Anda di halaman 1dari 10

SIROSIS HEPATIS Yunita Wulandari

A. Pengertian Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai denganadanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai denganadanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringanikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan

menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer danBrenda G. Bare, 2001). Klasifikasi Klasifikasi berdasarkan pada etiologi, morfologi dan fungsional. Klasifikasi Etiologi Hepatitis virus B/C Alkohol Metabolik: DM, hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson Perlemakan hati (kolestasis hati) Obstruksi aliran vena hepatik: Penyakit vena oklusif, perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan Gangguan imunologi: Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif Toksik dan obat: metotrexat (MTX), INH, metildopa Malnutrisi Infeksi seperti malaria, sistosomiasis Mikronoduler Makronoduler Jenis

Morfologi

Fungsional

Campuran Kompensasi baik (laten, sirosis dini) Dekompensasi (kegagalan hati, hipertensi portal)

B. Patofisiologi Sirosis Hepatis Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaanhati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran darifenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler)dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas selstellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yangrusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu : 1. Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang.Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakant anda kritis untuk timbulnya asites. 2. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan

menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkanretensi cairan.

C. Gejala dan Tanda Pada kasus dengan Sirosis Hati Kompensata, pasien tidak mempunyai keluhan yang terlalu berarti selain dari cepat merasa lelah dannafsu makan yang menurun tidak begitu signifikan. Beda halnya dengan pasien pada stadium dekompensata, dimana sudah timbul banyak gejala yang membuat pasien tidak berdaya akibat hati gagal mengkompensasi akumulasi kerusakan yang dialaminya. Berikut gejala-gejala umum besertadengan penjelasan patomekanismenya. 1. Hipertensi Portal Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanyak ombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkanoleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati.Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagenyang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdepositdalam daerah perisinusoidal. Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portaladalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi selendothellial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksilokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellatasehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. 2. Edema dan Asites Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga volume plasma danmempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema. Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler, pasien

dengan sirosis hepatis dekompensata mengalami peningkatanaliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik darivaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan sinusoidal yang berkembang pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang berada pada kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang mengakibatkan asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien. 3. Hepatorenal Syndrome Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjalyang diobsrevasi pada pasien dengan sirosis dan disebabkan oleh adanya vasokonstriksi dari arteri besar dan kecil ginjal dan akibat berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak sempurna.kadar dari agenvasokonstriktor meningkat pada pasien dengan sirosis, temasuk hormonangiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine. 4. Hepatic Encephalopathy Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosisheatis menjadi ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanyakegagalan hati memecah amino, teori kedua menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah di otak. Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteriterhadap zat seperti amino, asam amino, puriN dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah kembali menjadi urea di hati, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada penyakit hati atau porosyst emics hunting, kadar ammonia pada pembuluh darah portaltidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga peningkatann kadar dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah. Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit asam amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat mengganggu pembentukan potensial eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada derajat yang ringan, peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi penderita, dan pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien mengalami koma.. 5. Gejala-gejala lainnya

Pada pasien dengan sirosis hepatis dekompensata, sangat banyak gejala yang muncul diakibatkan hati mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehingga jika peranan ini terganggu maka akan banyak timbul abnormalitas dalam kehidupan seorang penderita Adanya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati membuat seseorang tetap mempunyai cadangan energi dan energiapabila seseorang tidak makan, namun pada pasien sirosis hepatis,kedua proses ini tidak berlangsung sempurna sehingga pasien mudah lelah dan pada keadaan yang lebih berat pasien bahkan tidak dapat melakukan aktivitas ringan. Karena hati mempunyai peranan dalam memecah obat, sehingga pada sirosis hepatis, ditemukan sensitivitas terhadap obat semakinmenigkat, efek samping obat lebih menonjol dariada implikasi medisnya sehingga pada penderita sirosis hepatis, pemilihan obat harusdilakukan dengan sangat hati-hati.Pada pasien sirosis juga ditemukan perdarahan spontan akibat adanya kekurangan faktor faktor pembekuan yang diproduksi di hati.Memar juga dapat terjadi akibat kekurangan faktor-faktor ini.Perdarahan esofagus juga ditemukan karena adanya peningkatan tekanan vena portal sehingga darah memberikan jalur cadangan pada pembuluh darah sekitar untuk sampai ke jantung, maka darah melalui pembuluh darah oesofagus, karena pembuluh darah ini kecil maka gesekan akibat makanan yang normalnya tidak memberikan luka padaorang biasa membuat varises ini pecah sehingga timbul darah. Darah inidapat saja keluar melalui muntahan darah atau juga dapat melalui tinja yang berwarna ter (hematemesis melena). Hati juga mempunyai peranan dalam endokrin, sehingga sirosis dapat memperlihatkan manifestasi endokrin seperti pada wanita terdapat kelainan iklus menstruasi dan pada laki-laki ditemukan gynecomastia dan pembengkakan skrotum. D. Laboratorium 1. Urine : Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresinatrium berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurangdari 3 meq (0,1). 2. Tinja : Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah. 3. Darah : Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal, maka akan terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni.

Waktu protombin memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi pengobatan denganvitamin K. gambaran sumsum tulang terdapat makronormoblastik danterjadi kenaikan plasma sel pada kenaikan kadar globulin dalam darah. 4. Tes faal hati : Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini tampak jelas menurunnya kadar serum albumin <3,0%sebanyak 85,92%, terdapat peninggian serum transaminase >40 U/lsebanyak 60,1%. Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%.

E. Diagnosis Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tandayang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu. Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapatmenggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave.Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (Suatu lesi vaskular ang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderitasirosis), dan ikterus. Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serumalbumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat( SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkihati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosivena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh.

Derajat kerusakan Bilirubin serum Albumin serum Ascites Ensefalopati Nutrisi F. Komplikasi

Minimal <> > 35 (-) (-) Sempurna

Sedang 35-50 30-35 Mudah dikontrol Minimal Baik

Berat > 50 <> Sukar dikontrol Berat/ koma Kurang/ kurus

1. Perdarahan Gastrointestinal Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena. Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja namun terkadang juga terdapat ulkus petikum. 2. Koma hepatikum Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder. Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah.

Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak. 3. Ulkus peptikum Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan. 4. Karsinoma hepatoselular Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. 5. Infeksi Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

G. Penatalaksanaan Kebanyakan penatalaksaan ditujukan untuk meminimalisir komplikasi yang disebabkan oleh sirosis mengingat sirosis merupakankerusakan hati yang ireversibel sehingga untuk memperbaiki struktur hatis epertinya tidak dapat dilakukan.Pengobatan sirosis hati pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa yang akan datang,menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Interferon mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stellata bisa merupakan suatu pilihan. Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali

dengan dietrendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari. Dietrendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diureitk. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Responsdiuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpaadanya edema kaki atau 1kg/hari bila edema kaki ditemukan. Bila pemberian spironolaktine belum adequat maka bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.Pada pasien dengan adanya ensefalopati hepatik dapat digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu pendarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakanligasi endoskopi atau skleroterapi.

Anda mungkin juga menyukai