Anda di halaman 1dari 35

26

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK, ANALISIS LINTAS, DAN


SELEKSI PLASMA NUTFAH PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban)
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk: 1) menduga keragaman genetik dan
heritabilitas beberapa karakter kuantitatif pegagan, 2) mendapatkan informasi
tentang karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi kadar asiatikosida
dan produksi terna kering yang tinggi, dan 3) mendapatkan aksesi pegagan
dengan kadar asiatikosida dan bobot terna kering yang tinggi serta
membandingkan antara hasil seleksi berdasarkan seleksi penyisihan bebas
bertingkat, seleksi tunggal, indeks seleksi terboboti dan tidak terboboti. Penelitian
dilakukan di Kebun Percobaan Cimanggu Balittro dari bulan Juli-Desember 2007.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan
17 aksesi pegagan sebagai perlakuan dan diulang dua kali, tingkat naungan yang
digunakan 25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter jumlah, panjang,
lebar, dan luas daun serta jumlah tulang daun, dan panjang ruas pada sulur
terpanjang memiliki keragaman genetik luas dan heritabilitas tinggi, sedangkan
tebal daun, jumlah sulur, kadar dan produksi asiatikosida menunjukkan
keragaman genetik sempit dengan heritabilitas rendah. Dari 10 karakter yang
diamati tidak satupun karakter yang berkorelasi nyata dengan kadar asiatikosida.
Karakter panjang dan diameter tangkai daun; panjang, lebar, luas, dan tebal daun,
jumlah tulang daun, dan panjang ruas pada sulur terpanjang mempunyai korelasi
positif sangat nyata dengan produksi terna kering, sedangkan jumlah daun induk
dan jumlah sulur berkorelasi negatif nyata. Seleksi produksi terna kering yang
tinggi melalui luas daun akan memberikan respon yang lebih cepat karena
memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Hasil seleksi berdasarkan seleksi
penyisihan bebas bertingkat terpilih 4 aksesi pegagan dengan kadar asiatikosida
dan bobot terna kering yang tinggi, yaitu Casi 016, Casi 003, Casi 008, dan Casi
002. Aksesi terseleksi berdasarkan seleksi penyisihan bebas bertingkat tidak selalu
terseleksi pada seleksi tunggal dan indeks seleksi terboboti maupun tidak
terboboti.
Kata kunci: pegagan, keragaman genetik, heritabilitas, analisis lintas, seleksi
ABSTRACT
The objectives of this research were: 1) to estimate of genetic variability
and heritability of several quantitative characters, 2) to obtain information about
characters which can be used to select asiaticoside content and dry shoot
production criterion, and 3) to obtain asiatic pennywort accessions which have
high content of asiaticoside and dry shoot production and comparison between
independent culling level, single selection, weighted and unweighted standardized
selection index. The research was conducted at Cimanggu Experimental Station of
Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute (ISMECRI) Bogor,
from July 2007 to February 2008. The research was arranged using randomized
complete block design (RCBD) with two replications. Seventeen asiatic
27
pennywort accessions as the treatment and 25% shade were used. Results of the
research showed that number of leaf; length, width, and leaf area; number of vein
leaf, and segment length on the longest stolon have wide genetic variability and
high heritability, while leaf thickness, number of stolon, content and production of
asiaticoside showed narrow genetic variability and low heritability. Results of
correlation analysis and path analysis showed that ten characters observed none
that correlated significantly with content of asiaticoside. Characters of leaf petiole
length and diameter; length, width, area, and thickness of leaf, number of vein
leaf, and segment length on the longest stolon had highly significant positive
correlation with dry shoot production, while characters of mother plants leaf
number and number of stolon had significant negative correlation. Selection of
dry shoot production through character of leaf area would provide more rapid
respond due to its high heritability value. Selection using of independent culling
level, had resulted in 4 accessions of asiatic pennywort with high content of
asiaticoside and dry shoot weight, namely Casi 016, Casi 003, Casi 008, and Casi
002. Accessions selected for independent culling level were not always selected at
single selection, weighted and unweighted standardized selection index.
Key words: Centella asiatica L. (Urban.), genetic variability, heritability, path
analysis, selection
PENDAHULUAN
Pegagan atau Centella asiatica (L.) Urban merupakan tumbuhan liar yang
termasuk keluarga Umbeliferae (Apiaceae). Tumbuhan ini telah lama digunakan
sebagai lalab oleh sebagian masyarakat di Jawa Barat. Dalam bidang pengobatan,
tanaman ini telah banyak dimanfaatkan sebagai diuretik, penambah nafsu makan,
obat sariawan, obat luka, obat luka terbuka, dan luka bakar (Tang & Eisandbrand
1992). Pegagan mengandung bioaktif kelompok senyawa terpenoid, flavonoid,
senyawa polifenol, dan senyawa poliasetelina. Senyawa yang terpenting dan telah
diteliti mempunyai efek menyembuhkan luka terbuka atau luka bakar adalah
senyawa golongan triterpen, saponin, dan sapogenin yaitu asam asiatat, asam
madekasat, dan asiatikosid (Chandel & Rastogi 1979; Tang & Eisandbrand 1992).
Keberhasilan program penyediaan bahan tanaman unggul pegagan sangat
bergantung pada ketersediaan bahan genetik dan besar kecilnya ragam genetik
dalam koleksi plasma nutfah, keragaman tersebut dapat diperoleh antara lain
melalui introduksi dan eksplorasi ke berbagai daerah endemik. Hasil introduksi
dan eksplorasi dari berbagai daerah di Jawa, Sumatra, Bali, dan Papua
menghasilkan 17 aksesi pegagan. Berdasarkan hasil penelitian Bermawie et al.
(2008), diketahui bahwa terdapat keragaman fenotipik pada beberapa karakter
28
morfologi baik kuantitatif maupun kualitatif, potensi hasil, dan mutu antar aksesi
pegagan. Informasi tersebut menunjukkan, terdapat peluang untuk menghasilkan
aksesi dengan mutu yang lebih tinggi. Sebelum menggunakan karakter-karakter
tersebut sebagai karakter seleksi, perlu diketahui perilaku pewarisan berbagai
karakter kuantitatif dan kualitatif di atas. Informasi ini diperlukan untuk
menentukan apakah karakter yang diamati tersebut dapat dijadikan sebagai
kriteria seleksi dalam memilih genotipe-genotipe baru yang diinginkan.
Keragaman genetik, heritabilitas, korelasi, dan pengaruh dari karakter-karakter
yang erat hubungannya dengan kadar asiatikosida dan produksi terna kering
merupakan parameter genetik yang diperlukan untuk memudahkan pelaksanaan
seleksi sehingga seleksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Keragaman genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses
seleksi dalam program pemuliaan tanaman. Selain itu, keberhasilan program
pemuliaan juga bergantung pada pengetahuan tentang pola pewarisan karakter
yang akan diperbaiki, apakah karakter tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor
genetik atau lingkungan. Untuk meningkatkan kadar asiatikosida dan produksi
terna kering perlu diketahui komponen pertumbuhan yang dapat digunakan
sebagai kriteria seleksi dengan cara memilih karakter yang memberikan kontribusi
besar terhadap kadar asiatikosida dan produksi terna kering. Pengetahuan tentang
korelasi antar komponen pertumbuhan dengan kadar asiatikosida dan produksi
terna kering sangat diperlukan untuk menentukan kriteria seleksi tidak langsung
terhadap kadar asiatikosida dan produksi terna kering tersebut. Namun demikian,
hubungan yang dinyatakan dengan korelasi sederhana seringkali mengakibatkan
diperolehnya informasi yang semu. Hal ini disebabkan pada total korelasi antara
kadar asiatikosida dan produksi terna kering dengan komponen pertumbuhan
sering terdapat interaksi yang akan menutup pola hubungan yang sebenarnya.
Untuk mengatasi hal itu, maka diperlukan adanya analisis lintas (path analysis).
Dengan analisis lintas, masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan kadar
asiatikosida dan produksi terna kering dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung
dan tidak langsung (Singh & Chaudary 1979; Totowarsa 1982).
Penggunaan analisis korelasi dan analisis lintas untuk mempelajari
keeratan hubungan antar komponen pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil serta
29
untuk mengembangkan kriteria seleksi telah banyak dilakukan pada berbagai jenis
tanaman lain seperti pada kelapa (Miftahorrachman et al. 2000), mentha (Mirzaie-
Nodoushan et al. 2001), jagung (Mohammadi et al. 2003), padi (Surek & Beser
2003), gandum (Budiarti et al. 2004), kedelai (Asadi et al. 2004; Wirnas et al.
2006), sorgum (Ezeaku 2006), cabe (Ganefianti et al. 2006), peartmillet
(Vetriventhan & Nirmalakumari 2007), padi sawah (Limbongan 2008), nenas
(Nasution 2008), dan manggis (Sinaga 2008). Dari beberapa penelitian tersebut
diketahui bahwa analisis lintas sangat bermanfaat dalam menentukan strategi
pemuliaan tanaman yang efektif dan efisien.
Selain berdasarkan nilai korelasi dan analisis lintas, karakter yang akan
digunakan sebagai kriteria seleksi harus dipilih berdasarkan nilai heritabilitas.
Seleksi untuk suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti jika karakter
tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan karakter dapat diketahui
dari besarnya nilai heritabilitas yang dapat diduga dengan membandingkan
besarnya ragam genetik terhadap ragam fenotipik (Borojevic 1990).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa, sebelum melangkah
pada pembentukan varietas, perlu dipelajari keragaman karakter, heritabilitas,
analisis lintas, dan seleksi aksesi pegagan yang memiliki kadar asiatikosida dan
produksi terna kering tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menduga
keragaman genetik dan heritabilitas beberapa karakter kuantitatif pegagan, (2)
mendapatkan informasi tentang karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria
seleksi kadar asiatikosida dan produksi terna kering yang tinggi, dan (3)
mendapatkan aksesi pegagan dengan kadar asiatikosida dan produksi terna kering
tinggi serta membandingkan antara hasil seleksi berdasarkan seleksi penyisihan
bebas bertingkat, seleksi tunggal, indeks seleksi terboboti dan tidak terboboti.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cimanggu dengan jenis tanah
Latosol. Tinggi tempat 240 m di atas permukaan laut (dpl). Analisis asiatikosida
dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Balai Penelitian Tanaman Obat dan
30
Aromatik (BALITTRO). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan
Desember 2007.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: 17 aksesi
plasma nutfah pegagan hasil eksplorasi dari berbagai daerah dan introduksi dari
Malaysia (Casi 001 s/d Casi 019) (Lampiran 1), polibag, pupuk kandang, pupuk
buatan (N, P dan K), bambu, paranet 25 dan 55%, dan bahan-bahan untuk analisis
kandungan fitokimia dan asiatikosida.
Peralatan yang digunakan terdiri dari: termometer (elcometer), light meter
(LX-101A), leaf area meter, peralatan tanam, timbangan digital, jangka sorong,
meteran, dan HPLC.
Metodologi Penelitian
Perlakuan percobaan diatur dalam rancangan acak kelompok (RAK),
terdiri dari 17 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga terdapat 34 satuan percobaan.
Intensitas cahaya yang digunakan 75%, yaitu dengan menggunakan naungan
paranet 25%. Denah percobaan disajikan pada Lampiran 2. Teknik budidaya
pegagan mengacu pada Januwati dan Yusron (2005).
Persiapan Bahan Tanam
Bibit dari setiap aksesi berasal dari tanaman yang sehat, tidak terserang
hama dan penyakit. Bagian pegagan yang diambil untuk pembibitan adalah stolon
yang telah berakar di setiap ruasnya dengan jumlah ruas 1. Pembibitan dilakukan
di polibag yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan
2:1. Pembibitan dilakukan di tempat yang cukup ternaungi, yaitu dengan
menggunakan naungan paranet 55% selama 3 minggu.
Persiapan Tanam dan Penanaman
Pengolahan tanah dilakukan secara intensif sedalam 30 cm, sehingga
didapatkan struktur tanah yang merata dan gembur. Setelah pengolahan tanah,
dibuat petakan dengan ukuran 2 m x 4 m. Jarak antara petak dalam satu ulangan
0.50 m, sedangkan jarak antara petak dengan ulangan lain 1 m. Penggunaan pupuk
kandang sapi dilakukan dengan dosis 0.42 kg/lubang tanam (setara dengan 20 ton
31
ha
-1
) yang diberikan satu minggu sebelum tanam. Tiap aksesi ditanam dalam
petak yang terdiri atas enam baris menggunakan jarak tanam 30 cm x 40 cm.
Naungan sebagai salah satu perlakuan dalam percobaan ini diperoleh
dengan menggunakan paranet, tingkat naungan yang digunakan adalah 25%.
Paranet dipasang pada tiang bambu yang telah didirikan di setiap sudut petakan
sebelum penanaman dilakukan. Paranet dipasang di atas pertanaman dengan
ketinggian 1.8 m dari atas permukaan tanah.
Pupuk SP36 dan KCl masing-masing diberikan dengan takaran 200 kg/ha
seminggu sebelum tanam. Pada umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam dipupuk
sepertiga bagian pupuk Urea dengan dosis 200 kg/ha. Penyulaman dilakukan
sampai tanaman berumur 3 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan menggunakan
bibit yang umurnya sama dengan bibit yang sudah ditanam.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, penyiraman serta
pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dan pengendalian hama-penyakit
disesuaikan dengan kondisi di lapangan, sedangkan penyiraman dilakukan setiap
2 hari sekali apabila tidak turun hujan yang berkepanjangan. Panen terna
dilakukan saat tanaman berumur 4 bulan setelah tanam.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap sepuluh tanaman sampel (tanaman induk)
kecuali bobot terna kering, kadar dan produksi asiatikosida dilakukan sebanyak 1
kali tiap ulangan. Pengamatan karakter agronomi mengacu pada panduan
deskriptor yang dikembangkan khusus untuk pegagan dengan beberapa modifikasi
(Bermawie et al. 2006a), meliputi: (a) Panjang tangkai daun (diukur dari
permukaan tanah hingga ujung tangkai daun), (b) Diameter tangkai daun (diukur
dari atas permukaan tanah 0.25 cm), (c) Jumlah tulang daun (dihitung jumlah
tulang daun), (d) Jumlah daun (dihitung jumlah daun pada tanaman induk), (e)
Panjang daun (diukur dari pangkal daun sampai ujung daun), (f) Lebar daun
(diukur lebar daun terlebar), (g) Tebal daun (diukur di bawah mikroskop dengan
pembesaran 10 x 10 dengan menggunakan mikron meter, preparasi untuk
pengamatan tebal daun mengikuti metode Sass (1951)), (h) Luas daun induk
(diukur dengan menggunakan leaf area meter), (i) Jumlah sulur (dihitung jumlah
32
sulur pada tanaman induk), (j) Panjang ruas pada sulur terpanjang (diukur panjang
ruas pertama pada sulur terpanjang), (k) Bobot terna kering (ditimbang bobot
terna kering dari hasil panen dengan luas 1 m
2
), (l) Kadar asiatikosida (dilakukan
analisis dengan menggunakan HPLC), dan (m) Produksi asiatikosida (dihitung
dengan mengalikan antara kadar asiatikosida dengan bobot terna kering).
Prosedur pengujian kadar asiatikosida meliputi:
1. Persiapan contoh
Terna pegagan disortir dan dicuci sampai bersih, dikeringkan dengan
blower (suhu 40
0
C selama 7 jam), terna pegagan kering digiling dan diayak
dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mesh. Sebanyak 0,36 gram serbuk
pegagan (ukuran 40 mesh) ditambahkan 25 ml methanol p.a, dikocok di atas alat
stirrer plate selama 60 menit, cairan ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam labu
ukur 50 dan ampasnya diambil untuk diekstrak kembali sampai 3x masing-
masing dengan methanol p.a sebanyak 25 ml. Ekstrak-ekstrak dari ampas
tersebut disatukan dengan ekstrak pertama untuk dimasukkan ke dalam labu
ukur yang sama kemudian diencerkan dengan methanol p.a dan diimpitkan
sampai tanda batas.
2. Penetapan contoh
Disaring dengan menggunakan kertas saring Whattman no. 42 kemudian
disaring kembali untuk kedua kalinya dengan kertas saring millipore ukuran 0.2
m. Disuntikkan ke dalam KCKT/HPLC sebanyak 20 l dengan menggunakan
fase gerak asetonitril (CH
3
CN): asam asetat (CH
3
COOH) 0.6% (57: 43) dan
kecepatan alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 258 nm.
3. Penetapan kadar asiatikosida
Standar asiatikosida sebanyak 0.0186 g, dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, dan disuntikkan sebanyak 20 l 1520 ppm ke dalam KCKT/HPLC
dengan menggunakan fase gerak asetonitril (CH
3
CN): asam asetat (CH
3
OOH)
0.6% (57:43) dan kecepatan alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 258 nm.
Kondisi larutan standar tersebut menghasilkan luas area 314713 dengan kisaran
waktu retensi 4.01-4.15. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Pasca Panen
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Nilai luas area dan
33
waktu retensi standar asiatikosida dianggap tetap sepanjang penelitian, adapun
perhitungan kadar asiatikosida adalah sebagai berikut:
Kadar asiatikosida
j
j
j
% 100
10
.
6
x
bobotspx
xfp std lar x
std
sp
=
Keterangan:
[sp] : konsentrasi contoh
[std] : konsentrasi standar
[lar std] : konsentrasi larutan standar
fp : faktor pengenceran
Bobot sp : bobot contoh (g)
Contoh perhitungan kadar asiatikosida (Lampiran 4).
Pengamatan juga dilakukan terhadap faktor lingkungan (suhu,
kelembaban, curah hujan, dan jenis tanah).
Analisis Data
Pendugaan parameter genetik: Komponen ragam: genetik, lingkungan, dan
fenotipik, serta heritabilitas dihitung menurut Singh dan Chaudary (1979). Model
linier aditif yang digunakan untuk menganalisis data hasil pengamatan dari setiap
karakter kuantitatif menurut Singh dan Chaudary (1979):
Y
ij
= +
i
+ |
j
+
ij
dimana:
Y
ij
= Nilai pengamatan suatu karakter pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j
= Nilai tengah umum
t
i
= Pengaruh aditif dari genotipe ke-i
|
j
= Pengaruh aditif ulangan ke-j
c
ij
= Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada ulangan ke-j.
Berdasarkan model linier tersebut maka dapat disusun daftar analisis
ragam (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2 dapat diduga komponen ragam genetik dan
ragam fenotipik adalah sebagai berikut:
Ragam genetik (
2
g
) = KT
genotipe
KT
galat
/ ulangan (r)
Ragam fenotipik (
2
p
) =
2
g
+
2
e
34
Standar deviasi ragam genetik (

2
g
) dihitung sebagai berikut: (Anderson
& Bancroft 1952, diacu dalam Daradjat 1987)
)
`

+
+
+
=
3 1
2
2
3
2
2
2
2
r g gr
KT
g
KT
r
g

Dimana: KT
2
= kuadrat tengah genotipe; KT
3
= kuadrat tengah galat; g =
jumlah genotipe; r = jumlah ulangan.
Nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan ragam
genetik (
2
g
) dan standar deviasi ragam genetik (

2
g
). Suatu karakter tergolong
mempunyai keragaman genetik luas jika
2
g
> 2

2
g
dan tergolong sempit apabila

2
g
s 2

2
g
Tabel 2 Analisis ragam dan harapan kuadrat tengah dari RAK untuk suatu
karakter
Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F
hitung
Kuadrat tengah
harapan
Ulangan (r) r-1 KT
3
KT
3
/KT
1
Genotipe (g) g-1 KT
2
KT
2
/KT
1

2
e
+ r
2
g
Galat (r-1)(g-1) KT
1

2
e
Total rg-1
Jumlah ulangan (r): 2; jumlah genotipe (g): 17;
2
g
: ragam genotipik;
2
e
: ragam lingkungan.
Nilai heritabilitas dalam arti luas (h
2
) dapat diduga dengan rumus
h
2
= (
2
g
/
2
p
) x 100%; dengan
2
g
= ragam genetik dan
2
p
= ragam fenotipik.
Kriteria dugaan heritabilitas (h
2
), sebagai berikut: jika 0.50 < h
2
s 1.00 adalah
tinggi; 0.20 < h
2
s 0.50 adalah sedang dan 0.00 < h
2
s 0.20 adalah rendah
(Whirter 1979).
Analisis lintas: Untuk mengetahui hubungan antar karakter digunakan analisis
korelasi Pearson. Analisis dilakukan menggunakan program SAS versi 6.12.
35
Koefisien korelasi antara kombinasi karakter-karakter yang diamati (r
ij
) diperoleh
dari persamaan berikut (Mead & Curnow 1983):
r
ij
=
, , , , , , , ,




2
2
2
2
) )( (
i i i i
i i
j i
y y n x x n
y x x x n
Masing-masing koefisien korelasi diuji pada taraf nyata 0.05 atau 0.01
(Gomez & Gomez 1995). Selanjutnya dilakukan analisis lintas (Path Analysis)
untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter
pertumbuhan terhadap kadar asiatikosida dan produksi terna kering dengan rumus
sebagai berikut (Singh & Chaudhary 1979):
r
1Y
1 r
12
r
13
r
14
r
15
r
16
r
17
r
18
r
19
P
1
r
2Y
1 r
23
r
24
r
25
r
26
r
27
r
28
r
29
P
2
r
3Y
1 r
34
r
35
r
36
r
37
r
38
r
39
P
3
r
4Y
1 r
45
r
46
r
47
r
48
r
49
P
4
r
5Y
1 r
56
r
57
r
58
r
59
P
5
r
6Y
= 1 r
67
r
68
r
69
P
6
r
7Y
1 r
78
r
79
P
7
r
8Y
1 r
89
P
8
r
9Y
1 P
9
dimana:
r
iy
= koefisien korelasi antara karakter ke i yang diamati dengan kadar
asiatikosida maupun dengan produksi terna kering
r
ij
= koefisien korelasi antara karakter i dan j
P
i
= koefisien lintas (pengaruh langsung) antara karakter ke i yang diamati
dengan kadar asiatikosida atau dengan produksi terna kering
Pengaruh-pengaruh yang tidak dapat dijelaskan oleh suatu model
(pengukuran nilai sisa) dari analisis lintas dihitung sebagai berikut:
ij i
r P R

= 1
keterangan:
R = nilai sisa/residu
P
i
= koefisien lintas karakter i
r
ij
= koefisien korelasi fenotipe karakter i terhadap kadar asiatikosida atau
terhadap produksi terna kering
36
Nilai heritabilitas arti luas (h
bs
) dari masing-masing peubah yang diamati
dihitung berdasarkan rumus:
(h
bs
) =
2
g
/
2
p
x 100%
Pendugaan komponen ragam genetik (
2
g
) dan ragam fenotipik (
2
p
) berdasarkan
Singh & Chaudhary (1979).
Seleksi aksesi berdasarkan seleksi penyisihan bebas bertingkat, seleksi
tunggal dan indeks seleksi:
Seleksi 4 aksesi terpilih untuk digunakan pada percobaan studi naungan,
genotipe, dan ketinggian tempat didasarkan pada seleksi penyisihan bebas
bertingkat (independent culling level). Selain dilakukan metode seleksi penyisihan
bebas bertingkat, juga dilakukan seleksi berdasarkan kadar asiatikosida dan
seleksi secara simultan dengan memperhatikan beberapa karakter. Untuk tujuan
tersebut digunakan seleksi tunggal dan indeks seleksi, yaitu indeks seleksi tidak
terbobot (unweighted standardized selection index) dan terboboti (weighted
standardized selection index).
Karakter yang digunakan dalam pembentukan indeks seleksi terboboti
adalah karakter/peubah pertumbuhan dimana pembobot disesuaikan dengan
besarnya sumbangan pengaruh langsung tiap komponen pertumbuhan terhadap
kadar asiatikosida. Pembobot yang digunakan untuk masing-masing karakter,
yaitu panjang tangkai daun (0.24), diameter tangkai daun (-0.22), jumlah daun
(0.13), panjang daun (-0.02), lebar daun (-0.33), luas daun (-0.61), tebal daun (-
0.09), jumlah tulang daun (1.26), jumlah sulur (0.33), dan panjang ruas pada sulur
terpanjang (0.14). Peubah bobot terna kering dan kadar asiatikosida diberi
pembobot tertinggi (1) karena penelitian ditujukan untuk mencari aksesi yang
berkadar asiatikosida dan memiliki bobot terna kering yang tinggi.
Perhitungan indeks seleksi berdasarkan kombinasi beberapa sifat secara
simultan sebagai berikut (Beker 1992):
Indeks (I) = b
1
x
1
+ b
2
x
2
+ b
3
x
3
+ ...........b
n
x
n
x
1
, x
2
, ... x
n
= karakter yang diseleksi
b
1
, b
2
, ... b
n
= penyusunan indeks, dihitung dengan rumus:
b = P
-1
G
a
37
dimana: b = vektor penyusun indeks
P
-1
= matrik kebalikan ragam peragam fenotipik
G
a
= matrik ragam peragam genotipik
a = vektor nilai ekonomi karakter
Dari persamaan yang terbentuk kemudian disusun nilai indeks dari nilai indeks
seleksi paling besar sampai dengan nilai indeks seleksi paling kecil, selanjutnya
dilihat perbandingan peringkat aksesi hasil seleksi berdasarkan seleksi penyisihan
bebas bertingkat, seleksi tunggal, indeks seleksi terboboti dan tidak terboboti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Kuantitatif Plasma Nutfah
Pegagan
1.1. Keragaman Genetik
Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) dari karakter yang
diamati berkisar antara 0.00 sampai 28.92%. Nilai KKG tertinggi terdapat
pada karakter bobot terna kering (28.92%) dan nilai terendah terdapat pada
karakter kadar asiatikosida (0.00%). Kadar asiatikosida merupakan
karakter yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tanaman dengan
potensi genetik yang baik tidak akan terekspresikan secara optimal bila
tidak didukung oleh lingkungan yang sesuai. Koleksi plasma nutfah
pegagan yang diuji merupakan hasil eksplorasi di daerah dengan
ketinggian menengah dan tinggi, sehingga diduga saat ditanam di dataran
rendah kadar asiatikosidanya lebih rendah dan keragamannya sempit.
Berdasarkan klasifikasi dari Pinaria et al. (1995) terlihat bahwa
enam karakter memiliki keragaman genetik yang luas dan tujuh karakter
lainnya dengan keragaman genetik sempit (Tabel 3). Keragaman genetik
yang luas tersebut menunjukkan adanya pengaruh genetik yang dominan
sehingga sangat menunjang dalam melakukan seleksi terhadap karakter
yang diinginkan dari genotipe populasi yang diuji (Allard, 1960). Dengan
demikian, seleksi terhadap karakter tersebut akan berlangsung efektif.
Luasnya keragaman genetik dari karakter-karakter tersebut disebabkan
populasi pegagan yang dievaluasi terdiri dari genotipe yang berbeda, yaitu
38
hasil eksplorasi dari beberapa daerah dengan agroekologi yang berbeda
dan hasil introduksi (Gambar 6). Populasi pegagan yang tumbuh secara
alami pada habitat yang luas akan menyebabkan terjadinya proses adaptasi
dengan lingkungannya. Sejalan dengan adanya proses evolusi dan adaptasi
pada lingkungan spesifik yang merupakan habitatnya akan menyebabkan
Tabel 3 Nilai rata-rata, koefisien keragaman genetik (KKG), ragam genetik
(
2
g
) dan standar deviasi ragam genetik (

2
g
) beberapa karakter
kuantitatif plasma nutfah pegagan
No. Karakter Nilai tengah KKG
2
g

2
g
2

2
g
Kriteria
1. Panjang tangkai daun 19.95 0.69 13.72 19.37 38.74 Sempit
2. Diameter tangkai daun 1.97 0.06 0.12 0.20 0.40 Sempit
3. Jumlah daun induk 14.02 0.93 13.05 3.56 7.12 Luas
4. Panjang daun 3.20 0.09 0.28 0.03 0.06 Luas
5. Lebar daun 5.39 0.11 0.60 0.04 0.08 Luas
6. Luas daun 31.23 4.18 130.56 7.33 14.66 Luas
7. Tebal daun 0.27 0.01 0.00 0.00 0.00 Sempit
8. Jumlah tulang daun 8.30 0.71 5.89 1.98 3.95 Luas
9. Jumlah sulur 7.13 0.14 1.02 14.68 29.36 Sempit
10. Panjang ruas pada sulur
terpanjang 9.45 0.84 7.89 2.63 5.26 Luas
11. Bobot terna kering 174.17 28.92 5036.65 3551.86 7103.72 Sempit
12. Kadar asiatikosida 0.64 0.00 0.00 0.03 0.06 Sempit
13. Produksi asiatikosida 1.14 0.09 0.10 0.85 1.70 Sempit
Gambar 6 Morfologi pegagan dan keragaan beberapa aksesi pegagan: Casi
005 (A), Casi 011 (B), Casi 002 (F), Casi 003 (H), dan Casi 016
(0)
39
masing-masing populasi mengembangkan karakter dan ciri spesifik secara
morfologis dan genetik yang berbeda dengan populasi lainnya. Selain itu,
luasnya keragaman genetik juga disebabkan oleh adanya persilangan
antara genotipe. Untuk lebih meningkatkan keragaman genetik pegagan
terutama terhadap karakter yang keragaman genetiknya sempit, perlu
dilakukan eksplorasi lagi ke daerah-daerah endemik, persilangan, mutasi,
maupun introduksi.
1.2. Heritabilitas
Nilai heritabilitas jumlah, panjang, lebar, luas, dan jumlah tulang
daun; panjang ruas pada sulur terpanjang serta bobot terna kering yang
disajikan pada Tabel 4, berkisar antara 58.6499.92%. Berdasarkan
kriteria yang dikemukakan oleh Whirter (1979), ketujuh karakter
tersebut heritabilitasnya tergolong tinggi (50 < h
2
s 100%). Nilai
heritabilitas tersebut merupakan nilai heritabilitas dalam arti luas, nilai
tersebut akan sangat bermakna jika ragam genotipik didominasi oleh
ragam aditif (Falconer & Mackay 1996). Hal ini disebabkan karena
hanya ragam aditif yang diturunkan ke generasi yang lebih lanjut.
Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai
heritabilitas suatu karakter semakin besar pengaruh genetiknya
dibanding lingkungan, sehingga seleksi akan berlangsung efektif karena
pengaruh lingkungan sangat kecil. Sebaliknya, tebal daun, jumlah sulur,
kadar dan produksi asiatikosida memiliki nilai heritabilitas yang rendah,
sedangkan panjang dan diameter tangkai daun, nilai heritabilitasnya
sedang (Tabel 4). Hal ini menunjukkan untuk karakter tersebut, faktor
lingkungan lebih berperan daripada faktor genetik. Dengan demikian,
seleksi akan berjalan kurang efektif karena penampilan fenotipik
tanaman lebih dipengaruhi faktor lingkungan dibandingkan faktor
genetiknya. Ekspresi suatu karakter yang lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor genetik akan mudah diwariskan, sedangkan untuk karakter yang
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan akan sulit diwariskan
(Falconer 1985). Marquez-Ortiz et al. (1999) menyatakan bahwa
40
program seleksi dari suatu karakter kurang efektif dilakukan apabila
pendugaan heritabilitasnya rendah, hal ini terlihat pada karakter tebal
daun, jumlah sulur, kadar dan produksi asiatikosida.
Tabel 4 Ragam genetik (
2
g
), ragam lingkungan (
2

), ragam fenotipe
(
2
p
) dan heritabilitas (h
2
) beberapa karakter kuantitatif plasma
nutfah pegagan
No. Karakter
2
g

2
e

2
p
h
2
Kriteria
(%)
1. Panjang tangkai daun 13.72 19.37 33.09 41.45 Sedang
2. Diameter tangkai daun 0.12 0.20 0.32 37.50 Sedang
3. Jumlah daun induk 13.05 3.56 16.61 78.56 Tinggi
4. Panjang daun 0.28 0.03 0.31 90.32 Tinggi
5. Lebar daun 0.60 0.04 0.64 93.70 Tinggi
6. Luas daun 130.56 7.33 137.89 94.68 Tinggi
7. Tebal daun 0.00 0.00 0.00 0.00 Rendah
8. Jumlah tulang daun 5.89 0.08 5.97 99.00 Tinggi
9. Jumlah sulur 1.02 14.68 13.66 7.50 Rendah
10. Panjang ruas pada sulur
terpanjang 7.89 0.01 7.89 99.92 Tinggi
11. Bobot terna kering 5036.65 3551.86 8588.51 58.64 Tinggi
12. Kadar asiatikosida 0.0 0.03 0.03 0.00 Rendah
13. Produksi asiatikosida 0.10 0.85 0.95 10.53 Rendah
2. Kriteria Seleksi Kadar Asiatikosida
2.1 Analisis Korelasi dan Analisis Lintas
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa karakter panjang
tangkai daun tidak berkorelasi dengan kadar asiatikosida, hal tersebut
ditunjukkan dengan korelasi yang kecil dan tidak nyata (r
1y
=0.08). Panjang
tangkai daun hanya berkorelasi positif dengan diameter tangkai daun
(r
2y
=0.58), panjang daun (r
4y
=0.60), lebar daun (r
5y
=0.65), luas daun
(r
6y
=0.59), tebal daun (r
7y
=0.48), jumlah tulang daun (r
8y
=0.36), dan
panjang ruas pada sulur terpanjang (r
10y
=0.53). Korelasi yang kecil dan
tidak nyata juga ditunjukkan antara karakter diameter tangkai daun;
luas dan tebal daun; jumlah tulang daun, jumlah sulur, dan panjang ruas
pada sulur terpanjang dengan kadar asiatikosida. Korelasi negatif tidak
nyata ditunjukkan oleh karakter jumlah, panjang, dan lebar daun dengan
kadar asiatikosida, masing-masing sebesar -0.10, -0.02, dan -0.18 (Tabel
5).
41
Tabel 5 Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dan kadar asiatikosida pada tanaman pegagan
Karakter X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
10
r
xy
Panjang tangkai daun 1 0.58
**
-0.004
ns
0.60
**
0.65
**
0.59
**
0.48
**
0.36
*
0.24
ns
0.53
**
0.08
ns
Diameter tangkai daun 1 -0.37
*
0.83
**
0.73
**
0.83
**
0.82
**
0.81
**
-0.36
*
0.69
**
0.04
ns
Jumlah daun induk 1 -0.28
ns
-0.06
ns
-0.46
**
-0.44** -0.63
**
0.51
**
-0.27
ns
-0.10
ns
Panjang daun 1 0.87
**
0.76
**
0.66
**
0.68
**
-0.17
**
0.65
**
-0.02
ns
Lebar daun 1 0.74
**
0.56
**
0.46
**
-0.09
ns
0.66
**
-0.18
ns
Luas daun 1 0.82
**
0.86
**
-0.33
ns
0.64
**
0.03
ns
Tebal daun 1 0.82
**
-0.36
*
0.59
**
0.08
ns
Jumlah tulang daun 1 -0.57
**
0.55
**
0.21
ns
Jumlah sulur 1 -0.14
ns
0.07
ns
Panjang ruas pada sulur terpanjang 1 0.04
ns
Keterangan: X
1
: panjang tangkai daun, X
2
: diameter tangkai daun, X
3
: jumlah daun induk, X
4
: panjang daun, X
5
: lebar daun, X
6
: luas daun, X
7
: tebal daun, X
8
:
jumlah tulang daun, X
9
: jumlah sulur, X
10
: panjang ruas pada sulur terpanjang, r
xy
: korelasi antara komponen pertumbuhan dengan kadar
asiatikosida.
*
,
**
, dan ns: nyata pada taraf 5%, 1%, dan tidak berbeda nyata.
42
Kontribusi setiap karakter terhadap kadar asiatikosida baik
langsung maupun tidak langsung dianalisis melalui analisis lintas. Dari
Tabel 6 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung terbesar diberikan oleh
jumlah tulang daun (1.26) disusul oleh jumlah sulur (0.33), panjang
tangkai daun (0.24), panjang ruas pada sulur terpanjang (0.14), dan jumlah
daun induk (0.13), akan tetapi karena koefisien korelasi karakter ini positif
dan negatif tidak nyata (r
8
y=0.21, r
9
y=0.07, r
1
y=0.08, r
10
y=0.04, dan r
3
y=-
0.10), ini berarti bahwa kelima karakter tersebut tidak dapat digunakan
sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe pegagan yang
berpotensi memiliki kadar asiatikosida yang tinggi.
r
xy
0.08
0.04
-0.10
-0.02
-0.18
0.03
0.08
0.21
0.07
0.82
Residu (R) 0.04
Gambar 7 Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap
kadar asiatikosida
Analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan sepuluh
karakter sebagai karakter bebas hanya mampu menjelaskan ragam kadar
asiatikosida sebesar 0.18 atau 18%. Pengaruh karakter-karakter lain yang
tidak dimasukkan dalam diagram lintas (pengaruh sisaan) adalah sebesar
Kadar
asiatikosida
P1:0.24
P2:-0.22
P3:0.13
P4:-0.02
P5:-0.33
P6:-0.61
P7:-0.09
P8:1.26
P9:0.33
Diameter tangkai daun
Jumlah daun induk
Panjang daun
Lebar daun
Luas daun
Tebal daun
Jumlah tulang daun
Jumlah sulur
Panjang ruas pada
sulur terpanjang
P10:0.14
Panjang tangkai daun Panjang tangkai daun
43
Tabel 6 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung sepuluh komponen pertumbuhan terhadap kadar asiatikosida
Peubah bebas Pengaruh Pengaruh tidak langsung melalui peubah Pengaruh
Karakter yang langsung total
dibakukan (P
i
) (r
xy
)
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10
1. Panjang tangkai daun Z1 0.24 - -0.13 -0.001 -0.01 -0.21 -0.36 -0.05 0.45 0.08 0.07 0.08
2. Diameter tangkai daun Z2 -0.22 0.14 - -0.05 -0.01 -0.24 -0.51 -0.08 1.03 -0.12 0.10 0.04
3. Jumlah daun induk Z3 0.13 -0.001 0.08 - 0.01 0.02 0.28 0.04 -0.79 0.17 -0.04 -0.10
4. Panjang daun Z4 -0.02 0.14 -0.18 -0.03 - -0.29 -0.46 -0.06 0.85 -0.06 0.09 -0.02
5. Lebar daun Z5 -0.33 0.15 -0.15 -0.01 -0.02 - -0.41 -0.05 0.58 -0.03 0.09 -0.18
6. Luas daun Z6 -0.61 0.14 -0.18 -0.06 -0.02 -0.22 - -0.08 1.08 -0.11 0.09 0.03
7. Tebal daun Z7 -0.09 0.11 -0.17 -0.06 -0.01 -0.19 -0.50 - 1.03 -0.12 0.08 0.08
8. Jumlah tulang daun Z8 1.26 0.09 -0.18 -0.08 -0.01 -0.16 -0.52 -0.08 - -0.19 0.08 0.21
9. Jumlah sulur Z9 0.33 0.06 0.08 0.06 0.003 0.03 0.20 0.03 -0.70 - -0.02 0.07
10. Panjang ruas pada sulur Z10 0.14 0.12 -0.15 -0.03 -0.01 -0.22 -0.39 -0.06 0.69 -0.05 - 0.04
terpanjang
44
0.82, artinya masih banyak keragaman yang belum dimanfaatkan (Gambar
7).
3. Kriteria Seleksi Produksi Terna Kering
3.1. Analisis Korelasi dan Analisis Lintas
Dari Tabel 7 terlihat bahwa panjang tangkai daun (X
1
) mempunyai
korelasi positif sangat nyata dengan produksi terna kering (r
1
y=0.47). Hal
ini berarti panjang tangkai daun dapat digunakan sebagai penduga
produksi terna kering. Korelasi positif sangat nyata juga ditunjukkan
antara diameter tangkai daun (X
2
), panjang daun (X
4
), lebar daun (X
5
),
luas daun (X
6
), tebal daun (X
7
), jumlah tulang daun (X
8
), dan panjang ruas
pada sulur terpanjang (X
10
) terhadap produksi terna kering, masing-masing
dengan nilai r
2y
=0.70, r
4
y=0.60, r
5
y=0.49, r
6
y=0.89, r
7
y=0.82, r
8
y=0.79,
dan r
10
y=0.55 . Hal ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi peningkatan
nilai pada karakter tersebut maka produksi terna kering akan meningkat.
Produksi terna kering yang tinggi disebabkan karena panjang tangkai
daun yang panjang, yang didukung oleh semakin besarnya diameter
tangkai daun dan bertambahnya panjang, lebar, luas, dan tebal daun, serta
jumlah tulang daun dan panjang ruas pada sulur terpanjang. Korelasi yang
tinggi antara berbagai karakter tersebut dengan produksi terna kering
menjadi informasi yang penting bagi pemuliaan tanaman karena seleksi
terhadap genotipe dengan produksi terna kering yang tinggi dapat
dilakukan secara tidak langsung atau simultan melalui karakter tersebut.
Soemartono (1988) menjelaskan bahwa perbaikan hasil dapat dilakukan
dengan menyeleksi karakter yang berkorelasi tinggi dengan hasil.
Dengan panjang tangkai daun yang semakin panjang maka
diameter tangkainya akan semakin besar. Selain itu, daunnya akan
semakin panjang, lebar, luas, dan tebal, demikian pula halnya dengan
jumlah tulang daunnya akan semakin banyak dan panjang ruas pada sulur
terpanjangnya akan bertambah sehingga produksi terna keringnya akan
semakin tinggi. Fakta ini didukung oleh hasil analisis korelasi sederhana
45
Tabel 7 Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dan produksi terna kering pada tanaman pegagan
Karakter X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
10
r
xy
Panjang tangkai daun 1 0.58
**
-0.004
ns
0.60
**
0.65
**
0.59
**
0.48
**
0.36
*
0.24
ns
0.53
**
0.47
**
Diameter tangkai daun 1 -0.37
*
0.83
**
0.73
**
0.83
**
0.82
**
0.81
**
-0.36
*
0.69
**
0.70
**
Jumlah daun induk 1 -0.28
ns
-0.06
ns
-0.46
**
-0.44** -0.63
**
0.51
**
-0.27
ns
-0.51
**
Panjang daun 1 0.87
**
0.76
**
0.66
**
0.68
**
-0.17
**
0.65
**
0.60
**
Lebar daun 1 0.74
**
0.56
**
0.46
**
-0.09
ns
0.66
**
0.49
**
Luas daun 1 0.82
**
0.86
**
-0.33
ns
0.64
**
0.89
**
Tebal daun 1 0.82
**
-0.36
*
0.59
**
0.82
**
Jumlah tulang daun 1 -0.57
**
0.55
**
0.79
**
Jumlah sulur 1 -0.14
ns
-0.29
ns
Panjang ruas pada sulur terpanjang 1 0.55
**
Keterangan: X
1
: panjang tangkai daun, X
2
: diameter tangkai daun, X
3
: jumlah daun induk, X
4
: panjang daun, X
5
: lebar daun, X
6
: luas daun, X
7
: tebal daun, X
8
:
jumlah tulang daun, X
9
: jumlah sulur, X
10
: panjang ruas pada sulur terpanjang, r
xy
: korelasi antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna
kering.
*
,
**
, dan ns: nyata pada taraf 5%, 1%, dan tidak berbeda nyata.
46
yang menunjukkan bahwa karakter-karakter tersebut berkorelasi positif
sangat nyata dengan panjang tangkai daun (Tabel 7).
Korelasi negatif nyata ditunjukkan oleh jumlah daun induk dengan
produksi terna kering (r
3y
=-0.51), artinya bahwa terdapat hubungan yang
saling berlawanan antara karakter tersebut dengan produksi terna kering.
Ini berarti bahwa tanaman dengan jumlah daun induk sedikit akan lebih
tinggi produksi terna keringnya dibandingkan dengan tanaman yang
jumlah daun induknya banyak. Dengan semakin banyaknya jumlah daun
induk maka panjang tangkai daunnya lebih pendek, diameter tangkai
daunnya semakin kecil, panjang dan lebar daunnya lebih pendek dan
sempit, luas daunnya semakin sempit, dan tebal daunnya semakin tipis.
Selain itu, jumlah tulang daunnya sedikit dan panjang ruasnya semakin
pendek sehingga produksi terna keringnya akan rendah (Tabel 7).
Daun merupakan organ tanaman yang berfungsi sebagai tempat
untuk fotosintesis karena pada daun terdapat pigmen khlorofil yang
berperan dalam menyerap cahaya matahari. Cahaya matahari berpengaruh
besar dalam berbagai proses fisiologi seperti fotosintesis untuk
membentuk karbohidrat (Salisbury & Ross 1992). Lestari (2009)
melaporkan bahwa daun merupakan bagian tanaman yang paling banyak
mengandung asiatikosida, kadar asiatikosida di daun berkisar antara 2.53-
6.91%. Sebagai bagian tanaman pegagan yang paling banyak mengandung
asiatikosida, luas daun memiliki pengaruh langsung yang kuat
dibandingkan dengan karakter lainnya yang menentukan produksi terna
kering. Hal ini terlihat dari nilai pengaruh langsungnya yang hampir
sama besar dengan nilai korelasinya (P
2
=0.81, r
6
y=0.89), sehingga nilai
koefisien korelasinya tersebut seutuhnya mengukur derajat keeratan
hubungan antara luas daun dan produksi terna kering, artinya seleksi
berdasarkan karakter luas daun akan efektif (Tabel 8). Totowarsa (1982)
mengkategorikan hasil seperti tersebut di atas kedalam kategori I, yaitu
nilai korelasinya hampir sama besar dengan nilai pengaruh langsungnya.
Hal ini dapat dikatakan bahwa sumbangan luas daun tersebut cukup besar
47
Tabel 8 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung sepuluh komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering
Peubah bebas Pengaruh Pengaruh tidak langsung melalui peubah Pengaruh
Karakter yang langsung total
dibakukan (P
i
) (r
xy
)
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10
1. Panjang tangkai daun Z1 -0.03 - -0.08 0.00 -0.01 -0.09 0.48 0.18 -0.01 0.02 0.01 0.47
2. Diameter tangkai daun Z2 -0.14 -0.02 - 0.03 -0.01 -0.01 -0.09 0.67 0.31 -0.02 -0.03 0.70
3. Jumlah daun induk Z3 -0.09 0.00 0.05 - 0.01 0.01 -0.37 -0.17 0.02 0.04 -0.01 -0.51
4. Panjang daun Z4 -0.02 -0.01 -0.12 0.02 - -0.11 0.61 0.25 -0.02 -0.01 0.01 0.60
5. Lebar daun Z5 -0.13 -0.01 -0.10 0.01 -0.02 - 0.54 0.21 -0.01 -0.01 0.01 0.49
6. Luas daun Z6 0.81 -0.01 -0.12 0.04 -0.01 -0.09 - 0.31 -0.02 -0.03 0.01 0.89
7. Tebal daun Z7 0.38 -0.01 -0.11 0.04 -0.01 -0.07 0.66 - -0.02 -0.05 0.01 0.82
8. Jumlah tulang daun Z8 -0.03 -0.01 -0.11 0.05 -0.01 -0.06 0.69 0.31 - -0.05 0.01 0.79
9. Jumlah sulur Z9 0.08 -0.00 0.05 -0.04 0.00 0.01 -0.27 -0.14 0.02 - -0.00 -0.29
10. Panjang ruas pada sulur Z10 0.02 -0.01 -0.09 0.02 -0.01 -0.08 0.51 0.22 -0.02 -0.01 - 0.55
terpanjang
47
dalam menentukan produksi terna kering. Implikasinya, luas daun dapat
digunakan untuk seleksi terhadap produksi terna kering pada pegagan.
Tabel 8 memperlihatkan hubungan pengaruh langsung dan tidak langsung
komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering. Jika koefisien korelasi
bernilai positif, tapi pengaruh langsungnya negatif atau dapat diabaikan, maka
pengaruh tidak langsungnya menjadi penyebab korelasi. Dengan demikian
semua variabel bebas harus diperhatikan dan diperhitungkan secara serempak
(Totowarsa 1982). Indikasi ini ditunjukkan oleh panjang tangkai daun, diameter
tangkai daun; panjang, lebar, dan tebal daun; jumlah tulang daun, dan panjang
ruas pada sulur terpanjang. Hubungan melalui pengaruh tidak langsung antara
produksi terna kering dengan panjang tangkai daun; panjang, lebar, dan tebal
daun; jumlah tulang daun, dan panjang ruas pada sulur terpanjang ditemukan
melalui luas daun, masing-masing sebesar 0.48, 0.61, 0.54, 0.66, 0.69, dan 0.51.
Hubungan antara produksi terna kering dengan diameter tangkai daun
memberikan korelasi positif sangat nyata (0.70) dan pengaruh langsungnya
negatif (-0.14), pengaruh tidak langsung hubungan ini adalah melalui tebal daun
(0.67) karena memberikan kontribusi lebih besar dan positif dibanding pengaruh
langsungnya. Kecilnya pengaruh langsung dari karakter-karakter tersebut
menunjukkan bahwa ketujuh karakter tersebut tidak dapat digunakan sebagai
kriteria seleksi yang efektif untuk menduga produksi terna kering. Hubungan
yang keterkaitannya rendah ialah antara produksi terna kering dengan jumlah
daun dan jumlah sulur karena nilai korelasi rendah (r
3y
=-0.51 dan r
9y
=-0.29) dan
pengaruh langsungnya rendah (P
3
=-0.09 dan P
9
=0.08).
48
r
xy
0.47
**
0.70
**
-0.51
**
0.60
**
0.49
**
0.89
**
0.82
**
0.79
**
-0.29
ns
0.39
Residu (R) 0.55
**
Gambar 8 Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap
produksi terna kering
Berdasarkan nilai duga heritabilitas pada Tabel 9, dapat dikemukakan
bahwa seleksi dengan menggunakan karakter luas daun akan lebih efektif
dibandingkan dengan karakter lainnya, karena luas daun memiliki pengaruh
langsung yang hampir sama besar dengan nilai korelasinya dan nilai
heritabilitasnya tinggi yang akan diwariskan secara kuat pada keturunannya,
sehingga akan memberikan respon yang cepat. Nilai heritabilitas menunjukkan
besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter (Falconer &
Mackay 1996). Muhuria (2007) menyatakan bahwa nilai heritabilitas dapat
digunakan untuk menduga gen-gen pengendali suatu karakter, nilai heritabilitas
yang tinggi mengindikasikan bahwa karakter tersebut merupakan karakter yang
dikendalikan oleh gen-gen mayor. Untuk nilai heritabilitas yang rendah
menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif yang
dikendalikan oleh banyak gen.
Produksi
terna
kering
P1:-0.03
P2:-0.14
P3:-0.09
P4:-0.02
P5:-0.13
P6:0.81
P7:0.38
P8:-0.03
P9:0.08
Diameter tangkai daun
Jumlah daun induk
Panjang daun
Lebar daun
Luas daun
Tebal daun
Jumlah tulang daun
Jumlah sulur
Panjang tangkai daun
Panjang ruas pada
sulur terpanjang
P10:0.02
49
Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung sisaan
antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna kering adalah 0.39
(Gambar 8), artinya analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan sepuluh
karakter sebagai karakter bebas mampu menjelaskan ragam produksi terna
kering sebesar 0.61 atau 61%.
3.2. Heritabilitas
Semua karakter yang diamati mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi
kecuali tebal daun dan jumlah sulur memiliki heritabilitas rendah, sedangkan
panjang dan diameter tangkai daun memiliki heritabilitas sedang (Tabel 9). Hal
ini sesuai dengan klasifikasi heritabilitas menurut Stansfield (1991) dan
Mangoendidjojo (2003): h
2
> 50% = tinggi, 20% s h
2
s 50% = sedang, dan h
2
<
20% = rendah. Pada tanaman nilam, Martono (2009) juga melaporkan
heritabilitas yang tinggi untuk karakter panjang dan lebar daun.
Berdasarkan nilai korelasi, koefisien lintas, dan heritabilitas maka
karakter yang dapat digunakan untuk kriteria seleksi terhadap produksi terna
kering adalah panjang tangkai daun, diameter tangkai daun; panjang, lebar, luas,
dan tebal daun serta jumlah tulang daun dan panjang ruas pada sulur terpanjang
(Tabel 7, 8, dan 9). Karakter luas daun berpengaruh langsung terhadap produksi
terna kering, sedangkan panjang tangkai daun, diameter tangkai daun; panjang,
lebar, dan tebal daun serta jumlah tulang daun dan panjang ruas pada sulur
terpanjang berpengaruh tidak langsung terhadap produksi terna kering melalui
karakter lainnya. Seleksi akan efektif jika dilakukan pada karakter panjang,
lebar, dan luas daun serta jumlah tulang daun dan panjang ruas pada sulur
terpanjang, karena kelima karakter tersebut mempunyai nilai heritabilitas tinggi
yaitu 90.32, 93.70, 94.68, 99.00, dan 99.92% (Tabel 9). Sifat tersebut akan
mudah diwariskan pada keturunannya, sehingga seleksi yang dilakukan akan
memberikan harapan kemajuan genetik yang tinggi. Karakter panjang dan
diameter tangkai daun memiliki nilai heritabilitas yang sedang, artinya faktor
lingkungan pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan faktor genetik.
50
Tabel 9 Nilai heritabilitas dalam arti luas komponen pertumbuhan pada
pegagan
No. Karakter H
bs
Kriteria
(%)
1. Panjang tangkai daun 41.45 Sedang
2. Diameter tangkai daun 37.50 Sedang
3. Jumlah daun induk 78.56 Tinggi
4. Panjang daun 90.32 Tinggi
5. Lebar daun 93.70 Tinggi
6. Luas daun 94.68 Tinggi
7. Tebal daun 0.00 Rendah
8. Jumlah tulang daun 99.00 Tinggi
9. Jumlah sulur 7.51 Rendah
10. Panjang ruas pada sulur terpanjang 99.92 Tinggi
4. Seleksi Plasma Nutfah Pegagan Berdasarkan Seleksi Penyisihan Bebas
Bertingkat, Seleksi Tunggal, dan Indeks Seleksi
4.1. Seleksi berdasarkan independent culling level
Seleksi plasma nutfah pegagan dilakukan berdasarkan seleksi penyisihan
bebas bertingkat (independent culling level) dengan pemilihan pertama
berdasarkan kadar asiatikosida yang memiliki kandungan di atas rata-rata
populasi (0.63%). Berdasarkan kandungan asiatikosida tersebut, dari 17 aksesi
yang diseleksi diperoleh 7 aksesi terpilih dengan Casi 016 memiliki kadar
asiatikosida di atas standar MMI (0.90%). Urutan aksesi dari peringkat satu
hingga peringkat tujuh adalah Casi 003, Casi 016, Casi 008, Casi 002, Casi 018,
Casi 017, dan Casi 019, kadar asiatikosida dari ketujuh aksesi tersebut berkisar
0.67-0.91% (rata-rata 0.77%). Selanjutnya, dilakukan seleksi terhadap 7 aksesi
terpilih dengan menggunakan karakter bobot terna kering di atas 170 g m
-2
. Dari
7 aksesi yang terseleksi, diperoleh empat aksesi yang memiliki kadar
asiatikosida di atas rata-rata populasi (berkisar 0.72-0.91%) dan bobot terna
kering di atas 170 g m
-2
, aksesi tersebut adalah Casi 003, Casi 016, Casi 008,
dan Casi 002 (Tabel 10). Selanjutnya keempat aksesi tersebut diuji lebih lanjut
pada studi aksesi, naungan, dan ketinggian tempat.
51
Aksesi urutan pertama (Casi 016: lokal Boyolali) dengan panjang tangkai
daun yang paling panjang (27.44 cm) dan jumlah sulur paling banyak (11.92)
serta jumlah daunnya di atas rata-rata. Aksesi urutan kedua (Casi 003:
introduksi) memiliki jumlah daun dan jumlah sulurnya paling sedikit tetapi
panjang, lebar, luas, dan tebal daunnya, lebih panjang (4.68 cm), lebih lebar
(6.68 cm), lebih luas (68.43 cm
2
), dan lebih tebal (0.42 m). Selain itu, diameter
tangkai daunnya paling besar (3.43 mm) dan bobot terna keringnya paling tinggi
(445.45 gr). Aksesi Casi 008 (lokal Ciwidey) merupakan aksesi urutan ketiga,
dengan penampilan karakter lainnya di bawah rata-rata kecuali jumlah daun dan
jumlah sulur. Aksesi urutan keempat (Casi 002: lokal Bengkulu) dengan
penampilan semua karakter agronomi yang diamati nilainya di atas rata-rata
kecuali diameter tangkai daun; panjang, luas, dan tebal daun.
52
Tabel 10 Penampilan karakter agronomi 4 aksesi pegagan hasil seleksi penyisihan bebas bertingkat (Independent culling level)
Peringkat Aksesi
terseleksi
Panjang
tangkai
daun
(cm)
Diameter
tangkai
daun
(mm)
Jumlah
daun
induk
(helai
daun)
Panjang
daun
(cm)
Lebar
daun
(cm)
Luas
daun
(cm
2
)
Tebal
daun
(m)
Jumlah
tulang
daun
Jumlah
sulur
Panjang ruas
pada sulur
terpanjang
(cm)
Bobot
terna
kering
(g m
-2
)
Kadar
asiatiko
sida
(%)
1 Casi 016 27.44 1.92 15.34 3.18 5.28 30.50 0.26 7.00 11.92 9.89 172.10 0.91
*)
2 Casi 003 25.80 3.43 2.00 4.68 6.68 68.43 0.42 17.59 1.00 8.52 445.45 0.80
3 Casi 008 17.85 1.81 17.17 2.90 4.71 28.09 0.26 8.17 7.58 14.75 190.05 0.77
4 Casi 002 25.30 1.98 15.92 3.31 5.78 33.61 0.30 8.00 7.09 11.70 200.30 0.72
Rata-rata 24.10 2.29 12.61 3.52 5.61 40.16 0.31 10.19 6.90 11.22 251.98 0.80
Keterangan: Tanda (
*
) = menunjukkan kadar asiatikosida di atas standar Materia Medika Indonesia (MMI = 0.90%)
53
4.2. Seleksi berdasarkan kadar asiatikosida (seleksi tunggal)
Seleksi plasma nutfah pegagan berdasarkan kadar asiatikosida
diperoleh informasi urutan aksesi dari peringkat satu hingga peringkat tujuh
belas adalah Casi 016, Casi 019, Casi 003, Casi 008, Casi 002, Casi 017,
Casi 018, Casi 001, Casi 015, Casi 007, Casi 005, Casi 009, Casi 013, Casi
010, Casi 006, Casi 011, dan Casi 012, seluruh aksesi yang diamati memiliki
rata-rata kadar asiatikosida sebesar 0.63%. Dari 17 aksesi yang diuji,
diperoleh tujuh aksesi yang memiliki kadar asiatikosida di atas rata-rata
(berkisar 0.67-0.91%), aksesi tersebut adalah Casi 016, Casi 019, Casi 003,
Casi 008, Casi 002, Casi 017, dan Casi 018. Sepuluh aksesi lainnya
menghasilkan kadar asiatikosida di bawah rata-rata (berkisar 0.51-0.67%),
yaitu Casi 001, Casi 015, Casi 007, Casi 005, Casi 009, Casi 013, Casi 010,
Casi 006, Casi 011, dan Casi 012. Berdasarkan Tabel 11, terdapat 1 aksesi
yang sama terseleksi berdasarkan seleksi penyisihan bebas bertingkat dan
seleksi tunggal, yaitu aksesi lokal Boyolali/Casi 016 (peringkat pertama)
dengan kadar asiatikosida di atas standar MMI (0.90%).
54
Tabel 11 Penampilan karakter agronomi 17 aksesi pegagan hasil seleksi tunggal (berdasarkan kadar asiatikosida)
Peringkat Aksesi
terseleksi
Panjang
tangkai
daun
(cm)
Diameter
tangkai
daun
(mm)
Jumlah
daun
induk
(helai
daun)
Panjang
daun
(cm)
Lebar
daun
(cm)
Luas
daun
(cm
2
)
Tebal
daun
(m)
Jumlah
tulang
daun
Jumlah
sulur
Panjang
ruas pada
sulur
terpanjang
(cm)
Bobot
terna
kering
(g m
-2
)
Kadar
asiatikosida
(%)
1 Casi 016 27.44 1.92 15.34 3.18 5.28 30.50 0.26 7.00 11.92 9.89 172.10 0.91
*)
2 Casi 019 8.48 1.24 12.59 2.25 3.98 7.41 0.20 6.67 3.75 8.84 25.50 0.81
3 Casi 003 25.80 3.43 2.00 4.68 6.68 68.43 0.42 17.59 1.00 8.52 445.45 0.80
4 Casi 008 17.85 1.81 17.17 2.90 4.71 28.09 0.26 8.17 7.58 14.75 190.05 0.77
5 Casi 002 25.30 1.98 15.92 3.31 5.78 33.61 0.30 8.00 7.09 11.70 200.30 0.72
6 Casi 017 20.92 1.91 16.50 3.01 5.07 31.27 0.23 8.17 8.84 11.38 120.70 0.68
7 Casi 018 14.75 1.46 11.58 2.91 4.39 27.71 0.21 7.59 7.67 12.27 154.45 0.67
8 Casi 001 22.83 1.97 15.92 3.49 5.88 28.49 0.28 7.83 11.25 9.76 199.85 0.63
9 Casi 015 19.96 2.27 14.42 3.13 5.38 27.69 0.28 7.92 9.00 11.15 139.00 0.61
10 Casi 007 22.49 2.23 20.92 3.29 5.83 32.20 0.29 8.34 6.08 9.96 162.55 0.58
11 Casi 005 19.25 2.09 12.50 3.04 5.21 27.51 0.27 8.50 6.09 9.27 151.50 0.58
12 Casi 009 16.20 1.55 12.50 2.49 4.19 25.46 0.27 7.09 7.92 8.38 145.75 0.58
13 Casi 013 23.86 1.93 15.42 3.40 6.08 34.48 0.22 7.84 7.09 8.99 157.20 0.57
14 Casi 010 17.73 1.94 15.42 3.30 5.54 33.92 0.28 7.75 6.17 9.32 199.35 0.53
15 Casi 006 20.76 2.11 13.08 3.74 6.49 36.40 0.28 7.75 7.09 12.83 220.25 0.51
16 Casi 011 21.89 2.14 12.50 3.57 6.20 33.54 0.28 7.84 6.67 10.37 147.85 0.51
17 Casi 012 13.83 1.55 14.59 2.66 4.96 24.18 0.28 7.50 6.00 8.09 129.20 0.51
Rata-rata 19.96 1.97 14.02 3.20 5.27 31.23 0.27 8.32 7.13 10.32 174.18 0.63
Keterangan: Tanda (
*
) = menunjukkan kadar asiatikosida di atas standar Materia Medika Indonesia (MMI = 0.90%)
55
4.3. Seleksi berdasarkan indeks seleksi terboboti dan tidak terboboti
Untuk memilih aksesi pegagan yang mempunyai kadar asiatikosida yang
tinggi, maka pertimbangan untuk memasukkan seluruh karakter yang diamati
menjadi sangat penting, sehingga seleksi tidak hanya berdasarkan pada satu atau dua
sifat saja (kadar asiatikosida dan bobot terna kering). Pendekatan yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan indeks seleksi. Poespodarsono (1988)
menyatakan bahwa indeks seleksi lebih efisien jika dibandingkan dengan seleksi
menggunakan satu karakter, karena dapat memperhitungkan lebih banyak karakter
tanaman yang diseleksi.
Hasil penyusunan indeks seleksi terboboti menunjukkan bahwa seleksi
berdasarkan peubah pertumbuhan yang diamati secara simultan diperoleh urutan
aksesi dari peringkat satu sampai peringkat tujuh belas adalah aksesi Casi 003, Casi
016, Casi 008, Casi 002, Casi 001, Casi 017, Casi 015, Casi 019, Casi 018, Casi
007, Casi 005, Casi 010, Casi 006, Casi 013, Casi 009, Casi 012, dan Casi 011.
Aksesi terseleksi pada seleksi penyisihan bebas bertingkat tidak selalu terseleksi
pada seleksi indeks terboboti, tetapi terdapat 2 aksesi yang sama terseleksi pada
kedua cara seleksi tersebut, yaitu aksesi lokal Ciwidey/Casi 008 dan lokal
Bengkulu/Casi 002. Aksesi Casi 003, Casi 016, Casi 008, dan Casi 002 termasuk ke
dalam kelompok empat besar pertama (Tabel 10 dan 12).
Hasil seleksi berdasarkan seleksi penyisihan bebas bertingkat dan indeks
seleksi tidak terboboti menunjukkan bahwa aksesi terseleksi pada seleksi penyisihan
bebas bertingkat tidak selalu terseleksi pada indeks seleksi tidak terboboti.
Berdasarkan Tabel 10 dan 13, terdapat 2 aksesi yang sama terseleksi berdasarkan
seleksi penyisihan bebas bertingkat dan indeksi seleksi tidak terboboti, yaitu aksesi
lokal Boyolali/Casi 016 (peringkat pertama) dan lokal Bengkulu/Casi 002 (peringkat
keempat). Hasil penyusunan indeks seleksi tidak terboboti diperoleh urutan aksesi
dari peringkat satu sampai peringkat tujuh belas, berturut-turut adalah Casi 016,
Casi 008, Casi 017, Casi 002, Casi 001, Casi 018, Casi 015, Casi 019, Casi 009,
Casi 007, Casi 012, Casi 013, Casi 005, Casi 010, Casi 006, Casi 011, dan Casi 003.
Empat aksesi terbaik pertama (Casi 016, Casi 003, Casi 008, dan Casi 002) pada
seleksi penyisihan bebas bertingkat, masing-masing menempati urutan ke-1, 3, 4,
56
dan 5 pada seleksi tunggal, dan urutan ke-2, 1, 3, dan 4 pada indeks seleksi
terboboti, sedangkan berdasarkan indeks seleksi tidak terboboti menempati
peringkat ke-1, 17, 2, dan 4 (Tabel 10, 11, 12, dan 13).
57
Tabel 12 Hasil seleksi 17 aksesi pegagan berdasarkan indeks seleksi terboboti (weighted standardized selection index)
Peringkat Aksesi
terseleksi
Panjang
tangkai
daun
(0.24)
*
Diameter
tangkai
daun
(-0.22)
Jumlah
daun
induk
(helai
daun)
(0.13)
Panjang
daun
(-0.02)
Lebar
daun
(-0.33)
Luas
daun
(-0.61)
Tebal
daun
(-0.09)
Jumlah
tulang
daun
(1.26)
Jumlah
sulur
(0.33)
Panjang
ruas pada
sulur
terpanjang
(0.14)
Bobot
terna
kering
(1)
Kadar
asiati
kosida
(1)
WINDEX
1 Casi 003 0.88 2.23 -2.41 1.61 0.87 2.77 -0.90 3.02 -2.07 -0.60 3.30 0.84 4.66
2 Casi 016 1.13 -0.08 0.26 -0.02 -0.08 -0.05 -0.77 -0.43 1.62 -0.14 -0.20 1.43 1.65
3 Casi 008 -0.32 -0.25 0.63 -0.33 -0.46 -0.23 1.94 -0.05 0.15 1.48 -0.04 0.65 0.99
4 Casi 002 0.80 0.01 0.38 0.13 0.26 0.18 0.39 -0.11 -0.01 0.46 0.26 0.39 0.59
5 Casi 001 0.43 -0.01 0.38 0.32 0.33 -0.20 0.13 -0.16 1.39 -0.19 0.17 -0.09 0.46
6 Casi 017 0.15 -0.10 0.50 -0.20 -0.22 0.003 -0.13 -0.05 0.58 0.35 -0.59 0.20 -0.01
7 Casi 015 8.85 0.46 0.08 -0.07 -0.01 -0.26 -0.65 -0.13 0.63 0.28 -0.23 -0.20 -0.22
8 Casi 019 -1.73 -1.13 -0.29 -1.03 -0.95 -1.77 -0.52 -0.54 -1.14 -0.49 -1.35 0.90 -0.32
9 Casi 018 -0.78 -0.78 -0.49 -0.32 -0.67 -0.26 0.13 -0.24 0.18 0.65 -0.65 0.15 -0.35
10 Casi 007 0.38 0.40 1.38 0.10 0.30 0.07 0.26 0.04 -0.35 -0.12 -0.16 -0.36 -0.63
11 Casi 005 -0.11 0.19 -0.31 -0.17 -0.12 -0.28 0.00 0.06 -0.35 -0.35 -0.35 -0.34 -0.67
12 Casi 010 -0.34 -0.05 0.28 0.11 0.10 0.20 0.00 -0.19 -0.33 -0.33 0.45 -0.63 -0.76
13 Casi 006 0.12 0.21 -0.19 0.59 0.74 0.39 0.13 -0.19 -0.01 0.84 0.51 -0.71 -0.86
14 Casi 013 0.59 -0.06 0.28 0.22 0.47 0.24 0.13 -0.16 -0.01 -0.44 -0.13 -0.39 -0.91
15 Casi 009 -0.57 -0.64 -0.31 -0.77 -0.81 -0.43 -0.13 -0.40 0.27 -0.65 -0.27 -0.74 -0.99
16 Casi 012 -0.92 -0.65 0.11 -0.59 -0.29 -0.52 -0.13 -0.27 -0.38 -0.75 -0.53 -0.36 -1.08
17 Casi 011 0.29 0.26 -0.31 0.41 0.55 0.17 0.13 -0.16 -0.16 0.02 -0.21 -0.74 -1.53
Keterangan:
*
Faktor pembobot
58
Tabel 13 Hasil seleksi 17 aksesi pegagan berdasarkan indeks seleksi tidak terboboti (unweighted standardized selection index)
Peringkat Aksesi
terseleksi
Panjang
tangkai
daun
Diameter
tangkai
daun
Jumlah
daun
induk
(helai
daun)
Panjang
daun
Lebar
daun
Luas
daun
Tebal
daun
Jumlah
tulang
daun
Jumlah
sulur
Panjang ruas
pada sulur
terpanjang
Bobot
terna
kering
Kadar
asiati
kosida
UNWINDEX
1 Casi 016 1.13 -0.08 0.26 -0.02 -0.08 -0.05 0.28 -0.43 1.62 0.93 -0.20 1.43 7.31
2 Casi 008 -0.32 -0.25 0.63 -0.33 -0.46 -0.23 0.28 -0.05 0.15 2.58 -0.04 0.65 7.13
3 Casi 017 0.15 -0.10 0.50 -0.20 -0.22 0.003 0.28 -0.05 0.58 1.44 -0.59 0.20 5.05
4 Casi 002 0.80 0.01 0.38 0.13 0.26 0.18 0.23 -0.11 -0.01 1.55 0.26 0.39 4.99
5 Casi 001 0.43 -0.01 0.38 0.32 0.33 -0.20 0.30 -0.16 1.39 0.89 0.17 -0.09 4.89
6 Casi 018 -0.78 -0.78 -0.49 -0.32 -0.67 -0.26 0.22 -0.24 0.18 1.74 -0.65 0.15 4.25
7 Casi 015 8.85 0.46 0.08 -0.07 -0.01 -0.26 0.27 -0.13 0.63 1.36 -0.23 -0.20 3.72
8 Casi 019 -1.72 -1.13 -0.29 -1.03 -0.95 -1.77 0.28 -0.54 -1.14 0.58 -1.34 0.90 3.64
9 Casi 009 -0.57 -0.64 -0.31 -0.77 -0.81 -0.43 0.28 -0.40 0.27 0.42 -0.27 -0.74 3.38
10 Casi 007 0.38 0.40 1.38 0.10 0.30 0.07 0.21 0.004 -0.35 0.96 -0.16 -0.36 3.29
11 Casi 012 -0.92 -0.65 0.11 -0.59 -0.29 -0.53 0.26 -0.27 -0.38 0.33 -0.53 -0.36 2.35
12 Casi 013 0.59 -0.06 0.28 0.22 0.47 0.24 0.27 -0.16 -0.01 0.63 -0.13 -0.39 2.25
13 Casi 005 -0.11 0.19 -0.31 -0.17 -0.12 -0.28 0.26 0.06 -0.35 0.72 -0.35 -0.34 2.03
14 Casi 010 -0.34 -0.05 0.28 0.11 0.10 0.20 0.29 -0.19 -0.33 0.74 0.45 -0.63 1.95
15 Casi 006 0.12 0.21 -0.19 0.59 0.74 0.39 0.42 -0.19 -0.01 1.93 0.51 -0.71 1.85
16 Casi 011 0.29 0.26 -0.31 0.41 0.55 0.17 0.20 -0.16 -0.16 1.10 -0.21 -0.74 0.74
17 Casi 003 0.88 2.23 -2.41 1.61 0.87 2.77 0.28 3.02 -2.07 0.47 3.30 0.84 -1.11
59
KESIMPULAN
Keragaman genetik luas dan heritabilitas tinggi ditunjukkan oleh karakter
jumlah, panjang, lebar, dan luas daun induk serta jumlah tulang daun, dan panjang
ruas pada sulur terpanjang. Untuk keragaman genetik sempit dan heritabilitas
rendah terdapat pada karakter tebal daun, jumlah sulur, kadar dan produksi
asiatikosida.
Dari 10 karakter yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat
digunakan sebagai karakter seleksi terhadap kadar asiatikosida. Seleksi langsung
terhadap produksi terna kering dapat dilakukan melalui seleksi luas daun.
Hasil seleksi berdasarkan kadar asiatikosida dan bobot terna kering terpilih
4 aksesi pegagan, yaitu Casi 016 (lokal Boyolali), Casi 003 (introduksi), Casi 008
(lokal Ciwidey), dan Casi 002 (lokal Bengkulu). Aksesi terseleksi pada seleksi
berdasarkan kadar asiatikosida dan bobot terna kering tidak selalu terseleksi pada
seleksi tunggal, indeks seleksi terboboti dan tidak terboboti. Tidak ada satupun
aksesi yang terseleksi sama berdasarkan ketiga metode seleksi.

Anda mungkin juga menyukai