Anda di halaman 1dari 1

Simbolisme Kiai Slamet Setiap malam menjelang 1 Suro maka beberapa kerbau milik keraton kasusunan menjadi tokoh

utama ritual peringatan menyambut tahun baru Jawa. Kerbau-kerbau itu diyakini masih keturunan trah kyai Slamet, kyai Slamet sendiri merupakan salah satu pusaka milik keraton sebagai simbol keselamatan sejak kekuasaan Paku Buwana II (1711-1749). Eksistensi kerbau di Kasunan selain sebagi simbol corak kerajaan agraris, juga sebagai lambnag kemakmuran. Seperti yang terlihat banyak diyakini dalam masyarakat agraris bahwa kepemilikan kerbau sebagai lambang status sosial. Kerbau juga hampir selalu mewarnaimitologi bagiorang Jawa. Pada periode Demak, terdapat sage tentang kerbau antara lain kerbau marcuet yang dijadikan sarana jaka Tingkiruntuk mendapatkan posisi di Demak. Kerbau itu sengaja digirinng ke Kerajaan Demak, namun sebelumnya telinga kerbau itu telah diberi tanah keramat, sehingga mengamuk dikerajaan dengan sangat heabt. Akhirnya Sultan Trenggono, raja Demak mengeluarkan sayembara untuk menangkap si Marcut yangakhirnya menaikan status sosial Jaka Tinkir dikerajaan Demak. Dalam banyak kisah sejarah juga ditemui tokoh yang menggunakan nama kerbau, seperti: kebo ijo, kebo kenonggo, kebo anabang, kebo manyura, bahkan juga ada gendhing Jawa kebo giro. kerbau seringkali dijadikan alat
melegitimasi kekuasaan kerajaan, sehingga dihadirkandalambentuk kirap, dan ritual lain baik di lingkungankeraton maupun di luarkeraton. Kerbau yang dikeramatkan oleh Kerataon kasusunan dans ebagain warga Solo Raya itu kemarin, Kamis 26 Januari 2012 bertarung karena rebutan pengaruh kerbau betina yang lain. Kendati pertarungan kerbau kerap terjadi namun kali ini meraik karena yangbertarung adalah kerbau milik kerataon. Hal ini tak ayal memunculkan banyak interpertasi, ada yang mengartikan sebagai gambaran perebutan tahta kerajaan hingga kekacauan politik dalam cakupan yanglebih besar yakni negara (Joglosemar, 26 Januari 2012). Terlepas benar atau salah namun kerajaan sebagai representasi dari negara memang sudah terjadi owah gingsir, banyak aturan yang kemudian dilanggar banyak senjata yang melukai tuannya, dan ada lagi bencana yang datang secara tak biasa, musin dan iklim seakan petak umpet dengan manusia. Kerbau yang berkelahi itu hal yang biasa, hanya saja kembali kita bisa koreksi diri tentang apa yang sudah kita lakukan.

Anda mungkin juga menyukai