Anda di halaman 1dari 82

PERKEMBANGAN HARGA, JUMLAH UANG BEREDAR, PERKREDITAN BANK DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

B A B III PERKEMBANGAN HARGA, JUMLAH UANG BEREDAR, PERKREDITAN BANK DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN A. PENDAHULUAN Selama Repelita II (1974/75 1978/79) usaha pembangunan nasional banyak mengalami tantangan-tantangan yang besar oleh karena gejolak perekonomian dunia, krisis Pertamina dan hambatan-hambatan dalam produksi pangan. Berhubung dengan itu telah ditempuh berbagai langkah kebijaksanaan yang menyeluruh dan terpadu di pelbagai bidang termasuk kebijaksanaan di bidang moneter, fiskal dan perdagangan yang tetap berlandaskan pada Trilogi Pembangunan dengan tujuan untuk mengamankan pelaksanaan Repelita II. Stabilitas nasional sebagai prasyarat bagi pelaksanaan pembangunan merupakan salah satu unsur dari Trilogi Pembangunan yang menjadi landasan kebijaksanaan pembangunan selama Repelita II. Salah satu aspek yang penting dari stabilitas nasional tersebut adalah stabilitas ekonomi. Sehubungan dengan meningkatnya kembali laju inflasi dalam tahun 1972/73 dan 1973/74 maka untuk memulihkan kembali stabilitas ekonomi telah ditempuh pelbagai kebijaksanaan ekonomi keuangan pada tanggal 9 April 1974 yang kemudian disesuaikan pada tanggal 28 Desember 1974 yang bertujuan untuk mengatasi kegoncangankegoncangan moneter baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri. Khususnya di bidang moneter, dilakukan pengaturan likwiditas perekonomian, termasuk pengaturan jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan perekonomian itu sendiri, untuk menekan laju inflasi tanpa mengganggu kelancaran serta peningkatan kegiatan produksi. Hal tersebut dilaksanakan terutama melalui pembatasan per-

169

luasan kredit perbankan serta pengarahan di dalam penggunaannya untuk membiayai usaha-usaha yang produktif. Dengan demikian maka selama Repelita II jumlah kredit perbankan terus meningkat menjadi sekitar 4,6 kali yaitu dari Rp 1.215,6 milyar pada akhir tahun 1973/74 menjadi Rp 5,581,8 milyar pada akhir tahun 1978/79 atau suatu total kenaikan sebesar 359,2% dibanding dengan 795,8% selama Repelita I. Bersamaan dengan itu laju inflasi juga terus dapat dikendalikan sehingga menurun dari 47,4% dalam tahun 1973/74 menjadi masing-masing 20,1%, 19,8%, 12,1% dan 10,1% dalam tahun-tahun 1974/75, 1975/76, 1976/77 dan 1977/78 tetapi kemudian sedikit meningkat kembali dalam tahun 1978/79 menjadi 11,9% terutama oleh karena pengaruh devaluasi rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978. Secara keseluruhan, harga-harga telah meningkat dengan 98,6% selama Repelita II dibanding dengan 114,1 % selama Repelita I. Pemberian kredit perbankan juga terutama diarahkan untuk mendorong kegiatan investasi, kegiatan produksi dalam negeri, peningkatan ekspor dan kegiatan pengusaha golongan ekonomi lemah. Secara keseluruhan pemberian kredit tersebut meliputi antara lain kredit jangka pendek, kredit investasi, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), kredit Mini, kredit Candak Kulak, kredit pembangunan dan pemugaran pasar, kredit pemilikan rumah sederhana dan lain-lain. Program pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sederhana dimulai dalam tahun 1978 dan diperuntukkan bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri dan ABRI. Program stabilisasi ekonomi ditunjang pula melalui pelaksanaan kebijaksanaan pengerahan dana perkreditan bank, mengingat fungsi dana perkreditan adalah untuk mengurangi pengaruh perluasan kredit terhadap perkembangan harga. Di samping itu dana-dana tersebut juga dipergunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Adapun jumlah dana perkreditan selama Repelita II telah berkembang dari Rp 1.163,3 milyar pada akhir tahun 1973/74 menjadi Rp 3.406,4 milyar pada akhir tahun 1978/79, suatu total kenaikan sebesar 192,8% dibandingkan dengan 1.465,7% selama Repelita I. Jumlah

170

dana perkreditan tersebut terdiri dari giro, deposito berjangka INPRES, TABANAS/TASKA dan tabungan lainnya. Alat kebijaksanaan moneter lainnya adalah pengaturan suku bunga kredit dan suku bunga deposito serta tabungan yang terus mengalami penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan perkembangan keadaan ekonomi dan moneter serta skala prioritas pembangunan. Selama Repelita II, suku bunga kredit telah mengalami empat kali penyesuaian sehingga menjadi sekitar 9 21% setahun pada akhir Repelita II. Suku bunga deposito juga mengalami penyesuaian-penyesuaian sehingga pada akhir Repelita II: berkisar antara 0,5% sebulan untuk deposito berjangka 6 bulan dan 1,25% sebulan untuk deposito berjangka 24 bulan dengan jumlah Rp 2,5 juta ke bawah sedangkan untuk deposito berjangka 3 bulan ke bawah suku bunganya ditetapkan oleh bank-bank penyelenggara. Dalam rangka pembentukan suatu landasan yang kuat bagi terciptanya stabilitas ekonomi, pemupukan tabungan dan pengerahan dana-dana masyarakat serta pengarahan penggunaannya, lembagalembaga perbankan dan lembaga-lembaga keuangan bukan bank memegang peranan yang sangat penting. Sehubungan dengan itu maka usaha pengembangan lembaga-lembaga perbankan juga terus dilakukan terutama untuk menjamin keamanan serta pelayanan lalu lintas pembayaran secara cepat dan efisien, serta untuk meningkatkan pembinaan golongan ekonomi lemah dalam rangka menunjang pelaksana an pembangunan. Lembaga-lembaga perbankan meliputi bank-bank umum Pemerintah, bank-bank swasta nasional, bank devisa, bank asing dan bank perkreditan rakyat. Di lain pihak, lembaga-lembaga keuangan bukan bank didirikan terutama untuk mendorong perkembangan pasar uang dan modal. Dewasa ini jumlah lembaga keuangan bukan bank meliputi 9 buah yang bergerak sebagai perantara dan perdagangan surat-surat berharga dan sebanyak 3 buah di bidang pembiayaan pembangunan. Dalam rangka pengembangan usaha golongan ekonomi lemah, beberapa lembaga keuangan bukan bank yang khusus juga telah dikembangkan dan ditingkatkan peranannya selama Repelita II seperti PT Bahana, PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi.

171

Perkembangan perasuransian di Indonesia selama Repelita II juga memperlihatkan kemajuan yang cukup menggembirakan, terutama berkaitan dengan perkembangan di bidang dunia usaha pada umumnya. Di samping itu arti daripada kemajuan di sektor asuransi dapat dilihat pula dari pengerahan dana investasi oleh perusahaan-perusahaan asuransi. Selama Repelita II, jumlah dana investasi yang dikerahkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi sosial, kerugian dan jiwa telah berkembang dari Rp 15.812 juta pada akhir Desember 1973 menjadi Rp 162.752 juta pada akhir Desember 1978. B. PERKEMBANGAN HARGA Sebagaimana diketahui, keadaan stabilitas ekonomi pada akhir masa Repelita I mengalami gangguan oleh karena rendahnya produksi padi akibat musim kemarau yang panjang dan pelbagai krisis ekonomi dunia, sehingga laju inflasi dalam tahun 1973/74 meningkat menjadi 47,4%. Untuk mengendalikan laju inflasi tersebut maka pada tanggal 9 April 1974 telah dikeluarkan serangkaian kebijaksanaan di bidang moneter, fiskal dan perdagangan yang dikenal sebagai paket kebijaksanaan 9 April 1974. Khususnya di bidang moneter dilakukan pengaturan likwiditas perekonomian, termasuk pengaturan uang beredar sesuai dengan kebutuhan perekonomian itu sendiri dengan tujuan untuk menekan laju inflasi tanpa mengganggu kelancaran dan peningkatan kegiatan produksi. Hal tersebut dilaksanakan terutama melalui pembatasan pemberian kredit perbankan dan pengarahan di dalam penggunaannya untuk membiayai usaha-usaha yang produktif. Di bidang fiskal, kebijaksanaan yang ditempuh antara lain berupa penyesuaian tarif pajak penjualan dan bea masuk, sedangkan di bidang perdagangan dijalankan kebijaksanaan untuk memperbesar cadangan stok nasional berupa beras, tepung terigu, pupuk, gula pasir, semen, besi beton, kertas koran dan benang tenun, serta memperlancar penyalurannya kepada masyarakat. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas kemudian mengalami beberapa kali penyesuaian, sesuai dengan perkembangan keadaan. Hasilnya adalah bahwa jumlah uang beredar semakin dikendalikan dan pengadaan serta penyaluran barang-barang kebutuhan pokok semakin ditingkatkan sehingga laju inflasi dapat

172

terus ditekan dari 47,4% dalam tahun 1973/74 menjadi 20,1 % dalam tahun 1974/75, 19,8% dalam tahun 1975/76, 12,1% dalam tahun 1976/77 dan 10,1% dalam tahun 1977/78. Dalam tahun 1978/ 79 laju inflasi ternyata sedikit meningkat kembali menjadi 11,9% terutama disebabkan karena pengaruh devaluasi mata uang rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978 (lihat Tabel III 1 dan Grafik III 1).
TABEL III 1 PERSENTASE KENAIKAN INDEKS BIAYA HIDUP, 1968, 1973/74 1978/79 (September 1966100) = Tahun 84,8 27,4 33,3 19,7 14,2 11,8 6,7 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 47,4 20,1 19,8 12,1 10,1 11,9

Tahu n 1968 1973 1974 1975 1976 1977 1978

% Kenaikan

Secara rata-rata kenaikan laju inflasi adalah 14,7% per tahun se-lama Repelita II dibanding dengan 16,4% rata-rata selama Repelita I. Kebijaksanaan devaluasi mata uang rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978 meningkatkan harga barang-barang impor dan cenderung meningkatkan harga barang-barang dan jasa pada umumnya, namun laju inflasi yang lebih besar dapat dicegah oleh karena bersamaan dengan devaluasi mata uang rupiah juga dilakukan tindakan-tindakan lain guna menunjang berhasilnya devaluasi tersebut. Tindakan-tindak-an tersebut di bidang fiskal antara lain berupa pengurangan bea masuk dan pajak penjualan impor 173

atas sejumlah bahan baku/penolong untuk produksi industri dalam negeri. Di bidang harga berupa pengendalian atas stok dan harga barang-barang kebutuhan pokok (beras, gula, tepung terigu, minyak goreng dan lain-lain), penetapan pedoman harga

GRAFIK III 1 BEBERAPA INDIKATOR EKONOMI INDONESIA, 1969 (Maret), 1973/74 1978/79

174

bagi barang-barang lainnya yang dianggap penting (meliputi 207 macam barang) serta pembatasan ekspor barang-barang yang dibutuhkan untuk konsumsi dalam negeri (meliputi 20 macam barang). Di bidang moneter/perkreditan diadakan penyesuaian atas batas tertinggi pertambahan kredit dan aktiva perbankan lainnya untuk menampung kenaikan kebutuhan likwiditas masyarakat sebagai akibat dari kenaikan harga umum. Dengan rangkaian kebijaksanaan-kebijaksanaan di atas, laju inflasi selama periode Nopember 1978 sampai dengan Maret 1979 hanya mencapai 9,3% walaupun nilai mata uang dollar terhadap rupiah meningkat dengan 50,6% sebagai akibat dari devaluasi. Secara terperinci, perkembangan harga dapat diikuti dari perkembangan indeks harga 62 macam barang dan jasa di Jakarta yang juga merupakan Angka Indeks Biaya Hidup (lihat Tabel III 2 dan Grafik III 2). Dalam tahun 1974/75 kenaikan indeks biaya hidup mulai menurun kembali menjadi 20,1% sebagai tanda berhasilnya program stabilisasi ekonomi yang dilaksanakan mulai 9 April 1974. Dalam tahun 1975/76 indeks biaya hidup meningkat dengan 19,8% terutama oleh karena kenaikan indeks sektor makanan berhubung dengan musim paceklik dan penyesuaian harga pembelian padi/beras serta kenaikan indeks sektor perumahan berhubung dengan penyesuaian harga bahan bakar minyak. Dalam tahun 1976/77 indeks biaya hidup hanya meningkat dengan 12,1% terutama oleh karena kenaikan indeks sektor perumahan yang antara lain disebabkan oleh karena penyesuaian harga bahan bakar minyak sedangkan dalam tahun 1977/78 indeks biaya hidup mengalami kenaikan yang terkecil selama Repelita II yaitu sebesar hanya 10,1% dengan kenaikan-kenaikan yang hampir sama di hampir semua sektor. Selama tahun terakhir Repelita II atau tahun 1978/79 indeks biaya hidup kembali meningkat dengan 11,9% yaitu dari 2.109 pada akhir Maret 1978 menjadi 2.359 pada akhir Maret 1979. Selama semester pertama tahun 1978/79 indeks tersebut hanya mengalami kenaikan sebesar 1,7% yaitu kenaikan dari 2.109 pada akhir Maret 1978

175

T A B E L III - 2 INDEKS BIAYA HIDUP, 1969 (Maret), 1973 - 1978179 (September 1966 = 100)

176

177

menjadi 2.144 pada akhir September 1978. Kenaikan ini disebabkan karena meningkatnya indeks sektor makanan sebesar 0,2%, sektor perumahan sebesar 1,1%, sektor pakaian sebesar 3,0% dan sektor lainlain sebesar 6,5%. Selama semester kedua, indeks tersebut mengalami kenaikan yang cukup tinggi sebesar 10,0% yaitu dari indeks sebesar 2.144 pada akhir September 1978 menjadi 2.359 pada akhir Maret 1979. Kenaikan indeks biaya hidup selama semester kedua ini terutama disebabkan karena meningkatnya indeks sektor makanan sebesar 10,0%, sektor perumahan sebesar 1,9%, sektor pakaian sebesar 12,7% dan sektor lain-lain sebesar 12,4%. Khususnya kelompok sektor pakaian dan sektor lain-lain mengalami kenaikan yang cukup besar terutama disebabkan oleh adanya penyesuaian harga barang-barang yang termasuk di dalam kelompok-kelompok yang bersangkutan menyusul adanya kebijaksanaan devaluasi 15 Nopember 1978. Dalam pada itu indeks kelompok makanan naik dengan sekitar 10,0%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks sektor pakaian dan sektor lain-lain. Dalam kelompok makanan tersebut, meskipun telah dinaikkan harga dasar pembelian padi/gabah, namun dengan cukup tersedianya beras di pasaran yang ditunjang oleh meningkatnya produksi dalam negeri, kestabilan harga beras tetap dapat dipertahankan. Di lain pihak indeks sektor perumahan mengalami kenaikan yang kurang berarti karena harga minyak tanah dan tarif listrik tidak mengalami perubahan selama periode tersebut. Secara keseluruhan, selama lima tahun Repelita II telah terjadi kenaikan indeks biaya hidup dengan sekitar 98,6% yaitu dari angka indeks sebesar 1.188 pada akhir tahun 1973/74 menjadi 2.359 pada akhir 1978/79. Di lain pihak selama lima tahun Repelita I angka indeks biaya hidup meningkat dengan 114,1 % yaitu dari 555 pada akhir Maret 1969 menjadi 1.188 pada akhir 1973/74. Kemantapan perkembangan harga selama Repelita II dapat dilihat pula dari perkembangan indeks harga 9 macam bahan kebutuhan pokok seperti terlihat pada Tabel III 3. Selama lima tahun Repelita II telah terjadi kenaikan indeks 9 macam bahan pokok sebesar 11,2%, 19,8%, 0,9%, 4,4% dan 3,1% berturut-turut untuk tahuntahun 1974/75, 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79. Dalam tahun

178

terakhir Repelita II indeks harga 9 macam bahan pokok yang terdiri dari beras, ikan asin, minyak goreng, gula pasir, garam, minyak tanah, sabun cuci, tekstil, dan batik mengalami kenaikan sebesar 3,1% dibandingkan dengan 4,4% dalam tahun 1977/78. Tingkat kenaikan yang lebih rendah dalam tahun 1978/79 tersebut disebabkan oleh karena menurunnya indeks harga beras dengan 0,3% dan stabilnya harga garam dan minyak tanah, meskipun harga bahan-bahan kebutuhan lainnya meningkat, antara lain minyak goreng naik sebesar 16,0%, tekstil 15,8%, gula pasir 13,5% dan kain batik kasar 11,4%. Dengan demikian maka faktor-faktor yang penting yang mempengaruhi kemantapan harga dalam tahun 1978/79 adalah kestabilan harga beras dan beberapa kebutuhan pokok lainnya yang sebagian dikendalikan oleh Pemerintah. Di antara 9 macam bahan pokok tersebut di atas, beberapa macam barang dapat dikelompokkan ke dalam kebutuhan utama yaitu yang meliputi beras, gula pasir, tekstil dan tepung terigu. Terhadap barangbarang utama ini dilakukan pengawasan secara terus menerus untuk menjamin tersedianya stok yang mencukupi serta penyaluran yang lancar kepada masyarakat. Berkat kebijaksanaan tersebut, maka harga barang-barang utama dapat dikendalikan pada tingkatan yang relatif stabil. Bahan utama beras dan tepung terigu memperlihatkan perkembangan harga yang mantap. Pada akhir Maret 1979 di beberapa kota besar di Indonesia harga tepung terigu berkisar antara Rp 160,- dan Rp 200,- tiap kilogram. Harga gula pasir sejak Nopember 1978 meng alami , kenaikan yang berarti, sehingga pada akhir Maret 1979 harga , gula pasir berkisar antara Rp 250,- dan Rp 283,- tiap kilogram. Harga tekstil di beberapa kota besar di Indonesia mengalami kenaikan pula, sehingga pada akhir Maret 1979 berkisar antara Rp 245,- dan Rp 450,- tiap meter. Perkembangan harga barang-barang ekspor penting Indonesia di pasaran dunia selama tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/79 mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh gerak perkembangan ekonomi dunia. Dalam tahun 1973/74 harga barang-barang ekspor di pasaran dunia cenderung memperlihatkan perkembangan yang mengun-

179

TABEL III 3 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA 9 MACAM BAHAN POKOK, 1969 (Maret), 1973 - 1978/79 (Oktober 1966 = 100) Tahun/Bulan Bera s Ikan Asin Minyak Gula Goreng Pasir Gara m Bata an 964 1.017 1.419 1.817 1.897 2.256 2.290 2.304 2.304 2.401 2.304 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 2.401 Miny ak Tana h 346 875 1.161 1.000 1.000 1.250 1.250 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 Sabun Cuci Teks til Batik Indeks Keseluruhan Kenaikan Indeks Keseluruhan (%) Triwul Bula an + 10,8 31,2 -31,2 +12, 8 +11,2 + 25,2 + + + 1,6 + 0,9 + 4,3 + 4,4 + 0,3 - 0,1 + 3,1 + 1,1 + 1,7 + 3,1 - 0,3 - 0,1 - 0,4 +1 +,0 0,3 0,4 + 0,6 + 0,6 0,6 + 0,4 +1 + 0,8

1969 (Mare) 1973 1973/74 1974 1974/75 1975 1975/76 1976 1976/77 1977 1977/78 Juni September Desember Maret 1978 1978/79 April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret

535 1.072 1.110 1.196 1.313 1.656 1.673 1.613 1.610 1.659 1.594 1.588 1.659 1.676 1.657 1.667 1.663 1.654 1.669 1.671 1.662 1.675 1.668 1.657 1.659 1.667 1.671

741 1.174 1.726 1.807 2.067 2.219 2.480 2.574 2.677 2.741 2.727 2.741 2.741 2.741 2.790 2.741 2.741 2.713 2.213 2.725 2.741 2.741 2.760 2.790 2.832 2.941 3.004

587 1.886 1.748 1.630 1.301 950 995 1.563 1.730 1.856 1.869 1.848 1.856 1.946 2.192 1.964 1.966 1.973 2.087 2.152 2.135 2.099 2.290 2.192 2.229 2.258 2.258

619 1.355 1.384 1.653 1.681 1.874 1.883 1.853 1.911 2.061 2.011 2.057 2.061 2.171 2.213 2.194 2.200 2.229 2.248 2.221 2.199 2.190 2.263 2.213 2.213 2.224 2.465

432 1.209 1.420 1.283 1.207 991 995 1.000 1.100 1.198 1.188 1.188 1.198 1.198 1.217 1.198 1.198 1.198 1.198 1.198 1.198 1.198 1.240 1.217 1.221 1.230 1.236

368 810 917 917 917 890 890 900 900 917 917 917 917 917 979 917 917 917 917 917 917 917 960 979 985 1.04 1.06

189 309 348 362 371 375 375 376 375 412 398 400 412 411 431 411 411 411 411 412 414 414 424 431 434 453 458

507 1.050 1.130 1.184 1.257 1.482 1.506 1.505 1.520 1.570 1.567 1.525 1.523 1.570 1.587 1.597 1.636 1.583 1.591 1.575 1.590 1.594 1.587 1.597 1.607 1.597 1.603 1.623 1.636

0,8 + 0, +

180

tungkan cadangan devisa negara. Kemudian dalam tahun 1974/75 terjadi krisis pangan dan krisis energi yang melanda dunia, yang mengakibatkan harga beberapa jenis barang ekspor utama Indonesia kecuali teh menunjukkan perkembangan yang menurun. Dalam periode berikutnya yaitu dalam tahun 1975/76 dan 1976/77 harga barang-barang ekspor kita di pasaran internasional tampak terus menanjak, terutama karena pulihnya kembali perekonomian dunia dari suasana resesi. Dalam tahun 1977/78 harga beberapa barang ekspor di pasaran dunia seperti karet, kopi, teh dan timah masih memperlihatkan peningkatan, sekalipun harga minyak sawit dan kayu cenderung menurun. Dalam tahun 1978/79 meskipun perekonomian dunia mengalami kelesuan, namun harga beberapa barang ekspor secara rata-rata ternyata masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata dalam tahun 1977/78 seperti karet, minyak sawit dan timah. Keadaan tersebut lebih banyak disebabkan oleh terbatasnya pengadaan di pasaran dunia serta adanya inelastisitas di dalam pengadaannya. Sebaliknya harga beberapa barang ekspor lainnya seperti kopi dan lada hitam memperlihatkan kecenderungan menurun sebagai akibat dari bertambahnya pengadaan di pasaran dunia di satu pihak dan berkurangnya permintaan di lain pihak karena pengaruh kelesuan ekonomi dunia tersebut. Perkembangan harga bulanan dari beberapa barang ekspor penting tersebut selama tahun 1978/79 adalah sebagai berikut : Harga karet RSS I di New York mengalami kenaikan dari 43 5/8 sen dollar/lb pada bulan Maret 1978 menjadi 59 sen dollar/lb pada bulan Maret 1979. Demikian pula minyak sawit dan timah di London, masing-masing meningkat dari $ 635 dan 5.880/long ton pada bulan Maret 1978 menjadi masing-masing $ 710 dan 7.415/long ton pada bulan Maret 1979. Sebaliknya harga kopi di pasaran Singapura dan lada hitam di pasaran New York mengalami penurunan, masingmasing dari Sin. $ 300/pikul dan 117 sen dollar/lb pada bulan Maret 1978 menjadi masing-masing Sin. $ 285/pikul dan 96 sen dollar/lb pada bulan Maret 1979.

C. PEREDARAN UANG Salah satu aspek yang penting daripada kebijaksanaan moneter dalam usaha mewujudkan stabilitas ekonomi adalah pengaturan likwi181

ditas perekonomian khususnya pengaturan jumlah uang beredar untuk. mengusahakan stabilitas harga-harga sekaligus menunjang kegiatan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan. Tabel III-4 dan Grafik III-3 melukiskan perbandingan antara perkembangan kenaikan jumlah uang beredar dengan perkembangan laju inflasi yang umumnya menjadi semakin baik sejak tahun 1968 sampai
TABEL III 4 PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGA DENGAN TINGKAT PERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1968, 1973 1978/79 Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Pertambahan Tahun Kenaikan Pertambah Tahu Kenaikan jumlah Uang Harga (%) an n Harga (%) Beredar (%) Jumlah 1968 1973 1974 1975 1976 1977 1978 84,8 27,4 33,3 19,7 14,2 11,8 6,7 121,2 41,0 40,1 33,3 28,2 25,21 ) 24,0 2 ) 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 47,4 20,1 19,8 12,1 10,1 11,9 47,9 31,0 39,0 27,1 16,1 1) 28,8 2)

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

dengan tahun 1978/79. Apabila pada tahun 1968 kenaikan jumlah uang beredar adalah 121,2% sedangkan kenaikan harga adalah 84,8% maka pada tahun 1978/79 walaupun terjadi kenaikan jumlah uang beredar dengan 28,8% namun hanya terjadi kenaikan harga-harga sebesar 11,9%. Persentase kenaikan jumlah uang beredar yang relatif menjadi semakin lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan harga mencerminkan bahwa sebagian besar daripada pertambahan jumlah uang beredar tersebut telah digunakan untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan yang produktif serta kepercayaan masyarakat terhadap mata uang rupiah telah menjadi semakin mantap.

182

183

Secara terperinci Tabel III-5 memberikan gambaran tentang jumlah Serta komposisi uang beredar pada bulan Maret 1969 dan selama tahun 1973 sampai dengan tahun 1978/79. Dari tabel tersebut tampak telah terjadi perubahan pada komposisi uang beredar di mana peranan uang giral menjadi lebih besar dibandingkan dengan uang kartal, yaitu sebesar 51% pada akhir Repelita II dibandingkan dengan 46% pada akhir Repelita I dan 38% pada akhir Maret 1969. Perkembangan uang giral yang semakin cepat tersebut adalah sejalan dengan peningkatan penggunaan jasa perbankan oleh masyarakat dan semakin berkembangnya kegiatan dunia usaha. Khususnya perkembangan jumlah uang beredar selama lima tahun periode Repelita II memperlihatkan kecenderungan untuk selalu meningkat. Apabila pada akhir tahun 1973/74 uang beredar berjumlah Rp 784,3 milyar, maka pada akhir tahun 1978/79 jumlahnya menjadi Rp 2.714,4 milyar. Dengan demikian maka selama Repelita II jumlah uang beredar telah meningkat dengan 246,1% dibanding dengan kenaikan selama Repelita I sebesar 499,2%. Dalam Tabel III-6 dapat diikuti faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan jumlah uang beredar. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan pertambahan jumlah uang beredar, kenaikan kegiatan sektor perusahaan menduduki tempat utama baik dalam tahun 1968, 1973 / 74 maupun selama periode 1974/75 sampai dengan 1978/79. Dalam ta-hun 1975/76 pemberian kredit kepada perusahaan-perusahaan negara, perusahaan-perusahaan swasta dan perorangan mencapai angka yang tinggi, terutama karena pemberian kredit kepada PN PERTAMINA dalam rangka pembayaran hutang-hutang dalam dan luar negerinya. Selanjutnya dalam tahun 1978/79 sektor kegiatan perusahaan kembali mengalami pengaruh ekspansif 184

yang besar dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, sejalan dengan kebijaksanaan moneter yang ditempuh Pemerintah pada permulaan tahun 1978 dan berhubung dengan devaluasi mata uang rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978 yang mengakibatkan meningkatnya permintaan akan kredit perbankan. Jumlah pemberian kredit baik kepada perusahaan swasta maupun perusahaan negara mencatat kenaikan sebesar Rp 1.532,8 milyar di dalam tahun tersebut. Dari jumlah tersebut Rp 591,3 milyar merupa-

TABELIII-5 PERKEMBANGAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1969 (Maret), 1973 - 1978/79 (dalam milyar rupiah)

185

T A B E L III - 6 SEBAB-SEBAB P E R U B A H A N J U M L A H U A N G B E R E D A R , 1 96 8, 1 37 3 / 7 4 - 1 9 7 8 / 7 9 (dalam mi l ya r r u pia h )

1978179 2) Jumlah PERUBAHAN DALAM SEKTOR AKTIVA LUAR NEGERI SEKTOR PEMERINTAH (Tagihan pada Pemerintah) (DICS) SEKTOR KEGIATAN PERUSAHAAN (Tagihan pada Perusahaan Negara dan Swasta) (Kredit pengadaan pangan) LAIN-LAIN TOTAL LIKWIDITAS DEPOSITO BERJANGKA DAN TABUNGAN 3) JUMLAH UANG BEREDAR (Kartal) (Giral) 1968 + 12,5 + 2,9 ((+ + 62,6 (+ (+ 5,8 1973/74 + 154,2 13,9
1)

1974/75 + 1,1
1)

1975/76 ( (+

1j

1976/77 + 476,2 - 417,9

1)

1977178 + 445,4 - 143,0

1)

1 44,7

II

III

IV

1978/79 2 )

+ 23,2

(- 15.1) ( + 1,2) + (+ 439,2) (+ 13,4) -164.5 + 434,4 -180,4 +254.0 (+ l+

(+ 22,4) (+ 0,8) + 549,6 1) (+ 497,2) (+ 51,9) - 193,0 + 380,9 - 138,1 + 242,8 (+ 117,4) (+ 125,4)

(- 390,4) (- 27,5) + 718,6

(- 143.0) ( ) + 300,3

93,6 (- (- ) (+ +

+ + 616,2 4) + 223,8 + 929,7 134,4 - - 216,9 4) + 7,2 - 404 , 2 (- 216,9) (+ 7 . 2) (( - ) ( - ) (+ 0.4)

+ + 827,5 41 + 175,8 + 1.5328

(+ 1.256,0) (+ + + + (+ (+

(+ 768,9) (+ 326,3) (40,3) (26,0)

(+ ( +(+ 897,1) (+ 191,3) (+ 233,0) 150,5) 1.471,9) (+ 79,7) (+ ( - 69,61) (- 15,5) (+ 60,9) + + 209,4 76,7 + - - 1.056 ^ ) - 162,4 + + 170,1 - 52,5
4)

- 194,4 + 582,5 - 105,0 + 387,5

- 175,3 + 427,4 - 135,0 + 292,4

-1.277, 4 780,9 174,4 606,5

+ 72,2 9,8

+ 244,4 + 18,4 -

+ 62,4
(+

+ + 117,6 (+ (+ 84,0) ( 84,3 (+ 33,6

+ 226,0 + (+ 81,8) (+ (+ (+

(+ 194,2) (+ 182.4) (+ (+ 193,3) ( 110,0) ( 58, 4)

(+

1} Angka diperbaiki Perubahan angka-angka terutama karena dana nilai lawan bantuan program yang semula dikelompokkan ke dalam Lembaga/Perusahaan Pemerintah dipindahkan ke dalam rekening Pemerintah. 2) Angka sementara 3) Termasuk rekening-rekening dalam valuta asing dan tidak termasuk deposito berjangka milik Pemerintah dan deposito berjangka milik golongan bukan penduduk.

4)

Perobahan yang besar pada pos-pos ini berkaitan dengan diperhitungkannya tambahan jumlah karena penyesuaian nilai tukar rupiah.

186

kan kenaikan yang diakibatkan oleh penyesuaian nilai tukar rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978, sehingga tambahan kredit di luar pengaruh devaluasi selama tahun 1978/79 adalah sebesar Rp 941,5 milyar. Di antara tambahan pinjaman kredit dimaksud, sebesar Rp 60,9 milyar diberikan kepada BULOG untuk keperluan pengadaan pangan. Sektor luar negeri dalam tiga tahun terakhir Repelita II senantiasa memberikan pengaruh ekspansif yang cukup besar terhadap jumlah uang beredar, hal mana berkaitan dengan surplus yang terjadi dalam neraca pembayaran. Keadaan neraca pembayaran dalam dua tahun pertama Repelita II sangat dipengaruhi oleh peristiwa krisis keuangan PERTAMINA. Hal ini mengakibatkan bahwa pada tahun 1974/75 sektor luar negeri hanya memberikan pengaruh ekspansif yang sangat kecil yakni Rp 1,1 milyar dan dalam tahun 1975/76 bahkan memberikan pengaruh kontraktif sebesar Rp 319,7 milyar. Sejak tahun 1976/77 sektor luar negeri kembali memberikan pengaruh ekspansif bahkan mencapai jumlah sebesar Rp 929,7 milyar dalam tahun 1978/79, termasuk kenai kan sebagai akibat tindakan penyesuaian nilai tukar rupiah sebesar Rp 598,1 milyar. Selama periode Repelita II, kecuali dalam tahun 1974/75, sektor Pemerintah selalu mempunyai pengaruh kontraktif terhadap pertambahan jumlah uang beredar. Setelah pengaruhnya yang ekspansif sebesar Rp 23,2 milyar dalam tahun 1974/75 maka dalam tahun 1975/76 terjadi pengaruh kontraktif yang sangat besar yaitu sebesar Rp 417,9 milyar sebagai akibat pembukuan nilai lawan pinjaman luar negeri Pemerintah dalam rangka pelunasan hutang-hutang PERTAMINA. Selanjutnya pengaruh kontraktifnya dalam tahun 1976/77 adalah sama besar dengan yang dicapai dalam tahun sebelumnya sebesar Rp 417,9 milyar. Dalam tahun tersebut telah terjadi kenaikan penerimaan Pemerintah dalam jumlah yang berarti sehingga memungkinkan Pemerintah untuk melakukan pembayaran sebagian dari hutangnya pada Bank Indonesia. Pengaruh kontraktif tersebut menurun dalam tahun 1977/78 menjadi Rp 143,0 milyar sehubungan dengan dilakukannya pembayaran hutang luar negeri Pemerintah dari pinjaman-pinjaman dalam rangka pelunasan h u t a ng - hu t a ng PER TA M I N A pa d a t a hu n 19 75 da n t ah u n 1 9 76 . 187

Dalam tahun 1978/79 pengaruh kontraktif sektor Pemerintah kembali meningkat menjadi Rp 404,2 milyar sejalan dengan peningkatan beberapa jenis penerimaan akibat tindakan 15 Nopember 1978 serta akibat penilaian kembali rekening-rekening Pemerintah dalam valuta asing. Besarnya pengaruh kontraktif dalam tahun tersebut terdiri dari kenaikan penerimaan Pemerintah dari pajak perseroan minyak sebesar Rp 286,0 milyar dan penerimaan Pemerintah sebesar Rp 118,2 milyar yang berasal dari penilaian kembali rekening-rekening Pemerintah dalam valuta asing. Kecuali dalam tahun 1975/76, sektor lain-lain juga selalu memberikan pengaruh kontraktif yang antara lain berasal dari penerimaan laba dari bank-bank serta dari setoran jaminan impor. Sektor lain-lain mencatat pengaruh kontraktif yang sangat besar dalam tahun 1978/79 yaitu sebesar Rp 1.277,4 milyar, diantaranya Rp 986,9 milyar merupakan pembukuan lawan dari penilaian kembali aktiva luar negeri bersih, rekening-rekening Pemerintah serta deposito berjangka dan tabungan sehubungan dengan penyesuaian nilai tukar rupiah. Deposito berjangka dan tabungan selama Repelita II tetap memberikan pengaruh kontraktif yang cukup besar, walaupun suku bunganya telah beberapa kali mengalami penyesuaian yaitu pada bulan April dan Desember 1974, Januari 1977 dan bulan Januari 1978. Pengaruh kontraktif yang terbesar dicapai dalam tahun 1975/76 sebesar Rp 277,2 milyar, setelah diadakannya deposito berjangka waktu 18 bulan dan 24 bulan yang bersuku bunga tinggi. Dalam tahun-tahun berikutnya pengaruh kontraktif dari deposito berjangka dan tabungan terus menurun sehingga mencapai Rp 195,0 milyar dalam tahun 1976/77 dan Rp 135,0 milyar dalam tahun 1977/78. Selama tahun 1978/79 pengaruh kontraktifnya meningkat lagi menjadi Rp 174,4 milyar, dimana Rp 84,3 milyar merupakan tambahan sebagai akibat dari penilaian kembali simpanan dalam valuta asing. D. PERKRED1TAN 1. Kebijaksanaan Perkreditan Kebijaksanaan perkreditan juga merupakan salah satu komponen dari kebijaksanaan moneter yang bertujuan untuk menunjang kegiatan

188

ekonomi, dan meningkatkan pelaksanaan pembangunan di samping memantapkan kestabilan harga. Dengan demikian maka dalam menjalankan kebijaksanaan perkreditan tersebut selalu diusahakan agar volume kredit perbankan tidak akan mengganggu stabilitas ekonomi dan agar kredit digunakan untuk membiayai sektor-sektor yang benarbenar produktif. Pengaturan dan pengarahannya dilaksanakan baik secara kwantitatif maupun secara kwalitatif, berupa antara lain penetapan suku bunga kredit, pembatasan pertambahan volume kredit dan aktiva lainnya dari perbankan, penentuan penggunaan kredit untuk tujuan-tujuan tertentu serta ketentuan-ketentuan lain baik mengenai kredit investasi, KIK dan KMKP maupun jenis kredit-kredit lainnya yang diprioritaskan. Kebijaksanaan perkreditan tersebut selama Repelita II juga terus disesuaikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai perkembangan perekonomian yang sedang berlangsung. Dalam rangka menanggulangi laju inflasi yang tinggi pada akhir Repelita I, maka pada tanggal 9 April 1974 telah ditempuh dikebijaksanaan di bidang perkreditan berupa : a) penetapan batas tertinggi pertambahan volume kredit dan aktiva lainnya dari perbankan yang untuk pertama kalinya diperkenalkan, dan b) menaikkan suku bunga kredit bank-bank Pemerintah secara selektif dengan tetap mempertahankan suku bunga kredit untuk kegiatan-kegiatan yang berprioritas tinggi antara lain bagi kredit Bimas. Dalam rangka mendorong pengembangan usaha golongan ekonomi lemah maka beberapa program kredit yang khusus juga diadakan mulai tahun 1974. Program Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dengan jumlah maksimum Rp 5 juta diadakan dalam rangka usaha memperkuat permodalan pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya. Kemudian untuk membantu usaha rakyat secara kecil-kecilan di daerah pedesaan yang tidak terjangkau oleh fasilitas kredit jenis KIK dan KMKP, dalam tahun 1974/ 75 mulai dilaksanakan pemberian kredit kecil (kredit mini) dengan jumlah yang berkisar antara Rp 10.000, s/d Rp 100.000, Program kredit mini terdiri dari kredit untuk keperluan investasi dan kredit untuk eksploitasi.

