Anda di halaman 1dari 17

Metode Pembelajaran yang Efektif untuk Anak Tunanetra Ajeng Arief D. 100154406064 Pendidikan Luar Biasa Cute.ziute@gmail.com Abstrak.

Anak tunanetra perlu mendapatkan pendidikan yang layak untuk menggapai cita-cita dan masa depan mereka. Pengembangan anak tunanetra berfokus pada pembinaan kemampuan dan keterampilan motorik. program layanan pendidikan ini mengembangkan kemampuan anak tunanetra sebagai individu dan meningkatkan sosialisasinya dalam berkelompok atau bermasyarakat, melalui pembelajaran di dalam sekolah dan di luar sekolah. lembaga pendidikan formal bagi tunanetra di Indonesia ada beberapa macam di antaranya adalah Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Terpadu. proses pembelajaran harus menggunakan media yang faktual dan bersuara, contohnya menggunakan tulisan Braille, gambar timbul, benda nyata dan benda model. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsi korelasi. Kata kunci : pembelajaran, anak tunanetra

PENDAHULUAN Pendidikan untuk anak tunanetra di Indonesia sudah tersebar di berbagai daerah dan banyak metode-metode pembelajarannya. Anak tunanetra perlu mendapatkan pendidikan yang layak untuk menggapai citacita dan masa depan mereka. Di Indonesia banyak didirikan sekolah luar biasa untuk anak tunanetra. Di sekolah luar biasa anak-anak mendapatkan pelajaran sasuai kebutuhan mereka. Anak-anak tunanetra sering kali tidak diperbolehkan sekolah di sekolah biasa, sekolah biasa belum siap dan belum mempunyai fasilitasfasilitas khusus. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu anak tunanetra agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral, intelektual, emosional, maupun sosial. Melalui program bimbingan, pengajaran, dan latihan. Anak tunanetra mendapatkan perhaian khusus dalam hal interaksi sosial di sekolah. Oleh karena itu dalam penulisan makalah ini saya akan menjelaskan tentang Metode Pembelajaran yang efektif untuk Anak Tunanetra. KAJIAN PUSTAKA Pengertian tunanetra menurut para ahli Efendi, M (2006:30) menyatakan bahwa organ mata dalam system panca indra manusia merupakan salah satu dari indra yang sangat penting, sebab selain menjalankan fungsi fisiologis dalam kehidupan manusia, mata dapat juga

memberikan keindahan muka yang sangat mengagumkan. Sedangkan menurut, Mochtar, S (1984:6) menytakan bahwa anak tunanetra adalah anak yang rusak penglihatannya, sedangkan para tunanetra adalah mereka yang menyandang kerusakan mata atau kerusakan penglihatan. Hadi, Purwaka (2005:35) juga menyatakan bahwa seseorang yang mengalami kerugian atau kerusakan mata. Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa orang tunanetra itu belum tentu buta, sedangkan orang buta itu pasti buta. Dapat dikatakan bahwa kebutaan adalah tingkat ketunanetraan yang paling berat. Mata merupakan indra yang paling penting dalam panca indra, selain itu mata juga memberika kesan keindahan bagi muka. Klasifikasi tunanetra menurut para ahli 1. Efendi, M (2006:31) mengatakan bahwa,. 1). Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik tertentu. Anak yang termasuk dalam kelompok anak tunanetra sebab ia dapat menggunakan fungsi penglihatan dengan baik untuk kegiatan belajar. 2). Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan mengikuti kelas regular sehingga diperlukan kompensasi pengajaran untuk mengganti kekurangannya. Anak yang memeiliki kelainan penglihatan dalam kelompok kedua dapat dikategorikan sebagai anak tunanetra ringan sebab ia masih bisa membedakan bayangan. Dalam praktik percakapan sehari-hari anak yang masuk dalam kelompok kedua ini lazim disebut anak tunanetra sebagian (partially seeing-children). 3). Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik apa pun, karena anak tidak mampun lagi memanfaatkan indra penglihatan. Ini hanya dididik melalui saluran mata. ... seseorang dikatakan buta jika tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk kepentingan pendidikannya. 2. Mengacu pendapat Faye, Sally M. Rogow, Hadi, P. 2005:45) menyatakan bahwa mengklasifikasikan tunanetra atas dasar fungsi penglihatan ke dalam

