya bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6 KHz dan 8 KHz, kemudian terkena frekuensi yang lebih rendah.tinitus biasanya samar-samar. Bila tuli ringan pada penghentian pengobatan pendengaran akan pulih, tetapi bila tulinya berat bisa bersifat menetap 7.Obat tetes telinga Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosid seperti neomisin dan polimiksin B. terjadinya ketulian oleh karena obat tersebut bias menembus membrane tingkap bundar (round window membrane). Walaupun membrane tersebut pada manusia lebih tebal 3x dibandingkan pada baboon (semacam monyet besar) ( >65 mikron), tetapi dari hasil penelitian masih dapat ditembus oleh obat-obat tersebut.sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotika aminoglikosida diperuntukkan untuk infeksi telinga

2.Gangguan pendengaran akibat ototoksik Gangguan akibat obat-obatan ototoksik yang telah dipakai. Gejala : Tinnitus Tinnitus biasanya menyertai segala jenis tulisensorial oleh sebab apapun dan sering mendahului serta lebih mengganggu dari pada tulinya sendiri. Tinnitus yang berhubungan dengan ototoksitas cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 kHz-6KHz. Pada keadaan yang menetap, tinnitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi juga tdk pernah hilang. Gangguan pendengaran Vertigo Mekanisme ototoksik: Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain : 1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi akibat semua pengguanan jenis obat ototoksik. 2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ corti dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotic aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan degenerative ini terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai ke bagian apeks. 3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi sel epitel sensori. Etiologi : Disebabkan oleh obat-obatan ototoksik seperti 1.Aminoglikosida Tuli yang diakibatkannya bersifat bilateRal dan bernada tinggi, sesuai dengan kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea dan dapat juga terjadi tuli unilateral disertai gangguan vestibular.

luar. Penatalaksanaan Tuli akibat oleh obat-obatan ototoksik tidak dapat diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obatan ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam(dapat dikietahui secara audiometric), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera dihentikan. Berat ringannya ketulian yang terjadi tergantung dari jenis obat , jumlah dan lamanya pengobatan . kerentanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat itu sendiri. Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitas antara lain dengan alat bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditory training, termasuk cara menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan belajar membaca isyarat. Pada tuli total bilateral mungkin dapat dipertimbangkanpemasangan koklea (cochlear implant) Pencegahan Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka pencegahan menjadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik , menilai kerentangan pasien, memonitir efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejalagejala keracunan telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang pendengaran dan vertigo. Pada pasien yang menunjukkan mulai ada gejalagejala tersebut harus dilakukan evaluasi audiologik dan menghentikan pengobatan. Prognosis Prognosis sangat tergantung kepada jeni obat, jumlah dan lamanya pengobatan, kerentanan pasien. Pada umumnya prognosisnya tidak begitu baik bahkan buruk. . 3.OTOSKLEROSIS Definisi Otosklerosis adalah pertumbuhan berlebihan pada tulang-tulang telinga tengah yang mempengaruhi hantaran bunyi. Patofisiologi Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu: 1. Fase awal otospongiotic Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran

kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy bone . Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse. 2. Fase akhir otosklerotik Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal. Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis: 1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga 2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis 3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga 4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni 5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui 6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear 7. Pada timpanometri ada fenomena on-off. etiologi

Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan. Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan pemaparan dari virus measles sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam gangguan pendengaran. Beberapa berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik. Diagnosis Anamnesa: kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya, dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Menieres. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan. Pemeriksaan Fisik: Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi). Pemeriksaan Penunjang: Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carharts Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carharts notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carharts notch akan

menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.

Penatalaksanaan 90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 5060 db. Terapi Medikamentosa Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan. Terapi Bedah Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes. - Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi. - Indikasi Bedah 1. Tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes. 2. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur 3. Osteogenesis imperfekta

4. beberapa keadaan anomali kongenital 5. timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi)

Komplikasi 1. Tuli kondusif 2. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis) 3. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis) 4. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah (kristal kolesterol) 5. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen da kalsium didalam telinga tengah yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang. (Bruer & Suddart,2001)

perilimf yang disebabkan oleh proses toksik atau proses supuratif yang menembus membran barier labirin seperti melalui membran rotundum tanpa invasi bakteri. 2. Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam ruang perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada keadaan ini kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible. 3. Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan respons inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama. Keadaan ini biasanya merupakan suatu komplikasi dari penyakit telinga tengah kronis dan penyakit mastoid. 4. Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana terkontrolnya proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya jaringan fibrous sampai obliterasi dari ruangan labirin dengan terbentuknya kalsifikasi dan osteogenesis. Stadium ini disebut juga stadium penyembuhan. Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh berbagai macam virus. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya berbagai penyakit yang disebabkan virus dengan gejala klinik yang berbeda seperti infeksi virus mumps, virus influenza, dll. Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu: 1. Labirinitis lokalisata (labirinitissirkumskripta, labirinitis serosa) merupakankomplikasi otitis media dan muncul ketikamediator toksik dari otitis media mencapailabirin bagian membran tanpa adanya bakteri pada telinga dalam. 2. Labirinitis difusa (labirinitis purulenta,labirinitis supuratif) merupakan suatukeadaan infeksi pada labirin yang lebihberat dan melibatkan akses langsungmikroorganisme ke labirin tulang danmembran. GEJALA DAN TANDA Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari gangguan fungsivestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinyavertigo dan kurang pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba. Pada sebagian besar kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan waktu dan kerusakan yang terjadi juga bersifat reversible. Pada labirinitis difusa (supuratif), gejala yang timbul sama seperti gejala pada labirinitislokalisata tetapi perjalanan penyakit pada labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati gangguan vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai nistagmus. Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada penderita ini tidak dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga. Penderita

Prognosis Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti dengan alatalat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis. bising biasanya pendengaran dapat kembali normal. 4.Labirinitis Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik ataumerupakan suatu proses tunggal pada labirinsaja. 1 Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intra temporal dari radang telinga tengah. Penderita otitis media kronik yangkemudian tiba-tiba vertigo, muntah dan hilangnya pendengaran harus waspada terhadap timbulnya labirinitis supuratif. 2 KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis bakteri (supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale tapi dapat juga timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui cairan yang menghubungkan ruang subaraknoid dengan ruang perilimf di koklea, melalui akuaduktus koklearis atau melalui daerah kribrosa pada dasar modiolus koklea. Schuknecht (1974) membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium: 2 1. Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat perubahan kimia di dalam ruang

berbaring dengan telinga yang sakit ke atas dan menjaga kepala tidak bergerak. Pada pemeriksaan telinga tampak perforasi membrana timpani. Pada labirinitis viral, penderita didahului oleh infeksi virus seperti virus influenza, virus mumps, timbul vertigo, nistagmus kemudian setelah 3-5 hari keluhan ini berkurang dan penderita normal kembali. Pada labirinitis viral biasanya telinga yang dikenai unilateral. Klasifikasi Laten Sirkumskripta Difusa serosa Purulenta Sirkuskripta Difus serosa d.purulenta Laten Absorpsi produk toksik bateri telinga tengah mastoid ke labirin(infeksi kuman negative) Serosa yang telah terjadi pustruksi barier telah tertembusinferior masuk ke labirin Labirintis di fosa purulenta kronik.Terlokalisir di dalam kapsul labirin saja Penyebab Komplikasi omk OMA,pustu ME dan stapedektomi Oma,mastoiditis akut,omk atau mastoiditis kronik,eksaserbasi akut gejala Vertigo Pendengaran menurun Vomitus Fistel sign(+) Vertigo spontan Nistagmus Mual/muntah Tuli saraf ringan Fistel sign (-) Tuli total,vertigo berat,mual muntah,nistagmus spontan,posiposisi pasien (untuk mengurangi vertigo) Gejala labirinitis tidak menyolok Fungsi labirin kurang atau unilateral,tuli sama sekali PATOGEN PENYEBAB Pada labirinitis akut (serous) mikroorganisme penyebab S. pneumoni, Streptokokus dan Hemofilus influenza. Pada labirinitis kronik mikroorganisme penyebab biasanya disebabkan campuran dari basil gram negatif, Pseudomonas, Proteus dan E.coli. 3 Virus citomegalo, virus campak, mumps dan rubella (measles, mumps, rubella = MMR), virus herpes, influenza dan HIV merupakan patogen penyebab pada labirinitis viral. 3 DIAGNOSIS Gambaran klinik dengan adanya gangguan vestibular dan kurangnya pendengaran didapati juga pada abses serebellum, miringitis bulosa dan miringitis hemoragika. Pemeriksaan telinga yang teliti diperlukan pada kasus ini seperti pemeriksaan audiogram, kultur dan CT Scan. Pada miringitis didapati rasa sakit akut di telinga

sedangkan abses serebelum dapat dipisahkan dengan CT scan.2-5 Gangguan fungsi pendengaran pada labirinitis adalah suatu sensorineural hearingloss. TERAPI Prinsip terapi pada labirinitis adalah: 1. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan vestibulokoklea yang lebih lanjut. 2. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya. Pengawasan yang ketat dan terus menerus harus dilakukan untuk mencegah terjadinya perluasan ke intrakranial dan di samping itu dilakukan tindakan drainase dari labirin. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Jika tanda rangsangan meningeal dijumpai maka tindakan pungsi lumbal harus segera dilakukan. Kata kunci otosklerosis, Labirinitis. Tuli akibat bising, Tuli akibat ototoksik Laki-laki ++++ 35 tahun + + + + Pekerja pabrik - - + Tuli + + + + Tinnitus (mendengung) + + +

Daftar pustaka 1.Buku ajar telinga tenggorok kepala dan leher edisi keenam. Prof.Dr . efiaty arsyad soepardi,Sp.THT(K) dkk. Fakulas kedokteran universitas Indonesia. Jakarta. 2007 2. Ganong, WF.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,J akarta, edisi 22, 2008. 3. Guyton.Buku ajar Fisiologi Kedokteran,J akarta, edisi 11, 2008.

Anda mungkin juga menyukai