Anda di halaman 1dari 35

Aug 30, '06 7:45 Penyakit Riya dan Cara Menyembuhkan Hati dari Penyakit AM Itu for everyone

Sebagaimana diketahui bahwa penyakit riya dapat menghancurkan pahala seseorang dan merupakan sebab dari kemurkaan Allah. Riya juga merupakan salah satu perbuatan dosa besar. Dengan demikian, seseorang harus berusaha untuk menghilangkan penyakit ini dari dalam hatinya, walaupun sangatlah berat, sebagaimana halnya orang yang ingin sembuh dari penyakitnya, ia harus siap minum obat bagaimanapun pahitnya. Penyakit riya merupakan penyakit yang harus disembuhkan oleh setiap orang muslim. Oleh karena itu, penyembuhannya terdapat dua tingkat. Pertama, melepaskan sampai akar-akarnya dan kedua, mencegah akibat-akibat buruk yang muncul dari penyakit riya ketika melakukan ibadah. Tingkat pertama, melepaskan penyakit riya sampai akar-akarnya. Akar penyakit riya adalah cinta kedudukan dan jabatan. Apabila diuraikan menjadi tiga macam, yaitu senang mendapat pujian, takut mendapat ejekan, dan rakus terhadap apa yang dimiliki orang lain. Abu Musa al-Asy`ari menceritakan bahwa pada suatu hari, seorang badui bertanya kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah saw, bagaimana seorang yang berperang untuk melindungi dirinya? Bagaimana seorang yang berperang untuk mendapatkan kedudukan? Bagaimana seorang yang berperang untuk mendapat pujian orang lain?" Kemudian Rasulullah saw, menjawab, "Barangsiapa yang berperang semata-mata untuk menegakkan kalimat Allah maka ia berada di jalan Allah (fi sabilillah, mendapat pahala perang atau mati dalam keadaan syahid). (Muttafaq `alaih) Rasulullah juga bersabda, "Barang siapa yang berperang hanya untuk mendapatkan harta rampasan maka ia mndapatkan apa yang diniatkan" (anNasa`i) Ini merupakan peringatan bagi orang yang tamak kepada harta dunia. Terkadang, seseorang tidak tamak kepada harta atau tidak senang mendapatkan pujian, akan tetapi ia takut mendapatkan ejekan dari orang lain seperti dikatakan kikir, maka ia bersedekah walaupun cuma sedikit, atau dikatakan sebagai pengecut, maka ia tidak lari dari medan peperangan. Atau seorang yang selalu melakukan shalat sunnah di malam hari karena takut dikatakan sebagai pemalas, atau seorang murid yang tidak mau bertanya tentang sesuatu yang ia tidak ketahui karena takut dikatakan sebagai orang bodoh. Orang seperti itu tidak tamak dan tidak haus pujian, melainkan takut mendengar ejekan dari orang lain. Karena terkadang, seseorang bisa sabar untuk tidak mendapat pujian dari orang lain, akan tetapi ia tidak sabar untuk mendapat ejekan. Oleh karena itu, sebab diatas (haus pujian, takut ejekan dan tamak) merupakan akar dari penyakit riya. Sebagaimana telah diketahui dan maklumi bahwa seseorang menginginkan sesuatu baik berupa barang atau manusia karena benda itu memberikan manfaat dan kenikmatan. Apabila ia mengetahui benda itu memberi kenikmatan, tapi satu segi tidak memberikan manfaat melainkan bahaya maka ia akan meninggalkan benda itu. Misalnya madu yang telah diketahui

merupakan minuman yang memberikan kenikmatan, tetapi ketika ia mengetahui madu itu bercampur racun, maka ia membuangnya. Begitu pula dengan penyakit riya, satu segi memberikan kebahagiaan didalam hati kita, tapi satu segi menghalangi kita mendapatkan taufiq (petunjuk dari Allah) dan kedudukan mulia kelak di akherat melainkan siksaan yang akan didapatkannya. Apa yang harus kita lakukan? Barangsiapa yang meyakini bahwa kenikmatan di akherat dan kedudukan yang mulia di sisi Allah akan kekal selamanya, maka ia akan meninggalkan kenikmatan dunia yang menghalanginya mendapatkan kenikmatan akherat dan ia tidak akan menghiraukan penilaian orang selama ia meyakini bahwa Allah memuliakannya. Pengobatan secara praktek adalah dengan melakukan ibadah secara sembunyi-sembunyi atau berusaha agar orang lain tidak mengetahui ibadah yang dilakukannya, seperti menutupi perbuatan jelek yang kita lakukan. Cara ini terus dilakukan hingga tidak memerlukan orang lain mengetahui ibadah yang telah dilakukan, akan tetapi cukup Allah yang mengetahuinya. Sungguh tidak ada obat yang paling mujarab untuk penyakit riya selain sembunyisembunyi dalam beribadah. Ini memang sulit dilakukan bagi orang baru memulainya, tetapi semakin lama beban itu ia hadapi, maka beban yang awalnya sangat berat akan menjadi ringan dan akhirnya ia akan merasakan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya melalui taufiq dan hidayah yang diberikannya. Allah berfirman,

"Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Ar Ra'd :11) Hamba yang berusaha dan Allah yang memberikan hidayah. Hamba yang mengetuk pintu dan Allah yang membukanya. Allah berfirman, "..Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" (At Taubah : 120) "Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar." (An Nisaa' : 40) Tingkat kedua, mencegah akibat-akibat buruk yang muncul dari penyakit riya ketika beribadah. Setelah melakukan upaya pertama dengan tidak menghiraukan pujian dan ejekan orang lain atau tidak tamak, maka tetap harus berwaspada ketika melakukan ibadah karena setan selalu menggoda manusia walaupun dalam keadaan beribadah. Janganlah berhenti melepaskan diri dari hawa nafsu yang terus mengembuskan penyakit riya kepadanya dan selalu berhati-hati cara setan menjerumuskan manusia kepada perbuatan riya, yaitu pertama diembuskan keinginan agar orang memuji apa yang dilakukan dan ia mendapatkan kemuliaan di mata mereka. Lintasan-lintasan riya ada tiga macam. Cara pertama disebut dengan mengetahui (ma`rifah), cara kedua disebut syahwat, dan ketiga disebut perbuatan yang disebut azam atau tekad.

Maka sebelum cara kedua diembuskan setan ke dalam hati, kita harus dapat mengatasi cara pertama yaitu membuang keinginan agar orang lain mengetahui apa yang kita lakukan dan katakan kepada hati kecil kita, "Apa urusan orang lain mengetahui atau tidak mengetahui apa yang telah kita lakukan. Cukuplah apabila Allah telah mengetahuinya dan apa manfaat orang lain mengetahui perbuatan kita?" Apabila ada di hati kita keinginan untuk mendapat pujian dari orang lain, maka sadarlah bahwa hal itu adalah salah satu penyakit riya yang membawa kepada kemurkaan Allah, diakherat kelak akan menjadikan amal perbuatan kita sia-sia. Sebagaimana diketahui bahwa keinginan agar orang lain mengetahui apa yang dilakukan merupakan syahwat yang di embuskan setan untuk membawa kepada perbuatan riya. Oleh karenanya, mengetahui bahaya dari perbuatan riya akan menimbulkan kebencian terhadap melakukan perbuatan itu. Syahwat akan menyerukan untuk melakukan sedangkan kebencian (karahah) akan menyerukan untuk menolaknya. Diri kitalah yang akan memilih mana yang lebih kuat dari keduanya. Sumber : Buku Tazkiyatun Nafs - Kajian Lengkap Penyucian Jiwa

http://irdy74.multiply.com/journal/item/158

Takut Disebut Ria..???


OPINI | 08 April 2010 | 21:11 161 0 Assalamualaikum Wr.Wb. Tentu kita sadari penyakit ria memang menjadi penyakit yang sangat berbahaya bagi perjalanan ibadah kita. Penyakit hati ini dapat dengan mudah mambakar habis pahala ibadah yang kita lakukan sekalipun sudah bersusah payah kita kerjakan. Ibarat debu di atas batu yang diterpa hujan badai hingga debu tersebut terhempas habis tak bersisa maka begitulah akibat ibadah yang terselubung ria. Memang tidaklah mudah untuk mengidentifikasi penyakit ria. Namun setidaknya menurut Imam Al Ghozali penyakit ria sering timbul karena sebab tiga hal, yaitu: 1. Mencari nikmatnya pujian seseorang. Contoh: A. Ah, sebelum adzan ashar nanti ana harus meninggalkan perkuliahan dulu untuk pergi ke masjid lantas adzan. Mudah-mudahan si ukhti ma temen-temen lain liat ana dan denger ana adzan nanti. B. Ana tolak aja lah panggilan kerja dari perusahaan Konvensional ini. Biar temen-temen tau bahwa ana punya idealisme yang kuat. Nihil

2. Menghindar ataupun takut dicaci. Contoh: A. Duh malu nih ana, temen-temen pada sholat tepat waktu padahal mereka orang yang biasa-biasa aja. Masa ana yang penggiat dakwah telat shalatnya. Apa kata dunia??? B. Duh apa kata temen-temen nanti, masa penggiat Dakwah Eksyar ATMnya masih ATM konvensional. Harus cepet-cepet ganti nih.. 3. Berharap pemberian manusia. Contoh: A. Wah, pak dosen rupanya rajin sholat duha juga toh. Klo gitu ana shalat duha aja persis di sampingnya ah. Kali aja dia liat ana lantas berbaik hati terhadap urusan skripsi ana. B. Pokoknya ana harus dapet juara satu di lomba artikel Eksyar nanti biar pak Dosen tau lantas setuju sama proposal skripsi yang ana ajukan tentang Eksyar ini. Namun demikian bukan berarti perasaan takut untuk berbuat ria ini lantas membuat kita justru enggan melaksanakan ibadah karena anggapan toh nanti pahala ibadah ana habis tak bersisa..!!. Bukan seperti itu menyikapinya. Satu hal lagi tambahan tentang bagaimana mengidentifikasi penyakit ria ini yang mungkin menurut penulis sering tidak kita sadari muncul dalam benak kita yaitu justru pada perasaan takut disebut ria. Karena ternyata perasaan takut di sebut ria lagi-lagi mengkotakkan kita pada orientasi manusia, mengkotakkan kita bukan lagi pada apa kata ALLAH melainkan apa kata mereka. Contoh: Waduh, ana takut dianggap ria nih kalau shalat lebih awal waktu dari temen-temen walaupun mungkin ada sebagian yang menganggap ana sebagai taat. Dan banyak lagi contohnya. Untuk sedikit menjawabnya, kiranya ada sebuah kisah yang mungkin dapat mengingatkan kita tentang hal ini. Simaklah Kisah tentang Lukmanul Hakim saat mengajak anaknya ke pasar. Mereka mempunyai seekor keledai yang sudah tua dan kurus badannya. Saat hendak menuju ke pasar;

Lukmanul Hakim: Nak ini keledai kita cuma satu, kurus, dan sudah tua lagi. Berarti sudah kalau begitu kamu saja yang naik ini keledai, sementara bapak menuntun saja. Si Anak pun menaikki keledainya, kemudian Mereka berjalan melewati sekumpulan orang dan mulai berkomentar; Salah satu dari kumpulan orang: Heuh, tuh anak ngelunjak bener sama orang tua. Nggak sopan, masa dia enak-enak nangkring di atas keledai sementra bapaknya nuntun keledai. Komentar tersebut terdengar oleh Lukmanul Hakim dan anaknya. Sehingga Lukmanul Hakim pun berkata pada anaknya. Lukmanul Hakim: Nak kita salah, tukar-tukar. Kamu turun bapak yang naik keledai. Naek bapaknya ke atas keledai mnggantikan anaknya, dituntun itu keledai sama anaknya kemudian melewati lagi sekelompok orang. Salah satu dari kumpulan orang: Heuh, bapak sudah tua, rambut putih, nggak bijaksana masa dia enak-enak nangkring di atas keledai, anak kecil disuruh nuntun. Lukmanul Hakim: Wah kita salah lagi nak. Sudah kalau begitu bapak turun saja. Kita tuntun saja keledai ini sama-sama. Kemudian mereka lewat lagi di sekumpulan orang: Salah satu dari kumpulan orang: Heuh liat tuh orang, tidak efektif, tidak efisien, harusnya keledai kan dimanfaatkan. Ini liat keledai dianggurkan begitu. Lukmanul Hakim: Nak kita salah lagi. Kamu naik salah, bapak naik salah. Tidak ditunggangi salah. Sudah kalau begitu kita naikki berdua saja keledai ini. Lalu lewatlah mereka di sekumpulan orang lagi yang rupanya pecinta binatang. Salah satu dari kumpulan orang: Liat tuh orang, teganya, hak azasi manusia diperjuangkan, hak azasi binatang diinjak-injak. Keledai tua, kurus lagi eh seenaknya dinaikki berdua. Lukmanul Hakim: Nak kita salah lagi. Turun..turun..turun. Pikir dulu sebentar. Kamu naik salah, bapak naik salah, tidak dinaikki salah, dinaikki berdua salah. Kira-kira yang mesti kita lakukan apa nih. Si Anak: Sudahlah pak kita gotong saja keledainya sama-sama. Biar keledai naik kita sekarang.

Dan ternyata benar mereka menggotong keledai tersebut dan kemudian melewati sekumpulan orang lagi yang rupanya adalah seorang filosof. Salah seorang filosof: Bener-bener, zaman memang sudah edan. Dulu mah orang naik keledai sekarang keledai naik orang. Akhirnya Lukmanul Hakim pun memanggil anaknya dan menyimpulkan. Lukmanul Hakim: Sini-sini nak. Kamu liat ternyata kita salah semua. Nak, kalau kamu berharap kamu bahagia karena apa kata orang. Orang punya pikiran bedabeda, punya pendapat beda-beda, tapi kalau engkau mencukupkan pandangan ALLAH saja maka engkau akan merdeka. Jadi, singkat kata pendek bicara, cukupkanlah setiap ibadah yang kita kerjakan hanya pada apa kata ALLAH saja, sebab kalau apa kata ALAH saja sudah baik nicaya baik pulalah apa kata mereka, namun bila apa kata ALLAH buruk maka tentu buruk pulalah apa kata mereka. Dan itulah hakikat ikhlas sebagai pengobat penyakit ria dalam diri kita. Memang tidaklah mudah Wassalamualaikum Wr.Wb. http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/08/takut-disebut-ria/

penyakit hati dan sombong dan obatnya

RIA
sesungguhnya jika seorang hamba melakukkan kesalahan /dosa Dititikan pada hatinya sat tuitik hitam. Namun bila ia menarik diri /berhenti dari dosa tersebut, Beristigfar dan bertaubat. Dibersihkan hatinya dari titik hitam itu, Akan tetapi jika tidak bertaubat dan kembali dan berbuat dosa Maka, bertambahlah titik hitam tersebut, hingga sukar untuk dirinya (HR. Ahmad) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat . (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. ( QS al ma un ayat 4:6) Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa

nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Saad:26) Hidup tenang diperoleh jika senantiasa bersama Allah , dan Allah hanya akan menyertaiorang yang senantiasa membersihkanhatinya. Dalam hati mereka ada penyakit 23, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS. Al baqoroh:10) Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya 71 kepada siapa yang dikehendaki-nya di antar hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan 72. Dan untuk orang-orang yang kafir siksaan yang menghinakan. (QS. Al baqoroh:90) Awaslah kamu jangan memperadukan antara taat pada Allah dengan keinginan dipuji orang (ria), Niscaya gugurlah amalanmu.(HR. Ad dailami) suatu yang paling kau khuatirkan kamu ialah syirik kecil, Lalu ditanya oleh sahabat, apakah syirik kecil itu ya Rosulallah, Kemudian Rosulallah bersabda, itulah RIA (HR, ahmad dan baihaqi) Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS. An naml :14) . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS. An nissa:36) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. orang-orang yang berbuat riya. (QS. Al maun 4:6) http://argokus.blogspot.com/2011/01/penyakit-hati-dan-sombong-dan-obatnya.html

Kekuatan & Penyakit Hati


Posted on Desember 5, 2010 by Ki Pitung Kalau fikiran manusia ada di otak yang terletak di kepala, dimanakah letak hati manusia? Pada zaman dahulu para pakar Sumerian Asyirian berpendapat bahwa manusia berfikir dan merasa menggunakan organ hati (liver). Hal ini dibantah oleh Aristoteles yang menganggap manusia berfikir dan berperasaan dengan jantung (heart). Kedua pendapat tersebut mempunyai pengikut masing masing, penggunaan istilah liver berkembang didaerah selatan terutama Asia, dan heart berkembang di utara terutama Eropa. Namun didaerah selatan kini pengertian hati (liver) telah menjadi rancu, mereka mengatakan hatiku sangat sakit tapi yang diurut bagian dada (lokasi jantung). Dalam Al Quran A Al Hajj 46 dengan jelas dinyatakan bahwa qalbu itu berada dirongga dada ( mungkin jantung?).

46- maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. ( Al Hajj 46) Rasulullah mengatakan bahwa didada manusia ada segumpal darah, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh manusia itu jika dia buruk maka manusia itupun menjadi buruk pula. didalam hati (qolbu) manusia terdapat empat ruangan yaitu: 1. Yang diinginkan.

Ingin senang, kaya, bahagia, sukses, aman , nyaman, nikmat, serba cukup, sehat, kuat.

1. Yang di takuti

Takut mati, miskin., susah, sengsara, melarat, hina, sakit, lemah.

1. Penyakit hati

Musyrik, kafir, dengki, hasud, dendam, ria, sombong, takabur, malas, khianat.

1. Kekuatan hati

Iman, Taqwa, Ikhlas, sabar, jujur, amanah, santun, syukur, ridha, pemaaf, pemurah, penyayang.

Empat ruang dalam hati yang mempengaruhi jalan hidup Manusia Dan tujuh tingkatan nafsu manusia menurut ajaran tasawuf. Manusia ingin bahagia, kaya, senang, sejahtera dan takut mati, miskin, sengsara ataupun melarat. Untuk mencapai yang diinginkan dan menjauh dari yang ditakuti manusia dirongrong oleh penyakit hati yang berupa kemusyrikan, kafir, sombong, dengki, ujub, takabur, ria sifat ini ditiupkan oleh syetan kedalam hati manusia.

Jika sifat buruk yang ditiupkan syetan itu merajalela dalam hati dan hati mejadi busuk penuh penyakit maka manusia akan gagal mencapai yang diingini bahkan sebaliknya akan terjerumus kelembah yang ditakuti tersebut. Sebaliknya jika hati dipenuhi kekuatan Iman, taqwa, tawakkal sabar, iklas, jujur, amanah dan sifat lainnya yang mendapat ridha Allah niscaya ia akan menemui apa yang diinginkan yaitu bahagia, kaya, senang, aman sejahtera. Hati atau Qolbu adalah bagian penting dari manusia yang tetap berfungsi sejak hidup didunia sampai terus di akhirat kelak. Fungsi hati atau Qalbu tidak berhenti atau putus akibat datangnya kematian. Bagian tubuh lain seperti mata, telinga, otak dan seluruh tubuh tidak berfungsi lagi setelah datangnya kematian. Namun hati akan tetap berperan dialam barzakh, dihari berbangkit sampai dihari berhisab kelak. Hati yang jernih dan bersih akan membawa kita pada kehidupan yang sejahtera dan kekal selamanya di sisi Allah baik didunia maupun diakhirat. Hati yang kotor, busuk dan penuh penyakit akan membawa kita kepada kesulitan dan kesengsaraan abadi selama hidup didunia dan di akhirat kelak. sumber:http://izulpaijo.wordpress.com/ http://goib.wordpress.com/2010/12/05/kekuatan-penyakit-hati/ Penyakit Hati Asalamualaikum...Ustadz,saya mau menanyakan tentang trik trik apa yang paling mudah mengatasi penyakit hati seperti riya ujub takabur iri hati dsb serta bagaimana cara mengetahui bahwa dalam diri kita ada penyakit hati tersebut.sebelumnya trimakasih atas jawabannya wass.. azzhra rosha di tasikmalaya Jawaban : Walaikum salam Wr. Wb. Sahabat

Cara mengatasi penyakit hati diantaranya dengan belajar mnghinakan diri/hati, lihat asal muasal kejadian kita tercipta dari yang hina sperma kemana-kemana bawa kotoran,terakhir akan menjadi bangkai, yang akan memuliakannya adalah ketaqwaan,dan apa keuntungannya buat kita untuk dengki, takabur dan sebagainya, malah akan menyakitkan hati saudara kita dan hati kita akan terus sakit dan akan

kembali kepada dirinya, semua perbuatan akan kembali kepada masing-masing baik maupun buruknya, lihat manfaat madharatnya adakah manfaatnya, banyak harus dikerjakan, malah yang dianjurkn doa kebaik-baikan untuk mereka, diantara penyakit dengki cirinya; senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang, ciri takabur; mementahkan kebenaran dan merendahkan manusia adakah pada diri kita? Penyakit tersebut akan menyedot amal kebaikan yg telah dilakukan. Boleh lihat lengkapnya di buku intisari ihya ulumuddin alghozali, dan di DT ada platihan Memenej hati agar menjadi pribadi selalu memperbaiki diri dan berbuat yang terbaik, disana akn dipelajari penyakit-penyakit hati dan terapinya, http://anggraeni81.multiply.com/journal/item/33/Tips_Mengatasi_Penyakit_Hati

Penyakit Riya' dan Gila Popularitas


Penyakit Riya dan Gila Popularitas (Hadits ke-1 Arbain An-Nawawi)

Judul Asli: Ikhlas dan Bahaya Riya Penulis: Ustadz Firanda Dari Amirul muminin Umar bin Al-Khotthob rodiallahuanhu, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya amalan-amalan itu berdasarkan niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan, maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya adalah kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena untuk menggapai dunia atau wanita yang hendak dinikahinya maka hijrahnya kepada apa yang hijrahi. (HR. Al-Bukhari: 1). Berkata Abdurrahman bin Mahdi, Kalau seandainya aku menulis sebuah kitab yang terdiri atas bab-bab maka aku akan menjadikan hadits Umar bin Al-Khattab yaitu hadits Al Amaalu bin Niyyaat di setiap bab (Jamiul Ulum 1/8). Imam Asy-Syafii berkata, Hadits ini adalah sepertiga ilmu (Jamiul Ulum 1/9). Imam Ahmad berkata, Pokok-pokok Islam ada tiga hadits, hadits Umar rodiallahuanhu, Hanya saja amal-amal itu berdasarkan niatnya, hadits Aisyah rodiallahuanha, Barangsiapa yang berbuat perkara-perkara yang baru dalam agama ini yang bukan dari agama maka ia tertolak dan hadits Numan bin Basyir rodiallahuanhu Yang halal jelas dan yang haram jelas. (Jamiul Ulum 1/9). Sesungguhnya pembahasan tentang ikhlas adalah pembahasan yang sangat penting yang berkaitan dengan agama Islam yang hanif (lurus) ini, hal dikarenakan tauhid