lima katagori: 1). Kelompok yang memiliki penglihatan agak normal tetapi membutuhkan koreksi lensa atau alat bantu membaca, 2). Kelompok yang ketajaman membacanya kurang atau sedang yang memerlukan pencahayaan dan alat bantu khusus, 3). Kelompok yang memiliki penglihatan pusat rendah, lantang penglihatan sedang, ketidak mampuan memperoleh pengalaman akibat kerusakan penglihatan, 4). Kelompok yang memiliki penglihatan buruk, kemampuan lantang pandang rendah, penglihatan pusat buruk,danperlu alat bantu untuk membaca yang kuat, 5. Kelompok yang tergolong buta total. 3. Mochtar, S (1984:8) menyatakan bahwa klasifikasi tunanetra didasarkan pada usia mereka. Dengan menggunakan usia sebagai dasar dan pendidikan sebagai sasaran, maka tunanetra dapat digolongkan sebagai berikut: Anak tunanetra prasekolah adalah mereka yang berusia lima tahun atau kurang dari itu. Bagi anak-anak ini orang tualah yang memegang peran utama di dalam pendidikan mereka. Menjelang berakirnya masa kanakkanak guru turut berperan di dalam mengarahkan serta membina perkembangan mereka. Anak tunanetra usia sekolah ialah anak tunanetra usia enam sampai dengan delapan belas tahun yang mengikuti pendidikan formal. Anak-anak ini lebih banyak membutuhkan perhatian dan pendekatan khusus dalam menempuh pelajaran pada tingkat sekolah dasar, dibanding anak tunanetra pada sekolah menengah tingkat pertama. Golongan yang ketiga adalah para tunanetra yang berusia lima belas tahun atau lebih yang belum pernah mengikuti pendidikan formal serta belum pernah bekerja. Mereka membutuhkan pendidikan habilitasi-nonfomal.melalui pendidikan ini mereka harus dipersiapkanuntuk suatu pekerjaan yang dapat memberikan hasil. Pendidikan ini juga dapat diberika kepada para tunanetra dewasa yang membutuhkannya. Setiap anak tunanetra yang memiliki atau mempunyai kelemahan dan karakteristik yang berbeda mendapatkan pengajaran, dan perlakuan yang sama

tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain. Selain itu mereka mendapatkan pengajaran menurut kemampuan yang mereka miliki. PENDEKATAN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan Deduktif. Pada penelitian deduktif diperlukan resensi-resensi tentang tunanetra yang akan diteliti untuk memperoleh jabaran tentang anak tunanetra. Dari hasil resensi-resensi penulis mendapatkan metode yang tepat dan efektif untuk pembelajaran anak tunanetra. PEMBAHASAN Pengembangan Ketunanetraan Pengembangan tunanetra kurang penglihatan berfokus pada pemanfaatan indra yang masih berfungsi dan efisiensi fungsi penglihatan. Pengembangan anak tunanetra berfokus pada pembinaan kemampuan dan keterampilan motorik. Pengembangan bagi Tunanetra Kurang Penglihatan (Low Vision). Ada beberapa cara pengembangan tunanetra kurang penglihatan low vision antara lain: 1. Dasar Usaha Pengembangan Kemampuan Visual bagi Tunanetra Low Vision. Pendidilan dan instruktur pada sekolah atau panti rehabilitasi penyandang tunanetra harus memahami masalah efisiensi fungsional penglihatan. Efisiensi fungsi penglihatan dirpengaruhi oleh lingkungan serta akibat-akibatnya, sikap anak tunanetra terhadap kecacatan yang dimiliki dan faktor motivikasi diri sendiri. 2. Tujuan Pengembangan Fungsi Daya Penglihatan. Kemampuan sekecil apapun pada khasus tunanetra kurang penglihatan harus dimanfaatkan dan dikembangkan seoptimal mungkin. Dengan pemanfaatan dan pengembangan kemampuan visual pada tunanetra kurang penglihatan diharapkan tidak terjadi penurunan fungsi visual, akan tetapi diharapkan meningkatkan fungsi visual serta mempertahankan fungsi visual yang ada. Sisa penglihatan akan

