Anda di halaman 1dari 21

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1.

Model Model merupakan suatu pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Simarmata (1983:9) mendefinisikan model sebagai abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau sifat dari kehidupan sebenarnya. Jenis-jenis model dapat diklarifikasikan sebagai berikut : 1. Kelas I, pembagian menurut fungsi terdiri dari : a. Model Deskriptif, hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan sebagai miniature obyek yang dipelajari. b. Model Prediktif, model menggambarkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu terjadi. c. Model Normatif, merupakan model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap suatu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakantindakan yang perlu diambil. Disebut juga sebagai model simulatif. Masalah model normaif biasanya berbentuk penemuan nilai-nilai dari variabel yang dapat dikendalikan yang akan menghasilkan manfaat yang paling besar seperti yang diukur oleh variasi hasil atau kriteria.

2. Kelas II, pembagian menurut struktur terdiri dari : a. Model Ikonik, yaitu model yang dalam suatu skala tertentu meniru sistem aslinya. b. Model Analog, yaitu yang meniru sistem aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya dengan benda atau sistem lain secara analog. c. Model Simbolis, yaitu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan symbol-simbol, biasanya symbol-simbol matematik. Dalam hal ini diwakili oleh variable-variabel dari karakteristik sistem yang ditinjau. 3. Kelas III, pembagian menurut refernsi waktu terdiri dari : a. Model Statis yaitu model yang tidak memasukan faktor waktu dalam perumusannya. b. Model Dinamis yaitu model yang mempunyai unsur waktu dalam perumusannya dan menunjukkan perubahan setiap saat akibat aktivitasaktivitasnya. 4. Kelas IV, pembagian atas referensi kepastian terdiri dari : a. Model Deterministis yaitu model yang di dalam setiap kumpulan nilai input, hanya ada satu output yang unik, merupakan solusi dari model dalam keadaan pasti. b. Model Probabilistik yaitu model yang mencakup distribusi probabilistic (kemungkinan) dari input atau proses dan menghasilkan suatu deretan harga bagi paling tidak satu variable output disertai dengan kemungkinan-kemungkinan dari harga-harga terbut.

10

c. Model

Game

yaitu

model

yang

merupakan

teori

permainan

mengembangkan solusi-solusi optimum dalam menghadapi situasi yang tidak pasti. 5. Kelas V, pembagian menurut tingkat generalitas yang terdiri dari : a. Model Umum yaitu model yang dapat diterapkan pada berbagai bidang fungsional . b. Model Khusus yaitu model yang dapat diterapkan terhadap sebuah

bidang usaha fungsional tunggal atau yang unik saja dan hanya dapat digunakan pada masalah-masalah tertentu. Pengembangan model yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk model normative yaitu model yang memberikan jawaban terbaik bagi suatu persoalan, dalam hal ini memberikan solusi penentuan insentif berdasarkan pengukuran prestasi kerja bagi staf administrasi di lingkungan rektorat ITS. Karakteristik model yang baik sebagai ukuran pencapaian tujuan pemodelan, yaitu : a. Tingkat generalisasi yang tinggi. Makin tinggi derajat generalisasi suatu model, maka ia makin baik, sebab kemampuan model untuk memecahkan masalah makin besar. b. Mekanisme transparansi. Suatu model dikatakan baik jika kita dapat melihat mekanisme suatu model dalam memecahkan masalah, artinya kita bisa menerangkan kembali (rekonstruksi) tanpa ada yang disembunyikan. Jadi kalau ada sesuatu, maka formula tersebut dapat diterangkan kembali.

11

c. Potensial untuk dikembangkan. Suatu model berhasil biasanya mampu membangkitkan minat peneliti lain untuk menyelidikinya lebih lanjut. Serta membuka kemungkinan pengembangannya menjadi model yang lebih komplek yang berdaya guna untuk menjawab masalah sistem nyata.

2.2. Prestasi Kerja Istilah prestasi kerja atau kinerja merupakan pengalihbahasaan dari kata performance. Menurut Bernardin dan Russel (dalam Ruky : 2002) definisi performance adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Prestasi menekankan pengertian sebagai hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi. Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2003:94). Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, semakin besar pula prestasi kerja karyawan.

2.3. Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja amat penting bagi suatu organisasi. Dengan penilaian prestasi tersebut suatu organisasi dapat melihat sampai sejauh mana

12

faktor manusia dapat menunjang tujuan suatu organisasi. Penilaian terhadap prestasi dapat memotivasi karyawan agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu diperlukan penilaian prestasi yang tepat dan konsisten. Penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Proses penilaian prestasi ini ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah organisasi (Panggabean : 2002). Tahapan pada proses penilaian meliputi : 1. Identifikasi Identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan unsure-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenali unsur-unsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala penilaian. Apa yang dinilai adalah yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. 2. Observasi Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara seksama dan periodik. Semua unsure yang dinilai harus diamati secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan tepat. Observasi yang jarang dilakukan dan tidak berkaitan dengan prestasi kerja akan menghasilkan hasil penilaian sesaat dan tidak akurat.

13

3. Pengukuran Dalam pengukuran, para penilai akan memberikan penilaian terhadap tingkat prestasi karyawan yang didasarkan pada hasil pengamatan pada tahap observasi. 4. Pengembangan Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap prestasi kerja karyawan juga melakukan pengembangan apabila ternyata terdapat perbedaan antara yang diharapkan oleh pimpinan dengan hasil kerja karyawan. Adapun elemen-elemen pokok sistem penilaian mencakup kriteria-kriteria yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kerja, ukuran-ukuran kriteria tersebut, dan pemberian umpan balik kepada karyawan seperti ditunjukkan pada gambar dibawah 2.1. (Handoko, 2001:138). Prestasi Kerja Karyawan Penilaian Prestasi Kerja Umpan Balik Bagi Karyawan

Ukuran-ukuran Prestasi Kerja

Kriteria yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kerja Keputusan-keputusan Personalia Catatan-catatan tentang karyawan

Gambar 2.1. Elemen-elemen Pokok Sistem Penilaian Prestasi Kerja

14

2.3.1. Tujuan Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja karyawan berguna bagi organisasi dan harus bermanfaat bagi karyawan. Tujuan penilaian prestasi karyawan sebagai berikut : 1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. 3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan didalam organisasi. 4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja. 5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada didalam organisasi. 6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga tercapai tujuan untuk mendapatkan prestasi kerja yang baik. 7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan atasan untuk mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhankebutuhan bawahannya. 8. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya. 9. Sebagai kriteria dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.

15

10. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan. Meskipun penilaian prestasi kerja mempunyai banyak manfaat, namun masih banyak pimpinan yang tidak bersedia melakukan. Adapun penyebabnya (Panggabean : 2002) antara lain : 1. Pihak penilai tidak merasa memiliki, karena mereka tidak dilibatkan dalam menentukan sistem penilaian, tidak dilatih untuk dapat menggunakan sistem yang ada dan usulan terhadap sistem yang ada tidak diperhitungkan. 2. Adanya keterlibatan secara pribadi. Pimpinan enggan memberikan nilai yang buruk kepada karyawan khususnya orang yang disukai secara pribadi. 3. Penilaian yang buruk cenderung menimbulkan reaksi untuk bertahan atau bermusuhan daripada untuk mendorong meningkatkan kinerja karyawan. 4. Pimpinan maupun bawahan menyadari bahwa penilaian yang buruk akan mempengaruhi karir seseorang. 5. Dalam kenyataannya proses penilaian prestasi kerja tidak dimanfaatkan untuk menentukan kebijaksanaan dalam pemberian penghargaan. 6. Adanya keraguan dari pimpinan untuk memberikan penilaian yang buruk karena takut tidak mampu untuk memilih dan mengembangkan karyawan. Bagi karyawan, penilaian prestasi kerja dapat menimbulkan perasaan puas dalam diri mereka, karena dengan cara ini hasil kerja mereka dinilai oleh organisasi dengan sewajarnya dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam individu karyawan dapat diketahui. Kelemahan-kelemahan tersebut harus diterima secara sadar oleh

16

karyawan sebagai suatu kenyataan dan pada akhirnya akan menimbulkan dorongan untuk memperbaiki diri.

2.3.2. Faktor Penilaian Pretasi Kerja Menurut Richard William (dalam Wungu, 2003:48) menunjuk adanya sembilan kriteria faktor penilaian prestasi kerja pegawai, yaitu : 1. Reliable, harus mengukur prestasi kerja dan hasilnya secara obyektif. 2. Content valid, secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja. 3. Defined spesific, meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasi. 4. Independent, perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria yang komprehensif. 5. Non-overlaping, tidak ada tumpang tindih antar kriteria. 6. Comprehensive, perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan. 7. Accessible, kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komprehensif. 8. Compatible, kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi. 9. Up to date, sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang menilik kemungkinan adanya perubahan organisasi. Prestasi kerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal, yaitu : a. Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to perform).

17

b. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform). c. Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform) Prestasi kerja sebagai hasil kerja (output) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena bersifat pemberian, berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku pegawai. Maka hal-hal pokok yang harus dinilai dalam kegiatan penilaian individu pegawai meliputi faktor performance, ability, motivation dan potency pegawai dengan pola keterkaitan sebagaimana dalam gambar 2.2. Performance

Ability

Motivation

Competency

Potency

Gambar 2.2. Faktor Penilaian Individu Pegawai Dalam gambar tersebut diatas performance diposisikan sebagai hasil (output) yang ditentukan oleh tiga hal yaitu ability, motivation dan potency. Potensi merupakan

18

kemampuan dan kesediaan pegawai yang masih terpendam dalam dirinya adalah sumber energi bagi tampilan ability dan motivasi seseorang, dimana pada akhirnya kedua hal tersebut harus dapat diamati dalam bentuk perilaku kerja yang akan mempengaruhi prestasi kerja. Ability adalah segenap kemampuan, pengetahuan serta penguasaan pegawai atas teknis pelaksanaan tugas-tugas jabatannya. Sedangkan motivasi pegawai sebagai taraf kesediaan, dorongan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku tertentu yang menunjang pencapaian prestasi kerja. Apabila dilihat dari sistematikanya, maka potensi dapat dikategorikan sebagai faktor penilaian yang berasal dari kelompok masukan (input) dan ability bersama-sama motivation sebagai suatu kesatuan dapat disebut sebagai faktor penilaian dalam kelompok proses, dan performance merupakan faktor penilaian dari kelompok keluaran (output). Menurut Gomes (2003:142) penilaian prestasi kerja dapat dilakukan berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik yaitu : 1. Quantity of work, jumlah kerja yang dlakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan 2. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilan. 4. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation, kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain.

19

6. Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan. 7. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya. 8. Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi. Dari beberapa kajian teoritis diatas maka diambil beberapa item kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu : 1. Disiplin kerja (kehadiran) yaitu ketepatan pegawai untuk hadir ke kantor dan kemangkiran dengan ijin atau tanpa ijin atasan. 2. Kualitas kerja yaitu mutu dan ketepatan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. 3. Kemampuan (ketrampilan) kerja yaitu kemampuan, pengetahuan dan penguasaan pegawai atas teknis pelaksanaan tugas yang diberikan. 4. Potensi yaitu kemampuan pegawai untuk bekerja secara proaktif dan inovatif melalui gagasan baru yang dapat meningkatkan kinerjanya. Alasan dipilihnya kriteria tersebut diatas adalah menurut pengamatan peneliti dari kajian teoritis disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan penelitian dan melihat adanya permasalahan dilapangan.

2.4. Insentif Insentif merupakan salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan prestasi kerja. Menurut Long (1998:185) insentif merupakan bagian dari upah

20

berdasarkan kinerja (performance pay) yang diberikan dalam bentuk uang dan ditetapkan berdasarkan prestasi. Semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar pula insentif yang diberikan. Menurut Agency Theory (Jensen dan Meckling, 1976) insentif digunakan untuk mendorong karyawan dalam memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Apabila insentif yang diterima tidak dikaitkan dengan prestasi kerja, tetapi bersifat pribadi, maka karyawan akan merasakan adanya ketidakadilan. Dengan adanya ketidakadilan tersebut akan mengakibatkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku. Namun menurut para peneliti gaji berdasarkan kinerja tidak selalu cocok untuk semua jenis pekerjaan (Ruky : 2002). Dalam banyak pekerjaan, pengukuran prestasi kerja yang tepat tidak mungkin dilakukan dan desain serta pelaksanaannya rumit. Konsep tentang insentif telah diperkenalkan oleh Frederick Taylor pada akhir tahun 1800, bahwa yang dinamakan insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan produktivitas (dalam Ruky : 2002). Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk finansial yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampui standar yang telah ditentukan. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan standar produktivitas karyawan. Karyawan yang bekerja dibawah sistem insentif berarti prestasi kerja mereka menentukan baik secara keseluruhan atau sebagian penghasilan mereka (Handoko, 2001:176). Terdapat keuntungan-keuntungan yang didapat apabila merencanakan pemberian perfomance pay yang dirancang dengan tepat (Long, 1998 : 185) yaitu :

21

a. Dapat dijadikan sebagai kunci dalam berperilaku dan peningkatan motivasi untuk mencapai prestasi. c. Mengurangi kebutuhan akan bentuk-bentuk mekanisme untuk

mengontrol perilaku karyawan. d. Menciptakan minat dalam diri karyawan untuk berprestasi dan mencari informasi tentang tingkat prestasi terbaru. e. Mendukung strategi manajemen dan pencapaian tujuan organisasi. Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem insentif yang efektif mengukur usaha karyawan dan penghargaan yang didistribusikan secara adil. Usaha-usaha dapat dinilai dengan cara : 1. Perilaku karyawan dapat dimonitor dan penghargaan berkaitan dengan perilaku tersebut. Apabila perilaku dengan mudah dapat diukur dan dimengerti, maka monitoring menjadi lebih murah dan lebih tepat. Apabila pembayaran karyawan sebagian besar berkaitan dengan perilakunya di tempat kerja, maka cara ini disebut Behaviour Control (dalam Ruky : 2002). 2. Hasil kerja (output) dapat diukur dan tingkat output itu menentukan penghargaan. Cara pengukuran berdasarkan hasil kerja disebut output control. Cara penilaian prestasi kerja berdasarkan perilaku karyawan merupakan cara penilaian dengan melihat ciri-ciri kepribadian karyawan. Ciri-ciri atau karakteristik kepribadian yang dapat dijadikan obyek pengukuran adalah

22

kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas, inisiatif, kreativitas, adaptasi, komitmen, motivasi dan lain-lain (Ruky, 2002). Karakteristik tersebut harus dipenuhi oleh karyawan agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan tepat, sehingga akhirnya mempunyai prestasi yang bagus pula. Faktor-faktor tersebut merupakan input yaitu apa yang harus dimiliki oleh seorang karyawan untuk dapat melaksanakan tugasnya (proses) dengan baik (Ruky:2002). Jenis-jenis insentif meliputi : 1. Insentif individu Insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu. Insenti individu dapat diberikan berdasarkan kuantitas hasil kerja atau berdasarkan waktu (timing). 2. Insentif kelompok Insentif kelompok merupakan insentif yang diberikan karena menghasilkan sebuah produk yang membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Terdapat tiga cara pembayaran insentif kelompok yaitu : a. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasinya. b. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling rendah prestasinya. c. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima oleh kelompok.

23

Menurut Locke (dalam Ruky:2002) insentif berupa uang lebih dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan teknik-teknik lainnya, seperti penetapan tujuan, partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemerkayaan pekerjaan (job enrichment). Adapun syarat-syarat yang patut dipenuhi dalam pemberian insentif agar tujuan pemberian insentif dapat diwujudkan sebagai berikut : 1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif haruslah singkat, jelas dan dapat dimengerti. 2. Spesifik, karyawan perlu tahu dengan tepat apa yang diharapkan untuk mereka yang lakukan. 3. Dapat dicapai, setiap karyawan seharusnya mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu. 4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana insentif. Sebuah insentif harus dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan dan situasi tertentu yang spesifik. Sistem pemberian insentif pada masing-masing organisasi berbeda, dimana sistem insentif dapat berjalan dengan baik pada satu organisasi, mungkin akan gagal diterapkan pada organisasi yang lain. Program insentif yang terbaikpun tetap akan mempunyai beberapa hambatan pada waktu diterapkan pertama kali dan membutuhkan beberapa penyesuaian sebelum akhirnya menghasilkan apa yang diharapkan. Program insentif yang baik memang cenderung meningkatkan prestasi individu dan produktivitas. Tetapi beberapa program, terutama program yang

24

menekankan prestasi individu, justru menghambat peningkatan output karena terjadi kolusi antara sesama pekerja. Alasan mereka membuat begitu adalah adanya kecurigaan di antara para pekerja/karyawan bahwa output yang tidak dibatasi atau dihambat justru akan menyebabkan organisasi menurunkan besarnya insentif atau memperkecil kesempatan untuk berpindah penugasan. Agar program insentif yang kita rancang efektif, kita harus berusaha keras menghilangkan kecurigaan pekerja tersebut.

2.5. Ketidakhadiran Definisi ketidakhadiran (absenteism) adalah kegagalan untuk melapor pada waktu kerja (Panggabean : 2002). Dengan kata lain ketidakhadiran merupakan kegagalan seorang karyawan untuk hadir di tempat kerja pada hari kerja. Ketidakhadiran berbeda dengan terlambat (lateness) atau lamban (tardiness) yang menunjukkan kegagalan untuk dapang tepat waktu. Cara menghitung ketidakhadiran dengan membagi time loss yaitu jumlah hari-hari yang hilang dengan frekuensi, yaitu jumlah kehadiran selama satu periode. Menurut Bycio ketidakhadiran mempunyai hubungan dengan prestasi kerja, dimana ketidakhadiran dapat mengakibatkan rendahnya prestasi kerja (dalam Ruky : 2002). Hubungan ketidakhadiran dengan prestasi kerja juga dipengaruhi oleh kerumitan pekerjaan bagi karyawan yang memiliki kemampuan rendah, sehingga ketidakhadiran dapat mengakibatkan menurunnya prestasi kerja dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kemampuan lebih tinggi (Goodman dan Atkin, dalam Ruky : 2002).

25

Menurut Long (1998 : 209) absensi dapat diklasifikasikan dalam empat kategori meliputi : a. Absensi yang disebabkan penyakit (sakit). b. Absensi karena seorang individu mengalami problem sendiri seperti depresi atau kecanduan alcohol. c. Absensi karena suatu sebab yang membutuhkan kesepakatan dengan keluarga, seperti anak sakit. d. Absensi tanpa alasan.

2.6. Sistem Database Kata sistem mengandung arti kumpulan dari komponen-komponen yang memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Jadi sistem merupakan sebuah tatanan (keterpaduan) yang terdiri atas sejumlah komponen fungsional yang saling berhubungan dan secara bersama-sama bertujuan untuk memenuhi suatu proses (pekerjaan) tertentu (Fatansyah : 2002). Database terdiri dari dua kata yaitu data dan base. Data dapat diartikan sebagai representasi fakta nyata yang mewakili suatu obyek seperti manusia, barang, peristiwa atau keadaan, dan kesemuanya itu direkam dalam bentuk angka, huruf, simbol, gambar atau bunyi. Sedangkan base diartikan sebagai gudang atau tempat berkumpul atau media penyimpanan elektronis. Database hanyalah sebuah obyek yang pasif. Tanpa adanya penggerak/pembuatnya database tidak akan berguna. Yang menjadi penggerak adalah program atau aplikasi (software). Gabungan keduanya (database dan pengelola) menghasilkan sebuah sistem. Jadi

26

sistem database merupakan sistem yang terdiri atas kumpulan file (table) yang saling berhubungan dan sekumpulan program (DBMS) yang memungkinkan

beberapa pemakai atau program lain untuk mengakses dan memanipulasi file-file (table-tabel) tersebut. Unsur yang terlihat dalam database adalah pengaturan, pengelompokan data yang akan disimpan sesuai dengan jenisnya. Pengelompokan dalam database dibuat dalam bentuk tabel terpisah dan dalam bentuk pendefinisian kolom atau field data dalam setiap tabel. Pemanfaatan database dilakukan untuk memenuhi sejumlah tujuan sebagai berikut : a. Kecepatan dan kemudahan (speed). b. Efisiensi ruang penyimpanan (space). c. Keakuratan (accuracy) d. Ketersediaan (availability) e. Kelengkapan (completeness) f. Keamanan (security) g. Kebersamaan pemakaian (sharability) Hampir semua aspek pemanfaatan perangkat komputer dalam suatu organisasi senantiasa berhubungan dengan database. Perangkat komputer dalam suatu organisasi biasanya digunakan untuk menjalankan fungsi pengelolaan sistem informasi, yang dewasa ini sudah menjadi suatu keharusan, demi meningkatkan efisiensi, daya saing, keakuratan dan kecepatan operasional suatu organisasi. Database merupakan salah satu komponen utama dalam setiap sistem informasi.

27

Komponen-komponen utama dalam sebuah sistem database sebagai berikut : a. Perangkat Keras (Hardware). Perangkat keras yang biasanya terdapat dalam sebuah sistem database adalah sebagai berikut : Komputer Memori sekunder yang on-line (Harddisk) Memori sekunder yang off-line (Removeable Disk) Perangkat yang lain

b. Sistem Operasi (Operating System) Sistem operasi merupakan suatu sistem yang mengaktifkan sistem komputer, mengendalikan seluruh sumber daya dalam komputer. Sejumlah sistem operasi yang banyak digunakan seperti MS-DOS, MS Window dan lainnya. c. Basis Data (Database) Sebuah sistem database dapat memiliki beberapa basis data. Setiap database dapat berisi sejumlah obyek basis data. Disamping menyimpan data, setiap basis data juga menyimpan definisi struktur. d. Sistem (aplikasi/perangkat lunak) Pengelola Basis Data (DBMS) Pengelolaan database secara fisik tidak dilakukan secara langsung oleh pemakai tetapi ditangani oleh sebuah perangkat lunak yang khusus/spesifik. Perangkat lunak ini yang disebut Database Management System (DBMS) yang akan menentukan bagaimana data dioperasikan. Perangkat lunak yang

28

termasuk dalam DBMS seperti dBase III, Fox Base, MS Access, Borland Delphi dan lainnya. e. Pemakai (User) f. Aplikasi (perangkat lunak) lainnya.

Anda mungkin juga menyukai