adalah inti dan poros dari agama dan Allah tidaklah menerima kecuali yang murni diserahkan untukNya sebagaimana firman Allah, Hanyalah bagi Allah agama yang murni. (QS. Az-Zumar : 3). Maka perkara apa saja yang merupakan perkara agama Allah jika hanya diserahkan kepada Allah maka Allah akan menerimanya, adapun jika diserahkan kepada Allah dan juga diserahkan kepada selain Allah (siapapun juga ia) maka Allah tidak akan menerimanya, karena Allah tidak menerima amalan yang diserikatkan, Dia hanyalah meneriman amalan agama yang kholis (murni) untukNya. Allah akan menolak dan mengembalikan amalan tersebut kepada pelakunya bahkan Allah memerintahkannya untuk mengambil pahala (ganjaran) amalannya tersebut kepada yang dia sya rikatkan, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam, yang artinya: Allah berfirman Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat, maka barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan amalannya tersebut (juga) kepada selainku maka Aku berlepas diri darinya dan ia untuk yang dia syarikatkan (HR. Ibnu Majah 2/1405 no. 4202, dan ia adalah hadits yang shahih, sebagaimana perkataan Syaikh Abdul Malik Ar-Romadhoni, adapun lafal Imam Muslim (4/22 89 no 2985) adalah, aku tinggalkan dia dan ksyirikannya). Berkata Syaikh Sholeh Alu Syaikh, Lafal amalan disini adalah nakiroh dalam konteks kalimat syart maka memberi faedah keumuman sehingga mencakup seluruh jenis amalan kebaikan baik amalan badan, amalan harta. Maupun amalan yang mengandung amalan badan dan amalan harta (seperti haji dan jihad). (AtTamhid hal. 401). Definisi ikhlas menurut etimologi (menurut peletakan bahasa) Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan halhal yang bisa mencampurinya. Dikatakan bahwa madu itu murni jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran dari luar, dan dikatakan harta ini adalah murni untukmu maksudnya adalah tidak ada seorangpun yang bersyarikat bersamamu dalam memiliki harta ini. Hal ini sebagaimana firman Allah tentang wanita yang menghadiahkan dirinya untuk Nabi shalallahu alaihi wasallam, Dan perempuan mumin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mumin. (QS. Al Ahzaab: 50). Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orangorang yang meminumnya. (QS. An Nahl: 66). Maka tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua diantara mereka: Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari

kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya. (QS. Yusuf: 80). Yaitu para saudara Yusuf menyendiri untuk saling berbicara diantara mereka tanpa ada orang lain yang menyertai pembicaraan mereka. Definisi ikhlas menurut istilah syari (secara terminologi) Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah sama. Diantara mereka ada yang mendefenisikan bahwa ikhlas adalah menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia. Ada yang mengatakan juga bahwa ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu. Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu bahwasanya engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang seharusnya yang diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak menjadikan perhatiannya kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya tergantung dengan komentar manusia, namun hendaknya ia menjadikan perhatiannya kepada Robb manusia, karena yang jadi patokan adalah keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia tidak meridhoimu). Ada juga mengatakan bahwa ikhlas adalah samanya amalan-amalan seorang hamba antara yang nampak dengan yang ada di batin, adapun riya yaitu dzohir (amalan yang nampak) dari seorang hamba lebih baik daripada batinnya dan ikhlas yang benar (dan ini derajat yang lebih tinggi dari ikhlas yang pertama) yaitu batin seseoang lebih baik daripada dzohirnya, yaitu engkau menampakkan sikap baik dihadapan manusia adalah karena kebaikan hatimu, maka sebagaimana engkau menghiasi amalan dzohirmu dihadapan manusia maka hendaknya engkaupun menghiasi hatimu dihadapan Robbmu. Ada juga yang mengatakan bahwa ikhlas adalah, melupakan pandangan manusia dengan selalu memandang kepada Allah, yaitu engkau lupa bahwasanya orangorang memperhatikanmu karena engkau selalu memandang kepada Allah, yaitu seakan-akan engkau melihat Allah yaitu sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam tentang ihsan Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya dan jika engkau tidak melihatNya maka sesungguhnya Ia melihatmu. Barangsiapa yang berhias dihadapan manusia dengan apa yang tidak ia miliki (dzohirnya tidak sesuai dengan batinnya) maka ia jatuh dari pandangan Allah, dan barangsiapa yang jatuh dari pandangan Allah maka apalagi yang bermanfaat baginya? Oleh karena itu hendaknya setiap orang takut jangan sampai ia jatuh dari pandangan Allah karena jika engkau jatuh dari pandangan Allah maka Allah tidak akan perduli denganmu dimanakah engkau akan binasa, jika Allah meninggalkan engkau dan menjadikan engkau bersandar kepada dirimu sendiri atau kepada makhluk maka berarti engkau telah bersandar kepada sesuatu yang lemah, dan terlepas darimu pertolongan Allah, dan tentunya balasan Allah pada hari akhirat

lebih keras dan lebih pedih. (Dari ceramah beliau yang berjudul ikhlas. Definisidefinisi ini sebagaimana juga yang disampaikan oleh Ahmad Farid dalam kitabnya Tazkiyatun Nufus hal. 13). Berkata Syaikh Abdul Malik, Ikhlas itu bukan hanya terbatas pada urusan amalan-amalan ibadah bahkan ia juga berkaitan dengan dakwah kepada Allah. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam saja (tetap) diperintahkan oleh Allah untuk ikhlas dalam dakwahnya. Katakanlah, Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik. (QS. Yusuf: 108). Yaitu dakwah hanyalah kepada Allah bukan kepada yang lainnya, dan dakwah yang membuahkan keberhasilan adalah dakwah yang dibangun karena untuk mencari wajah Allah. Aku memperingatkan kalian jangan sampai ada diantara kita dan kalian orang-orang yang senang jika dikatakan bahwa kampung mereka adalah kampung sunnah, senang jika masjid-masjid mereka disebut dengan masjidmasjid ahlus sunnah, atau masjid mereka adalah masjid yang pertama yang menghidupkan sunnah ini dan sunnah itu, atau masjid pertama yang menghadirkan para masyayikh salafiyyin dalam rangka mengalahkan selain mereka, namun terkadang mereka tidak sadar bahwa amalan mereka hancur dan rusak padahal mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat yang sebaik-baiknya. Dan ini adalah musibah yang sangat menyedihkan yaitu syaitan menggelincirkan seseorang sedikit-demi sedikit hingga terjatuh ke dalam jurang sedang ia menyangka bahwa ia sedang berada pada keadaan yang sebaik-baiknya. Betapa banyak masjid yang aku lihat yang Allah menghancurkan amalannya padahal dulu jemaahnya dzohirnya berada di atas sunnah karena disebabkan rusaknya batin mereka, dan sebab berlomba-lombanya mereka untuk dikatakan bahwa jemaah masjid adalah yang pertama kali berada di atas sunnah, hendaknya kalian berhatihati (Dari ceramah beliau yang berjudul ikhlas). Syuhroh (Popularitas) Ketenaran (popularitas) memang mahal harganya. Betapa banyak orang yang rela mengorbankan banyak harta benda hanya karena untuk memperoleh ketenaran. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para penyanyi, ataupun para bintang film. Mereka selalu berusaha tampil beda agar bisa menarik perhatian umat dunia. Bahkan ada yang rela untuk melakukan hal-hal yang aneh dan yang diharamkan oleh Allah hanya untuk memperoleh popularitas (sebagaimana penulis membaca pengakuan seorang wanita yang rela untuk berfoto setengah telanjang -bukan setengah lagi, tapi 90%, karena hanya tersisa beberapa utas benang atau secarik kain yang menutupi tubuhnya, awas jangan dibayangkan!!-, padalah dia hanya dibayar sangat rendah. Dia mengaku bahwasanya semua itu agar dia menjadi tenar. Naudzu billahi min dzalik), yang toh setelah perjuangan dan pengorbanannya tersebut dia belum tentu tersohor. Kalaupun terkenal, toh belum tentu bertahan lama. Namun bagaimanapun popularitas merupakan sesuatu impian yang didambakan oleh banyak manusia (kafir maupun muslim).

Sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini. Hampir seluruh keanehan-keanehan yang dilakukan oleh manusia sesungguhnya dikarenakan cinta popularitas. Kita lihat ada orang yang mengecet rambutnya bewarna warni, ada yang kepalanya setengah gundul dan setengahnya rambutnya panjang hingga bahunya dan dicat hijau (sebagaimana yang pernah dilihat oleh Syaikh Abdur Rozaq), ada yang rambutnya cuma ditengah saja panjang adapun sisanya gundul (sebagaimana penulis pernah lihat seorang dari tanah air yang model cukurannya seperti itu padahal dia lagi umroh), ada yang dipotong seperti warna macan tutul (botak gundul, botak gundul), ada yang tengahnya gundul dan kanan kiri kepalanya ada rambutnya, ada yang seluruh kepalanya gundul namun tersisia satu pelintiran yang panjang sekali, dan model-model yang lainnya yang banyak sekali dan aneh-aneh. Ini, padahal baru masalah rambut, belum masalah telinga, hiasan leher, apalagi model pakaian. Yang semua ini hanyalah dilakukan demi ketenaran. Demi Allah, seandainya salah mereka itu tinggal di hutan yang tidak ada manusianya sama sekali kecuali dia sendiri, dan dia hanya berteman binatang dan pepohonan, demi Allah dia tidak akan melakukan hal-hal aneh yang telah dia lakukan, karena tidak ada manusia yang memperhatikannya. Kalau dia tetap aneh juga maka dia akan terkenal diantara para hewan. Popularitas merupakan kenikmatan dunia yang mahal harganya. Penyakit cinta ketenaran ternyata tidak hanya menimpa orang awam saja yang tidak mengetahui perkara-perkara agama, namun juga menjangkiti para ahli ibadah dan para penuntut ilmu syari. Walaupun memang bentuknya berbeda, namun hakekatnya sama adalah cinta popularitas. Ahli ibadah juga pingin kesungguhannya dalam beribadah diketahui oleh para ahli ibadah yang lain, ahli ilmu pun ingin orang lain tahu bahwasanya dia adalah seorang yang pandai, sehingga akhirnya martabatnya tinggi dihadapan manusia. Penyakit inilah yang dalam kamus agama disebut penyakit riya (pingin dilihat orang) dan sumah (pingin didengar orang). Manusia begitu bersemangat untuk menutupi kejelekan-kejelekan mereka, mereka tutup sebisa mungkin, kejelekan sekecil apapun, dibungkus rapat jangan sampai ketahuan. Hal ini dikarenakan mereka menginginkan mendapatkan kehormatan dimata manusia. Dengan terungkapnya kejelekan yang ada pada mereka maka akan turun kedudukan mereka di mata manusia. Seandainya mereka juga menutupi kebaikan-kebaikan mereka, -sekecil apapun kebaikan itu, jangan sampai ada yang tahu, siapapun orangnya (saudaranya, sahabat karibnya, guru-gurunya, anakanaknya, bahkan istrinya) tidak ada yang mengetahui kebaikannya- , tentunya mereka akan mencapai martabat mukhlisin (orang-orang yang ikhlas). Mereka berusaha sekuat mungkin agar yang hanya mengetahui kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan hanyalah Allah. Karena mereka hanya mengharapkan kedudukan di sisi Allah. Berkata Abu Hazim Salamah bin Dinar Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan kejelekankejelekanmu. (Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni , Diriwayatkan oleh AlFasawi dalam Al-Marifah wa At-Tarikh (1/679), dan Abu Nuaim dalam AlHilyah (3/240), dan Ibnu Asakir dalam tarikh Dimasyq (22/68), dan sanadnya sohih. Lihat Sittu Duror hal. 45).