bermanfaat bagi tunanetra untuk memperkaya persepsi visual dan mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. 3. Hal-hal yang Harus Dilakukan dalam Pengembangan Kemampuan Visual Anak Kurang Lihat. Agar tujuan pengembangan kemampuan visual anak kurang lihat mencapai keberhasilan, Tangyong, menjabarkan hal-hal yang sanat diperlukan adalah a. Menentukan tingkat fungsi daya lihat anak yang masih mempunyai potensi visual. Skala efisiensi visual diberikan kepada anak tunanetra kurang penglihatan yang daya penglihatannya pernah diukur, sehingga dapat dikethui dan ditentukan potensi belajar anak, sifat dan alat bantu yang cocok untuk digunakan pada anak. b. Membuat rencana-rencana yang disusun secara khusus untuk anak tertentu dengan maksud merangsang dan mengembangkan seluruh potensi penglihatannya. Rencana yang disiapkan untuk anak-anak tertentu meliputi seluruh susunan urutan stimulus. c. Mengembangkan perhatian dan memelihara sikap yang positif terhadap langkah-langkah yang ditunjukkan kepada Belajar Melihat. Disini anakanak diajak untuk belajar sambil bermain dan juga untuk Belajar Melihat sehingga dapat dikembangkan perhatian untuk mengamati benda-benda dan alat-alat permainan dalam jumlah yang semakin meningkat dan pada akhirnya akan membentuk hak yang positif pada anak tunanetra kurang penglihatan. d. Memberikan darongan untuk meningkatkan daya penguasaan otot-otot mata guna memudahkan pemusatan pandangan pada apapun yang diamati. e. Memberikan dorongan, motivasi, semangat, dan bantuan kepada anak dalam segala aktifitas atau latihan yang menggunakan mata. f. Mengikut sertakan anak dalam merencanakan dan menyusun sebuah buku kecil yang menggambarkan hasil pekerjaannya sehari-hari berdasarkan kemampuannya secara menyeluruh dalam bidang visual. g. Meneliti dan menentukan kembali kemampuan serta efisiensi penglihatan pada akhir suatu periode latihan melihat atau mengamati.

4. Jenis-jenis Latihan untuk Peningkatan Kemampuan Persepsi Visual. Merangsang kemampuan daya lihat dan untuk belajar melihat lebih banyak jenis benda, dan melakukan pengamatan terhadap benda-benda tiruan seperti pengganti benda-benda sebelumnya. 5. Jenis-jenis latihan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan latihan persepsi visual ialah a. Pemusatam perhatian pada tugas (attending or forgening on a task) b. Mengikuti sasaran dengan arah pandang (following/teaching on object) c. Memusatkan perhatian pada benda (Converging on Slowly Approaching Object) d. Membeda-bedakan benda (Discrimination of Object) e. Ingatan visual (Visual Memories) f. Mengutamakan penglihatan (Visual Integration) g. Kelengkapan visual (Visual Closure) h. Bentuk obyek (Object Permanent) i. Obyek pokok dan latar belakang (Vigure and Back-ground) j. Koordinasi mata dengan tangan dan koordinasi mata dengan kaki. Pengembangan bagi Tunanetra Buta Tunanetra tingkat ini adalah tunanetra tingkat berat yang pada taraf ringan hanya mampu membedakan terang dan gelap, dan pada taraf berat mereka sama sekali tidak mengenal konsep cahaya, terang dan gelap. Pengembangan yang paling efektif adalah dengan melatih pemanfaatan diri yang masih berfungsi, selain itu pengembangan secara terprogram dilaksanakan dalam bentuk kegiatan latihan orientasi dan mobilitas, yang dipandu oleh instruktur yang berpengalaman. Dari pengembangan ketunanetraan di atas dapat disimpulkam bahwa kesulitan atau ketidak mampuan dan hambatan yang di alami anak tunanetra dapat di lakukan sesuai potensi serta kebutuhan individu. Selain itu pengembangan kemampuan tunanetra kurang penglihatan dan tunanetra buta total berbeda, disesuaikan kebutuhan masing-masing.

Program Layanan Pendidikan program layanan pendidikan ini mengembangkan kemampuan anak tunanetra sebagai individu dan meningkatkan sosialisasinya dalam berkelompok atau bermasyarakat, melalui pembelajaran di dalam sekolah dan di luar sekolah. Layanan Berorientasi Akademik
1. Pembelajaran Individual dan Pembelajaran Kelompok.

Pembelajaran individu dan kelompok hendaknya diterapkan secara terpadu, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. A. Pembelajaran Individu Pengajaran individu tidak hanya memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk belajar, tetapi juga akan mempelajari hal-hal yang menarik minatnya sesuai dengan kebutuhannya dan akan berkembang sesuai kemampuan dan kecepatan masing-masing. Prinsip ini dapat diartikan sebagai self selection yaitu prinsip memilih sendiri. Artinya, perlu penyediaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa secara luas dengan bermacammacam kemampuan dan latar belakang, siswa akan memilih pengalaman belajar menonjol dalam pembelajaran individual dapat ditinjau dari segi 1. Tujuan pembelajaran, 2. Siswa sebagai subyek didik yang belajar, 3. Guru sebagai pembelajar, 4. Program pembelajaran, 5. Orientasi dan tekanan dalam pembelajaran. Program pembelajaran individu bagi tunanetra dapat dilakukan sacara efektif, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa tunanetra, Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa tunanetra, Prosedur dan cara kerja yang dimengerti oleh siswa tunanetra, Kriteria keberhasilan dimengerti oleh siswa tunanetra, Keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti oleh siswa tunanetra.

Komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam Perencanaan Pendidikan Individual 1) Pernyataan tentang level kemampuan siswa saat ini dalam pendidikan. 2) Pernyataan tentang tujuan tahunan atau jangka panjang, termasuk sasaran pembelajaran secara ringkas. 3) Pernyataan tentang spesifikasi pendidikan khusus dan berbagai layanan yang berhubungan dengan siswa, dan sejauh mana siswa mampu berpartisipasi pada program pendidikan reguler di sekolah. 4) royeksi tanggal untuk mengawali dan mengantifikasi lamanya pemberian layanan. 5) Kriteria pencapaian tujuan, prosedur evaluasi dan jadwal untuk menetapkan sekurang-kurangnya dalam tahunan apakah sasaran pembelajaran dalam jangka pendek bisa tercapai. B. Pembelajaran Kelompok

Dengan pembelajaran kelompok diharapkan dapat dikembangkan rasa sosial yang tinggi bagi setiap anak didik. Pembelajaran kelompok mempunyai tujuan yang komplek yakni, a. memberikan kesempatan pada siswa tunanetra untuk mengembangkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara rasional, b. memberikan kesempatan kepada siswa tunanetra untuk mengembangkan sikap sosial dan sangat bergotong royong dalam kehidupan, c. mendinamisasikan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga merasa didi bagian dari kelompok yang bertanggung jawab, d. mengembangkan kemampuan kepemimpinan.

2. Proses Pembelajaran di Sekolah

a. Penyusunan Kurikulum Pembelajaran di sekolah telah terprogram menurut kalender akademik, yang struktur dan pelaksanaannya mengikuti pola dan tujuan yang telah ditetapkan.

b. Layanan Pendidikan Khusus Siswa tunanetra adalah siswa yang berkebutuhan pendidikan khusus, sehingga penyelenggaraan pendidikan bisa mengikuti atau ditempuh melalaui berbagai bentuk layanan pendidikan khusus. 3. Layanan Berorientasi Sosial 1. Bina Diri untuk Hidup Sehari-hari dan Kehidupan Sosial Setiap anak tunanetra harus mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, hal ini sangat penting untuk memperoleh tempat yang layak di dalam keluarga dan masyarakat. 2. Bina Kelompok Sosial (Interaksi dan Komunikasi) Interaksi sosial oleh tunanetra dimulai dengan mengenal diri sendiri, selanjutnya belajar memahami lingkup kelompok sosial. Model Layanan Pendidikan lembaga pendidikan formal bagi tunanetra di Indonesia ada beberapa macam di antaranya adalah
1.

Sekolah Luar Biasa (SLB)

SLB bagian A adalah suatu lembaga pendidikan yang memberikan pelayana pendidikan secara khusus bagi anak tunanetra. Selain itu merupakan suatu unit pendidikan yang meliputi pendidikan Tingkat Persiapan, Tingkat Dasar, Tingkat Lanjut Pertama, dan Tingkat Menengah. Disamping itu ada juga kelas kejuruan.Kelas ini disediakan bagi tunanetra yanhg tamat dari tingkat lanjut pertama yang tidak melanjutkan ketingkat lanjut menengah.
2.

Sekolah Dasar Luar Biasa

(SDLB)

SDLB merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkelainan setingkat sekolah dasar yang dapat menerima anak berkebutuhan khusus. Kegiatan belajar mengajar pada dasarnya sama dengan SLB dan kurikulum yang digunakan adalah kurikulum SLB. Karena siswa disini meliputi berbagai macam kelainan maka program pembelajaran bagi kelainan tertentu diberikan secara khusus. 3. Terpadu Sekolah terpadu adalah sekolah reguler yang menerima siswa berkelainan unuk belajar bersama-sama siswa reguler (normal) dalam sekolah yang sama. sebutan sekolah terpadu ini diberikan selama sekolah tersebutada anak siswa berkelainan, apabila sekolah tersebut sudah tidak ada siswa berkelainan secara otomatis sekolah menjadi sekolah reguler. sekolah terpadu tidak boleh mengganggu program pendidikan sekolah reguler. Sekolah