189

Dengan menurunnya kembali laju inflasi maka pada tanggal 28 Desember 1974 ketentuan suku bunga kredit perbankan kembali mengalami penyesuaian, berupa penurunan suku bunga beberapa jenis kredit jangka pendek seperti kredit ekspor, kredit produksi barang ekspor dan kredit perdagangan dalam negeri. Dalam rangka pembinaan bank-bank swasta nasional dan bankbank pembangunan daerah kearah yang lebih sehat, maka pada tahun 1975/76 ditetapkan ketentuan baru mengenai pemberian kredit likwiditas Bank Indonesia bagi kelompok bank-bank tersebut. Adapun maksud dari ketentuan itu adalah mengatur besarnya kredit likwiditas Bank Indonesia berdasarkan tingkat kesehatan dan kegiatan masingmasing bank yang bersangkutan dalam pembinaan nasabah-nasabah pribumi. Di samping itu untuk menyesuaikan pemberian kredit dengan kemampuan dana perkreditan maka dikeluarkan pula ketentuan bahwa . untuk kredit investasi yang berjumlah di atas Rp 300 juta harus dibiayai bersama oleh bank-bank Pemerintah. Selanjutnya dalam tahun. 1975 jangka waktu kredit investasi juga diperpanjang menjadi lebih dari 5 tahun sepanjang ada jaminan Pemerintah dan untuk proyek-proyek Pemerintah yang besar diberikan kesempatan untuk mendapatkan, kredit investasi sebesar lebih dari nilai lawan US $ 2,5 juta. Mengingat situasi perkembangan ekspor di luar minyak bumi yang tidak begitu menggembirakan maka pada awal tahun 1976/77 ditetapkan penurunan suku bunga kredit untuk ekspor dan produksi barang ekspor yang diikuti dengan penurunan suku bunga kredit likwiditas Bank Indonesia untuk keperluan tersebut. Dalam tahun ter sebut dilaksanakan pula program pemberian kredit candak kulak (KCK) dengan tujuan membantu para pedagang kecil dan menengah di daerah pedesaan. KCK merupakan kredit dengan . syarat sangat lunak dan prosedur yang sederhana terutama untuk melindungi pedagang kecil di pedesaan dari praktek-praktek lintah darat serta untuk lebih mendorong terlaksananya usaha pemerataan pendapatan. Dana untuk kredit mini maupun kredit candak kulak diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Di samping itu kepada Pemerintah Daerah disediakan pula fasilitas kredit

190

untuk pembangunan dan pemugaran pasar yang juga bertujuan untuk membantu para pedagang kecil. Di dalam hal ini Pemerintah Daerah mendapat bantuan Inpres Pasar yang dimaksudkan untuk memungkin kan Pemerintah Daerah mendapatkan pinjaman tanpa bunga guna pembangunan dan pemugaran pasar-pasar tersebut dan yang dapat dilunasi dalam jangka waktu cukup lama yaitu sampai sepuluh tahun. Selanjutnya guna mendorong kegiatan produksi dalam negeri serta untuk lebih menunjang kegiatan pengusaha kecil pada umumnya, pada tanggal 1 Januari 1978 telah diambil beberapa kebijaksanaan baru. Kebijaksanaan tersebut meliputi antara lain penekanan biaya produksi melalui penurunan suku bunga kredit, pelonggaran syarat-syarat kredit likwiditas Bank Indonesia kepada bank-bank serta perpanjangan jangka waktu pelunasan dan masa tenggang kredit investasi. Beberapa jenis kredit mengalami penyesuaian suku bunga seperti misalnya suku bunga kredit investasi yang sebelumnya telah cukup rendah diturunkan sehingga berkisar antara 10,5% dan 13,5% setahun. Dalam pada itu diadakan pula penyesuaian dalam jumlah pinjaman untuk tiaptiap golongan kredit investasi menjadi sebagai berikut : sampai dengan jumlah kredit Rp 75 juta dikategorikan dalam golongan I; untuk jumlah kredit di atas Rp 75 juta sampai dengan Rp 200 juta digolongkan dalam golongan II; untuk jumlah di atas Rp 200 juta sampai dengan Rp 500 juta termasuk dalam golongan III; sedangkan jumlah kredit investasi di atas Rp 500 juta dimasukkan dalam golongan IV. Selanjutnya diadakan ketentuan di mana semua jenis kredit dapat memperoleh fasilitas kredit likwiditas, di samping diadakan pula peningkatan volume kredit likwiditas tersebut untuk sebagian besar bank-bank Pemerintah. Dalam rangka usaha untuk menurunkan biaya dana perbankan agar bank-bank juga dapat melaksanakan penurunan suku bunga kredit, maka suku bunga deposito dan tabungan pada bankbank Pemerintah juga diturunkan. Sejalan dengan ini dilakukan pula penurunan kewajiban pemeliharaan likwiditas minimum oleh bankbank yang semula 30% menjadi 15% dari kewajiban yang dapat dibayar. Selama tahun terakhir Repelita II (tahun 1978/79) tindakan-tindakan di bidang perkreditan merupakan penyesuaian dan penyempur191

naan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan pada tahuntahun sebelumnya. Pengarahan pemberian kredit terutama ditujukan untuk mendorong peningkatan ekspor, investasi dan kegiatan produksi lainnya yang diprioritaskan seperti kegiatan-kegiatan yang bersifat padat karya. Dalam pada itu terus diadakan penyempurnaan mengenai tatacara dan persyaratan pemberian kredit. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan mengikutsertakan bank-bank swasta nasional dalam penyaluran KIK dan KMKP serta kredit kepada eksportir dan produsen eksportir sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan Bank Indonesia. Tindakan ini dimaksudkan untuk lebih mendorong peningkatan usaha golongan ekonomi lemah serta peningkatan ekspor di luar minyak. Dalam rangka peningkatan ekspor tersebut pada bulan April 1978 diambil tindakan untuk menyamakan suku bunga kredit bank-bank Pemerintah kepada produsen eksportir dalam rangka penanaman modal asing dan perusahaan asing dengan suku bunga kredit yang berlaku bagi eksportir dan produsen eksportir nasional. Besarnya suku bunga kredit tersebut adalah 12% setahun, sedangkan besarnya pinjaman kredit likwiditas Bank Indonesia adalah 75% dengan suku bunga 4% setahun. Sementara itu mulai bulan Juni 1978 kredit untuk ekspor dan produksi barang ekspor berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, telah dapat disalurkan pula melalui bank-bank devisa swasta nasional. Ketentuan Bank Indonesia tersebut selanjutnya mengatur besarnya suku bunga kredit dan besarnya fasilitas kredit likwiditas Bank Indonesia serta suku bunganya. Jangka waktu kredit likwiditas Bank Indonesia untuk setiap pinjaman kredit yang diberikan kepada eksportir dan produsen eksportir ditetapkan maksimum 9 bulan. Pada bulan Agustus 1978 diadakan penyesuaian mengenai ketentuan kredit investasi untuk biaya lokal dalam rangka bantuan proyek yang dibi ayai dengan dana perbankan. Menurut ketentuan baru, terhadap pinjaman tersebut ditetapkan penggolongan dan besarnya suku bunga sesuai dengan persyaratan kredit investasi biasa yang berlaku pada 1 Januari 1978. Dalam rangka penyempurnaan tatacara pemberian kredit investasi, maka sejak bulan September 1978 bank-bank Pemerintah diberi wewenang untuk memutuskan sendiri pemberian kredit sampai dengan

192

Rp 200 juta dan kredit sampai dengan Rp 300 juta sepanjang proyek tersebut merupakan bidang utama bank yang bersangkutan. Di samping itu bank-bank tersebut juga dapat memutuskan sendiri pemberian kredit dengan jaminan Pemerintah dan kredit-kredit dalam rangka pembiayaan bersama (konsorsium). Selain dari pada itu bank-bank Pemerintah diberi wewenang untuk memberikan kredit tanpa keharusan pembiayaan bersama sampai dengan jumlah Rp 500 juta bagi kredit investasi dan sampai dengan Rp 750 juta bagi kredit eksploitasi. Menurut ketentuan sebelumnya, kredit investasi di atas Rp 300 juta dan kredit eksploitasi di atas Rp 500 juta hanya dapat diberikan melalui pembiayaan bersama dengan bank lain. Dalam pada itu besarnya batas pertambahan kredit untuk tahun 1978/79 yang semula ditetapkan sebesar 17,7% dari posisi akhir Maret 1978, ditingkatkan menjadi 24,2%. Penyesuaian tersebut dimaksudkan untuk menampung secara selektif peningkatan permintaan kredit sebagai akibat tindakan penyesuaian nilai tukar rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978. Selanjutnya mulai awal tahun 1979 pinjaman untuk pendirian penggilingan padi, huller dan penyosohan beras tidak diperbolehkan lagi, kecuali untuk beberapa propinsi. Tindakan ini diambil karena sudah jenuhnya bidang usaha tersebut. 2. Jumlah dan Arah Penggunaan Kredit Selama Repelita II peranan kredit perbankan sebagai salah satu sumber pembiayaan kegiatan ekonomi dan pembangunan menjadi semakin meningkat. Hal ini tercermin pada peningkatan jumlah kredit perbankan selama Repelita II menjadi sekitar 4,6 kali yaitu dari Rp 1.215,6 milyar pada akhir tahun 1973/74 menjadi Rp 5.581,8 milyar pada akhir tahun 1978/79 (lihat Tabel III 7, Tabel III 8 dan Grafik III 4). Dalam tahun 1974/75 jumlah kredit perbankan mengalami kenaikan sebesar 44,3% (Rp 539,1 milyar) dibandingkan dengan kenaikan tahun sebelumnya sebesar 57,9% (Rp 445,8 milyar). Penurunan daripada tingkat kenaikan tersebut adalah akibat dari kebijaksanaan

193

9 April 1974 yang membatasi pertambahan volume kredit dan aktiva lainnya dari perbankan dengan tujuan untuk menekan laju inflasi. Selama tahun 1975/76 kredit perbankan kembali meningkat dengan jumlah yang cukup besar yakni 70,3% atau Rp 1.233,9 milyar, sehingga mencapai Rp 2.988,6 milyar pada akhir Maret 1976. Kenaikan yang cukup besar tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya pemberian kredit dari Bank Indonesia kepada PN PERTAMINA untuk pembayaran hutang-hutang luar negeri maupun untuk pembiayaan dalam negeri perusahaan tersebut. Di samping itu, kenaikan kredit tersebut juga disebabkan oleh semakin meningkatnya pemberian kredit kepada pengusaha golongan ekonomi lemah. Meredanya masalah keuangan PERTAMINA membawa pengaruh yang berarti terhadap laju kenaikan jumlah kredit perbankan sehingga menurun menjadi 24,4% (Rp 728,4 milyar) dalam tahun 1976/ 77. Di samping itu, penurunan laju kenaikan tersebut juga disebabkan oleh menurunnya kredit langsung Bank Indonesia kepada BULOG untuk keperluan pengadaan pangan. Dalam tahun 1977/78 jumlah kredit perbankan hanya bertambah dengan 9,6% (Rp 356,8 milyar) menjadi Rp 4.073,8 milyar pada akhir Maret 1978 yang merupakan kenaikan yang terendah selama Repelita II. Rendahnya kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh berkurangnya kredit langsung Bank Indonesia kepada PN PERTAMINA di samping terjadinya pelunasan kredit yang lebih besar daripada yang diperkirakan semula serta berkurangnya permintaan kredit untuk bidang-bidang tertentu. Dalam tahun 1978/79 volume kredit perbankan mengalami kenaikan yang terbesar selama Repelita II yaitu sebesar Rp 1.508,0 mil yar (37,0%) di antaranya sebesar Rp 608,8 milyar merupakan kenaikan karena penyesuaian nilai kredit dalam valuta asing. Apabila kenaikan karena penilaian kembali valuta asing tersebut tidak diperhitungkan, maka kredit perbankan dalam tahun 1978/79 bertambah dengan Rp 899,2 milyar (22,1%) yang berarti masih lebih besar dibandingkan dengan kenaikan sebesar Rp 356,8 milyar (9,6%) pada tahun sebelumnya. Bertambahnya pemberian kredit perbankan selama pe-

194

TAB E L III - 7 P E R K E M B A N G A N K R E D I T 1) M E N U R U T SEKTOR P E R B A N K A N , 1969 (Maret), 1973 - 1 9 7 8 / 7 9 (dalam milyar r upiah)

Akhir Bank 2)Bank-Bank Tahun/bulan IndonesiBank aPemerintah3) Swasta3) 1969 (Maret) 1973 1973/74 1974 1974/75 1975 1975/76 1976 1976/77 19774) Juni September Desember Maret 19785) 1978/796) April6) 1.220,7 Me i 5) 1.253,6 Juni 6) 1.290,5 J u l i 5) 1.311,7 Agustus 6) 1.376,2 September 6) 1.377,8 Oktober 5) 1.416,4 Nopember 1.937,1 Desember 1.934,9 Januari 5) 1.964,1 Pebruari 6) 1.957,5 Maret 6) 1.946,5 2.433,6 2.462,8 2.507,9 2.534,3 2.592,3 2.608,7 2.643,2 2.779,1 2.831,8 2.872,0 2.910,8 2.945,1 44,2 153,0 137,6 230,7 263,5 893,7 967,2 1.211,6 1.235,5 1.229,3 1.222,8 1.265,8 1.229,3 1.199,0 1.934,9 80,3 744,7 882,3 1.135,8 1.264,0 1.601,9 1.735,7 2.007,5 2.108,6 2.266,7 2.208,8 2.228,2 2.266,7 2.379,0 2.831,8

Bank-

10,1 65,6 71,9 89,1 99,2 132,6 150,4 197,4 212,7 257,0 231,7 246,6 257,0 288,8 365,4 294,5 301,3 316,5 321,1 327,9 338,0 347,5 359,7 365,4 375,0 383,3 392,3

BankBank Jumla Asing/ h Campura 1,1 135,7 95,1 123, 8 117, 1 128, 0 122, 135, 150, 160, 183, 160, 174, 183, 207, 262, 211, 214, 215, 216, 211, 213, 212, 250, 262, 273, 287, 297, 9 1.058,4 1,215, 6 1.572,7 1,754, 7 2.750,5 2.988,6 3.566,5 3.717,0 3.936,5 4.073,8 3.823,6 3.915,4 3.936,5 4.073,8 5.394,2 5.581,8 4.160,1 4.232,5 4.330,1 4.383,6 4.507,0 4.537,5 4,619, 5.326,8 5.394,2 51485 5.539,3 5.581,8

Kenaikan

Persentase Kenaikan Tahun/Triwulan Bulan 55,8 57,9 48,6 44,3

+ + + +

379,0 445,8 514,3 539,1 + + +

+ 1.177,8 + 1.233,9 + 816,0 + 728,4 + 370,0 + 356,8 + 106,6 + 91,B + 21,1 + 137,3 + 1.457,7 + 1.508,0 + + + + + + + + + + + + 86,3 72,4 97,6 53,5 123,4 30,5 82,2 707,1 67,4 90,8 54,3 42,5

+ 74,9 + 70,3 + 29,7 + 24,4 + 10,4 + 9,6 + 2,9 + 2,4 + 0,5 + 3,5 + 37,9 + 37,0 + + 6,3 + + + + + + + + + + + +

4,8

+ 18,0

3,5

1)

Kredit dalam rupiah, maupun valuta asing. Termasuk Kredit Investasi, KIK dan KMKP tetapi tidak termasuk kredit antar bank serta kredit kepada Pemerintah Pusat dan bukan penduduk.

2) 3)

Perobahan angka-. angka pada kelompok bank ini dari tahun-tahun yang Iain, terutama karena tidak diperhitungkannya pinjaman-pinjaman kepada karyawan Bank Indonesia. Termasuk kredit yang dibiayai oleh dana kredit likwiditas Bank Indonesia. 4) Angka diperbaiki

19 5

5) Angka sementara 6) Angka perkiraan, kecuali Bank Indonesia.

riode tahun 1978/79 tersebut selain disebabkan oleh bertambahnya kredit langsung Bank Indonesia, juga disebabkan karena bertambahnya pemberian kredit bank-bank umum sebagai akibat dari pengaruh penurunan suku bunga kredit pada tanggal 1 Januari 1978, serta meningkatnya kebutuhan likwiditas dalam masyarakat setelah diambilnya kebijaksanaan 15 Nopember 1978. Selama periode 1978/79 kredit langsung Bank Indonesia bertambah dengan jumlah yang cukup besar yakni dengan Rp 747,5 milyar. Adapun kenaikan kredit tersebut terutama diberikan kepada PN PERTAMINA dalam rangka pembayaran hutang-hutang PERTAMINA dan kepada BULOG dalam rangka pengadaan pangan. Apabila dilihat dari perkembangan kredit menurut sektor perbankan, tampak adanya pergeseran yang cukup berarti dalam peranan masing-masing kelompok bank selama Repelita II (lihat Tabel III 7). Walaupun kredit yang diberikan oleh bank-bank umum Pemerintah merupakan bagian yang terbesar dari seluruh kredit perbankan selama Repelita II, namun mulai tahun 1975/76 peranan kelompok bank tersebut menurun dari 72,0% pada akhir tahun 1974/75 menjadi 58,1%, 56,7% dan 58,4% masing-masing pada akhir tahun 1975/76, 1976/77 dan 1977/78. Bahkan pada akhir Repelita II tahun 1978/79, peranan bank-bank umum Pemerintah tersebut menurun lagi menjadi 52,8% dari jumlah kredit perbankan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya peranan kredit langsung Bank Indonesia kepada PERTAMINA dan melambatnya kenaikan kredit dalam rangka pemberian kredit bank-bank umum Pemerintah karena semakin selektifnya pemberian kredit oleh bank-bank tersebut. Peranan kredit langsung Bank Indonesia dalam seluruh kredit perbankan meningkat dari 15,0% pada akhir tahun 1974/75 menjadi 32,4%, 33,2%, 29,4% dan 34,9% masing-masing pada akhir tahun 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79. Di lain pihak bagian pemberian, kredit bank-bank swasta baik bank swasta nasional maupun bank asing menurun dari 16,1 % pada akhir tahun 1973/74 menjadi 12,9% pada akhir tahun 1974/75 dan 9,6% pada akhir tahun 1975/76. Penurunan tersebut juga disebabkan oleh karena melonjaknya peranan kredit langsung Bank Indonesia. Namun pada akhir tahun 1976/77 dan 1977/78 peranan bank- bank

196

tersebut meningkat kembali masing-masing menjadi 10,0% dan 12,2% dan bahkan mencapai 12,4% pada akhir Repelita II tahun 1978/79. Hal ini erat hubungannya dengan kebijaksanaan Pemerintah dalam usaha mendorong peningkatan partisipasi bank-bank tersebut di dalam pemberian kredit. Di dalam memberikan kredit, bank-bank umum Pemerintah dan bank-bank swasta nasional mendapat bantuan kredit likwiditas dari Bank Indonesia. Bagi bidang-bidang yang berprioritas rendah besarnya kredit likwiditas tersebut dibatasi dengan maksud agar bank-bank meningkatkan pengerahan dana-dana dari masyarakat untuk kemudian digunakan dalam pemberian kreditnya. Dewasa ini sekitar dua pertiga dari kredit perbankan merupakan dana yang dihimpun dari masyarakat. Pemberian kredit perbankan secara keseluruhan baik berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja yang digunakan untuk membiayai kegiatan di berbagai sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel III 8 dan Grafik III 4. Dari sini tampak bahwa kegiatan dalam sektor produksi menduduki tempat yang penting. Kredit untuk sektor produksi digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan perindustrian, pertanian dan pertambangan. Jumlah kredit untuk sektor produksi pada akhir tahun 1974/75 adalah Rp 536,8 milyar yang berarti meningkat dengan 18,3% dibandingkan dengan akhir tahun 1973/74. Selama tahun 1975/76 pemberian kredit kepada sektor produksi mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu dengan 97,0% terutama oleh karena meningkatnya kredit untuk industri tekstil dan logam dasar. Dalam tahun 1976/77 kenaikan kredit untuk sektor tersebut mengalami penurunan menjadi 30,2% dan bahkan hanya meningkat dengan 13,8% dalam tahun 1977/78. Akan tetapi pada akhir tahun 1978/79 jumlah kredit untuk sektor produksi kembali meningkat dengan laju yang cukup besar yakni dengan 34,3% sehingga mencapai jumlah Rp 2.103,3 milyar pada akhir Maret 1979. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh bertambahnya kredit untuk Krakatau Steel, industri semen dan konstruksi. Jumlah kredit untuk sektor perdagangan yang digunakan untuk membiayai kegiatan ekspor, impor dan perdagangan dalam negeri, se-

197

TABEL I I I - 8 PERKEMBANGAN KREDIT 1) MENURUT SEKTOR EKONOMI 1969 (Maret), 1973 - 1978/79 (dalam milyar rupiah) Akhir Tahun/ Bulan 1969 ( Maret) 1973 1973/74 1974 1974/75 1975 1975/76 1976 1976/77 1977 5) 1977/785) Juni September Desember Maret 1978 6) 1978/797) April Mei J u n i6) J u I i6) Agustus 6) September 6) Oktober 6) Nopember 6) Desember 61 Januari 6) Pebruari 7) Ma r e t 7) Produksi 2) Perdagang Lain-lain an 3) 4) 65,9 372,8 453,7 486,0 536,8 954,8 1.057,3 1.272,3 1.376,7 1.446,1 11,0 428,2 425,7 626,8 613,3 766,3 790,5 858,1 811,7 911,2 58,8 257,4 336,2 459,9 604,6 1.029,4 1.140,8 1.436,1 1.529,2 1.579,2 JUMLA H 135,7 1.058,4 1.215,6 1.572,7 1.754,7 2.750,5 2.988,6 3.566,5 3.717,0 3.936,5 4.073,8 3.823,6 3.915,4 3.936,5 4.073,8 5.394,2 5.581,8 4.160,1 4.232,5 4.330,1 4.383,6 4.507,Q 4.537,5 4.619,7 5.326,8 5.394,2 5.485,0 5.539,3 5.581,8 Kenaikan Persentase Kenaikan Tahun/ Bula Triwula n n

+ 379,0 + 55,8 + 445,8 + 57,9 + 514,3 + 48,6 + + + + + + + ,539,1 + 44,3 1.177,8 + 74,9 1.233,9 + 70,3 816,0 + 728,4 29,7 + 370,0 24,4 + 10,4 356,8 + 9,6

1.421,3 1.383,7 1.446,1 1.566,6 1.989,9 1.634,5 1.639,8 1.658,0 1.679,9 1.702,9 1.716,0 1.780,9 1.943,7 1.989,9 2.020,8 2.075,8 2.103,3

853,7 936,2 911,2 953,1 1.113,8 949,2 992,7 1.069,3 1.090,8 1.135,4 1.166,7 1.125,5 1.108,9 1.113,8 1.169,1 1.145,2 1.137,9

1.548,6 1.595,5 1.528,6 1.554;1 2.290,5 1.576,4 1.600,0 1.602,8 1.612,9 1.668,7 1.654,8 1.713,3 2.274,2 2.290,5 2.295,1 2.320,3 2.340,6

+ 106,6 + 2,9 + 91,8 + 2,4 + 21,1 + 0,5 + 137,3 + 3,5 + 1.457,7 + 37,0 + 1.508,0 + 37,0 + + + + + + + + + + + + 86,3 72,4 97,6 53,5 123,4 30,5 82,2 707,1 67,4 90,8 54,3 42,5 + + 6,3 + + 4,8 + + + + + + + 2,1 1,7 7,3 1,2 2;8 0,7 1,8 + 1,3 1,7 1,0 0,8

+ 18,9 + + + + 3,5 +

3) Kredit dalam rupiah maupun valuta asing. Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, tetapi tidak termasuk kredit antar bank serta kredit kepada Pemerintah Pusat dan bukan penduduk.

2) 5)

Termasuk produksi barang-barang hasil pertanian, pertambangan (kecuali Pertamina) den perindustrian. 3)Terdiri dari kredit ekspor, kredit impor den kredit perdagangan dalam negeri. 4)Terdiri dari kredit untuk Pertamina, jasa-jasa dan lain-lain. Angka

198

diperbaiki. 6) Angka sementara. 7) Angka perkiraan.

GRAFIK III 4 PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR EKONOMI 1969 (Maret), 1973/74 1978/79

199

lama tahun 1974/75 dan 1975/76 bertambah masing-masing dengan 44,1% dan 28,9% sehingga berjumlah Rp 790,5 milyar pada akhir Maret 1976. Jumlah kredit tersebut kemudian hanya meningkat dengan 2,7% dan 17,4% masing-masing dalam tahun 1976/77 dan 1977/78, tetapi kemudian meningkat kembali dengan pesat dalam tahun 1978/ 79 dengan 19,4% sehingga mencapai jumlah Rp 1.137,9 milyar pada akhir Maret 1979. Kenaikan di dalam tahun 1978/79 tersebut terutama disebabkan oleh karena penurunan suku bunga kredit untuk eksportir dan produsen eksportir dalam rangka mendorong peningkatan ekspor non-minyak. Kelompok kredit untuk sektor lain-lain di samping digunakan untuk membiayai usaha-usaha di sektor jasa-jasa seperti pengangkutan dan perhubungan, sebagian besar merupakan pinjaman Bank Indonesia kepada PN PERTAMINA baik dalam valuta asing maupun dalam rupiah. Dalam tahun 1974/75 dan 1975/76 telah terjadi pemberian kredit kepada PN PERTAMINA dalam jumlah yang sangat besar, sehingga kelompok kredit untuk sektor tersebut mengalami kenaikan sebesar masing-masing 79,8% dan 88,7%. Selanjutnya dengan makin meredanya masalah keuangan PERTAMINA jumlah kredit untuk sektor lain-lain hanya bertambah dengan 34,0% dalam tahun 1976/77 dan dengan 1,6% dalam tahun 1977/78. Walaupun demikian selama tahun terakhir Repelita II (1978/79) kredit untuk sektor lain-lain mencatat kenaikan sebesar 50,6% terutama disebabkan oleh karena penilaian kembali kredit dalam valuta asing sehubungan dengan kebijaksanaan devaluasi 15 Nopember 1978. Di luar kenaikan karena penilai an kembali tersebut maka kredit untuk sektor lain-lain dalam tahun 1978/79 hanya meningkat dengan sekitar 19,7%. 3. Dana Perkreditan Bank Langkah-langkah kebijaksanaan yang ditempuh dalam Repelita II di bidang pengerahan dana perkreditan bank ditujukan untuk meningkatkan pemupukan dana dari masyarakat melalui perbankan untuk membiayai kegiatan pembangunan yang semakin meningkat. Di samping itu pengerahan dana perkreditan tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh perluasan pemberian kredit terhadap perkem-

200

bangan harga. Untuk mendorong masyarakat menyimpan dananya di bank, telah ditempuh pelbagai kebijaksanaan antara lain berupa pemberian suku bunga yang cukup tinggi, pemberian keringanan pajak dan penyempurnaan tata cara perbankan di dalam melayani para penabung. Ketentuan tersebut juga senantiasa disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan moneter yang terjadi. Dengan meningkatnya kembali laju inflasi pada akhir Repelita I, maka pada tanggal 9 April 1974 telah ditetapkan tingkat suku bunga yang cukup tinggi bagi deposito dan tabungan serta bersamaan dengan itu juga diciptakan deposito yang berjangka waktu 18 bulan dan 24 bulan. Setelah laju inflasi mulai dapat ditekan dalam tahun 1974, maka pada tanggal 28 Desember 1974 suku bunga deposito berjangka diturunkan kembali. Kemudian dengan semakin dapat ditekannya laju inflasi sehingga menjadi 14,2% dalam tahun 1976 maka pada tanggal 13 Januari 1977 kembali diadakan penurunan tingkat suku bunga deposito berjangka serta TABANAS/TASKA. Di samping itu deposito berjangka 18 bulan ditiadakan karena ternyata kurang menarik bagi masyarakat. Penurunan tingkat suku bunga deposito berjangka yang terakhir dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1978 dengan maksud untuk menyesuaikannya dengan laju inflasi yang semakin menurun dalam tahun 1977, di samping untuk meringankan biaya dana per- bankan. Selama Repelita II jumlah dana perkreditan bank telah meningkat menjadi hampir 3 kali sejak akhir Maret 1974 hingga mencapai Rp 3.406,4 milyar pada akhir Maret 1979. Mulai tahun pertama sampai tahun keempat Repelita II, proporsi dana perkreditan yang berasal dari deposito dan tabungan terhadap keseluruhan dana perkreditan telah meningkat dari 41,6% menjadi 46,4%. Pada tahun terakhir Repelita II peranan deposito dan tabungan meningkat menjadi 49,8%, oleh karena pengaruh devaluasi; tanpa diperhitungkan pengaruh devaluasi peranannya sebenarnya hampir sama dengan tahun sebelumnya. Adapun peranan giro tidak mengalami perubahan, yaitu sekitar 44,0% dari tahun 1975/76 hingga tahun 1977/78: namun pada akhir Repelita II menunjukkan peningkatan menjadi 46,4% berhubung dengan dikeluarkannya kebijaksanaan 15 Nopember 1978 yang menimbulkan

201

kebutuhan likwiditas yang lebih besar dalam masyarakat guna keperluan transaksi. Di dalam jumlah deposito dan tabungan tercakup pula deposito dan tabungan dalam valuta asing. Dalam tahun 1973/74 sebagian besar dari kenaikan deposito dan tabungan disebabkan oleh meningkatnya deposito dan tabungan dalam valuta asing. Akan tetapi dengan berlakunya ketentuan yang membatasi peranan deposito dan tabungan dalam valuta asing, maka peranan dari deposito dan tabungan tersebut kemudian menjadi semakin menurun. Perkembangan dana perkreditan bank dalam bentuk rupiah maupun valuta asing dapat dilihat pada Tabel III 9. Dari tabel tersebut tampak bahwa apabila dibanding dengan keadaan sebelum Repelita I maka jumlah dana perkreditan setelah 10 tahun pada akhir Repelita II bahkan mencapai hampir 46 kali, suatu jumlah yang cukup besar yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. 4. Deposito berjangka, TABANAS dan TASKA Deposito berjangka yang diatur berdasarkan INPRES No. 28 tahun 1968 merupakan salah satu sumber dana terbesar bagi bankbank Pemerintah. Dari Tabel III 10 dapat diikuti perkembangan deposito berjangka pada bank-bank Pemerintah. Selama Repelita II jumlah deposito berjangka INPRES meningkat menjadi hampir lima kali sehingga pada akhir Maret 1979 mencapai Rp 707,9 milyar. Dalam tahun 1974/75 jumlah deposito berjangka mengalami kenaikan sebesar Rp 124,6 milyar (86,6%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini mencerminkan bahwa suku bunga yang ditetapkan pada bulan April 1974 cukup merangsang masyarakat untuk menanamkan dana-nya dalam bentuk simpanan deposito tersebut. Selanjutnya dalam tahuntahun 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79 kenaikan jumlah deposito berjangka cenderung menurun masing-masing sebesar 66,3%, 41,2%, 8,9% dan 3,1%. Adapun kenaikan-kenaikan yang semakin menurun tersebut berkaitan erat dengan dilakukannya beberapa kali penurunan suku bunga dan dipengaruhi pula oleh tindakan devaluasi pada tanggal 15 Nopember 1978. Perkembangan deposito berjangka sebelum devaluasi selama periode April Oktober 1978 masih tetap menunjukkan kenaikan sebesar Rp 38,2 milyar atau 5,6% walaupun

202

TABEL III - 9 PERKEMBANGAN DANA PERKREDITAN, 1) 1969 (Maret), 1973 - 1978/79 ( dalam milyar rupiah )
Akhir Tahun/ Bulan Deposito BerGiro jangka 2) dan Tabungan 3) Lain-lain
4)

Persentase Kenaikan JUMLAH Kenaikan Tahun/Triwulan bulan

1969 (Maret) 1973 1973/74 1974 1974/75 1975 1975/76 1976 1976/77 5) 1977 5) 1977/785 ) Juni September Desember Maret 1978 1978/79 6) April Mel Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret 0)

46,1 379,5 498,6 556,8 624,5 724,1 874,1 977,8 1.101,4 1.143,9

26,6 373,2 460,9 626,3 697,4 840,4 896,2 1.083,1 1.152,4 1.249,8 1.186,9 1.209,4 1.249,8 1.277,2 1.501,9 1.287,1 1.299,9 1.329,5 1.363,0 1.356,3 1.353,5 1.359,5 1.462,4 1.501,9 1.561,0 1.634,4 1.696,5

1,6 208,5 203,8 335,5 354,2 199,0 200,4 231,1 238,7 325,0 275,8 309,9 326,0 290,8 405,5 252,2 257,5 269,9 258,7 277,2 313,2 319,6 367,0 405,5 214,9 163,5 130,6

74,3 961,2 1.163,3 1.518,6 1.676,1 1.763,5 1.970,7 2.292,0 2.492,5 2.718,7 2.751,0 2.601,8 2.657,2 2.718,7 2.751,0 3.474,2 2.753,0 2.792,0 2.877,7 2.942,4 2.913,8 3.026,9 3.048,9 3.318,8 3.474,2 3.282,2 3.353,9 3,406,4 + 350,5 + 444,8 + 557,4 + + + + + + + 512,8 244,9 294,6 528,5 521,8 426,7 258,5 + 57,4 + 61,9 + 58,0 + + + + + + + + + + + 44,1 16,1 17,6 30,0 26,5 18,6 10,4 4,4 2,1 2,3 1,2

1.139,1 1.137,9 1,143,9 1.183,0 1.568,8 1.213, 7 1.234,6 1.288,3 1.320,7 1.280,3 1.360,2 1.369,8 1.489,4 1.666,8 1.506,3 1.556,0 1 579,3

+ 109,3 + 55,4 + 61,5 + 32,3

+ 755,5 3 .4 06 , 4 + 655,4 + + + + + + + + + + 2,0 39,0 85,7 64,7 28,6 113,1 22,0 269,9 155,4 192,0 71,7 52,5

+ 27,8 + 23,8 + + + + + + + + + + 0,1 1,4 3,1 2,2 1,0 3,9 0,7 8,8 4,7 5,5 2,2 1,6

4,6

5,2

+ 14,8

1,9

1) Baik dalam rupiah maupun valuta asing. Tidak termasuk rekening-rekening antar bank. 2) Termasuk sertifikat deposito. 3) Termasuk Tabanas dan Taska.

4) 5)
6)

Terdiri dari simpanan lainnya termasuk pinjaman yang diterima dan setoran jaminan. Angka diperbaiki. Angka perkiraan.

203

TABEL III - 10 PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK PEMERINTAH, 1969 (Maret), 1973 - 1978/79 (dalam milyar rupiah)
Persentase Kenaikan Tahun/ bulan Triwulan

Akhir Tahun/ Bulan

24 Bulan

18 Bulan

12 Bulan

6 Bulan

3 Bulan ke bawah

Jumlah

Kenaikan

1969 (Maret) 1973 1973/74 1974 1974/75 1975 1975/76 1976 1976/77 Juni September Desember Maret 1977 1977/78 Juni September Desember Maret 1978 1978/79 April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret 622,5 622,7 822,0 621,5 626,9 623,9 623,2 620,2 609,0 606,3 608,1 608,2 0,5 0,4 554,6 577,8 604,8 615,9 609,0 2,7 2,3 1,9 0,6 -

10,8 129,4 129,7 37,2 29,6 27,3 29,4 48,5 39,7 47,4 48,5 48,5 33,5

3,7 14,1 9,3 8,3 10,2 9,2 11,5 25,0 19,4 24,1 25,0 24,4 40,7

1,0 5,4 4,9 5,1 7,9 4,0 4,4 16,6 9,1 9,8 16,6 10,7 10,9

16,4 148,9 143,9 238,6 268,5 386,3 446,5 611,7 630,5 503,0 656,3 611,7 630,5 691,8 686,9 + + 3,1 5,3 89,7 + 2,1 3,6 + 60,2 + 86,6 + 61,9 + 66,3 + 58,3 + 41,2 + 12,7 + 10,8 + 10,0 + + + + + + + 3,1 8,9 2,1 3,5 3,8 0,7 2,1 3,1 + 1,1 0 + 3,0 + + + + + 1,9 1,1 0,7 0,1 0,5

179,9 210,6 335,5 394,2 517,8 430,2 471,2 517,6 543,3 604,8

8,1 10,2 10,3 7,0 4,0 4,6 3,8 4,0 3,6 1,9

+ 124,6 + 147,7 + 178,0 + 225,4 + 184,0 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 56,5 53,3 55,4 18,8 80,1 56,4 13,3 22,8 25,2 4,9 14,8 21,0 7,5 0,0 13,1 8,1 5,0 0,7 3,8 4,9 13,6 7,5 0,2 6,4

+ 13,1

42,1 33,9 33,5 34,6 42,1 35,9 40,6 39,0 39,9 39,8 39,5 41,2 39,8 42,1 38,4 37,9 36,3

31,6 43,5 40,7 34,3 51,7 33,8 28,9 44,6 52,4 52,0 65,7 57,9 57,6 51,7 61,1 60,2 56,3

12,8 9,1 10,9 1,5 3,8 1,7 1,9 1,9 1,8 1,9 2,2 2,8 2,6 3,8 8,3 8,1 5,1

643,8 666,6 891,8 086,9 706,6 707,9 664,4 694,4 707,6 715,6 720,6 721,3 725,1 720,2 706,6 714,1 714,3 707,9

1,9

2,0

- 0,7 - 1,9 + 1,1 0 - 0,9

0,2

204

suku bunga deposito telah diturunkan sejak 1 Januari 1978. Kenaikan ini mencerminkan pula rendahnya laju inflasi selama periode tersebut sebesar hanya 2,4%. Akan tetapi dengan diambilnya tindakan devaluasi pada tanggal 15 Nopember 1978, perkembangan deposito mulai memperlihatkan kecenderungan menurun, sehingga jumlahnya pada akhir Maret 1979 menjadi Rp. 707,9 milyar yang berarti turun dengan 2,4% dibandingkan dengan posisi pada akhir bulan Oktober 1978. Apabila dibandingkan dengan keadaan sebelum Repelita I (Maret 1969) maka jumlah deposito berjangka selama 10 tahun telah meningkat menjadi lebih dari 43 kali. Hingga akhir Maret 1979, jumlah deposito berjangka 24 bulan masih tetap merupakan bagian terbesar dari keseluruhan deposito INPRES, namun dalam tahun 1978/79 perkembangan deposito berjangka waktu 6 bulan mengalami kenaikan yang lebih pesat sebesar sekitar 70,0% dibandingkan dengan deposito berjangka waktu 24 bulan maupun yang 12 bulan, sehingga peranannya meningkat dari 5,0% pada akhir Maret 1978 menjadi 8,2% pada akhir Maret 1979. Gerakan TABANAS dan TASKA yang dimulai sejak tahun 1971 merupakan usaha Pemerintah yang bersifat mendidik untuk memupuk kebiasaan menabung di kalangan masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. Pada tahap pertama pendidikan tersebut ditekankan kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap terutama pegawai negeri dan kepada golongan generasi muda. Selama Repelita II terus diadakan penyempurnaan-penyempurnaan baik di dalam pemberian perangsang maupun dalam sistem serta tata cara penyelenggaraan tabungan. Pemberian perangsang terutama dilakukan dengan menetapkan suku bunga yang cukup menarik disertai dengan pemberian subsidi oleh Pemerintah kepada bank-bank penyelenggara tabungan. Pemberian perangsang berupa bunga tersebut senantiasa diselaraskan dengan perkembangan keadaan ekonomi dan keuangan serta perkembangan suku bunga kredit dan suku bunga dari bentuk-bentuk dana lainnya. Perangsang lainnya yang diberikan berbentuk antara lain pemberian hadiah dengan cara undian, dan dalam hal TASKA diberikan perangsang dalam bentuk asuransi jiwa. Pada mulanya sis- tem undian pada TABANAS didasarkan pada jumlah tabungan, namun

205

mengingat bahwa undian hadiah hanya merupakan perangsang dan bukan tujuan gerakan tabungan, maka mulai tahun 1976/77 sistem undian didasarkan pada jumlah buku TABANAS. Dengan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas maka selama Repelita II jumlah TABANAS dan TASKA telah meningkat dari Rp 36,9 milyar dengan 3.030.632 penabung pada akhir Maret 1974 menjadi Rp 200,0 milyar dengan 7.608.926 penabung pada akhir Maret 1979. Perkembangan yang pesat dari TABANAS dan TASKA terjadi selama 4 tahun pertama Repelita II di mana rata-rata persentase kenaikannya adalah 46,4% setahun, sedangkan dalam tahun terakhir hanya menunjukkan peningkatan sebesar 18,1 %. Perkembangan ini sejalan dengan penyesuaian suku bunga yang diadakan pada tanggal 9 April 1974 dan 13 Januari 1977. TASKA merupakan bentuk tabungan yang didorong dengan pemberian bunga yang menarik dan juga dikaitkan dengan asuransi jiwa. Jumlah TASKA selama periode 1977/78 dan 1978/79 cenderung memperlihatkan penurunan. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh banyaknya saingan dari perusahaan-perusahaan asuransi yang menawarkan syarat-syarat yang lebih menarik. Di samping itu TABANAS dan Deposito INPRES ternyata lebih menarik bagi masyarakat dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk TASKA. Pada akhir tahun 1973/74 jumlah TABANAS baru mencapai Rp 36,8 juta akan tetapi kemudian terus meningkat menjadi Rp 199,9 juta pada akhir tahun 1978/79. Jumlah penabungnya meningkat dari 3.019.497 pada akhir Repelita I menjadi 7.602.636 penabung pada akhir Repelita II. Perkembangan TASKA menunjukkan jumlah Rp 78 juta pada akhir tahun 1973/74 tetapi kemudian meningkat menjadi Rp 188 juta pada akhir tahun 1976/77. Jumlah tersebut kemudian menurun sehingga pada akhir Repelita II hanya mencapai Rp 116 juta dengan 6.290 penabung. Perkembangan jumlah TABANAS dan TASKA dapat diikuti pada Tabel III 11. Guna memupuk kebiasaan menabung di kalangan generasi muda, pada tahun 1974 telah dilaksanakan pula program PERATA P3 (Peningkatan Gerakan Tabungan Pemuda, Pelajar dan Pramuka) yang

206

TABEL III - 11 P E R K EMBANGAN

1971, 1973 - 1978/79

T A B A N A S D A N T A S K A , 1)

Akhir Tahun/Bulan

TABANAS 2) Posisi Penabun (jutaan g rupiah) 867.239 2.870.6 03 3.019.4 97 3.450.1 48 3.049.8 96 4.110.8 72 4.325.3 87 5.429.9 81 6.566.3

TASKA Posis i Penabung (juta an 36 84 78 74 84 11 4 12 7 15 8 18 8 13 10 8 15 1 13 8 12 3 12 0 12 2 12 1 12 3 12 4 12 2 12 5 13 1 12 0 12 0 11 3 11 4 11 6

JUMLAH Posisi (jutaa Penabu n ng rupiah 887.20 6 2.882. 385 3.030. 632 3.458. 903 3.658. 554 4.120. 221 4.335. 675 5.440. 817 6.576. 787 6.873. 6.704. 329 6.879. 800 6.873, 136 6.968. 402 7.465. 836 7.104. 332 7.193. 318 7.237. 766 7.292. 330 7.263. 282 7.313. 778 7.376. 553 7.422. 270 7.465. 836 7.502. 421 7.567. 057 7.608. 926 5.023 32.54 9' 36.85 5 44.05 8 54.28 9 70.24 5 82.00 0 109.3 05, 123.3 05. 153.7

1971 1973 1973/74 1974 1974/75 1975 1975/76 1976 1976/77 1977 1077/78 Juni September Desember Maret 1978 1978/79 April M ei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret

4.992 19.967 32.465 11.782 36.777 11.135 43.984 8.755 54.205 70.131 8.658 9.349

81.873 10.288 109.147 10.836 123.117 10.402 135.592 135.643 143.474 153.592 169.274 191.462 176.347 178.893 181.005 181 580 183.559 188.618 193.973 191.794 191.462 195.950 199.789 199.876 8.735 9.060 8.727 8.735 7.911 6.873 7.551 7.402 7.499 7.259 6.551 6.600 6.522 6.822 6.873 6.801 6.586 6.290

85 6.864.4

6.695.2 69 6.871.0 73 6.864.4 01 6.960.4 91 7.459.9 63 7.096.7 51 7.185.9 16 7.230.2 67 7.285.0 71 7.256.7 31 7.307.1 78 7.370.0 31 7.415.4 48 7.458.9

135.8 01 143.6 25. 153.7 30 169.3 97 191.5 82 176.4 69179.0 14181.1 28 181.7 04 183.6 61 188.7 43 194.1

04 191.9 14 191.5 82 196.0 63 199.9 03 199.9 92

63 7.495.6 20 7.560.4 71 7.602.6 36

1) Meliputi TABANAS dan TASKA pada Bank-Bank Umum Pemerintah, Bank Tabungan Negara dan beberapa Bank Swasta Nasional.

2) Termasuk Tabungan Pelajar dan Pramuka.


207

di dalam Repelita II tatacara pelaksanaannya telah semakin disempurnakan. Dalam tahun 1976/77 telah dilaksanakan pula program tabungan pegawai, yang bertujuan untuk meningkatkan kebiasaan menabung di kalangan pegawai negeri dan ABRI. Selanjutnya dalam tahun 1978/79 diambil langkah-langkah untuk meningkatkan program Ta-bungan di kalangan Pemuda, Pelajar dan Pramuka (TAPPELPRAM) yang merupakan bagian dari PERATA P3. Melalui TAPPELPRAM ini sasaran gerakan diperluas hingga menjangkau para pelajar di sekolahsekolah atau kursus-kursus dan dimasukkan unsur pengenalan bank ke dalam program pendidikan di sekolah. Pengaruhnya terlihat pada perkembangan jumlah tabungan Pemuda, Pelajar dan Pramuka yang telah meningkat dari Rp 314,0 juta menjadi Rp 505,0 juta pada ,akhir Maret 1979. Walaupun jumlah penabung selama periode yang lama mengalami sedikit penurunan yaitu dari 854.846 orang menjadi 832.956 orang. Dengan penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan pada PERATA P3 dalam tahun 1978/79 maka diharapkan jum- lah penabung terutama di kalangan Pemuda dan Pelajar akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang. Selanjutnya sejak dibentuknya program tabungan pegawai maka selama tahun 1976/77 hingga tahun 1978/79 jumlah tabungan pegawai telah meningkat dari Rp 3.236,0 juta dengan 694.752 penabung menjadi Rp 7.561,0 juta dengan jumlah penabung 826.033 orang. Program Ongkos Naik Haji (ONH) adalah merupakan program angsuran penyetoran ongkos naik haji dengan memberikan diskonto kepada calon jemaah. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong para jemaah haji untuk menyetorkan ONH nya seawal mungkin. Cara pembayaran yang demikian juga dimaksudkan agar tidak memberatkan calon jemaah haji. Bank-bank yang ditunjuk sebagai penyimpan ONH tersebut adalah Bank Negara Indonesia 1946, Bank Rakyat Indonesia dan untuk wilayah Irian Jaya ditunjuk Bank Ekspor Impor Indonesia Penerimaan setoran ONH oleh Bank-bank tersebut merupakan salah satu sumber dana yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan usahanya menjelang timbulnya kewajiban penyetoran kepada Pemerintah. Kecuali dalam tahun 1976/77, jumlah ONH yang disetor selama

208

Repelita II senantiasa menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah ONH dalam tahun 1974/75 adalah Rp 38 milyar, dalam tahun 1975/76 Rp 39 milyar, kemudian menurun menjadi Rp 23 milyar dalam tahun 1976/77 dan dalam tahun 1977/78 meningkat lagi menjadi Rp 27 milyar. Adapun jumlah calon jemaah haji adalah 66.836 orang dalam tahun 1974/75, 54.286 orang dalam tahun 1975/ 76, 25.335 orang dalam tahun 1976/1977 dan 32.468 orang dalam tahun 1977/78. Dalam tahun terakhir Repelita II (1978/79) telah diambil kebijaksanaan berupa pemberangkatan calon jemaah haji dengan pesawat udara dan diturunkan ONH dari Rp 816 ribu menjadi Rp 766 ribu. Oleh karena itu maka jumlah ONH untuk musim haji tahun 1978/79 menunjukkan kenaikan yang cukup besar yaitu dengan 103,7% sehingga pada akhir Maret 1979 mencapai jumlah Rp 55 milyar sedangkan calon jemaah haji meningkat dengan 122,4% sehingga mencapai 72.213 orang pada akhir Maret 1979. 5. Suku Bunga Pengaturan suku bunga, baik suku bunga deposito dan tabungan maupun suku bunga kredit mempunyai arti yang penting sebagai salah satu alat kebijaksanaan moneter di dalam mengerahkan danadana masyarakat dan mengarahkan kredit ke sektorsektor yang diprioritaskan. Dalam kebijaksanaan penetapan suku bunga kredit dipertimbangkan pula sasaran untuk meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah di dalam pembangunan. Penetapan suku bunga baik mengenai suku bunga kredit perbankan maupun suku bunga deposito dan tabungan selalu disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan moneter yang terjadi. Selama Repelita II (tahun 1974/75 sampai dengan 209

tahun 1978/ 79) kebijaksanaan suku bunga telah empat kali mengalami penyesuaian, yakni dua kali dalam tahun 1974 dan selanjutnya dalam tahun 1976 dan 1978. Penyesuaian pertama dilakukan pada tanggal 9 April 1974, yang pada pokoknya menaikkan suku bunga kredit seja-lan dengan kebijaksanaan pengendalian inflasi. Suku bunga kredit bank-bank Pemerintah dinaikkan secara selektif dengan tetap mempertahan-

kan suku bunga yang relatif rendah bagi kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan seperti kredit untuk Bimas, KIK/KMKP serta kredit untuk pengadaan pangan dan produksi. Adapun suku bunga kredit investasi yang semula ditetapkan 12% setahun untuk semua golong-an dinaikkan menjadi 15% setahun bagi golongan III (Rp 100 juta s/d Rp 300 juta) dan IV (di atas Rp 300 juta). Perubahan ketentuan suku bunga ini diadakan bersamaan dengan dilaksanakannya kebijaksanaan pembatasan pertambahan volume kredit dan aktiva lainnya dari perbankan. Dengan menurunnya laju inflasi, maka pada tanggal 28 Desember 1974 diadakan perubahan lagi berupa penurunan suku bunga beberapa jenis kredit jangka pendek seperti kredit untuk ekspor, produksi barang ekspor dan perdagangan dalam negeri. Suku bunga kredit investasi, KIK dan KMKP tidak mengalami perubahan yaitu tetap 12% setahun bagi kredit investasi golongan I, II dan KIK, serta 15% setahun bagi kredit investasi golongan III, IV dan KMKP. Selanjutnya oleh karena adanya indikasi bahwa kegiatan ekspor cenderung menurun, maka untuk lebih menggalakkan ekspor diadakan lagi perubahan suku bunga yang merupakan bagian dari paket 1 April 1976. Menurut ketentuan tersebut suku bunga kredit ekspor dan produksi barang ekspor diturunkan dari 15% menjadi 12% setahun. Sejalan dengan itu suku bunga kredit likwiditas Bank Indonesia untuk ekspor dan produksi barang ekspor juga diturunkan dari 10% menjadi 5% setahun. Akhirnya mengingat perkembangan harga yang semakin mantap, untuk terakhir kalinya selama Repelita II, diadakan perubahan suku bunga yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1978. Perubahan tersebut berupa penurunan suku bunga kredit yang meliputi baik kredit modal kerja, KIK dan KMKP maupun suku bunga kredit investasi. Dengan demikian maka sejak 1 Januari 1978 suku bunga kredit jangka pendek bank-bank yang semula berkisar antara 9% sampai 24% setahun diturunkan menjadi berkisar antara 9% sampai 21% setahun. Ketentuan 1 Januari 1978 juga mengadakan perubahan dan penggeseran atas bidang-bidang yang diprioritaskan sehingga beberapa bidang yang menurut ketentuan lama kurang diprioritaskan, menurut ketentuan baru diberikan prioritas yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan perincian penggunaan kredit ber-

210

tambah menjadi 25 jenis yang dikelompokkan ke dalam 6 golongan suku bunga, sedangkan sebelumnya terdiri atas 18 jenis. Suku bunga untuk KIK dan KMKP serta kredit investasi juga mengalami penurunan. Suku bunga KIK dan KMKP turun menjadi masing-masing 10,5% dan 12% setahun, sedangkan sebelumnya masing-masing adalah 12% dan 15% setahun. Adapun suku bunga kredit investasi yang mengalami perubahan adalah golongan I, III dan IV, di mana untuk golongan I dikenakan bunga 10,5% setahun sedangkan untuk golongan III dan IV 13,5% setahun. Sehubungan dengan perubahan suku bunga tersebut diadakan pula penyesuaian suku bunga kredit likwiditas Bank Indonesia yang semula berkisar antara 3% sampai 10% setahun menjadi ber kisar antara 3% sampai 6% setahun. Di samping itu terdapat beberapa sektor usaha yang menurut ketentuan lama tidak mendapat pinjaman kredit likwiditas Bank Indonesia, namun menurut ketentuan 1 Januari 1978 mulai mendapat kredit likwiditas sesuai dengan golongan prioritasnya. Kemudian dalam tahun 1978/79 telah diadakan pula penyempurnaan dalam ketentuan mengenai suku bunga beberapa jenis kredit yang meliputi antara lain kredit untuk ekspor dan produksi barang ekspor serta kredit untuk biaya lokal dalam rangka bantuan proyek yang dibiayai dengan dana perbankan. Sejak bulan April 1978 suku bunga kredit kepada produsen-eksportir dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Perusahaan Asing disamakan dengan suku bunga kredit kepada produsen-eksportir nasional yang dilaksanakan oleh Bank-bank Pemerintah. Besarnya suku bunga kredit tersebut adalah 12% setahun, sedangkan suku bunga kredit likwiditasnya adalah 4% setahun. Selanjutnya mulai bulan Juni 1978 Bank-bank devisa swasta nasional telah diberi kesempatan untuk menyalurkan kredit kepada eksportir dan produsen-eksportir berdasarkan ketentuan-keten tuan suku bunga dan persyaratan-persyaratan yang berlaku bagi Bankbank Pemerintah, dengan mendapat kredit likwiditas dari Bank Indonesia. Besarnya suku bunga kredit likwiditas tersebut adalah 4% setahun namun apabila terjadi penyimpangan dari penggunaan pinjaman dimaksud,. maka suku bunga kredit likwiditasnya dibebankan sebesar 7,5% setahun, sesuai dengan suku bunga kredit likwiditas yang berlaku bagi kelompok bank tersebut. Sementara itu terhadap kredit investasi untuk biaya lokal dalam rangka bantuan proyek, dalam tahun

211

1978/79 telah dilakukan penggolongan dan pembebanan suku bunganya sesuai dengan penggolongan dan ketentuan suku bunga kredit investasi menurut ketentuan Bank Indonesia pada tanggal 1 Januari 1978. Adapun suku bunga kredit likwiditasnya ditetapkan lebih tinggi dari pada kredit investasi biasa yakni masing-masing 7% dan 9% untuk golongan I dan II serta masing-masing 11% untuk golongan III dan IV. Suku bunga kredit likwiditas yang lebih tinggi tersebut antara lain disebabkan oleh bagian pembiayaan Bank Indonesia yang lebih besar (90%) dibandingkan dengan kredit investasi lainnya. Perkembangan suku bunga kredit bank-bank Pemerintah dapat diikuti pada Tabel III 12. Selama Repelita II penyesuaian suku bunga deposito berjangka INPRES dilakukan sebanyak 4 kali. Penyesuaian pertama dilakukan dalam bulan April 1974 berupa peningkatan suku bunga, di samping diadakannya deposito berjangka 18 bulan dan 24 bulan. Langkah ini diambil sehubungan dengan meningkatnya laju inflasi pada bulanbulan pertama tahun 1974. Besarnya suku bunga dirubah menjadi berkisar antara 6% setahun untuk jangka waktu kurang dari 3 bulan sampai 30% setahun untuk deposito 24 bulan. Penyesuaian-penyesuaian berikutnya diadakan lagi pada bulan Desember 1974, Januari 1977 dan Januari 1978 berupa penurunan suku bunga sehubungan dengan semakin meredanya inflasi dan penghapusan deposito berjangka 18 bulan terhitung mulai 13 Januari 1977. Adapun besarnya suku bunga deposito berjangka INPRES sejak Januari 1978 adalah 6% setahun untuk jangka waktu 6 bulan dan 9% setahun untuk jangka waktu 12 bulan. Bagi deposito berjangka 24 bulan besarnya suku bunga adalah 15% setahun untuk jumlah sampai dengan Rp 2,5 juta serta 12% untuk jumlah selebihnya. Perkembangan mengenai suku bunga deposito berjangka INPRES dapat diikuti pada Tabel III 13 dan Grafik III 5. Perubahan suku bunga TABANAS/TASKA selama Repelita II dilakukan dua kali searah dengan perubahan tingkat suku bunga deposito berjangka INPRES. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan pada tanggal 9 April 1974 dan 13 Januari 1977. Pada tanggal 9 April 1974 suku bunga TABANAS ditetapkan sebesar 18% setahun untuk saldo

212

TABEL III 12 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DAN GOLONGAN SUKU BUNGA PINJAMAN MENURUT SEKTOR-SEKTOR EKONOMI 1973/74 1978/79

213

tabungan Rp 200.000, pertama dan 9% untuk saldo di atas Rp 200.000, sedangkan sebelumnya adalah 15% untuk saldo Rp 100.000, pertama dan 9% untuk saldo di atas Rp 100.000,-Sejak 13 Januari 1977 suku bunga TABANAS diturunkan kembali menjadi 15% untuk saldo Rp 200.000, pertama dan 6% untuk saldo di atas Rp 200.000,. Sedangkan suku bunga TASKA yang semula ditetapkan sebesar 15% setahun diturunkan menjadi 9% setahun dan diberikan kepada penabung yang telah mengangsur penuh. Pada. 1 Januari 1978 suku bunga TABANAS dan TASKA tidak mengalami perubahan dengan pertimbangan bahwa penabung TABANAS/ TASKA tersebut pada umumnya terdiri dari golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Sehubungan bunga sertifikat deposito menunjukkan tingkat tertinggi pada tahun pertama Repelita II. Suku bunga pada tahun tersebut berkisar antara 10,8% dan 20,5% dengan jangka waktu antara 1 minggu dan 12 bulan. Hal ini berkaitan erat dengan meningkatnya laju inflasi dalam tahun tersebut. Namun pada tahun-tahun berikutnya suku bunga sertifikat deposito senantiasa menunjukkan kecenderungan menurun sehingga menjadi berkisar antara 2 1 / 2% dan 12% dalam tahun 1978/79. Sehubungan dengan keputusan Pemerintah mengenai penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1978 maka dalam tahun 1978/79 diadakan pula penyesuaian besarnya jasa atas simpanan giro bank-bank Pemerintah menjadi 1,8% untuk jumlah Rp 1 juta sampai dengan Rp 50 juta, 3% untuk jumlah di atas Rp 50 juta sedangkan untuk jumlah di bawah Rp 1 juta ditetapkan oleh masing-masing bank. Adapun besarnya jasa giro yang diberikan oleh bank-bank swasta nasional dan bank-bank asing pada umumnya tidak jauh berbeda dengan jasa giro yang berlaku pada bank-bank Pemerintah. 6. Kredit Investasi

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tanggal 7 Maret 1969 maka untuk pertama kalinya mulai dilaksanakan pemberian kredit investasi oleh bank-bank Pemerintah dan dimaksudkan untuk mem-

214

TABEL III13 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH, 1969 (Maret), 1973/74 1978/79 (bunga bulanan dalam persentase) Berlaku mulai Kurang dari 3 bulan 1,50 0,50 0,50 0,50 0,25 1) 3 bulan 6 bulan 4,00 1,00 1,00 1,00 0,75 0,50 12 bulan 18 bulan 24 bulan

1 Maret 1969 7 1 April 1973 2 9 April 1974 2 Desember 1974 8 1 Januari 1977 3 1 Januari 1978

300 0,75 0,75 0,75 0,50 1)

5,00 1,25 1,50 1,25 1,00 0,75 2,00 1,75 2,50 2,00 1,50 1,25 2) 1,00 3)

1) Deposito berjangka waktu 3 bulan bunganya ditetapkan oleh bank-bank penyelenggara deposito berjangka. 2) Untuk simpanan sampai dengan Rp. 2.500.000, 3) Untuk simpanan di atas Rp. 2.500.000,

215

216

biayai rehabilitasi, dan investasi di pelbagai sektor terutama sektor pertanian, pertambangan, industri, perhubungan dan pariwisata. Pada waktu itu kredit investasi merupakan program kredit jangka menengah dengan jangka waktu 3 sampai 5 tahun dan dengan suku bunga 12% setahun. Bagi proyek-proyek yang akan mendapatkan kredit investasi ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari jumlah investasi harus dibiayai dengan dana sendiri. Untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi kepada proyek-proyek yang relatif kecil dan yang kebanyakan dilaksanakan oleh pengusaha-pengusaha pribumi, maka pada bulan. April 1973 kredit investasi dikelompokkan ke dalam 4 golongan berdasarkan besarnya pinjaman dengan jumlah masing-masing untuk golongan I sampai dengan Rp 25 juta, untuk golongan II di atas Rp 25 juta sampai dengan Rp 100 juta, untuk golongan III di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 300 juta dan untuk golongan IV di atas Rp 300 juta. Juga ditetapkan suatu sasaran bahwa kredit investasi golongan I dan II harus mencapai 65% dari seluruh kredit investasi. Bagian investasi yang harus dibiayai dengan dana sendiri bagi proyek-proyek prioritas ditetapkan sebesar 25% untuk golongan I sampai dengan III, sedangkan untuk golongan IV 35%. Untuk proyek-proyek non-prioritas, semua golongan debitur diharuskan membiayai 50% dari jumlah investasi. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan bantuan kepada pengusaha kecil pribumi, maka pada bulan Pebruari 1974 dikeluarkan ketentuan baru yang menggariskan bahwa kredit investasi bank-bank Pemerintah hanya diberikan kepada perusahaan-perusahaan pribumi. Kemudian di dalam tahun 1976/1977 mulai disediakan fasilitas kredit bagi Pemerintah daerah Kabupaten/Kotamadya untuk pembangunan dan pemugaran pasar-pasar khususnya dalam rangka penyediaan fasilitas yang cukup bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di pasar-pasar. Di dalam mendapatkan kredit tersebut, Pemerintah Daerah memperoleh bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat melalui INPRES Pasar. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk memungkinkan Pemerintah Daerah mendapatkan kredit tanpa bunga dan melunasi pinjaman tersebut dalam jangka waktu yang cukup panjang yakni sampai 10 tahun. Untuk keperluan tersebut dalam tahun 1976/77, 1977/78 dan 1978/79 217

telah disediakan fasilitas perkreditan bank masing-masing sebesar Rp 20 milyar, Rp 25 milyar dan Rp 30 milyar. Kebijaksanaan terakhir yang diambil pada tanggal 1 Januari 1978, meliputi perubahan jangka waktu, peningkatan jumlah maksimum untuk masing-masing golongan kredit investasi serta penurunan suku bunga. menurut ketentuan tersebut jangka waktu kredit investasi diperpanjang menjadi maksimum 10 tahun termasuk masa tenggang 4 tahun. Perpanjangan tersebut dimaksudkan agar debitur dapat melunasi pinjamannya dengan jumlah angsuran yang relatif lebih kecil. Adapun jumlah maksimum untuk masing-masing golongan pinjaman ditetapkan menjadi golongan I sampai dengan Rp. 75 juta, golongan II di atas Rp. 75 juta sampai dengan Rp. 200 juta, golongan III di atas Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta dan golongan IV di atas Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 1.500 juta. Selanjutnya ditetapkan pula bahwa bagi investasi yang memerlukan pembiayaan dengan kredit lebih dari Rp 1.500 juta dan/atau kredit yang berjangka waktu lebih dari 10 tahun, pembiayaannya dapat dilakukan oleh BAPINDO, dengan pembatasan bahwa jangka waktu kredit tidak boleh melebihi 15 tahun dengan masa tenggang tidak lebih dari 6 tahun. Tindakan untuk memperluas bantuan kredit investasi tersebut diambil dalam rangka peningkatan kegiatan pembangunan di dalam negeri serta penyesuaiannya dengan sifat dari investasi-investasi tertentu yang membutuhkan tenggang waktu yang lebih panjang sebelum menghasilkan. Langkah-langkah yang diambil dalam tahun 1978/79 mengenai kredit investasi merupakan penyesuaian dan penyempurnaan dari kebijaksanaan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyederhanaan tata cara pemberian kredit investasi dan penyesuaian bidang usaha yang dapat diberi kredit investasi. Dalam rangka penyempurnaan tata cara pemberian kredit inves tasi, maka mulai bulan September 1978 bank-bank Pemerintah diberi wewenang untuk memutus sendiri pemberian kredit sampai dengan Rp. 200 juta dan kredit sampai dengan Rp. 300 juta sepanjang proyek tersebut merupakan bidang utama bank yang bersangkutan. Di sam-

218

ping itu bank-bank tersebut juga dapat memutus sendiri pemberian kredit dengan jaminan Pemerintah dan kredit-kredit dalam rangka pembiayaan bersama (konsorsium). Perlu ditambahkan bahwa menurut ketentuan sebelumnya wewenang bank pelaksana dalam pemutusan pinjaman tersebut terbatas pada kredit yang berjumlah Rp. 100 juta ke bawah. Selain dari pada itu jumlah kredit yang harus diberikan dengan cara pembiayaan bersama dinaikkan dari Rp. 300 juta menjadi Rp. 500 juta. Sementara itu mulai awal tahun 1979 kredit investasi untuk pendirian penggilingan padi, huller dan penyosohan beras tidak diperke nankan lagi, kecuali untuk beberapa propinsi tertentu. Tindakan ini diambil karena sudah jenuhnya bidang usaha tersebut. Tabel III14 dan Grafik III6 memberikan gambaran jumlah realisasi maupun jumlah yang disetujui dari kredit investasi. Realisasi pemberian kredit investasi yang dimulai pada awal tahun 1969/70 mencapai jumlah Rp. 119,3 milyar pada akhir 1973/74 dan selama Repelita 11 meningkat menjadi hampir 3 kali lipat, sehingga mencapai Rp. 337,2 milyar pada akhir Maret 1979. Ini berarti suatu kenaikan total sebesar Rp. 217,9 milyar (182,6%) atau suatu kenaikan rata-rata selama Repelita II sebesar 23,1% setahun. Kenaikan tersebut adalah sejalan dengan peningkatan kegiatan usaha pada umumnya serta adanya tata cara pemberian kredit yang semakin baik dengan persyaratan-persyaratan yang semakin ringan. Apabila dilihat perkembangan realisasi kredit investasi dari tahun ke tahun maka persentase kenaikan sebesar 9,4% dalam tahun 1977/ 78 merupakan persentase kenaikan yang terendah selama Repelita II. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya pelunasan-pelunasan dalam jumlah yang cukup besar dari kredit-kredit investasi yang jatuh tempo. Sektor-sektor ekonomi utama yang mendapat pembiayaan kredit investasi adalah sektor perindustrian, perhubungan dan pariwisata serta pertanian. Pada akhir tahun 1974/75 dan 1975/76 bidang perindustrian tercatat paling banyak mendapat fasilitas kredit investasi, yaitu masing-masing sebesar Rp. 72,4 milyar atau 50,7% dari seluruh realisasi kredit investasi dan Rp. 81,9 milyar (41,7%), akan tetapi pada

219

TABEL I l l - 14 PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI MENURUT SEKTOR EKONOMI 1) 1969 (Juni), 1973174 1978/79 (dalam milyar rupiah) Perhubungan dan Pariwisata Akhir Tahun/ Bulan 1969 (Juni) 1973/74 Juni September Desember Maret 1974/75 Juni September Desember Mar et 1975/76 Juni September Desember Maret 1976/77 Juni September Desember Maret 1977/78 Juni September Desember 2) Maret 1978/79 April Mei Juni Juli 3) Agustus 3) September 3) Oktober 3) Nopember 3) December 3) januari 31 Pebruari 3) Maret 31 70 ,, 70,6 74,9 75,1 75,4 75,9 76,3 76,9 77,0 11,2 77,7 78,0 57,1 58,0 60,6 60,5 60,7 61,2 61,6 61,9 61,9 62,1 62,4 62,6 153,2 154,4 154,4 157,3 159,4 161,0 161,6 165,8 167,8 168,2 169,1 176,7 109,7 110,9 1132 113,0 133,3 114,4 715,0 116,3 115,6 116,2 117,3 119,8 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 33 3,3 33 126,1 127,5 121,6 128,5 129,1 129,7 139,0 155,1 156,8 157,6 158,3 158,8 105,1 105,9 103,1 102,9 103,2 104,2 1053 131,1 132,6 133,1 134,2 135,4 18,8 20,6 20,0 20,4 20,5 20,8 209 21,2 215 21,8 22,0 224 13,6 14,9 15,6 75,5 15,6 15,8 153 16,4 15,9 76,1 16,1 16,1 32,3 59,2 61,8 69,5 45,2 49,9 52,1 56,8 137,0 136,7 143,8 742,5 1003 7062 105,8 109,3 5,3 6,3 5,3 5,3 3,8 36 3,3 3,3 120,6 1263 125,9 127,0 108,8 108,0 106,5 106,5 16,1 15,5 15,5 17,8 11,1 109 10,5 11,6 40,7 43,5 44,4 48,3 32,1 36,1 38,9 40,8 119,6 119,5 130,3 136,9 84,3 86,3 94,1 97,0 52 5,3 53 5,3 4,6 4,8 4,3 4,3 1046 108,4 125,5 137,7 76,7 87,2 100,5 110,6 15,2 14,0 14,5 15,6 11,0 9,5 8,9 10,8 31,3 32,0 34,3 35,9 17,9 24,0 26,9 29,3 101,5 103,8 108,7 109,6 75,2 76,5 783 81,9 02 0,2 0,2 5,2 0,1 0,1 0,1 5,1 58,5 73,1 96,8 103,7 51,1 55,7 62,2 70,4 13,9 14,6 15,1 15,1 10,2 99 10,3 9,7 18,3 19,3 19,7 19,0 9,5 11,1 12,6 13,4 90,9 91,6 96,7 996 63,8 66,3 69,3 72,4 0,5 0,3 0,2 62 0,2 02 0,2 0,2 63,2 66,4 67,3 69,9 44,4 45,5 45,8 46,7 11,1 11,1 12,7 13,6 7,3 8,2 9,1 10,0 Pertanian PerseRealitujuan 2,5 16,3 16,3 16,3 18,3 sasi 2,0 8,2 8,4 8,1 9,7 Industri Perse- Realitujuan 6,5 76,2 79,6 80,9 84,7 sasi 0,2 58,4 60,0 59,6 61,0 0,5 0.5 0,5 0,5 0,3 0,2 02 0,2 Pertambangan PerseRealitujuan sasi Persetujuan 2,3 54,1 55,6 56,8 62,3 Realisasi 1,4 31,1 35,4 38,5 41,2 Lain-lain PerseRealitujua n 0,1 5,9 7,7 7,8 10,1 sasi 0,0 2,5 3,6 4,7 7,2 Jumlah PerseRealitujuan 5,4 1536 159,7 1,62,3 1153 198,3 184,0 188,7 196,6 198,3 269,5 215,4 223,7 255,1 269,5 3432 285,3 290,7 320,0 3432 362,1 319,3 343,0 352,3 362,1 441,2 373,5 378,4 382,2 387,1 389,7 392,7 403,1 424,3 428,4 430,1 432,4 441,2 3,6 100,5 107,6 111,1 119,3 142,7 125,2 131,3 137,0 142,7 196,6 154,5 1662 177,8 196,4 262,7 208,7 223,9 2462 262,7 287,5 369,2 2723 278,2 287,5 337,2 2886 293,0 295,8 295,3 2966,1 298,9 301,1 329,0 329,3 331,4 333,3 337,2 + 63 + 6,7 + 26 + 13,0 + 23,0 + + + + + + + + 8,7 4,7 7,9 1,7 17,1 8,3 31,4 14,4 + + + + + + + + + + + + + + 3,7 7,1 3,5 82 5,9 6,1 5,7 5,7 53,7 11,8 11,7 11,6 10$ 663 + + + + + + + + 4,3 4,4 1,6 8,0 5,0 2,6 42 09 + + 3,8 7,1 3,3 + 7,4 + 19,6 + + + + 4,9 4,9 4,3 42 sasi Persetujuan Kenaikan Realisasi Persetujuan Persentasekenaikan Realisasi

+ 23,4

+ 13,1

+ 71,2

+ 359 + 8,6 + 3,9 + 14,0 + 5,6 + 27,3 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 56 1,9 10,1 7,3 5,5 1,1 1,1 2,7 2,8 3,1 73 1,0 1,3 0,7 0,8 2,6 53 1,0 0,4 0,5 2,0

+ 37,6 + 8,3 + 76 + 7,0 + 10,5 + 33,6 + 63 + 73 + 10,0 + 6,7 + + + + + + + + + + + + + + + + 9,4 2,5 1,5 2,5 33 0,5 1,5 1,0 02 03 0,9 0,7 9,3 0,1 0,6 0,6 1,2

+ 73,7 + 15,0 + 54 + 29,3 + 232 + + + + + + + + + + + + + + + + + + 8,9 3,9 3,7 9,3 9, ,8 79,1 11,4 4,9 3,6 49 2,6 3,0 10,4 21,2 4,1 1,7 2,3 8,8

+ 12,3 + 152 + 22,3 + 16,5 + + + + + + + + 24,8 6,5 3,6 5,4 9,3

+ 49,7 1,3 4,2 2,8 0,5 + 0,8 + 2,8 + 22 + 279 + 03 + 2,7 + 1$ + 3,9

+ 21,8

+ 173

1) Termasuk pembiayaan rupiah bantuan proyek tetapi tidak termasuk Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan nilai lawan valuta asing bantuan proyek. 2) Angka diperbaiki. 3) Angka perkiraan.

220

GRAFIK III - 6 PERKEMBANGAN PERSETUJUAN DAN REALISASI KREDIT INVESTASI 1969(JUNI) 1973/74 1978/79

221

akhir tahun 1976/77 dan 1978/79 kedudukannya digantikan oleh sektor perhubungan dan pariwisata yang mencapai masing-masing Rp. 110,6 milyar (42,1%) dan Rp 135,4 milyar (40,2%). Pada akhir tahun 1977/78 peranan masing-masing sektor tersebut hampir sama yakni Rp. 109,3 milyar (38,0%) untuk sektor perindustrian dan Rp. 106,5 milyar (37,0%) untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Penggeseran komposisi kredit investasi tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya kredit untuk Perum Telkom sejak akhir tahun 1976 serta pemberian kredit INPRES Pasar sejak tahun 1976/77. 7. Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Kecil (Mini), Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar, Kredit Candak Kulak (KCK) dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Program KIK/KMKP yang dimulai pada awal tahun 1974 bertujuan membantu pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Semu- la, jumlah maksimum untuk KIK ditetapkan sebesar Rp. 5 juta dengan jangka waktu pembayaran maksimum 5 tahun dan bunga 12% setahun. Sedangkan untuk KMKP jumlah maksimumnya adalah Rp. 5 juta dengan jangka waktu pembayaran maksimum 3 tahun dan bunga 15% setahun. Dalam rangka memperlancar pemerataan hasil-hasil pembangunan, selama Repelita II syarat-syarat pemberian KIK/ KMKP telah semakin diperlunak dan prosedurnya senantiasa disempurnakan. Pada pertengahan tahun 1975, KIK/KMKP dapat diberikan secara masal kepada 10 orang atau lebih sekaligus, yaitu untuk KIK/ KMKP yang digunakan untuk membiayai sektor ekonomi yang sama dalam suatu daerah tertentu dan diajukan untuk jangka waktu yang sama pula. Di samping itu mulai awal tahun 1977 kepada nasabah yang usahanya berjalan baik selama 2 tahun dan telah menikmati KIK/KMKP selama 3 tahun dapat memperoleh tambahan kredit sehingga jumlah maksimum kredit menjadi Rp. 10 juta. Mulai 1 Juni 1977 program pemberian KIK/KMKP diperluas lagi sehingga men-cakup usaha-usaha kalangan profesi pribumi, seperti dokter dan pengacara. Selanjutnya sejak 1 Januari 1978 suku bunga KIK dan KMKP diturunkan masing-masing dari. 12% menjadi 10,5% setahun dan dari 15% menjadi 12% setahun.

222

Dengan semakin meningkatnya KIK dan KMKP maka bank-bank swasta nasional juga diikut sertakan dalam penyaluran kredit-kredit tersebut baik secara langsung maupun melalui pembiayaan bersama dengan bank-bank Pemerintah. Di dalam pemberian kredit-kredit ini disediakan kredit likwiditas dari Bank Indonesia. Dalam tahun 1978/ 79 diadakan penyempurnaan peraturan tentang tambahan kredit likwiditas Bank Indonesia kepada bank-bank umum swasta nasional dan bank pembangunan daerah yang menyalurkan KIK dan KMKP se- cara langsung, serta perubahan persyaratan untuk memperoleh tam-bahan KIK/KMKP. Bagi bank-bank umum swasta nasional dan bank pembangunan daerah yang tergolong sehat dan cukup sehat yang memberikan KIK dan KMKP secara langsung dapat diberikan tambahan kredit likwiditas sebesar 1 / 2 kali modal sendiri di atas jumlah maksimum yang sebelumnya berlaku. Di samping itu sejak bulan Desember 1978 pemberian tambahan jumlah KIK dan KMKP didasarkan pada penilaian mengenai kelayakan usaha nasabah yang bersangkutan dan tidak lagi dikaitkan dengan lamanya nasabah menikmati KIK dan KMKP. Juga telah diadakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan Bank Dunia dalam rangka pengembangan golongan ekonomi lemah di mana Bank Dunia telah menyediakan dana bantuan sebesar US $ 40 juta untuk keperluan penelitian dan bantuan teknik serta tambahan dana KIK. Dana tersebut diberikan sebagai bagian dana likwiditas Bank Indonesia kepada bank pelaksana. Perkembangan pemberian KIK dan KMKP senantiasa menunjukkan peningkatan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel III 15. Selama Repelita II pemberian KIK mengalami kenaikan rata-rata sebesar 76,5% setahun, sehingga mencapai Rp. 68,0 milyar pada akhir Maret 1979 atau naik menjadi lebih dari 17 kali dibandingkan dengan jumlah pada akhir Maret 1974, Permohonan KIK yang disetujui termasuk KIK Masal, naik dengan rata-rata sebanyak 10.553 nasabah setahun dengan nilai Rp. 21,4 milyar sehingga pada akhir Maret 1979 mencapai 57.378 nasabah dengan nilai sebesar Rp. 112,7 milyar. Pemberian KMKP juga mengalami kenaikan setiap tahun sebesar rata-rata 100,0% setahun sehingga mencapai jumlah sebesar Rp. 93,2 milyar pada akhir Maret 1979 atau meningkat menjadi ham223

TABEL I I I - 15 PERKEMBANGAN KREDIT I N V E S T A S I \ K E C I L D A N KREDIT MODAL KERJA PERMANEN, 1973/74 - 1978/79

Akhir Tahun/ Bulan

Jumlah permohonan yang disetujui

Nilai permohonan yang disetujui (jutaan rupiah}

Posisi Kredit

Jumlah permohonan yang disetujui

Nilai permohonan yang disetujui

Posisi Kredit

(jutaan rupiah)

1973/74 : Maret 1974/75 : Maret 1975/76 : Maret 1976/77 : Juni September Desember Maret 1977/78 : Juni September Desember Maret 1978/79 : April Me I Ju n i Ju Ii Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Ma r e t

4.611 11.324 19.804 22.697 25.026 27.827 30.741 33.573 36.347 39.737 42.163 44.609 45.784 47.180 48.769 49.739 50.895 52.410 53.478 54.970 56.000 56.171 57.378

5.667 18.768 34.090 39.025 43.889 49.602 55.269 61.453 67.797 74.186 79.249 82.495 84.127 86.375 92.278 95.199 97.701 101.022 103.071 105.801 107.806 109.690 112.666

3.966 15.533 25.533 29.310 32.564 36.086 39.605 43.425 46.600 50.462 52.704 54.286 55.185 56.435 58.842 60.630 61.923 64.598 64.061 64.711 65.853 65.698 67.951

3.303 15.769 83.281 102.193 148.896 166.149 183.877 217.927 282.775 322.391 335.366 336.991 354.787 365.776 392.015 402.016 406.518 410.067 414.862 420.495 429.297 433.710 438.027

4.488 17.914 40.756 49.210 57.993 67.080 74.786 88.935 101.771 114.990 124.496 127.614 131.091 135.547 148.905 153.158 158.369 167.040 173.370 177.239 182.072 183.239 187.872

2.913 13.578 26.671 31.786 37.277 41.446 46.342 52.624 59.047 61.839 65.4151) 66.654 68.246 70.703 76.577 78.663 81.204 85.000 84.444 83.748 88.285 90.839 93.157

1) Angka diperbaiki.

224

pir 32 kali jumlah pada akhir Repelita I. Jumlah KMKP yang disetujui termasuk KMKP Masal pada akhir Repelita II adalah Rp. 187,9 milyar yang meliputi 438.027 nasabah, yang berarti suatu peningkatan rata-rata setiap tahun sebanyak 86.945 nasabah dengan nilai Rp. 36,7 milyar. Di samping itu untuk lebih membantu para pengusaha kecil terutama di pedesaan, mulai tahun pertama Repelita 11 (1974/75) telah dilaksanakan pemberian Kredit Kecil (Mini) untuk keperluan invest as i dan modal kerj a. Pi nj aman ini berki s ar ant ara R p. 10.000,sampai dengan Rp. 100,000, dan disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia kecuali untuk propinsi Irian Jaya yang disalurkan melalui Bank Ekspor Impor Indonesia. Bunga Kredit Mini untuk investasi adalah 12% setahun dan untuk modal kerja 15% setahun. Mulai tahun 1978/79 suku bunga Kredit Mini untuk keperluan modal kerja diturunkan menjadi 12% setahun. Dana Kredit Mini ini seluruhnya berasal dari APBN. Perkembangan pemberian Kredit Mini selama Repelita II juga terus menunjukkan peningkatan yaitu dari Rp. 2,1 milyar pada akhir tahun pertama menjadi Rp. 15,7 milyar pada akhir Repelita II. Dari jumlah Rp. 15,7 milyar tersebut sebesar Rp. 12,9 milyar digunakan untuk keperluan eksploitasi dan Rp. 2,8 milyar untuk investasi. Selama Repelita II, jumlah keseluruhan dana yang telah disediakan dari APBN untuk pemberian kredit ini berjumlah Rp. 18,2 milyar. Sampai dengan akhir tahun 1978/79 jumlah nasabah kredit mini untuk keperluan investasi meliputi 53.110 nasabah, sedangkan untuk eksploitasi sebanyak 283.912 nasabah. Perkembangan mengenai kredit mini selama Repelita II dapat diikuti pada Tabel III -16. Usaha Pemerintah dalam membantu golongan pengusaha kecil khususnya pedagang kecil dilakukan juga melalui penyediaan fasilitas kredit pembangunan dan pemugaran pasar kepada Pemerintah Da-erah dengan mendapatkan bantuan dari APBN melalui INPRES Pa-sar. Melalui program ini yang dimulai sejak tahun 1976/77 telah disediakan fasilitas kredit Pasar sebesar Rp. 75 milyar, yaitu Rp. 20 milyar dalam tahun 1976/77, Rp. 25 milyar dalam tahun 1977/78 dan

225

TABELIII-16 PERKEMBANGAN KREDIT MINI,

226
Akhir Tahun/ Bulan 1974/75 J u n i September Desember M a r e t 1975/76 J u n i September Desember M a r e t 1976/77 J u n i September Desember M a r e t 1977/78 J u n i September Desember Maret l ) 1978/79 A p r i I M e i Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret 2) 1.930 2.018 2.164 2.241 2.433 2.333 2.290 2.370 2.455 2.501 2.670 2.805 1.283 1.458 1.588 1.825 529 1.013 923 1.063 1.566 1.358 1.406 1.474

1 9 7 4 / 7 5 - 1978/79 Baki Debet (dalam jutaan rupiah) Investasi 67 290 389 331 Jumla h Nasabah Investasi 1.300 3.673 4.247 26.357 6.076 40.674 5.842 55.982 10.533 18.685 18.982 24.227 37.807 29.309 32.965 33.228 28.607 30.767 29.441 35.432 38.703 40.863 44.618 45.347 46.533 44.298 44.523 48.266 48.853 52.866 51.899 53.110 75.922 88.367 108.966 107.376 112.747 142.878 159.404 174.545 186.010 206.494 202.721 217.378 225.083 228.284 214.262 239.700 251.579 254.793 266.518 272.329 273.919 274.340 281.016 283.912 Jumla h 4.973 30.60 4 46.75 0 61.82 4 86.45 5 107.0 119.9 52 48 131.6 03 150.5 172.1 192.3 69 207.7 73 214.6 17 237.2 61 232.1 62 252.8 10 263.7 86 269.1 47 258.7 285.0 80 47 298.1 12 299.0 91 311.0 41 320.5 95 322.7 72 327.2 332.9 06 15 337.0 22

363 430 882 1.172 1.209 1.598 1.806 2.137 2.608 2.608 3.576 3.966 4.201 5.205 5.811 6.718 3.137 4.141 4.499 5.029 5.767 6.563 7.217 8.192

7.184 8.467 7.768 9.226 8.112 9.700 9.22310.058 9.70011.630 9.83311.851 10.18812.352 10.55612.797 11.31813.751 11.13913.472 11.60713.897 11.78514.155 11.83814.293 12.01914.520 12.48615.156 12.85815.663

1) Angka diperbaiki.

2) Angka Perkiraan.

Rp. 30 milyar dalam tahun 1978/79. Sampai dengan akhir tahun 1978/79 realisasi kredit dalam rangka INPRES ini berjumlah Rp. 25,4 milyar dengan subsidi bunga yang telah dibayarkan oleh Pemerintah sebesar Rp. 2,5 milyar. Di samping KIK/KMKP dan Kredit Mini, juga telah diberikan bantuan keuangan kepada para pedagang kecil terutama yang berada di pedesaan dalam bentuk Kredit Candak Kulak (KCK) dengan maksud untuk melindungi mereka dari pengaruh lintah darat. Program KCK juga dimulai dalam tahun 1976/77 dan diberikan tanpa jaminan serta dengan syarat-syarat yang sangat lunak. Besarnya kredit berkisar antara Rp. 2.000, sampai dengan Rp. 15.000, dengan bunga 12% setahun serta jangka waktu minimum. 5 hari dan maksimum 7 bulan. Dana KCK juga berasal dari APBN dan disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia tetapi dengan penyaluran kepada nasabah melalui BUUD/KUD dengan bimbingan dan pengawasan Direktorat Jenderal Koperasi. Jumlah KCK yang telah diberikan sampai pada akhir Maret 1977 adalah Rp 930 juta kemudian terus meningkat sehingga mencapai Rp. 5,9 milyar pada akhir Maret 1978 dan Rp. 15,6 milyar pada akhir Maret 1979. Dari jumlah tersebut telah dilunasi sebesar Rp. 13,6 milyar, sehingga posisi KCK pada akhir Repelita II adalah sebesar Rp. 2 milyar atau 12,8% dari jumlah KCK yang diberikan. Luas daerah yang menikmati KCK yang dalam tahun 1976/77 meliputi 6 propinsi di Jawa dan Bali telah berkembang menjadi 12 . propinsi pada akhir Repelita II termasuk daerah-daerah di Sumatera dan Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya jumlah BUUD/KUD yang menyalurkan KCK juga telah bertambah dari 533 BUUD/KUD dalam tahun 1976/77 menjadi 967 BUUD/KUD dalam tahun 1977/78, sedangkan pada akhir Repelita II bertambah lagi menjadi 2.196 BUUD/KUD. Adapun jumlah keseluruhan dana yang disediakan melalui APBN untuk pemberian KCK hingga akhir 1978/79 berjumlah Rp. 4.250 juta, yaitu Rp. 1.500 juta dalam tahun 1976/77, Rp. 1.750 juta dalam tahun 1977/78 dan Rp. 1.000 juta dalam tahun 1978/79. Selain program-program tersebut, dalam tahun 1978 juga telah dilaksanakan program pemberian kredit untuk keperluan pemilikan

227.

rumah sederhana bagi golongan masyarakat berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri dan golongan ABRI. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tersebut disalurkan melalui Bank Tabungan Negara (BTN), dan diberikan dengan syarat-syarat yang ringan. Dana untuk kredit tersebut berasal dari APBN untuk rumah yang dibangun oleh PERUMNAS dan dari perbankan untuk rumah yang dibangun oleh perusahaan swasta. KPR dengan dana APBN diberikan untuk pembelian rumah dengan harga setinggi-tingginya Rp. 3,5 juta dan dibebani suku bunga 5% setahun dengan jangka waktu 5 20 tahun. Adapun KPR dengan dana perbankan diberikan untuk pembelian rumah dengan harga setinggi-tingginya Rp. 6 juta bagi DKI Jaya dan Surabaya serta Rp. 4,5 juta bagi daerah lainnya. Sebagaimana halnya dengan kredit investasi maka menurut ketentuan Bank Indonesia, untuk KPR dengan dana perbankan, BTN juga dapat memperoleh fasilitas kredit likwiditas Bank Indonesia sebesar 80% dari jumlah kredit dengan suku bunga 3% setahun. Sampai dengan akhir tahun 1978/79 BTN telah memberikan kredit perumahan sebesar Rp. 13,9 milyar. Dalam jumlah tersebut termasuk kredit Bank Indonesia sebesar Rp. 6,1 milyar dalam rangka pemberian kredit perumahan kepada korban bencana alam di Bali. Adapun dana APBN yang telah disalurkan kepada BTN hingga akhir Maret 1 9 7 9 berjumlah Rp. 10 milyar. 8. Sertifikat Deposito Pengeluaran sertifikat deposito bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap surat-surat berharga serta mendorong pengembangan pasar uang dan pasar modal. Perizinan pengeluarannya hanya diberikan kepada bank-bank umum Pemerintah dan bank-bank asing. Pengeluaran sertifikat deposito ini telah dimulai sejak tahun 1971 228

seiring dengan dihentikannya pengeluaran sertifikat Bank Indonesia yang beredar sebelumnya. Agar penanaman uang menjadi menarik bagi masyarakat maka bagi sertifikat deposito telah diberikan juga pembebasan pajak atas bunga, dividen dan royalty (PBDR) seperti juga halnya dengan beberapa surat berharga lainnya yang diperdagangkan di pasar uang. Jangka waktu sertifikat deposito tersebut berkisar antara seminggu sampai 12 bulan sedangkan suku

bunganya dalam tahun 1978/79 berkisar antara 2 setahun.

% dan 12%

Perkembangan sertifikat deposito selama Repelita II dapat diikuti pada Tabel 111-17 dan III-18. Sejak tahun 1973/74 sampai dengan 1975/76 posisi sertifikat deposito menunjukkan perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dengan 66,3% sehingga mencapai Rp. 94.393 juta pada akhir Maret 1976. Dalam tahun 1976/77 jumlah penjualan sertifikat deposito menurun dengan 50,5% sehingga posisi pada akhir Maret 1977 adalah sebesar Rp. 46.732 juta. Berkurangnya penjualan sertifikat terutama disebabkan oleh karena hank-bank Pemerintah mempunyai kelebihan dana sedangkan sertifikat deposito yang dikeluarkan oleh bank-bank asing mengalami peningkatan karena bank-bank tersebut mengalami kekurangan dana. Dalam tahun 1977/ 78 penjualan sertifikat deposito meningkat kembali dengan 23,4% hingga mencapai Rp. 57.658 juta. Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan penjualan sertifikat deposito oleh bank-bank asing. Selama tahun 1978/79 penjualan sertifikat deposito oleh bank-bank asing menunjukkan penurunan yang cukup besar sehingga pada akhir Maret 1979 jumlah seluruh sertifikat deposito menjadi Rp. 29,8 juta atau turun sebesar 48,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan semakin berkurangnya minat masyarakat untuk membeli sertifikat deposito sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan likwiditas di dalam masyarakat setelah ditempuhnya kebijaksanaan devaluasi pada tanggal 15 Nopember 1978. Di samping itu dengan semakin berkembangnya pasar uang dan modal, masyarakat mempunyai semakin banyak alternatif bagi penanaman dananya. E. PERKEMBANGAN LEMBAGA PERBANKAN DAN LEMBAGALEMBAGA KEUANGAN LAINNYA Kebijaksanaan di bidang lembaga-lembaga keuangan diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem moneter yang sehat dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi kelancaran kegiatan ekonomi dan pembangunan. Pengembangan lembaga-lembaga keuangan tersebut diharapkan akan memberikan suatu landasan yang kuat bagi

229

TABEL III - 17 PERKEMBANGAN SERTIFIKAT DEPOSITO BANK-BANK 1971 (September), 1973/74 - 1978/79 (dalam jutaan rupiah)

Periode

Penjualan

Pelunasan

Dalaml) Peredaran 2.239 9.601 29.811 31.735 56.753 77.484 77.514 72.953 79.531 85.006 93.780 81.808 94.393 71.994 58.612 43.798 46.732 47.620 39.820 52.209 57.658 60.698 60.093 47.120 29.832

Akhir September April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari April Juli Oktober Januari - Juni - September - Desember - Maret -Juni - September - Desember - Maret - Juni - September - Desember - Maret - Juni. - September - Desember - Maret - Juni - September - Desember - Maret - Juni - September - Desember - Maret

1971 1973 1973 1973 1974 1974 1974 1974 1975 1975 1975 1975 1976 1976 1976 1976 1977 1977 1977 1977 1978 1978 1978 1978 1979

238 8.778 22.186 22.748 56.383 75.059 73.975 104.471 121.363 105.295 125.635 102.897 152.820 80.632 66.394 49.799 73.760 79.356 73.967 71.926 80.348 79.468 40.108 31.468 23.063

618 6.092 9.480 12.715 33.651 54.126 78.171 103.068 116.067 104.636 117.751 111.628 141.166 102.331 80.244 65.223 69.302 78.076 81.279 59.526 74.909 76.421 40.713 46.938 40.351

1) Termasuk sertifikat deposito antar bank dan meliputi sertifikat deposito Bank Ekspor Impor Indonesia yang tidak terperinci jumlah penjualan dan pelunasan-nya sampai dengan Desember 1975 serta Bank Rakyat Indonesia yang tidak terperinci jumlah penjualan dan pelunasannya sejak Oktober 1975.

230

TABELIII-18 POSISI SERTIFIKAT DEPOSITO BANK-BANK 1971 (September), 1973/74 - 1978/79 ( dalam jutaan rupiah )

Akhir Tahun/Bulan 1971 (September) 1973 1973/74 1974 1974/75 1975 1975/76 1976 1976/77 Juni September Desember Maret 1977/78 Juni September Desember Maret 1978/79 April Mai Juni JuIi Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret

Bank-Bank Bank-Bank Pemerintah 1) Asing2) Jumlah 1.767 472 23.3 8.354 48.60 8.145 64.73 8.221 70.05 9.475 71.1 10.691 70.02 24.373 24.88 18.915 51.89 38.1 24.8 1 4.54 14.30 1 9.7 9 20.80 13.68 20.101 20.486 18.915 32.192 33.314 20.025 31.407 43.972

13.6 41.688 13.06 43.602 12.4 48.253 12.1 46.875 11.3 48.327 11.4 48.614 11.8 41.511 11.9 41.190 14.1 32.986 15.1 18.504 13.2 14.118 15.6 14.155 77 1) Bank Bumi Daya, Bank Negara Indonesia 1946, Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank Dagang Negara dan Bank Rakyat Indonesia. 2) Citi Bank, American Express International Banking Corporation, Algemene Bank Nederland, Bangkok Bank Ltd., The Hongkong and Shanghai Banking Corporation, The Chase Manhattan Bank N.A. dan Bank of Tokyo.

231

terciptanya stabilitas ekonomi, pemupukan tabungan dan pengerahan dana masyarakat serta pemberian kredit yang lebih terarah. Di dalam pengembangan lembaga-lembaga perbankan, usaha yang dilakukan terutama ditekankan pada pemulihan dan pemupukan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang menghendaki adanya jaminan keamanan dan efisiensi dalam penggunaan dana-dana masyarakat serta pelayanan lalu lintas pembayaran secara cepat dan efisien. Perhatian diberikan juga terhadap perluasan pemberian jasa-jasa bank secara geografis serta peningkatan peranan bank dalam usaha pembinaan golongan ekonomi lemah. Kebijaksanaan pengembangan lembaga perbankan tersebut selama Repelita II dilakukan antara lain melalui pembinaan tingkat kesehatan bank, pemberian dorongan kepada bank-bank swasta nasional untuk melakukan penggabungan usaha (merger), pemberian bantuan likwiditas oleh Bank Indonesia serta penetapan peraturan-peraturan mengenai operasi perbankan termasuk persyaratan dan perizinan untuk beroperasi sebagai bank devisa dan pembukaan kantor-kantor cabang bank. Selanjutnya bank-bank umum juga diharuskan untuk mengumumkan neracanya di dalam surat-surat kabar dan loket-loket yang banyak dikunjungi oleh publik. Pengumuman neraca dan perhitungan laba/rugi oleh bank-bank tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi yang lebih jelas kepada masyarakat mengenai keadaan keuangan bank. Bank-bank swasta nasional dianjurkan mulai tahun 1971/72 untuk melakukan penggabungan usaha dengan mendapatkan fasilitas perpajakan yang telah diperpanjang beberapa kali. Dalam tahun 1977/78 telah disediakan pula fasilitas kredit likwiditas yang lebih besar bagi bank-bank yang melakukan penggabungan usaha serta kesempatan untuk memilih tempat kedudukan dan pembukaan kantorkantor cabang. Oleh karena ternyata masih banyak minat dari bankbank swasta nasional yang ingin melakukan penggabungan usaha maka telah diperpanjang lagi fasilitas perpajakan sampai akhir Maret 1980. Pembinaan usaha pribumi serta pemilikan pribumi atas bankbank swasta nasional juga telah didorong dengan memberikan kredit likwiditas yang lebih besar kepada bank-bank yang dimiliki pribumi dan yang telah membina usaha pribumi dibandingkan dengan jumlah

232

yang diberikan kepada bank-bank non-pribumi dan yang belum membina usaha pribumi. Dalam usaha meringankan beban dana perbankan serta memberikan kesempatan kepada bank-bank untuk memperbesar aktivanya yang menghasilkan maka sejak 1 Januari 1978 besarnya likwiditas minimum yang wajib dipelihara oleh bank-bank baik dalam rupiah maupun valuta asing yang semula ditetapkan sebesar 30% diturunkan menjadi 15% dari kewajiban yang dapat dibayar. Dengan penurunan tersebut diharapkan bank-bank dapat berusaha dengan lebih menguntungkan sehingga kelangsungan usahanya lebih terjamin. Selama Repelita II jumlah bank umum telah berkurang dari 123 pada akhir Maret 1974 menjadi 94 bank pada akhir Maret 1979 sedangkan jumlah kantor bertambah dari 888 menjadi 982 kantor. Jumlah bank umum sebanyak 94 bank tersebut meliputi 5 bank Pemerintah, 78 bank swasta nasional. 10 bank swasta asing dan 1 bank swasta campuran. Penurunan jumlah bank umum tersebut disebabkan oleh karena penggabungan usaha (merger) di kalangan bank-bank umum swasta nasional di samping adanya pencabutan izin usaha beberapa bank. Jumlah bank yang melakukan penggabungan usaha selama Repelita II tercatat sebanyak 29 bank. Dengan adanya penggabungan usaha tersebut serta pencabutan izin usaha beberapa bank swasta nasional maka jumlah bank-bank tersebut telah jauh berkurang dari 107 pada akhir Maret 1974 menjadi 78 bank pada akhir Maret 1979. Penambahan jumlah kantor di samping mencerminkan perkembangan usaha perbankan juga berkaitan erat dengan kebijaksanaan Pemerintah untuk memperluas penyebaran jasa-jasa bank di seluruh tanah air. Jumlah Bank Pembangunan selama Repelita II tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebanyak 28 bank yang terdiri atas 1 bank Pembangunan Pemerintah, 1 bank tabungan swasta dan 26 bank pembangunan daerah. Jumlah kantornya bertambah dari 117 kantor pada akhir Maret 1974 menjadi 156 pada akhir Maret 1979. Pertambahan tersebut mencerminkan perluasan kegiatan dari usaha bank-bank pembangunan.

233

Bank Tabungan dan jumlah kantor-kantornya telah berkurang menjadi 5 bank dan 12 kantor pada akhir Maret 1979 dibandingkan ,dengan 10 bank dan 17 kantor pada akhir Maret 1974. Selama Repelita II terjadi penutupan 4 bank tabungan swasta karena tidak dapat memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Pokok Perbankan tahun 1967 serta adanya penggabungan usaha dari 2 bank dengan bankbank umum. Jumlah bank perkreditan rakyat yang terdiri dari bank-bank desa, lumbung desa dan bank pasar telah menurun dari sebanyak 5.872 buah pada akhir Maret 1974 menjadi 5.870 buah pada akhir Maret 1979. Jumlah bank asing yang diizinkan beroperasi di Indonesia sejak tahun 1969 sampai dengan akhir Repelita II masih tetap dibatasi sebanyak 10 bank dan 1 buah bank campuran. Pembatasan ini dimaksud kan untuk melindungi bank-bank nasional dari persaingan yang terlalu tajam dari bank-bank asing tersebut. Mulai Pebruari 1974 Bank Indonesia juga telah menetapkan persyaratan kerja sama dengan bank-bank nasional bagi bank-bank asing yang melakukan kegiatan usahanya di luar Jakarta. Selama Repelita II jumlah bank devisa telah berkembang menjadi 9 buah sampai dengan akhir Maret 1979. Bank-bank tersebut merupakan bank-bank swasta nasional yang telah ditunjuk sebagai bank devisa. Dalam rangka mendorong pengembangan pasar modal serta pengusaha golongan ekonomi lemah, pada tahun 1977/78 ditetapkan syarat-syarat untuk penunjukan sebagai bank devisa yang mengharuskan bahwa sekurang-kurangnya 50% dari sahamnya dimiliki oleh pribumi, serta bersedia menawarkan sahamnya kepada masyarakat melalui bursa dan telah melakukan penggabungan usaha di samping memenuhi persyaratan kesehatan bank. Selanjutnya telah dikeluarkan pula ketentuan baru tentang pembukaan cabang yang dikaitkan dengan tingkat kesehatan dan penggabungan usaha. Dalam rangka mendorong perkembangan lembaga-lembaga keuangan bukan bank dan melindungi kepentingan masyarakat, dalam tahun 1974/75 telah ditetapkan bahwa penawaran efek-efek kepada

234

masyarakat melalui bursa harus dilakukan dengan perantaraan lem-baga keuangan bukan bank. Lembaga-lembaga keuangan bukan bank yang telah didirikan hingga saat ini berbentuk sebagai lembaga perantara penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (investment finance corporation) atau sebagai lembaga pembiayaan pembangunan (development finance corporation). Kebijaksanaan di bidang pengembangan lembaga-lembaga keuangan bukan bank bertujuan untuk menghimpun dana-dana pembangunan dari masyarakat untuk selanjutnya disalurkan kepada dunia usaha melalui pasar uang dan modal. Guna membantu lembaga keuangan bukan bank untuk meningkatkan perdagangan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan pribumi, perusahaan nasional non-pribumi maupun asing maka Bank Indonesia sejak bulan April 1978 telah memberikan fasilitas diskonto ulang. Lembaga keuangan bukan bank diperkenankan mendiskonto ulangkan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh ketiga jenis perusahaan tersebut di atas. Untuk lebih membantu perusahaan pribumi maka alas surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut diberikan nilai-tunai yang lebih besar dibandingkan dengan suratsurat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan nasional non-pribumi maupun asing. Besarnya nilai tunai tersebut adalah 100% untuk perusahaan pribumi sedangkan untuk perusahaan nasional non-pribumi dan asing masing-masing hanya sebesar 70% dan 20%. Sampai dengan akhir tahun 1978/79 jumlah lembaga keuangan bukan bank meliputi 12 buah dengan perubahan status untuk PT Ba- hana dari lembaga keuangan jenis investasi menjadi jenis pembangunan, sehingga lembaga keuangan jenis investasi (investment finance corporation) menjadi 9 buah, sedangkan lembaga keuangan jenis pemba-ngunan (development finance corporation) menjadi 3 buah. Adapun perkembangan kegiatan lembaga keuangan bukan bank hingga saat ini terus meningkat, seperti tampak dari jumlah dana yang berhasil dipupuk dan dari segi penanaman modal. Jumlah dana dan penanaman modal yang berhasil dibina oleh lembaga-lembaga keuangan hingga akhir Maret 1979 masing-masing mencapai Rp 183 milyar dan Rp 179 milyar.

235

Dalam rangka usaha untuk mengembangkan pengusaha golongan ekonomi lemah, beberapa lembaga keuangan bukan bank yang khusus telah dikembangkan dan ditingkatkan peranannya selama Repelita II. Lembaga-lembaga keuangan tersebut meliputi PT Bahana, PT Askrindo, dan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi. PT Bahana merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah dengan tujuan untuk membantu permodalan dan manajemen perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang berbentuk perseroan terbatas. Untuk mencapai tujuan tersebut PT Bahana mengadakan kerja sama dengan bank-bank Pemerintah dan dengan perusahaan asing. Sejak didirikannya pada tahun 1973 sampai dengan akhir Maret 1979, PT Bahana telah melakukan penanaman modal sebesar Rp 3.432,5 juta. Penanaman modal tersebut sebagian besar berbentuk surat-surat berharga yang terutama terdiri dari saham-saham. Untuk membantu golongan pengusaha kecil di dalam mendapatkan kredit perbankan, pada tahun 1971 oleh Pemerintah bersama Bank Indonesia telah didirikan PT Asuransi Kredit Indonesia (PT ASKRINDO). PT ASKRINDO bertugas memberikan jaminan atas kredit-kredit yang diberikan bank kepada perusahaan-perusahaan kecil dan pengusaha golongan ekonomi lemah. Besarnya jaminan yang dibayar oleh PT ASKRINDO adalah 75% dari seluruh pinjaman dengan premi sebesar 3% setahun. Sejak didirikannya dalam tahun 1971 hingga akhir Maret 1974 jumlah kredit yang dijamin oleh PT ASKRINDO baru tercatat sebesar Rp 5,6 milyar. Tetapi sampai dengan akhir Maret 1979 keseluruhan kredit yang dijamin oleh PT ASKRINDO telah meningkat menjadi Rp 442,8 milyar. Tujuan didirikannya Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) dalam tahun 1970 adalah untuk memberikan jaminan terhadap kredit yang diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia kepada koperasi-koperasi. Apabila pada tahun 1974/75 jaminan kredit koperasi yang dikeluarkan oleh LJKK meliputi Rp 5.559,9 juta, maka pada akhir Maret 1976 jumlah jaminan kredit telah berkembang menjadi Rp 15.304,9 juta. Jumlah jaminan kredit koperasi tersebut kemudian meningkat lagi

236

menjadi Rp 20.509,9 juta dan Rp 21.956,1 juta masing-masing pada akhir tahun 1977/78 dan 1978/79. Pembentukan dan pengembangan lembaga-lembaga keuangan bukan bank juga dimaksudkan untuk mendorong pengembangan pasar uang dan modal di Indonesia. Di samping itu dalam rangka pembinaan pasar uang dan pasar modal ke arah yang lebih baik maka sejak tahun 1974 telah dirintis pembentukan pasar uang antar bank. Pembentukan pasar uang ini terutama dimaksudkan untuk mempermudah bank-bank yang kekurangan dana akibat perhitungan clearing untuk meminjam dana kepada bank-bank yang kelebihan dana. Kegiatan pasar uang antar bank yang sampai saat ini baru terdapat di Jakarta menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat. Perkembangan tersebut tercermin pada jumlah transaksi yang dilakukan di pasar uang tersebut. Jumlah transaksi rata-rata bulanan yang pada tahun 1974/75 sebesar Rp 39 milyar telah meningkat menjadi Rp 144 milyar pada tahun 1978/79. Selama Repelita II juga telah dilakukan usaha-usaha untuk menggiatkan kembali pasar modal di Indonesia. Usaha-usaha untuk lebih meningkatkan kegiatan pasar modal tersebut tercermin pada penambahan jumlah lembaga keuangan bukan bank hingga menjadi 12 buah dan Peraturan Pemerintah tentang tata cara penawaran efek di pasar modal serta Keputusan Pemerintah pada bulan Desember 1976 tentang pembentukan PT Danareksa, pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) serta penyempurnaan Badan pembina Pasar Modal . Dari usaha-usaha tersebut maka pada tanggal 10 Agustus 1977 pasar modal dinyatakan aktif kembali dengan penawaran saham pertama oleh PT Semen Cibinong sebanyak 178.750 lembar saham. PT Danareksa yang didirikan pada akhir Desember 1976 mempunyai tugas untuk memecah saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan menjadi sertifikat saham dengan nilai nominal yang lebih kecil sehingga terjangkau oleh penanam modal kecil dalam rangka pemerataan pendapatan melalui pemilikan saham yang lebih luas. Sebagai kegiatan pertamanya, PT Danareksa telah membeli 150.000 lembar saham dari 178.750 saham PT Semen Cibinong yang

237

ditawarkan di pasar modal. Dari jumlah yang dibeli tersebut PT Danareksa telah mengeluarkan 148.200 lembar sertifikat dengan nilai nominal Rp 10.000, per lembar saham. Penjualan sertifikat-sertifikat tersebut oleh PT Danareksa dilaksanakan dengan cara menyalurkannya melalui bank-bank Pemerintah di seluruh Indonesia. Sejak bulan Agustus 1977 sampai akhir Maret 1979 PT Danareksa telah melakukan penjualan dan pembelian kembali sertifikat saham masing-masing sebesar 191.350 lembar dan 48.874 lembar sehingga jumlah sertifikat yang beredar dalam masyarakat pada akhir Maret 1979 adalah sebanyak 142.476 lembar. Perkembangan kurs-nya memperlihatkan kecenderungan meningkat dengan kurs terendah sebesar Rp 10.000, pada bulan Agustus 1977 dan kurs tertinggi sebesar Rp 12.450, pada bulan Maret 1979. Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) antara lain bertugas untuk mengendalikan dan menyelenggarakan bursa pasar modal, melakukan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menawarkan saham-sahamnya kepada masyarakat melalui bursa, serta mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual sahamsahamnya melalui, pasar modal. Dalam usia hanya beberapa bulan Badan tersebut telah melakukan penilaian terhadap PT Semen Cibinong sehingga perusahaan tersebut dapat memasarkan sahamnya di bursa pada bulan Agustus 1977. Dalam tahun 1978 BAPEPAM telah melakukan pula penilaian terhadap 3 perusahaan yang akan menawarkan saham-sahamnya di pasar modal. Dengan keluarnya kebijaksanaan devaluasi mata uang rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978 maka pemasaran saham-saham ketiga perusahaan tersebut menjadi tertunda, karena atas aktiva perusahaan-perusahaan harus dilakukan penilaian kembali. Badan Pembina Pasar Modal bertugas untuk memberikan pedoman kepada Badan Pelaksana Pasar Modal mengenai arah pelaksanaan pasar modal. Pada tahun 1978/79, keanggotaan Badan Pembina telah disempurnakan lagi sehingga meliputi juga Menteri/Sekretaris Negara dan Menteri Perindustrian. Dengan penambahan ini keanggotaan Badan sekarang menjadi 8 orang yang terdiri Menteri Keuangan, Men- teri Negara PAN, Menteri Perdagangan, Menteri/Sekretaris Negara,

238

Menteri Perindustrian, Sekretaris Kabinet, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Gubernur Bank Sentral. Kebijaksanaan lainnya dalam rangka pengembangan kegiatan pasar modal adalah dikeluarkannya beberapa peraturan dalam tahun, 1978/79 antara lain mengenai pembebasan pajak atas kenaikan nilai. saham akibat penilaian kembali aktiva tetap, pembatasan pemberian. imbalan kepada penjamin emisi dan penegasan tentang jenis efek yang dapat diperjual belikan di luar bursa. Di samping itu bagi perusahaan yang menjual saham-sahamnya di pasar modal diberikan keringanan beban pajak perseroan. Sektor perasuransian di Indonesia dapat digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu asuransi sosial, asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Perkembangan kegiatan di bidang perasuransian pada dasarnya berkaitan erat dengan pengembangan dunia usaha dan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu sektor perasuransian juga mempunyai peranan sebagai sarana penggerak modal masyarakat ke arah pembiayaan pembangunan. Pembidangan asuransi sosial juga telah dilakukan di mana ditetapkan bahwa Perum Taspen menangani angkatan bersenjata, Perum A.K. Jasa Raharja menangani asuransi kecelakaan lalu lintas, Asuransi Kesehatan menangani asuransi pegawai negeri dan Perum Astek menangani asuransi tenaga kerja perusahaan. Khususnya dalam program. Astek tercakup pula program asuransi kesehatan kerja dan tabungan hari tua. Selanjutnya usaha asuransi jiwa berperan sebagai satu Wahana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama yang bertalian dengan kematian, bea siswa dan pensiun. Sampai dengan akhir tahun 1978/79 jumlah perusahaan di bidang asuransi jiwa ada 12 perusahaan, di mana satu di antaranya adalah milik negara yaitu PT Asuransi Jiwasraya, sedangkan sisanya sebanyak 11 perusahaan adalah milik swasta nasional. Jenis perusahaan yang bergerak di bidang asuransi kerugian meliputi asuransi kerugian nasional dan asuransi kerugian asing. Dalam

239

tahun 1974 telah ditetapkan peraturan tentang pembinaan sektor asuransi nasional, di mana dianjurkan kepada perusahaan asuransi kerugian asing untuk membentuk kerjasama patungan dengan perusahaan asuransi kerugian nasional. Jumlah perusahaan asuransi kerugian hingga saat ini meliputi 1 perusahaan milik negara, 3 perusahaan reasuransi, 39 perusahaan swasta nasional dan 12 perusahaan asuransi kerugian asing. Dari 12 perusahaan asuransi kerugian asing, 11 perusahaan telah merupakan perusahaan asuransi patungan. Pada bulan Juli 1974 dikeluarkan ketentuan tentang keharusan untuk meningkatkan modal setor perusahaan secara bertahap. Ketentuan modal setor tersebut pada akhir Maret 1979 telah ditingkatkan menjadi minimum Rp 500 juta bagi pendirian perusahaan asuransi kerugian baru. Selama periode Repelita II jumlah dana asuransi yang diinvestasikan secara keseluruhan telah mengalami peningkatan, yaitu dari Rp 15.812 juta pada akhir Desember 1973 menjadi Rp 162.752 juta pada akhir Desember 1978.

240

Anda mungkin juga menyukai