Dalam riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syuab Al-Iman no 6500 beliau berkata, Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagiamana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu, dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu, sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk neraka) atau orang yang bahagia (masuk surga). Berkata Syaikh Abdul Malik, Namun mengapa kita tidak melaksanakan wasiat Abu Hazim ini?? Kenapa??, hal ini menunjukan bahwa keikhlasan belum sampai ke dalam hati kita sebagaimana yang dikehendaki Allah (Dari ceramah beliau yang berjuduk ikhlas). Oleh karena itu banyak para imam salaf yang benci ketenaran. Mereka senang kalau nama mereka tidak disebut-sebut oleh manusia. Mereka senang kalau tidak ada yang mengenal mereka. Hal ini demi untuk menjaga keihlasan mereka, dan karena mereka kawatir hati mereka terfitnah tatkala mendengar pujian manusia. Berkata Hammad bin Zaid: Saya pernah berjalan bersama Ayyub (As-Sikhtyani), maka diapun membawaku ke jalan-jalan cabang (selain jalan umum yang sering dilewati manusia-pen), saya heran kok dia bisa tahu jalan-jalan cabang tersebut ?! (ternyata dia melewati jalan-jalan kecil yang tidak dilewati orang banyak) karena takut manusia (mengenalnya dan) mengatakan, Ini Ayyub (Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni: Diriwayatkan oleh Ibnu Saad (7/249), dan Al-Fasawi dalam Al-Marifah wa At-Tarikh (2/232), dan sanadnya shahih. (Sittu Duror hal 46)). Berkata Imam Ahmad: Aku ingin tinggal di jalan-jalan di sela-sela gununggunung yang ada di Mekah hingga aku tidak dikenal. Aku ditimpa musibah ketenaran. (As-Siyar 11/210). Tatkala sampai berita kepada Imam Ahmad bahwasanya manusia mendoakannya dia berkata: Aku berharap semoga hal ini bukanlah istidroj. (As-Siyar 11/211). Imam Ahmad juga pernah berkata tatkala tahu bahwa manusia mendoakan beliau: Aku mohon kepada Allah agar tidak menjadikan kita termasuk orang-orang yang riya. (As-Siyar 11/211). Pernah Imam Ahmad mengatakan kepada salah seorang muridnya (yang bernama Abu Bakar) tatkala sampai kepadanya kabar bahwa manusia memujinya: Wahai Abu Bakar, jika seseorang mengetahui (aib-aib) dirinya maka tidak bermanfaat baginya pujian manusia. (As-Siyar 11/211). Berkata Hammad, Pernah Ayyub membawaku ke jalan yang lebih jauh, maka akupun perkata padanya, Jalan yang ini yang lebih dekat, maka Ayyub menjawab: Saya menghindari majelis-majelis manusia (menghindari keramaian manusia-pen). Dan Ayyub jika memberi salam kepada manusia, mereka menjawab salamnya lebih dari kalau mereka menjawab salam selain Ayyub. Maka Ayyub berkata: Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa saya tidaklah menginginkan hal ini !, Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa saya

tidaklah menginginkan hal ini!. Berkata Syaikh Abdul Malik: Diriwayatkan oleh Ibnu Sad (7/248) dan Al-Fasawi (2/239), dan sanadnya shahih. (Sittu Duror hal 47). Berkata Abu Zurah Yahya bin Abi Amr, Ad-Dlohhak bin Qois keluar bersama manusia untuk sholat istisqo (sholat untuk minta hujan), namun hujan tak kunjung datang, dan mereka tidak melihat adanya awan. Maka beliau berkata: Dimana Yazid bin Al-Aswad? (Dalam riwayat yang lain: Maka tidak seorangpun yang menjawabnya, kemudian dia berkata: Dimana Yazid bin Al-Aswad?, Aku tegaskan padanya jika dia mendengar perkataanku ini hendaknya dia berdiri), maka berkata Yazid :Saya di sini!, berkata Ad-Dlohhak: Berdirilah!, mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan bagi kami!. Maka Yazid pun berdiri dan menundukan kepalanya diantara dua bahunya, dan menyingsingkan lengan banjunya lalu berdoa: Ya Allah, sesungguhnya para hambaMu memintaku untuk berdoa kepadaMu. Lalu tidaklah dia berdoa kecuali tiga kali kecuali langsung turunlah hujan yang deras sekali, hingga hampir saja mereka tenggelam karenanya. Kemudian dia berkata: Ya Allah, sesungguhnya hal ini telah membuatku menjadi tersohor, maka istirahatkanlah aku dari ketenaran ini, dan tidak berselang lama yaitu seminggu kemudian diapun meninggal. Lihat takhrij kisah ini secara terperinci dalam buku Sittu Duror karya Syaikh Abdul Malik Romadloni hal. 47. Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana Yazid Al-Aswad merasa tidak tentram dengan ketenarannya bahkan dia meminta kepada Allah agar mencabut nyawanya agar terhindar dari ketenarannya. Ketenaran di mata Yazid adalah sebuah penyakit yang berbahaya, yang dia harus menghindarinya walaupun dengan meninggalkan dunia ini. Allahu Akbar.. ! inilah akhlak salaf (Berkata Guru kami Syaikh Abdul Qoyyum, Adapun orang-orang yang memerintahkan para pengikutnya atau rela para pengikutnya mencium tangannya lalu ia berkata bahwa ia adalah wali Allah maka ia adalah dajjal). Namun banyak orang yang terbalik, mereka malah menjadikan ketenaran merupakan kenikmatan yang sungguh nikmat sehingga mereka berusaha untuk meraihnya dengan berbagai macm cara. Dari Abu Hamzah Ats-Tsumali, beliau berkata: Ali bin Husain memikul sekarung roti diatas pundaknya pada malam hari untuk dia sedekahkan, dan dia berkata, Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi memadamkan kemarahan Allah. Ini merupakan hadits yang marfu dari Nabi, yang diriwayatkan dari banyak sahabat, seperti Abdullah bin Jafar, Abu Said Al-Khudri, Ibnu Abbas, Ibnu Maud, Ummu Salamah, Abu Umamah, Muawiyah bin Haidah, dan Anas bin Malik. Berkata Syaikh Al-Albani: Kesimpulannya hadits ini dengan jalannya yang banyak serta syawahidnya adalah hadits yang shahih, tidak diragukan lagi. Bahkan termasuk hadits mutawatir menurut sebagian ahli hadits mutaakhirin (AsShohihah 4/539, hadits no. 1908). Dan dari Amr bin Tsabit berkata, Tatkala Ali bin Husain meninggal mereka memandikan mayatnya lalu mereka melihat bekas hitam pada pundaknya, lalu mereka bertanya: Apa ini, lalu dijawab: Beliau selalu memikul berkarungkarung tepung pada malam hari untuk diberikan kepada faqir miskin yang ada di Madinah.

Berkata Ibnu Aisyah: Ayahku berkata kepadaku: Saya mendengar penduduk Madinah berkata: Kami tidak pernah kehilangan sedekah yang tersembunyi hingga meninggalnya Ali bin Husain Lihat ketiga atsar tersebut dalam Sifatus Sofwah (2/96), Aina Nahnu hal. 9. Lihatlah bagaimana Ali bin Husain menyembunyikan amalannya hingga penduduk Madinah tidak ada yang tahu, mereka baru tahu tatkala beliau meninggal karena sedekah yang biasanya mereka terima di malam hari berhenti, dan mereka juga menemukan tanda hitam di pundak beliau. Seseorang bertanya pada Tamim Ad-Dari Bagaimana sholat malam engkau, maka marahlah Tamim, sangat marah, kemudian berkata, Demi Allah, satu rakaat saja sholatku ditengah malam, tanpa diketahui (orang lain), lebih aku sukai daripada aku sholat semalam penuh kemudian aku ceritakan pada manusia (Dinukil dari kitab Az- Zuhud, Imam Ahmad). Tidak seorangpun diantara kita yang meragukan akan kesungguhan para sahabat dalam beribadah. Namun walaupun demikian, mereka tidaklah ujub, atau memamerkan amalan mereka kapada manusia, jauh sekali dengan kita. Adapun sebagian kita (atau sebagian besar, atau seluruhnya (kecuali yang dirahmati oleh Allah), Allahu Al-Mustaan, sudah amalannya sedikit, namun diceritakan kemanamana (Bahkan kalau bisa orang sedunia mengetahuinya). Ada yang berkata, Dakwah saya disana, disini, ada juga yang berkata,Yang menghadiri majelis saya jumlahnya sekian dan sekian (padahal kalau dihitung belum tentu sebanyak yang disebutkan, atau memang benar yang hadir majelisnya banyak tetapi tidak selalu. Terkadang yang hadir dalam sebagian majelisnya cuma sedikit, namun tidak dia ceritakan, atau yang hadir banyak tapi pada ngantuk semua, juga tidak dia ceritakan. Pokoknya dia ingin gambarkan pada manusia bahwa dia adalah dai favorit), ada yang berkata, Saya sudah baca kitab ini, kitab itu.. hal ini sebagaimana termuat dalam kitab ini atau kitab itu(padahal belum tentu satu kitabpun dia baca dari awal hingga akhir, atau bahkan belum tentu dia baca sama sekali secara langsung kitab itu. Namun dia ingin gambarkan pada manusia bahwa mutolaahnya banyak, agar mereka tahu bahwa dia adalah orang yang berilmu dan gemar membaca). Yang mendorong ini semua adalah karena keinginan mendapat penghargaan dan penghormatan dari manusia. Lihatlah Tamim Ad-Dari tidak membuka pintu yang bisa mengantarkannya terjatuh dalam riya, sehingga dia tidak mau menjawab orang yang bertanya tentang ibadahnya. Namun sebaliknya, sebagian kaum muslimin sekarang justru menjadikan kesempatan pertanyaan seperti itu untuk bisa menceritakan seluruh ibadahnya, bahkan menanti-nanti untuk ditanya tentang ibadahnya, atau dakwahnya, atau perkara yang lainnya. Ayyub As-Sikhtiyani sholat sepanjang malam, dan jika menjelang fajar maka dia kembali untuk berbaring di tempat tidurnya. Dan jika telah terbit fajar maka diapun mengangkat suaranya seakan-akan dia baru saja bangun pada saat itu. (Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 3/8).

Berkata Muhammad bin Ayun, Aku bersama Abdullah bin Mubarok dalam peperangan di negeri Rum. Tatkala kami selesai sholat isya Ibnul Mubarok pun merebahkan kepalanya untuk menampakkan padaku bahwa dia sudah tertidur. Maka akupun bersama tombakku yang ada ditanganku- menggenggam tombakku dan meletakkan kepalaku diatas tombak tersebut, seakan-akan aku juga sudah tertidur. Maka Ibnul Mubarok menyangka bahwa aku sudah tertidur, maka diapun bangun diam-diam agar tidak ada sorangpun dari pasukan yang mendengarnya lalu sholat malam hingga terbit fajar. Dan tatkala telah terbit fajar maka diapun datang untuk membagunkan aku karena dia menyangka aku tidur, seraya berkata Ya Muhammad bangunlah!, Akupun berkata: Sesungguhnya aku tidak tidur. Tatkala Ibnul Mubarok mendengar hal ini dan mengetahui bahwa aku telah melihat sholat malamnya maka semenjak itu aku tidak pernah melihatnya lagi berbicara denganku. Dan tidak pernah juga ramah padaku pada setiap peperangannya. Seakan-akan dia tidak suka tatkala mengetahui bahwa aku mengetahui sholat malamnya itu, dan hal itu selalu nampak di wajahnya hingga beliau wafat. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih menymbunyikan kebaikan-kebaikannya daripada Ibnul Mubarok (Al-Jarh wa At-Tadil, Ibnu Abi Hatim 1/266). Wahai saudaraku, ketahuilah sesungguhnya ikhlas adalah sesuatu yang sangat berat, penuh perjuangan untuk bisa meraihnya. Pintu-pintu yang bisa dimasuki syaitan untuk bisa merusak keikhlasan kita terlalu banyak. Tatkala kita sedang beramal maka syaitanpun berusaha untuk bisa menjadikan kita riya, kalau tidak bisa menjadikan kita riya di permulaan amal, maka dia akan berusaha agar kita riya di pertengahan amal. Kalau tidak mampu lagi maka di akhir amalan kita. Oleh karena itu kita dapati para salaf dahulu memngecek niat mereka ditengah amalan mereka, apakah masih tetap ikhlas atau sudah berubah?. Diriwayatkan dari Sualaiman bin Dawud Al-Hasyimi: Terkadang saya menyampaikan sebuah hadits dan niat saya ikhlas, (namun) tatkala saya sampaikan sebagian hadits tersebut berubahlah niat saya, ternyata satu hadits saja membutuhkan banyak niat Disebutkan oleh Al-Khotib Al-Bagdadi dalam Tarikh beliau (9/31), Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal (11/412), dan Ad-Dazahabi dalam Siyar (10/625), lihat Jamiul Ulum wal Hikam hal 83, tahqiq Al-Arnauth). Lihatlah bagaimana hati-hatinya salaf dalam menjaga niat mereka, untuk bisa menyampaikan satu hadits saja (yang mungkin hanya beberapa buah kata) dia memperhatikan niatnya berulang-ulang. Bagaimana dengan kita sekarang? Bukan cuma berpuluh-puluh kata yang kita lontarkan, bahkan beribu-ribu kata (tatkala mengisi pengajian, atau memberi pendapat atau nasehat tatkala diminta, atau yang lainnya) pernahkah kita mengecek niat kita disela-sela pembicaraan kita??. Terkadang seseorang di awal sedang mengisi pengajian, dia mendapati niatnya ikhlas. Namun tatkala di tengah pengajian, disaat dia memandang bagaimana para pendengarnya terkagum-kagum dengan kefasihannya melontarkan dalil disaat itulah syaitan berperan aktif untuk merubah niatnya. Waspadalah wahai para saudaraku sesungguhnya hanya sedikit yang selamat dari tipu daya syaitan. Sungguh benarlah perkataan Sufyan Ats-Tsauri, Saya tidak pernah menghadapi sesuatu yang lebih berat daripada niat, karena niat itu berbolak-balik (berubah-

ubah) (Hilyatul Auliya (7/ hal 5 dan 62), lihat Jamiul Ulul wal Hikam hal 70, tahqiq Al-Arnauth). Kalau seseorang telah selamat dari tipu daya syaitan hingga selesai amalnya, ingatlahsyaitan tidak putus asa. Dia mulai menggelitik hati orang tersebut dan merayu orang tersebut untuk menceritakan amalan solehnya pada manusia, dan syaitan menipunya dengan berkata, Ini bukanlah riya, supaya kamu bisa dicontohi manusia. Akhirnya terjebaklah orang tersebut dan diapun mengungkapkan kebaikan-kebaikannya dihadapan orang, maka bisa jadi diapun menceritakan kabaikan-kebaikannya pada manusia karena riya, maka ini merupakan kecelakaan baginya, atau kalau tidak maka minimal pahalanya berkurang. Karena pahala amalan yang sirr (disembunyikan) lebih baik daripada amalan yang diketahui orang lain. Allah berfirman, yang artinya: Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan (QS. Al-Baqoroh: 271). Berkata Ibnu Kasir dalam Tafsirnya, Asalnya isror (amalan secara tersembunyi tanpa diketahui orang lain) adalah lebih afdol dengan dalil ayat ini dan hadits dalam shohihain (Bukhori dan Muslim) dari Abu Huroiroh, beliau berkata: Berkata Rasulullah : Tujuh golongan yang berada dibawah naungan Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, Imam yang adil, dan seorang yang bersedekah lalu dia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya Diriwayatkan oleh AlBukhori (1423) dan Muslim (2377). Berkata Imam Nawawi: Berkata para Ulama bahwanya penyebutan tangan kanan dan kiri menunjukan kesungguhan dan sangat dismbunyikannya serta tidak diketuhinya sedekah. Perumpamaan dengan kedua tangan tersebut karena dekatnya tangan kanan dengan tangan kiri, dan tangan kanan selalu menyertai tangan kiri. Dan maknanya adalah seandainya tangan kiri itu seorang laki-laki yang terjaga maka dia tidak akan mengetahui apa yang diinfak oleh tangan kanan karena saking disembunyikannya. (Al-Minhaj 7/122), hal ini juga sebagaimana penjelasan Ibnu Hajr (Al-Fath 2/191). Rosulullah bersabda: Tatkala Allah menciptakan bumi, bumi tersebut bergoyanggoyang, maka Allah pun menciptakan gunung-gunung kalau Allah lemparkan gunung-gunung tersebut di atas bumi maka tenanglah bumi. Maka para malaikatpun terkagum-kagum dengan penciptaan gunung, mereka berkata, Wahai Tuhan kami, apakah ada dari makhluk Mu yang lebih kuat dari gunung? Allah berkata, Ada yaitu besi. Lalu mereka bertanya (lagi), Wahai Tuhan kami, apakah ada dari makhlukMu yang lebih kuat dari besi?, Allah menjawab, Ada yaitu api., mereka bertanya (lagi), Wahai Tuhan kami, apakah ada makhluk Mu yang lebih kuat dari pada api?, Allah menjawab, Ada yaitu air, mereka bertanya (lagi), Wahai Tuhan kami, apakah ada makhlukMu yang lebih kuat dari pada air?, Allah menjawab, Ada yaitu air mereka bertanya (lagi), Wahai

Tuhan kami, apakah ada makhlukMu yang lebih kuat dari pada air?, Allah menjawab, Ada yaitu angin mereka bertanya (lagi), Wahai Tuhan kami, apakah ada makhlukMu yang lebih kuat dari pada angin?, Allah menjawab, Ada yaitu seorang anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya lalu dia sembunyikan agar tidak diketahui tangan kanannya. Diriwayatkan oleh Imam Ahamad dalam Musnadnya 3/124 dari hadits Anas bin Malik. Berkata Ibnu Hajar, Dari hadits Anas dengan sanad yang hasan marfu (Al-Fath 2/191). Sungguh benar orang yang berkata, Jangan heran kalau engkau melihat seorang yang bisa jalan di atas air, karena syaitan juga bisa berjalan di atas air. Janganlah heran kalau engkau melihat seorang yang berjalan terbang diudara, karena syaitan juga bisa terbang di udara. Tapi heranlah engkau jika engkau melihat seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya namun tangan kirinya tidak mengetahuinya, karena syaitan tidak bersedekah (apalagi dengan ikhlas) (Untaian kalimat ini, penulis tidak mengetahui siapa yang mengucapkannya. Namun penulis pernah mendengarnya dari seorang petugas penjaga mushola dikapal laut, tatkala menyampaikan nasehat pada awak penumpang kapal. Mungkin saja dialah yang mengucapkan perkataan ini pertama kali. Namun bagaimanapun perkataan ini benar maknanya jika ditinjau dari kacamata syari, Wallahu Alam). Ingat perkataan Ibnul Qoyyim, Tidaklah akan berkumpul keikhlasan dalam hati bersama rasa senang untuk dipuji dan disanjung dan keinginan untuk memperoleh apa yang ada pada manusia kecuali sebagaimana terkumpulnya air dan api (Fawaid Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, hal 423). Wahai Dzat yang membolak-balikan hati-hati (manusia) tetapkanlah hatiku di atas agamaMu. Hukum menyembunyikan amal Para ulama menjelaskan bahwa keutamaan menyembunyikan amalan kebajikan (karena hal ini lebih menjauhkan dari riya) itu hanya khusus bagi amalan-amalan mustahab bukan amalan-amalan yang wajib. Berkata Ibnu Hajar: At-Thobari dan yang lainnya telah menukil ijma bahwa sedekah yang wajib secara terang-terangan lebih afdhol daripada secara tersembunyi. Adapun sedekah yang mustahab maka sebaliknya. (Al-Fath 3/365). Sebagian mereka juga mengecualikan orang-orang yang merupakan teladan bagi masyarakat, maka justru lebih afdhol bagi mereka untuk beramal terang-terangan agar bisa diikuti dengan syarat mereka aman dari riya, dan hal ini tidaklah mungkin kecuali jika iman dan keyakinan mereka yang kuat. Imam Al-Iz bin Abdus Salam telah menjelaskan hukum menyembunyikan amalan kebajikan secara terperinci sebagai berikut. Beliau berkata, Ketaatan (pada Allah) ada tiga: 1. Yang pertama, adalah amalan yang disyariatkan secara dengan dinampakan seperti adzan, iqomat, bertakbir, membaca Quran dalam sholat secara jahr, khutbah-kutbah, amar maruf nahi mungkar, mendirikan sholat jumat dan sholat secara berjamaah, merayakan hari-hari ied, jihad, mengunjungi orang-orang yang sakit, mengantar jenazah, maka hal-hal seperti ini tidak

mungkin disembunyikan. Jika pelaku amalan-amalan tersebut takut riya, maka hendaknya dia berusaha bersungguh-sungguh untuk menolaknya hingga dia bisa ikhlas kemudian dia bisa melaksanakannya dengan ikhlas, sehingga dengan demikian dia akan mendapatkan pahala amalannya dan juga pahala karena kesungguhannya menolak riya, karena amalan-amalan ini maslahatnya juga untuk orang lain. 2. Yang kedua, amalan yang jika diamalkan secara tersembunyi lebih afdhol dari pada jika dinampakkan. Contohnya seperti membaca qiroah secara perlahan tatkala sholat (yaitu sholat yang tidak disyariatkan untuk menjahrkan qiroah), dan berdzikir dalam sholat secara perlahan. Maka dengan perlahan lebih baik daripada jika dijahrkan. 3. Yang ketiga, amalan yang terkadang disembunyikan dan terkadang dinampakkan seperti sedekah. Jika dia kawatir tertimpa riya atau dia tahu bahwasanya biasanya kalau dia nampakan amalannya dia akan riya, maka amalan (sedekah) tersebut disembunyikan lebih baik daripada jika dinampakkan. Adapun orang yang aman dari riya maka ada dua keadaannya: 1. Yang pertama, dia bukanlah termasuk orang yang diikuti, maka lebih baik dia menyembunyikan sedekahnya, karena bisa jadi dia tertimpa riya tatkala menampakkan sedekahnya. 2. Yang kedua, dia merupakan orang yang dicontohi, maka dia menampakan sedekahnya lebih baik karena hal itu membantu fakir miskin dan dia akan diikuti. Maka dia telah memberi manfaat kepada fakir miskin dengan sedekahnya dan dia juga menyebabkan orang-orang kaya bersedekah pada fakir miskin karena mencontohi dia, dan dia juga telah memberi manfaat pada orang-orang kaya tersebut karena mengikuti dia beramal soleh. Qowaidul Ahkam 1/125 (Sebagaimana dinukil oleh Sulaiman Al-Asyqor dal kitabnya Al-Ikhlash hal 128-129). Tentunya kita lebih mengetahui diri kita, kita termasuk orang yang aman dari riya atau tidak. Mengobati penyakit cinta ketenaran Berkata Abdullah bin Masud, Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak ada dua orangpun yang berjalan di belakangku, dan kalian pasti akan melemparkan tanah di kepalaku, aku sungguh berangan-angan agar Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil dengan Abdullah bin Rowtsah. (Al-Mustadrok 3/357 no. 5382). Berkata Syaikh Sholeh Alu Syaikh, ((Untaian kalimat ini adalah madrasah (pelajaran), dan hal ini tidak diragukan lagi karena tersohornya seseorang mungkin terjadi jika orang tersebut memiliki kelebihan diantara manusia, bahkan bisa jadi orang-orang mengagungkannya, bisa jadi orang-orang memujinya, bisa jadi mereka mengikutinya berjalan di belakangnya. Seseorang jika semakin bertambah marifatnya kepada Allah maka ia akan sadar dan mengetahui bahwa dosa-dosanya banyak, dan banyak, dan sangat banyak. Oleh karena tidaklah suatu hal yang

mengherankan jika Nabi shalallahu alaihi wasallam mewasiatkan kepada Abu Bakar padahal ia adalah orang yang terbaik dari umat ini dari para sahabat Nabi shalallahu alaihi wasallam - yang selalu membenarkan (apa yang dikabarkan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam-pen), yang Nabi shalallahu alaihi wasallam telah berkata tentangnya, Jika ditimbang iman Abu Bakar dibanding dengan iman umat maka akan lebih berat iman Abu Bakar, namun Nabi shalallahu alaihi wasallam mewasiatkannya untuk berdoa di akhir sholatnya, Robku, sesungguhnya aku telah banyak mendzolimi diriku dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali engkau maka ampunilah aku dengan pengampunanMu. Yang mewasiatkan adalah Nabi shalallahu alaihi wasallam dan yang diwasiatkan adalah Abu Bakar AsShiddiq. Semakin bertambah marifat seorang hamba kepada Robnya maka ia akan takut kepada Allah, takut kalau ada yang mengikutinya dari belakang, khawatir ia diagungkan diantara manusia, khawatir diangkat-angkat diantara manusia, karena ia mengetahui hak-hak Allah sehingga dia mengetahui bahwa ia tidak akan mungkin menunaikan hak Allah, ia selalu kurang dalam bersyukur kepada Allah, dan ini merupakan salah satu bentuk dosa. Diantara manusia ada yang merupakan qori Al-Quran dan tersohor karena keindahan suaranya, keindahan bacaannya, maka orang-orangpun berkumpul di sekitarnya. Diantara manusia ada yang alim, tersohor dengan ilmunya, dengan fatwa-fatwanya, dengan kesholehannya, kewaroannya, maka orang-orangpun berkumpul di sekelilingnya. Diantara mereka ada yang menjadi dai yang terkenal dengan pengorbanannya dan perjuangannya dalam berdakwah maka orang-orang pun berkumpul di sekelilingnya karena Allah telah memberi petunjuk kepada mereka dengan perantaranya. Demikian juga ada yang terkenal dengan sikapnya yang selalu menunaikan amanah, ada yang tersohor dengan sikapnya yang menegakkan amar maruf nahi mungkar, dan demikianlah Posisi terkenalnya seseorang merupakan posisi yang sangat mudah menggelincirkan seseorang, oleh karena itu Ibnu Masud mewasiatkan kepada dirinya sendiri dengan menjelaskan keadaan dirinya (yang penuh dengan dosa), dan menjelaskan apa yang wajib bagi setiap orang yang memiliki pengikut Hendaknya setiap orang yang tersohor (dengan kebaikan) atau termasuk orang yang terpandang untuk selalu merendahkan dirinya diantara manusia dan menampakkan hal itu, bukan malah untuk semakin naik derajatnya di hadapan manusia namun agar semakin terangkat derajatnya di hadapan Allah, dan ini semua kembali kepada keikhlasan, karena diantara manusia ada yang merendahkan dirinya di hadapan manusia namun agar tersohor dan ini adalah termasuk (tipuan) syaitan. Dan diantara manusia ada yang merendahkan dirinya di hadapan manusia dan Allah mengetahui hatinya bahwasanya ia benar dengan sikapnya itu, ia takut pertemuan dengan Allah, ia takut hari di mana dibalas apa-apa yang terdapat dalam dada-dada, hari di mana nampak apa yang ada disimpan di hati-hati, tidak ada yang tersembunyi di hadapan Allah dan mereka tidak bisa menyembunyikan pembicaraan mereka di hadapan Allah. Ini adalah pelajaran yang berharga bagi setiap yang dipanuti dan yang mengikuti. Adapun pengikut maka hendaknya ia tahu bahwa orang yang diikutinya itu tidak

boleh diagungkan, namun hanyalah diambil faedah darinya berupa syariat Allah atau faedah yang diambil oleh masyarakat, karena yang diagungkan hanyalah Allah kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Adapun manusia yang lain maka jika mereka baik maka bagi mereka rasa cinta pada diri kita. Dan hendaknya orang yang tersohor untuk selalu takut, rendah, dan mengingat dosa-dosanya, mengingat bahwa ia akan berdiri di hadapan Allah, ingat bahwasanya ia bukanlah orang yang berhak diikuti oleh dua orang di belakangnya. Oleh karena itu tatkala Abu Bakar dipuji di hadapan manusia maka ia berkutbah setelah itu dan riwayat ini shahih sebagaimana diriwayatkan oleh imam Ahmad dan yang lainnya ia berkata: Ya Allah jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka persangkakan dan ampunkanlah apa-apa yang mereka tidak ketahui, ia mengucapkan doa ini dengan keras untuk mengingatkan manusia bahwasanya ia memiliki dosa sehingga mereka tidak berlebih-lebihan kepadanya. Apakah hal ini sebagaimana yang kita lihat pada kenyataan dimana orang yang diagungkan semakin menjadi-jadi agar diagungkan dirinya??, orang yang mengagungkan juga semakin mengagungkan orang yang diikutinya?? Ini bukanlah jalan para sahabat radhiallahu anhum, Umar terkadang ujub dengan dirinya -dan dia adalah seorang khalifah, orang kedua yang dikabarkan dengan masuk surga setelah Abu Bakar-, maka ia pun memikul suatu barang di tengah pasar untuk merendahkan dirinya hingga ia tidak merasa dirinya besar. Diantara kesalahan-kesalahan adalah sifat ujub (takjub dengan diri sendiri), yaitu seseorang memandang dirinya waw (hebat). Ada diantara salafus shalih yang jika hendak menyampaikan suatu (mauidzoh) dan jika ia melihat orang-orang berkumpul maka iapun meninggalkan majelis tersebut, kenapa?, karena keselamatan jiwanya lebih utama dibandingkan keselamatan jiwa orang lain, karena ia melihat ramainya orang yang telah berkumpul dan ia menyadari bahwa dirinya mulai merasakan bahwa dirinya senang karena kehadiran mereka, yang pada diam memperhatikannya, dan memperhatikannya, maka iapun mengobati dirinya dengan meninggalkan mereka maka merekapun membicarakannya akibat hal tersebut, Namun yang paling penting adalah keselamatan jiwa dan hatinya dihadapan Allah. Dan keselamatan hatinya lebih utama dibandingkan keselamatan hati orang lain)). (Dari ceramah Syaikh Sholeh Alu Syaikh yang berjudul Waqofaat maa kalimaat li Ibni Masud). Riya itu samar Sungguh benar sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwasanya riya itu samar sehingga terkadang menimpa seseorang padahal ia menyangka bahwa ia telah melakukan yang sebaik-baiknya. Dikisahkan bahwasanya ada seseorang yang selalu sholat berjamaah di shaf yang pertama, namun pada suatu hari ia terlambat sehingga sholat di saf yang kedua, ia pun merasa malu kepada jamaah yang lain yang melihatnya sholat di shaf yang kedua. Maka tatkala itu ia sadar bahwasanya selama ini senangnya hatinya, tenangnya hatinya tatkala sholat di shaf yang pertama adalah karena pandangan manusia. (Tazkiyatun Nufus hal 15). Berkata Abu Abdillah Al-Anthoki, Fudhail bin Iyadh bertemu dengan Sufyan Ats-Tsauri lalu mereka berdua saling mengingat (Allah) maka luluhlah hati Sufyan

atau ia menangis. Kemudian Sufyan berkata kepada Fudhail, Wahai Abu Ali sesungguhnya aku sangat berharap majelis (pertemuan) kita ini rahmat dan berkah bagi kita, lalu Fudhail berkata kepadanya, Namun aku, wahai Abu Abdillah, takut jangan sampai majelis kita ini adalah suatu mejelis yang mencelakakan kita , Sufyan berkata, Kenapa wahai Abu Ali?, Fudhail berkata, Bukankah engkau telah memilih perkataanmu yang terbaik lalu engkau menyampaikannya kepadaku, dan akupun telah memilih perkataanku yang terbaik lalu aku sampaikan kepadamu, berarti engkau telah berhias untuk aku dan aku pun telah berhias untukmu, lalu Sufyan pun menangis dengan lebih keras daripada tangisannya yang pertama dan berkata, Engkau telah menghidupkan aku semoga Allah menghidupkanmu. (Tarikh Ad-Dimasyq 48/404). Perhatikanlah wahai saudaraku sesungguhnya hanyalah orang-orang yang beruntung yang memperhatikan gerak-gerik hatinya, yang selalu memperhatikan niatnya. Terlalu banyak orang yang lalai dari hal ini kecuali yang diberi taufik oleh Allah. Orang-orang yang lalai akan memandang kebaikan-kebaikan mereka pada hari kiamat menjadi kejelekan-kejelekan, dan mereka itulah yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya. Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolokolokkannya. (QS. Az Zumar: 48). Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al Kahfy: 104). Maroji: http://hidayatulquran.com/article/32742/penyakit-riya-dan-gila-popularitas.html

Jawaban
Wa'alaikumussalam Wr Wb Saudara Taryono yang dimuliakan Allah swt Riya berasal dari kata ruyah (penglihatan) sebagaimana sumah berasal dari kata samu (pendengaran) dari sekedar makna bahasa ini bisa difahami bahwa riya adalah ingin diperhatikan atau dilihat orang lain. Dan para ulama mendefiniskan riya adalah menginginkan kedudukan dan posisi di hati manusia dengan memperlihatkan berbagai kebaikan kepada mereka. Dari definisi tersebut jelas bahwa dasar perbuatan riya adalah untuk mencari keredhoan, penghargaan, pujian, kedukan atau posisi di hati manusia semata dalam suatu amal kebaikan atau ibadah yang dilakukannya.

Sering keberadaan riya ini luput dari pengamatan dan perasaan seseorang dikarenakan begitu halusnya sehingga ada yang mengibaratkan bahwa ia lebih halus daripada seekor semut hitam diatas batu hitam di tengah malam yang gelap gulita. Padahal keberadaan riya dalam suatu amal amatlah berbahaya dikarenakan ia dapat menghapuskan pahala dari amal tersebut. Karena itu, ia disebut juga dengan syirik yang tersembunyi, sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Abu Said al Khudriy berkata,Rasulullah saw pernah menemui kami dan kami sedang berbincang tentang al masih dajjal. Maka beliau saw bersabda,Maukah kalian aku beritahu tentang apa yang aku takutkan terhadap kalian daripada al masih dajjal? kami menjawab,Tentu wahai Rasiulullah. Beliau saw berkata,Syrik yang tersembunyi, yaitu orang yang melakukan sholat kemudian membaguskan sholatnya tatkala dilihat oleh orang lain, (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi) Artinya : Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, (QS. Al maun : 4 6) Al Qurthubi mengatakan bahwa makna dari orang-orang yang berbuat riya, adalah orang yang (dengan sholatnya) memperlihatkan kepada manusia bahwa dia melakukan sholat dengan penuh ketaatan, dia sholat dengan penuh ketakwaan seperti seorang yang fasiq melihat bahwa sholatnya sebagai suatu ibadah atau dia sholat agar dikatakan bahwa ia seorang yang (melakukan) sholat. Hakekat riyaadalah menginginkan apa yang ada di dunia dengan (memperlihatkan) ibadahnya. Pada asalnya riya adalah menginginkan kedudukan di hati manusia. (al jami Li Ahkamil Quran juz XX hal 439) Dari Abu Hurairoh bahwa telah berkata seorang penduduk Syam yang bernama Natil kepadanya,Wahai Syeikh ceritakan kepada kami suatu hadits yang engkau dengar dari Rasulullah saw. Abu Hurairoh menjawab,Baiklah. Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda,Sesungguhnya orang yang pertama kali didatangkan pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid dan dia diberitahukan berbagai kenikmatannya sehingga ia pun mengetahuinya. Kemudian orang itu ditanya,Apa yang telah engkau lakukan di dunia? Orang itu menjawab,Aku telah berperang dijalan-Mu sehingga aku mati syahid. Dikatakan kepadanya,Engkau berbohong, sesungguhnya engkau berperang agar engkau dikatakan seorang pemberani dan (gelar) itu pun sudah engkau dapatkan. Kemudian Allah memerintahkan agar wajah orang itu diseret dan dilemparkan ke neraka. Kemudian didatangkan lagi seorang pembaca Al Quran dan dia diberitahukan berbagai kenikmatan maka dia pun mengetahuinya. Dikatakan kepadanya,Apa yang engkau lakukan di dunia? Orang itu menjawab,Aku telah mempelajari ilmu dan mengajarinya dan aku membaca Al Quran karena Engkau.

Maka dikatakan kepadanya,Engkau berbohong sesungguhnya engkau mempelajari ilmu agar engkau dikatakan seorang yang alim dan engkau membaca Al Quran agar engkau dikatakan seorang pembaca Al Quran dan engkau telah mendapatkan (gelar) itu. Kemudian Allah memrintahkan agar wajahnya diseret dan dilemparkan ke neraka. Kemudian didatangkan lagi seorang yang Allah berikan kepadanya kelapangan (harta) dan dia menginfakkan seluruh hartanya itu dan dia diberitahukan berbagai kenikmatan maka dia pun mengetahuinya. Dikatakan kepadanya,Apa yang engkau lakukan di dunia? Orang itu menjawab,Aku tidak meninggalkan satu jalan pun yang Engkau sukai untuk berinfak didalamnya kecuali aku telah menginfakkan didalamnya karena Engkau. Maka dikatakan kepadanya,Engkau berbohong sesungguhnya engkau melakukan hal itu agar engkau disebut sebagai seorang dermawan dan engkau telah mendapatkan (gelar) itu. Kemudian orang itu diperintahkan agar wajahnya diseret dan dilemparkan ke neraka. (HR. Muslim) Riya ini bisa muncul didalam diri seseorang pada saat setelah atau sebelum suatu ibadah selesai dilakukan. Imam Ghozali mengatakan bahwa apabila didalam diri seseorang yang selesai melakukan suatu ibadah muncul kebahagiaan tanpa berkeinginan memperlihatkannya kepada orang lain maka hal ini tidaklah merusak amalnya karena ibadah yang dilakukan tersebut telah selesai dan keikhlasan terhadap ibadah itu pun sudah selesai dan tidaklah ia menjadi rusak dengan sesuatu yang terjadi setelahnya apalagi apabila ia tidak bersusah payah untuk memperlihatkannya atau membicarakannya. Namun apabila orang itu membicarakannya setelah amal itu dilakukan dan memperlihatkannya maka hal ini berbahaya (Ihya Ulumudin juz III hal 324) Ibnu Qudamah mengatakan,Apabila sifat riya itu muncul sebelum selesai suatu ibadah dikerjakan, seperti sholat yang dilakukan dengan ikhlas dan apabila hanya sebatas kegembiraan maka hal itu tidaklah berpengaruh terhadap amal tersebut namun apabila sifat riya sebagai faktor pendorong amal itu seperti seorang yang memanjangkan sholat agar kualitasnya dilihat oleh orang lain maka hal ini dapat menghapuskan pahala. Adapun apabila riya menyertai suatu ibadah, seperti seorang yang memulai sholatnya dengan tujuan riya dan hal itu terjadi hingga selesai sholatnya maka sholatnya tidaklah dianggap. Dan apabila ia menyesali perbuatannya yang terjadi didalam sholatnya itu maka seyogyanya dia memulainya lagi. (A Mukhtashar Minhajil Qishidin hal 209) Sungguh suatu karunia yang besar ketika Allah memberikan kemudahan kepada anda untuk senantiasa melakukan sholat berjamaah di musholla di saat orang-orang tengah asyik dengan tidurnya. Namun demikian anda perlu berhati-hati karena pada kondisi-kondisi seperti inilah terkadang setan mudah menghembuskan bisikanbisikannya agar anda berbuat riya.

Sedangkan keinginan anda untuk mengajak masyarakat di sekitar anda agar mengerjakan sholat shubuh berjamaah di musholla melalui lisan seorang ustadz adalah perbuatan yang terpuji dikarenakan sholat shubuh di masjid atau musholla merupakan perintah yang sangat dianjurkan Allah swt kepada setiap muslim. Adapun membicarakan atau menceritakan berbagai aktifitas dawah yang telah anda lakukan kepada orang lain maka dalam hal ini anda harus berhati-hati karena tidak jarang pada kasus seperti ini menjadikan seseorang manambah-nambah cerita dari yang sebenarnya, berelebih-lebihan atau menikmati setiap pujian yang diberikan orang lain kepadanya. Sebelum menceritakan apa-apa yang telah anda lakukan didalam dawah kepada orang lain maka hendaklah anda mampu meraba kekuatan diri anda. Apabila hati anda tetap bersih, melihat semua manusia adalah kecil dimata anda, memandang sama segala pujian dan kecaman orang terhadap anda dan anda hanya berharap dengan menceritakan hal itu kelak orang lain akan mengikutinya atau akan mencintai kebaikan yang ada didalamnya maka hal ini dibolehkan bahkan dianjurkan selama jiwa anda bersih dari berbagai penyakitnya karena menjadikan orang mencintai kebaikan adalah suatu kebaikan. Seperti yang diceritakan dari Utsman bin Affan bahwa dia mengatakan,Aku tidak pernah menyanyi, tidak berangan-angan dan tidak juga menyentuh kemaluanku dengan tangan kananku sejak aku membaiat Rasulullah saw. Atau seperti yang dikatakan Abu Bakar bin Abbas kepada putranya,Wasapadalah engkau dari maksiat kepada Allah swt didalam ruangan ini. Sesungguhnya aku telah mengkhatamkan Al Quran di ruangan ini sebanyak 12.000 kali. Akan tetapi apabila anda melihat bahwa diri anda lemah, tidak tahan dengan pujian orang lain, mudah muncul penyakit hati atau akan memunculkan riya didalamnya apabila menceritakan aktivitas dawah anda itu maka lebih baik anda menahan diri dari menceritakannya meskipun anda menginginkan agar orang lain mengikutinya atau menyukai kebaikan yang ada didalamnya. Dan kalaupun anda ingin agar orang lain bisa mengikutinya dan mencintai kebaikan yang ada didalamnya dengan cara menceritakannya maka ceritakanlah aktivitas tersebut kepada mereka tanpa menisbahkannya kepada diri anda demi menghindari adanya riya didalamnya. Adapun beberapa kiat untuk menghilangkan penyakit riya, menurut Imam Ghozali adalah : 1. Menghilangkan sebab-sebab riya, seperti kenikmatan terhadap pujian orang lain, menghindari pahitnya ejekan dan anusias dengan apa-apa yang ada pada manusia, sebagaimana hadits Rasulullah saw dari Abu Musa berkata,Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan mengatakan,Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang orang yang berperang dengan gagah berani, orang yang berperang karena fantisme dan orang yang berperang karena riya maka mana yang

termasuk dijalan Allah? Maka beliau saw bersabda,Siapa yang berperang demi meninggikan kalimat Allah maka dia lah yang berada dijalan Allah. (HR. Bukhori) 2. Membiasakan diri untuk menyembunyikan berbagai ibadah yang dilakukannya hingga hatinya merasa nyaman dengan pengamatan Allah swt terhadap berbagai ibadahnya itu. 3. Berusaha juga untuk melawan berbagai bisikan setan untuk berbuat riya pada saat mengerjakan suatu ibadah. http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/bagaimana-menghilangkan-riya.htm

Riya datangsetelah amal selesai


Januari 4, 2007 pada 5:04 am Disimpan dalam Aqidah Penulis : Abu Ishaq Bismillah alhamdulillah washshalaatu wassalaamu ala rasulillah Riya merupakan mashdar dari raa-a yuraa-i yang maknanya adalah melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji. Termasuk ke dalam riya juga yaitu sumah, yakni agar orang lain mendengar apa yang kita lakukan lalu kitapun dipuji dan tenar. Riya dan semua derivatnya itu merupakan akhlaq yang tercela dan merupakan sifat orang-orang munafiq. Allah berfirman: Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisaa: 142) Riya ini termasuk syirik ashgar namun terkadang bisa juga sampai pada derajat syirik akbar. Al-Imam Ibnul Qayyim berkata ketika memberikan perumpamaan untuk syirik ashgar: Syirik ashgar itu seumpama riya yang ringan. Perkataan beliau ini mengindikasikan bahwa ada riya yang berat yang bisa sampai pada derajat syirik akbar, wallahu alam. Nah, suatu ibadah yang tercampuri oleh riya, maka tidak lepas dari tiga (3) keadaan: 1. Yang menjadi motivator dilakukannya ibadah tersebut sejak awal adalah memang riya seperti misalnya seorang yang melakukan sholat agar manusia melihatnya sehingga disebut sebagai orang yang shalih dan rajin beribadah. Dia sama sekali tidak mengharapkan pahala dari Allah. Yang seperti ini jelas merupakan syirik dan ibadahnya batal.

2. Riya tersebut muncul di tengah pelaksanaan ibadah. Yakni yang menjadi motivator awal sebenarnya mengharapkan pahala dari Allah namun kemudian di tengah jalan terbersit lah riya. Yang seperti ini maka terbagi dalam dua kondisi: a. Jika bagian akhir ibadah tersebut tidak terikat atau tidak ada hubungannya dengan bagian awal ibadah, maka ibadah yang bagian awal sah sedangkan yang bagian akhir batal. Contohnya seperti yang disampaikan yaitu seseorang bershadaqah dengan ikhlash sebesar 100 ribu, kemudian dia melihat di dompet masih ada sisa, lalu dia tambah shodaqahnya 100 ribu kedua namun dicampuri riya. Nah dalam kondisi ini, 100 ribu pertama sah dan berpahala sedangkan 100 ribu yang kedua gugur. b. Jika bagian akhir ibadah tersebut terikat atau berhubungan dengan bagian awalnya maka hal ini juga terbagi dalam dua keadaan: - Kalau pelakunya melawan riya tersebut dan sama sekali tidak ingin terbuai serta berusaha bersungguh-sungguh untuk tetap ikhlash sampai ibadahnya selesai, maka bisikan riya ini tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap nilai pahala ibadah tersebut. Dalilnya adalah sabda Nabi: Sesungguhnya Allah memaafkan umatku akan apa yang terbersit di benaknya selama hal itu belum dilakukan atau diucapkan. (HR Al-Bukhari dari Abu Hurairah) Contohnya adalah seseorang yang sholat dua rakaat dan sejak awal ia ikhlas karena Allah semata. Pada rakaat kedua terbersitlah riya di hatinya lataran dia sadar ada orang yang sedang memperhatikannya. Namun ia melawannya dan terus berusaha agar tetap ikhlash karena Allah semata. Nah yang demikian ini maka shalatnya tidak rusak insya Allah dan dia tetap akan mendapatkan pahala sholatnya. - Pelakunya tidak berusaha melawan riya yang muncul bahkan larut dan terbuai di dalamnya. Yang demikian ini maka rusak dan gugur pahala ibadahnya. Contohnya adalah seperti yang disebutkan yaitu seseorang shalat maghrib ikhlash karena Allah semata. Di rakaat kedua muncul lah riya di hatinya. Nah kalau dia ini hanyut dalam riyanya dan tidak berusaha melawan maka gugurlah sholatnya. 3. Riya tersebut muncul setelah ibadah itu selesai dilaksanakan. Yang demikian ini maka tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap ibadahnya tadi. Namun perlu dicatat, jika apa yang dilakukan adalah sesuatu yang mengandung benih permusuhan seperti misalnya al-mannu wal adzaa dalam bershadaqah, maka yang demikian ini akan menghapus pahalanya. Allah berfirman: Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebutnyebutnya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan

hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian. (Al-Baqarah: 264) Bukan termasuk riya seseorang yang merasa senang apabila ibadahnya diketahui orang lain setelah ibadah itu selesai ditunaikan. Dan bukan termasuk ke dalam riya juga apabila seseorang merasa senang dan bangga dalam menunaikan suatu ketaatan, bahkan yang demikian ini termasuk bukti keimanannya. Nabi bersabda: Barangsiapa yang kebaikannya membuat dia senang serta kejelekannya membuat dia sedih, maka dia adalah seorang mumin (sejati). (HR. At-Tirmidzi dari Umar bin Khaththab) Dan Nabi pernah ditanya yang semisal ini kemudin bersabda: Yang demikian itu merupakan kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mumin. (HR. Muslim dari Abu Dzar) Wallahu alam. Kira-kira demikian, untuk validasi silakan rujuk ke Al-Qaulul Mufid Syarhu Kitab At-Tauhid nya Al-Imam Ibnu Utsaimin ketika menjelaskan Bab Maa Jaa-a fir Riyaa. Mungkin memang mudah untuk menjawab dan menulisnya. Tapi saya kira kita semua sepakat bahwa berusaha untuk tetap ikhlash dan berjuang agar tidak lengah dan terbuai oleh hembusan riya tidaklah semudah memainkan jemari untuk menari dengan gemulai di atas keyboard menorehkan kata demi kata. Wabillahi taala nastain. Nas-alullah taala an yajala amaalanaa khaalishatan li wajhih walaa yajala fihaa syaian likhalqih wa an yataqabbala minna innahu samiun mujiib. http://salafyitb.wordpress.com/2007/01/04/riya-datangsetelah-amal-selesai/ *** Berikut ini ada beberapa tip yang bisa membantu untuk sedikit-demi sedikit menghapus riya', 'ujub, sum'ah dan semacamnya: 1. Anda harus sadar dan tahu bahwa yang anda perbuat itu benar dan baik. Untuk itu, biasakan berfikir dan berupaya keras memutuskan dengan tepat setiap langkah Anda: apa (yang Anda lakukan), bagaimana (Anda melakukan), dan kenapa (Anda lakukan). Jangan berfikir sempit dan pendek, tapi usahakan selalu menggali dampak-dampak dan akibat-akibat perbuatan Anda jauh ke depan: manfaat dan madlarratnya. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak bersikap tegas dan berani. Jika sudah mampu demikian, maka anda akan penuh percaya diri dan mantap dalam setiap langkah. Jangan takut untuk berbeda, selama Anda yakin apa yang Anda perbuat itu benar. Namun, jangan lantas merasa benar sendiri, sehingga membenci orang lain yang Anda anggap salah. Dengan kata lain, ikhlas identik dengan kemantapan, percaya diri, ketenangan dan kekokohan jiwa,

2.

3.

4. 5.

6.

juga kecerdasan, sedangkan riya' (sum'ah, 'ujub) identik dengan keraguraguan, keresahan, jiwa yang labil, dan juga kebodohan. Upayakanlah dalam setiap waktu untuk mengingat Allah; sesering mungkin 'berbisik-bisik' dengan Allah (mengeluh dan mengadu hanya kepada Allah). Luangkan waktu, di pagi dan sore tiap hari, sekitar seperempat sampai setengah jam untuk dzikir dan instropeksi diri: apa yang telah dan mau dilakukan. Sadarlah bahwa Allah senantiasa mengetahui gerak-gerik Anda. Bersamaan dengan itu, cukupkanlah kepuasan Anda dengan pengetahuan Allah akan segala tindakan Anda. Anda akan puas hanya dengan diketahui Allah jika Anda merasa takut dan berharap hanya kpadaNYA. Ketahuilah hanya Allah yang akan mengganjar semua amal perbuatan kita semua. Lakukan doa-doa dengan khusyuk. Senantiasa memohon agar dikaruniai hati yang tulus dan ikhlas (Allahummarzuqnaa al-ikhlaas wa al-istiqaamah wa hubba Allah wa hubba man ahabbah = Ya Allah, karuniailah kami keikhlasan, istiqaamah, mencintai Allah, dan orang-orang yang mencintaiNYA) Kita senantiasa melihat orang lain lebih baik di sisi Allah dari diri kita sendiri. Sebagai contoh: jika kita melihat orang yang lebih muda daripada kita maka hendaklah kita berkata: Anak ini masih muda usia, belum banyak berbuat maksiat kepada Allah sedangkan aku sudah tua tentu telah banyak berbuat maksiat. Maka tidak syak lagi bahwa ia lebih baik daripada aku di sisi Allah". Apabila kita melihat orang yang lebih tua daripada kita maka hendaklah kita berkata: Orang tua ini sudah beribadah kepaa Allah lebih dahulu daripada aku maka tidak syak lagi bahwa ia lebih baik daripada aku?. Apabila kita melihat orang alim, maka hendaklah kita berkata: Orang alim ini telah dikurniakan kepadanya bermacam-macam pemberian yang tidak dikurniakan kepadaku dan ia telah sampai ke martabat yang aku tidak sampai kepadanya dan ia mengetahui berbagai masalah yang tidak aku ketahui, maka bagaimana aku bisa sepertinya??. Apabila kita melihat orang yang bodoh, maka hendaklah kita berkata: Orang ini bodoh lantas ia berbuat maksiat kepada Allah dengan kejahilannya, tetapi aku melakukan maksiat dengan ilmuku, maka bagaimana aku dapat menjawab di hadapan Allah nanti?? Apabila kita melihat orang kafir, maka hendaklah kita berkata: Aku tidak tahu, kemungkinan orang kafir ini akan beriman, memeluk agama Islam dan akhirnya mempunyai husnul khatimah, sedangkan aku tidak tahu apakah akan bisa menjaga keimanan ini hingga akhri hayat dan mendapatkan husnul khatimah?.?

Adapun biar mudah mencapai khusyuk dalam salat, usahakanlah untuk mengetahui semua makna bacaan-bacaan dalam salat, sejak Al-Fatihah sampai salam. Iringi setiap ucapan lisan dengan kesadaran hati sedalam-dalamnya: kalau pas nadanya do'a yang upayakan dengan sadar hati Anda memohon, dst. Sehingga bacaanbacaan itu tidak sekedar hafalan di mulu http://www.pesantrenvirtual.com/index.php? option=com_content&task=view&id=506&Itemid=30

Riya Lebih Tersembunyi Daripada Rambatan Semut


Al-Imam Asy-syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy (Ibnu Qudamah)
Pengantar: Duhai betapa beruntung pembaca e-mail ini dan betapa rugi penulisnya. Antum mendapatkan air jernih darinya sementara penulisnya mendapat air keruh. Tapi inilah perdagangan yang saya tawarkan. Bila hati pembaca lebih bersih maka itulah yang diharapkan, dengan tanpa terkotorinya hati penulis tentunya. Bila yang terjadi adalah sebaliknya maka Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah tempat meminta pertolongan, dan segala kebaikan yang ada berasal dari Allah Yang Maha Tunggal semata. Al-'alamah Ibnu Qudamah memberikan uraian tentang Riya', Hakekat, Pembagian dan Celaannya, termasuk keterangan riya' yang menggugurkan amal dan yang tidak, obat dan cara mengobati riya' dan sebagainya. Uraiannya yang berdasar keterangan dari qur'an dan sunnah cukup jelas, dapat membuat takut orang yang terlalu beharap hingga meremehkan dan memberikan harapan kepada orang yang terlalu takut. Berikut ini saya kutipkan beberapa paragraf dari nasehat beliau yang bisa di jadikan perhatian agar kita bisa hati-hati, karena ini masalah hati. (ALS)

Ketahuilah bahwa kata riya' itu berasal dari kata ru'yah (melihat), sedangkan sum'ah (reputasi) berasal dari kata sami'a (mendengar). Orang yang riya' menginginkan agar orang-orang bisa melihat apa yang dilakukannya. Riya' itu ada yang tampak dan ada pula yang tersembunyi. Riya' yang tampak ialah yang dibangkitkan amal dan yang dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu adalah riya' yang tidak dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan bagi Allah menjadi ringan, seperti orang yang biasa tahajud setiap malam dan merasa berat melakukannya, namun kemudian dia menjadi ringan mengerjakannya tatkala ada tamu di rumahnya. Yang lebih tersembunyi lagi ialah yang tidak berpengaruh terhadap amal dan tidak membuat pelaksanaannya mudah, tetapi sekalipun begitu riya' itu tetap ada di dalam hati. Hal ini tidak bisa diketahui secara pasti kecuali lewat tanda-tanda. Tanda yang paling jelas adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat ketaatannya. Berapa banyak orang yang ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas dan tidak bermaksud riya' dan bahkan membencinya. Dengan begitu amalnya menjadi sempurna. Tapi jika ada orang-orang yang melihat dia merasa senang dan bahkan mendorong semangatnya, maka kesenangan ini dinamakan riya' yang tersembunyi. Andaikan orang-orang tidak melihatnya, maka dia tidak merasa senang. Dari sini bisa diketahui bahwa riya' itu tersembunyi di dalam hati, seperti api yang tersembunyi di dalam batu. Jika orang-orang melihatnya, maka bisa menimbulkan kesenangannya. Kesenangan ini tidak membawanya kepada hal-hal yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untuk menampakkan amalnya, secara tidak langsung maupun secara langsung. Kesenangan atau riya' ini sangat tersembunyi, hampir tidak mendorongnya untuk mengatakannya, tapi cukup dengan sifat-sifat tertentu, seperti muka pucat, badan

kurus, suara parau, bibir kuyu, bekas lelehan air mata dan kurang tidur, yang menunjukkan bahwa dia banyak shalat malam. Yang lebih tersembunyi lagi ialah menyembunyikan sesuatu tanpa menginginkan untuk diketahui orang lain, tetapi jika bertemu dengan orang-orang, maka dia merasa suka merekalah yang lebih dahulu mengucapkan salam, menerima kedatangannya dengan muka berseri dan rasa hormat, langsung memenuhi segala kebutuhannya, menyuruhnya duduk dan memberinya tempat. Jika mereka tidak berbuat seperti itu, maka ada yang terasa mengganjal di dalam hati. Orang-orang yang ikhlas senantiasa merasa takut terhadap riya' yang tersembunyi, yaitu yang berusaha mengecoh orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga apa yang disembunyikannya dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang yang menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua itu mereka lakukan karena mengharap agar diberi pahala oleh Allah pada Hari Kiamat. Noda-noda riya' yang tersembunyi banyak sekali ragamnya, hampir tidak terhitung jumlahnya. Selagi seseorang menyadari darinya yang terbagi antara memperlihatkan ibadahnya kepada orang-orang dan antara tidak memperlihatkannya, maka di sini sudah ada benih-benih riya'. Tapi tidak setiap noda itu menggugurkan pahala dan merusak amal. Masalah ini harus dirinci lagi secara detail. Telah disebutkan dalam riwayat Muslim, dari hadits Abu Dzarr Radliyallahu Anhu, dia berkata, "Ada orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang memujinya?" Beliau menjawab, "Itu merupakan kabar gembira bagi orang Mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia." Namun jika dia ta'ajub agar orang-orang tahu kebaikannya dan memuliakannya, berarti ini adalah riya'.
Dipetik dari: Al-Imam Asy-syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy , "Muhtashor Minhajul Qoshidin, Edisi Indonesia: Minhajul Qashidhin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk", penerjemah: Kathur Suhardi, Pustaka al-Kautsar, Jakarta Timur, 1997, hal. 271-286.

http://van.9f.com/riya.htm

Tips Cara Menghilangkan Penyakit Hati - Iri, Dengki, Fitnah, Hasut, Prasangka Buruk, Berkhianat, Dll
Fri, 26/09/2008 - 12:33am godam64 Berbagai jenis-jenis atau macam-macam penyakit hati telah dijelaskan pada tulisan / artikel lalu seperti iri hati, dengki, hasud, su udzon, khianat, dan lain sebagainya. Penyakit-penyakit ini apabila tidak ditangani dan ditanggulangi dengan baik bisa berakibat buruk pada diri kita. Seperti halnya sakit pada organ tubuh /

fisik kita, penyakit hati yang berupa sifat perilaku buruk bisa diobati / disembuhkan dengan obat hati. Berikut ini adalah beberapa obat untuk menyembuhkan penyakit hati kita : 1. Tidak Banyak Bicara Terlalu banyak bicara dapat membuat hati kita menjadi keras. Berbicaralah yang tidak penting secukupnya dan hindari menjadi orang yang omong besar, omdo / omong doang, pembual, tukang bohong, ghibah, ngerumpi, dan lain sebagainya. Banyak bicara dalam kebaikan boleh-boleh saja seperti untuk mengajar, petugas pelayanan, ngobrol biasa dengan teman, tetangga, keluarga, dan lain sebagainya. 2. Menjaga Emosi Dan Nafsu Emosi dapat membuat hidup menjadi tidak tenang. Oleh karena itu kita sebaiknya selalu menjaga emosi kita agar tidak menjurus ke penyakit hati. Beberapa contoh nafsu yang harus kita tundukkan antara lain seperti nafsu akan harta, nafsu seks, nafsu makan, nafsu jabatan, nafsu marah, nafsu mewujudkan impian, dan lain sebagainya. Salah satu cara untuk melatih emosi dan nafsu kita adalah dengan melakukan ibadah puasa, baik puasa sunah maupun puasa wajib ramadhan. 3. Selalu Mengingat Allah SWT Ada beberapa cara untuk dapat selalu mengingat Allah SWT yaitu seperti dengan rajin sholat baik sholat wajib lima waktu, shalat tahajud, sholat dhuha, solat malam, dan lain-lain. Selain itu zikir, doa dan mengaji atau membaca al-qur'an juga dapat menghindarkan kita dari penyakit hati. Diharapkan dari mengingat Allah SWT kita menjadi takut atas ancaman Allah SWT jika kita melakukan dosa yang disebabkan oleh penyakit hati dan perbuatan maksiat. 4. Bergaul Dengan Orang Saleh / Soleh Dengan berteman dengan orang-orang yang penuh dengan penyakit hati hanya akan menulari kita dengan penyakit-penyakit itu sehingga kita akan semakin jauh dari Allah. Salah pergaulan juga dapat menambah dosa akibat perbuatan maksiat yang baik disadari atau tidak telah kita lakukan. Lain hal apabila kita bergaul dengan orang shaleh yang selalu menjaga dan membatasi diri dalam pergaulan agar mereka tidak terjerumus dalam maksiat. Semoga anda selalu terhindar dari penyakit hati, serta masalah yang disebabkan olehnya. http://organisasi.org/tips-cara-menghilangkan-penyakit-hati-iri-dengki-fitnah-hasutprasangka-buruk-berkhianat-dll

Anda mungkin juga menyukai