berdasarkan tempat di mana anak berkelainan dididik atau bersekolah, model layanannya dapat dibedakan menjadi sekolah segregrasi (terpisah) dan sekolah integrasi (terpadu). berdasarkan katagori tersebut ada beberapa model pelayanan yaitu 1. Model Guru Konsultan Guru konsultan adalah seorang guru khusus yang perannya lebih cenderung kepada fungsi konsultatif dari pada mengajar. Guru konsultan menitik beratkan pada fungsi administratif dan dukungan dalam membantu guru kelas reguler untuk memenuhi kebutuhan anak tunanetra. Manfaat dari program ini adalah bahwa anak tunanetra tinggal dirumahnya dalam masyarakat dengan teman yang normal. Model ini memiliki dua kelemahan yaitu 1. pengajaran yang diberikan secara khusus pada anak tunanetra untuk memenuhi kebutuhan khususnya sangat sedikit. 2. guru konsultan tidak melayani beberapa sekolah yang berbeda lokasinya sering kali ada masalah dengan waktu dan efisiensi.

2.

Model Guru Kunjung

Model ini memberikan kesempatan kepada siswa tunanetra untuk memperoleh pendidikan di kelas reguler. Dalam model ini anak-anak tinggal di rumah dan belajar di kelas dalam sekolah umum bersama siswa normal dan kerikulum yang digunakan adalah kurikulum sekolah reguler. 3. Model Ruang Sumber

Ruang sumber adalah suatu kelas yang dilengkapi dengan peralatan khusus dan disediakan petugas khusus. Dengan model ruang sumber ini anak tunanetra dapat melakukan pekerjaan secara khusus di ruang sember. Dalam kegiatan belajar yang lain dilaksanakan bersama-sama dengan anak awas di kelas reguler. 4. Model Kelas Khusus

Kelas khusus bagi anak tunanetra adalah kelas yang dilengkapi oleh staff khusus dan peralatan khusus yang diperlukan oleh siswa tunanetra. Kelas ini khusus untuk tunanetra dan berada dikelas reguler. Pada dasarnya dengan model kelas khusus ini siswa tunanetra belajar terpisah dengan siswa reguler, akan tetapi mereka berkesempatan berinteraksi dengan siswa reguler dalam kegiatan lain seperti bermain maupun rekreasi. 5. Model Sekolh Berasrama

Sekolah berasrama adalah sekolah khusus untuk anak tunanetra yang juga menyediakan asrama. Kelemahan model sekolah ini adalah siswa kurang mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-teman yang normal dan cenderung terisolasi dari kehidupan masyarakat umumnya. Cara Pembelajaran untuk Anak Tunanetra Asas-asas ini sangat penting dan tidak boleh diabaikan di dalam menghadapi anak-anak tunanetra, asas-asas ini berhubunagan dengan penyajian bahan pelajaran.

Asas-asas dasar di dalam pendidikan anak tunanetra yang perlu diperhatikan adalah Asas pelayanan individu senantiasa memperhatikan perbedaan individual mengenai: 1) Tingkatan atau gradasi ketunanetraan anak 2) Sebab-sebab ketunanetraan anak 3) 4) 5) 6) 7) Saat terjadinya ketunanetraan anak (usia) Kondisi ketunanetraan anak Kondisi kesehata umum anak Kondisi psikhologik anak Situasi lingkungan, utamanya keluarga anak

a. Asas kekongkritan ialah kesesuaian pengajara dengan kehidupan dan pengalaman nyata, di dalam kehidupan sosial alam lingkungan anak.
b.Asas kesatuan atau kebutuhan pengajaran (the principles of unified

instruction) ialah asas pengajaran yang memberikan pengalaman sebagai suatu keutuhan yang bulat.
c. Asas rangsangan tambahan (the principle of additional stimulation) ialah asas

pengajaran dengan penambahan rangsang kepada anak untuk belajar, melakukan kegiatan, mengadakan percobaan dan sebagainya.
d.Asas belajar sendiri (the principle of selfactivity) ialah asas pengajaran yang

memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif mengembangkan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sendiri dan dengan demikian berusaha memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Metode Belajar dan Mengajar

Metode yang digunakan hamper sama dengan metode yang digunakan dengan anak awas.Metode-metode yang digunakan di dalam pendidikan dan pengajaran anak-anak tunanetra, antara lain: A. Metode ceramah atau menyampaikan informasi digunakan sesuai

dengan tingkat kemampuan anak di dalam menangkap dan memahami apa yang disampaikan oleh guru. B. Metode demonstrasi atau metode peragaan

menuntut kepada guru suatu peragaan di dalam menjelaskan sesuatu. Jadi guru tidak hanya menerangkan saja, melainkan melakukan sesuatu sebagai contoh. C. Metode tanya jawab atau metode diskusi perlu

dilaksanakan karena metode ini dapat mengembangkan keaktifan pikiran anak, membuka kesempatan kepada anak untuk mengeluarkan pendapat serta melatih keberanian pada diri anak. D. Metode bermain peran yang juga disebut metode

sosio-drama, melatih anak untuk berperan di dalam suasana kehidupan sosial. Biasanya diambil peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman dari kebanyakan orang.
E.

Metode widyawisata atau study tour ialah metode

dengan jalan mengadakan perlawatan untuk mempelajari segala sesuatu yang ditetapkan sebagai objek perlawatan tersebut.Di dalam metode ini, para murid diminta agar dapat meneliti kenyataan dan kajadian serta memakai hasil penelitian dan pengamatan yang dikaitkan dengan bahan pelajaran di sekolah. F. Metode tugas ialah metode dengan memberikan tugas tertentu

kepada murid-murid. G. Metode pemecahan problem ialah metode dimana guru melontarkan

masalah atau problem kepada murid-murid. Para muriod berusaha memecahkan problem tersebut.

Beberapa Langkah Pokok Penyajian Bahan Pengajaran. Empat cara pendekatan atau langkah yang dapat digunakan a. Langkah persamaan yang juga disebut langkah asimilasi atau

duplikasi adlah langkah dimana bahan, alat-alat pengajaran, metode dan sebagainya yang digunakan untuk anak tunanetra, sama dengan yang digunakan bagi anak awas. b. Langkah mengubah yang juga disebut modifikasi ialah langkah

dimana diadakan perubahan-perubahan tertentu pada cara, alat pelajaran ataupun keduanya. Dalam melakukan modifikasi guru tidak boleh mengurangi bobot dan isi pelajaran yang disajikan. c. Langkah mengganti atau yang juga disebut subtitusi ialah langkah

menggantikan suatu pelajaran dengan pelajaran lain, langkah ini digunakan apabila langkah asimilasi dan langkah modifikasi tidak mengatasi kesulitan yang dihadapi guru. d. Langkah menghilangkan atau omisi adalah meniadakan pelajaran

tertentu, karena tiodak mungkin lagi diselengggarakan dengan menggunakan ketiga langkah yang telah disebut terdahulu.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari paparan tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa, anak tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam melihat. Karena

itu proses pembelajaran anak tunanetra menekankan pada indra peraba dan indra pendengaran yang masih berfungsi. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus menggunakan media yang faktual dan bersuara, contohnya menggunakan tulisan Braille, gambar timbul, benda nyata dan benda model. Banyak anak berkebutuhan khusus mengalami masalah serius dalam pengendalian perilaku dan memerlukan bantuan untuk mengendalikan ledakan-ledakan prilaku agresif, yang tidak relevan dengan situasi sosial sehari-hari. Pada umumnya, anak-anak yang berkebutuhan khusus dan sebagian anak normal mengembangkan bentuk periaku yang perlu perhatian dan penanganan secara khusus dan hati-hati.

Saran

Dari paparan di atas dapat disarankan bahwa, Guru harus mengetahui strategi pengajaran bagi anak tunanetra dan perbedaanperbedaan serta karakter individu dalam mendidik anak berkebutuhan khusus, selain itu Guru perlu merancang strategi pembelajaran yang sesuai dan efisien dengan keadaan anak didiknya. Anak-anak juga harus mendapatkan pengalaman dari apa yang mereka pelajari. Selain itu mereka juga harus dilatih aktif dan mandiri agar anak-anak tunanetra tidak tergantung pada orang lain.

DAFTAR RUJUKAN

Mochtar, S. 1984. Ortodidiktif Anak Tunanetra.Jakarta: Percetakan Negara RI.

Hadi, P. 2005. Kemandirian Tunanetra. Jakarta: Departermen Pendidikan Nasional. Sumanto, J. 2005 .Mengembankan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan. Jakarta: Departermen Pendidikan Nasional. Efendi, M. 2005. Pesikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara. Somantri, 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Revika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai