Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia sehat tahun 2010 difokuskan pada preventif yaitu pencegahan penyakit, tingginya berbagai wabah penyakit menunjukan bahwa program preventif yang diaplikasikan di masyarakat belum dilaksanakan dengan benar. Diantaranya adalah wabah penyakit demam berdarah atau DBD. Sampai saat ini di tiap pelosok baik kota maupun desa aselalu ada kematian yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Secara umum 2,5 sampai 3 milyar orang beresiko terserang penyakit DBD, Aedes aegypti merupakan vektor epidemi utama, penyebaran penyakit ini, diperkirakan terdapat 50 sampai 100 juta kasus per tahun, 500.000 kasus menuntut perawatan di Rumah Sakit, dan 90 % menyerang anak-anak dibawah 15 tahun, rata-rata angka kematian (Case Fatality Rate/CFR ) mencapai 5%, secara epidemis bersifat siklis (terulang pada jangka waktu tertentu), dan belum ditemukan vaksin pencegahnya (Depkes RI, 2000). Tindakan pencegahan dan pemberantasan akan lebih lestari bila dilakukan dengan pemberantasan sumber larva, Dalam hal ini perlu pendekatan yang terpadu terhadap pengendalian nyamuk dengan menggunakan semua metode yang tepat (lingkungan, biologi dan kimiawi) yang murah, aman dan ramah lingkungan. Upaya-upaya ini antara lain dengan pengelolaan lingkungan, perlindungan diri, pengendalian biologis dan pengendalian secara kimia. DBD merupakan penyakit endemic yang mana penatalaksanaan yang dilakukan harus secara massif baik dari individu, lingkungan, serta masyarakat. Peran perawat komunitas dalam menangani permasalahan ini sangatlah penting. Oleh karena itu, para calon perawat wajib hukumnya untuk mengetahui konsep dari DBD dan asuhan keperawatan komunitas pada kasus DBD sebagai bekal untuk menjadi perawat yang professional.

1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

2.2 Etiologi Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1. DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Jogjakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe 1 dan 3

2.3 Manifestasi Klinis 1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (39-40C) 2. Uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dan sebagainya 3. Hepatomegali 4. Syok, tekanan nadi menurun 5. Trombositopeni pada hari ke 3-7 terjadi penurunan trombosit sampai 100.000/mm3 6. Hemokonsentrasi , meningkatnya nilai hematokrit 7. Anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala 8. Pendarahan pada hidung dan gusi 9. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah

2.4 Penularan Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita DHF lain. Nyamuk aedes aegypti berasala dari Brazil dan Etiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang hari. Orang yang beresiko terkena DBD adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta pinggiran kumuh. Penyakit DBD

sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan . virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim serta perilaku manusia.

2.5 Pencegahan Pencegahan penyakit DBD dilakukan melalui pengendalian vektornya. Beberapa metode yang digunakan yaitu: 1. lingkungan pengendalian nyamuk dengan metode lingkungan dilakukan dengan pemberantasa sarang nyamuk (PSN), pengelolaan samapah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah. Contohnya adalaha sebagai berikut: a. menguras bak mandi sekurang-kurangnya satu minggu sekali b. mengganti air dalam vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali c. menutup tempat penampungan air dengan rapat d. mengubur kaleng bekas atau barang bekas yang bisa menampung air 2. biologis pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ ikan cupang), dan bakteri Bt. H-14 3. kimiawi cara pengendalian ini antara lain: a. pengasapan. Fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu b. memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air sseperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut 3M. selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kaca, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain.

2.6 Pengobatan

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara : 1. Penggantian cairan tubuh 2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter- 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) 3. Gastroenteritis oral solution/Kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit),kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit.

2.7 Kebijakan Pemerintah Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah, pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan diantaranya adalah : 1. Memerintahkan semua rumah sakitbaik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien yang menderita DBD. 2. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-BBM/program kartu sehat. (SK Menkes No.143/Menkes/II/2004 tanggal 20 Februari 2004). 3. Melakukan fogging secara missal di daerah yang banyak terkena DBD. 4. d.Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD. Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik). 5. Penyebaran pamflet at udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3M (Menguras, Menutup,Mengubur). 6. Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah, yang terdiri dari unsurunsur : a) Ikatan Dokter Anak Indonesia b) Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia c) Asosiasi Rumah Sakit Daerah 7. Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp.500 juta, di luar bantuan gratis dari rumah sakit. 8. Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan,saran dan bantuan teknis.

a) Menyediakan call center : b) DKI Jakarta Pusat, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam) c) DEPKES, Sub Direktorat Surveillans (021) 4265974, (021) 42802669 d) DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043 e) Melakukan Kajian Sero- Epidemologis untuk mengetahui penyebaran virus Dengue. Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah, Badan Litbang Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian, diantaranya : 1. Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada anak-anak dan Remaja di Mataram, tahun 1998 2. Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam Pelaksanaan penanggulangan Penularan Penyakit DBD, tahun 1999 3. Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Tahun 2000 4. Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemis Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Tahun 2001 5. Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta tahun 2004. Badan Litbangkes bekerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu system surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu system jaringan informasi yang menggunakan internet untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat. Melalui system ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan wakyu dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS Ditemukan 76 kasus DBD di RT. I RW.I Kelurahan A dari total penduduk 170 jiwa setelah 2 minggu sering turun hujan. Keadaan RT.I sangat kumuh dan banyak sampah yang berserakan. Penderita DBD rata-rata adalah anak usia sekolah dan remaja. Penduduk disana kebanyakan adalah pemulung dan buruh tani. Letak geografis RT.I jauh dari tempat pelayanan kesehatan dan penduduk disana sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar.

3.1 Pengkajian Pengkajian komunitas yang dilakukan menggunakan model community as partner ( Betty Neuman ) yang terdiri dari : a. Data inti Data demograf kelompok atau komunitas yang terdiri : 1) Umur : 0 5 th 6 12 th 13 20 th 21 60 th > 60 th 2) Pendidikan : 18 : 32 : 28 : 71 : 21

: Sebagian besar masyarakat RT.I menemph pendidikan terakhir di Sekolah Dasar

3) Jenis kelamin

: Perempuan : 102 orang Laki-laki : 68 orang

4) Pekerjaan 5) Agama 6) Nilai nilai 7) Keyakinan

: Pemulung dan buruh tani : Islam : :

8) Riwayat timbulnya kelompok atau komunitas : Sebagian besar masyarakat RT.I adalah orang-orang pendatang dari daerah lain. b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas 1. Physical environment

Rumah yang dihuni oleh penduduk berada pada lingkungan kumuh dan padat penduduk. Jarak antara rumah satu dengan rumah yang lain berdempetan sehingga ventilasi dan sirkulasi rumah kurang baik. 2. Pelayanan kesehatan dan sosial Keberadaan poskesdes dalam masyarakat tidak berfungsi secara optimal sehingga belum ada upaya untuk melakukan deteksi dini, mencegah, dan memantau adanya wabah penyakit demam berdarah, selain itu letaknya juga cukup jauh dari RT.I 3. Ekonomi Status ekonomi tidak berpengaruh pada terjadinya wabah DBD merupakan penyakit endemic. 4. Keamanan 5. Politik dan kebijakan pemerintah Upaya pencegahan pemerintah terhadap masalah DBD yaitu melalui program 3M (menguras, mengubur, menutup), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), fogging berkala, pembagian abate secara gratis. Akan tetapi program-program pemerintah tersebut belum berjalan maksimal. 6. Sistem komunikasi Promosi kesehatan yang dilakukan pemerintah juga melaui media elektronik berupa penanganan iklan layanan masyarakat seperti televisi, radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas. Tetapi masyarakat RT.I jarang memiliki televisi dan media elektronik yang lain sehingga sosialisasi dari media-media tersebut tidak sampai dimasyarakat. 7. Pendidikan Sebagian besar penderita DHF adalah anak usia sekolah dan remaja. Masyarakat RT.I kebanyakan adalah lulusan Sekolah Dasar sehingga kurang peduli terhadap kebersihan dan kesehatan 8. Rekreasi Masyarakat RT.I jarang melakukan rekreasi karena disibukkan dengan pekerjaannya untuk menafkahi keluarganya. karena DBD

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 1. Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. 2. Sejak bulan Januari sampai Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang. Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta. 3. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan. 4. Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 1996. Diagnosa dan Pengelolaan penderita. Jakarta : Ditjen PPM & PLP. Depkes. 2004. Informasi Penyakit Menular Demam Berdarah. Disitasi dari

www.ppmplp.depkes.go.id pada tanggal 24 Oktober 2011 pukul 14.45. Depkes. 2004. Kebijaksanaan Program P2DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia. Disitasi dari www.depkes.go.id pada tanggal 24 Oktober 2011 pukul 14.35. Kabul A, Titte. 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Suroso, Thomas. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai