Anda di halaman 1dari 2

MELURUSKAN NIAT Oleh : H. E.

Nadzier Wiriadinata Peran niat dalam suatu perbuatan, apapun perbuatan tersebut, dalam kacamata Islam begitu sentral dan tak pernah bisa diabaikan karena niat sangat berkaitan dan bahkan sangat menentukaan kualitas suatu perbuatan. Niat adalah suatu tekad yang secara ikhlas tertanam kuat dalam hati dan sekaligus sebagai dasar yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Ketika seseorang berniat melakukan sesuatu bisa saja niat tersebut terucap melalui bibirnya dan bisa juga tidak. Terucap atau tidaknya suatu niat bukanlah hal yang prinsip. Yang prinsip adalah bagaimana seseorang secara sadar mampu menetapkan niat yang benar saat melakukan sesuatu yang benar dan dengan cara yang benar pula. Harus diakui bahwa seringkali di masa lalu, bahkan tidak jarang sekarang juga, ketika permasalahan niat ini dikaitkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan ibadahibadah ritual seringkali menjadi pemicu perdebatan yang terkadang berujung pada perselisihan dan perseteruan saat tidak terwujud kesefahaman diantara mereka yang berdebat. Dalam tulisan ini, penulis tentunya tidak ingin membahas perdebatan klasik menyangkut permasalahan niat tersebut melainkan ingin mengajak para penyuluh, mubaligh dan para aktivis keagamaan untuk merenung dan melakukan evaluasi secara jujur apa sebenarnya niat yang tersimpan dalam hati saat mereka terlibat dalam berbagai aktivitas keagamaan. Melakukan perenungan dan evaluasi secara jujur dan berkelanjutan terhadap niat yang terdalam saat beraktivitas dalam berbagai kegiatan keagamaan adalah sesuatu yang sama sekali tidak boleh diabaikan oleh seorang penyuluh atau mubaligh. Kenapa demikian ? Karena mereka berada ditengah-tengah mayoritas masyarakat , yang disadari atau atau tidak, sangat terpengaruh oleh faham orientasi hidup to have (sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Erich Fromm, seorang psikoanalis dan filosof sosial berdarah jerman, melalui bukunya To Have or to Be ). To have artinya memiliki. Memiliki berarti menguasai dan menggunakan sesuai dengan kehendak . Ciri-ciri masyarakat yang terpengaruh faham orientasi hidup to have, menurut Erich

fromm, adalah bahwa semua hal (baik manusia, kedudukan, kekayaan, keutamaan dan sebagainya) dimata mereka dipandang sebagai benda dan sekaligus obyek yang harus dimiliki. Makanya, yang dijadikan pijakan dalam memformulasikan tolak ukur keberhasilan mereka adalah pemilikan . Artinya bahwa dalam sikap pandang penganut faham tersebut keberhasilan seseorang sangat bergantung pada sejauh mana dia mampu meraih atau memiliki materi/keduniawian. Menurut mereka, semakin kaya seseorang, semakin berhasillah dia. Semakin miskin seseorang semakin jauhlah dia untuk dikatakan sebagai manusia berhasil. Semakin banyak pengikut/jamaah yang dimiliki seseorang , semakin berhasillah dia. Semakin tinggi ketenaran yang dimiliki seseorang, semakin berhasillah dia, dan seterusnya. Karenanya, loba/tamak adalah sifat intristik dari modus memiliki. Identitas, status dan kualitas diri sangat tergantung pada apa yang mereka miliki. Mereka sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu benda yang dimilikinya, sehingga tidak aneh bila kecemasan adalah problem kejiwaan yang senantiasa hinggap pada diri mereka. Cemas dan takut jika apa yang mereka miliki hilang dari sisi mereka. Berada ditengah-tengah masyarakat semacam itu tentunya bukanlah hal yang mudah bagi para penyuluh maupun para muballigh untuk bisa secara mulus memberikan pencerahan terhadap mereka. Oleh karena itu, salah satu hal yang harus senantiasa dijaga dan dibenahi adalah aspek niat. Ketika niat seorang penyuluh atau mubaligh dalam beraktivitas dibidang keagamaan adalah semata mencari ridla Allah untuk menegakkan kalimat-Nya maka tentunya kita bisa berharap banyak akan adanya sebuah perubahan kualitas moral yang berarti ditengahtengah masyarakat. Tetapi bila, ini yang kita khawatirkan, para penyuluh dan mubaligh tidak bisa lagi menjaga konsistensi ketulusan mereka dalam meraih ridla-Nya atau bahkan tanpa disadari justeru mereka terpengaruh oleh perilaku penganut faham orientasi hidup to have, maka mustahil bagi mereka untuk bisa berbuat banyak dalam meningkatkan kualitas moral bangsa kita yang kian terpuruk ini. Kita berharap semoga para penyuluh dan para mubaligh senantiasa diberikan keteguhan iman dalam menjalankan profesi mereka dan tidak tergoda dengan rayuan-rayuan duniawi yang membuat kekokohan niat tulus yang mereka bangun selama ini menjadi ambruk.

Anda mungkin juga menyukai