Anda di halaman 1dari 25

Makalah PBL (Problem Based Learning) tentang Gangguan Jantung Dengan Nyeri Dada Kiri

Kelompok C5 Nama Anggota:

PENDAHULUAN
Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah abdomen.1 Rasa nyeri yang dirasakan seperti diperas atau tertekan di daerah perikadium atau substernum didada ini membuat rasa yang sangat tidak nyaman dan ketakutan pada orang yang mengalaminya. Pada kebanyakan kasus timbul rasa nyeri yang semakin bertambah dan dengan intensitas serta frekuensi yang sering menyebabkan pasien datang ke rumah sakit untuk diperiksa. Rasa nyeri di dada yang timbul ini dapat disebabkan karena adanya kelainan pada sirkulasi darah pada jantung. Perlunya ketepatan dan kecepatan dalam menagani kasus ini diperlukan agar tidak menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada jantung sehingga menimbulkan masalah yang lebih serius.

ANAMNESIS Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pertanyaan yang dapat diajukan kepada pasien : 2
Pendekatan umum : memperkenalan diri anda, menciptakan hubungan yang baik,menanyakan

identitas pasien. Nilai keluhan utama dan riwayatnya : misalnya tentang nyeri dada(sejak kapan nyeri

dirasakan, bagaimana nyeri yang dirasakan dan penjalaran, intensitas nyerinya,lokasi nyeri, sifat nyeri, nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat,faktor pencetus ), sesak napas, palpitasi dan pusing atau sinkop. Tanyakan riwayat penyakit dahulu : seperti hipertensi, diabetes melitus, gastritis, asma dan

lain-lain Tanyakan mengenai kebiasaan : seperti merokok, minum minuman beralkohol, pola makan

sehari-hari Tanyakan riwayat keluarga : misalnya ada tidak keluarga menderita seperti ini. Tanyakan riwayat obat : misalnya apakah sebelum datang ke dokter sudah mengkomsumsi

obat atau adakah riwayat alergi obat. Keluhan tambahan lainnya

Hasil anamnesis :Seorang Nyonya B 60 tahun dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke
lengan kiri muncul tiba-tiba 3 jam yang lalu. Nyeri berkurang saat istirahat namun muncul kembali dan semakin memberat. Sebelumnya pernah merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit. Ayah pasien meninggal saat berusia 40 tahun karena serangan jantung.

PEMERIKSAAN
FISIK

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

Pengukuran tanda vital :


Keadaan Umum Tekanan Darah Suhu Frekuensi napas : tampak sakit berat : 110/90 mmHg : 36,3C : 20x/menit

Pemeriksaan fisik :3
1. Inspeksi Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap diameter anteroposterior adalah 2:1 dan simetris. Pada inspeksi dapat dilihat apakah ada kelainan

pada bentuk toraks, contohnya bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung ialah Voussure cardique (pectus caricatum) yang dimana terdapat penonjolan setempat yang lebar didaerah pericardium, diantara sternum dan apex cordis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung. Pulsasi pada orang dewasa normal agak kurus akan kelihatan dengan mudah yang disebut ictus cordis pada sela iga 5, kadang-kadang tampak disela iga sedikit sebelah medial dari garis midclavikula kiri, sesuai dengan letaknya apex cordis. 2. Palpasi Palpasi dilakukan dengan meletakkan seluruh telapak tangan pada dinding thoraks. Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi dapat diraba dengan cara palpasi. Dengan palpasi ictus cordis dapat diraba dengan demikian akan jelas lokasi dari puctum maksimum pulsasi dan juga dapat ditetapkan kuat angkat, luas, frekuensi dan kualitas dari pulsasi yang teraba. Dengan palpasi juga memungkinkan juga dapat diraba adanya fibrasi disamping pulsasi, yang disebut sebagai getaran (thrill). Getaran ini seringkali didapat dalam keadaan katup-katup yang menyebabkan adanya aliran tuberlen yang kasar dalam jantung atau dalam pembuluh-pembuluh darah yang besar dan biasanya sesuai dengan adanya bising jantung yang kuat pada tempat yang sama. 3. Perkusi Perkusi jantung terutama untuk menentukan besar dan bentuk jantung secara kasar. Pada perkusi kita dapat menentukan :

Batas jantung kanan Tentukan terlebih dahulu batas paru hati yang dimana kemudian 2 jari diatas

paru hati tersebut dilakukan perkusi lagi kearah sternum sampai terdengar perubahan suara sonor ke redup. Normal terjadi pada tempat diantara garis midsternum dan strernum kanan. Bila batas ini terdapat disebelah kanan garis sternum, kemungkinan disebabkan adanya pembesaran ventrikel kanan atau atrium kiri.

Batas jantung kiri Tentukan terlebih dahulu batas paru kiri pada garis axilaris anterior kiri, perkusi

mulai dari garis axilaris anterior kiri ke bawah sampai terdengar suara redup, tentukan peranjakan, kemudian 2 jari diatasnya dilakukan perkusi kearah sternum sampai terdengar perubahan bunyi ketukan dari sonor menjadi redup. Atau cara lain, perkusi dari linea axillaris anterior kiri pada sela iga 3,4,5 dengan perkusi ke arah medial atau arah tengah sternum dan mencari garis yang paling lateral dari jantung. Biasanya pada sela iga 5, normalterdapat ditempatsedikit medial darigarismidclaviculakiri. 4. Auskultasi Pemeriksaan auskultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop. Pada auskultasi dapat ditemukannya bunyi normal dan bunyi patologis. Bunyi normal dapat ditemukannya pada:
Pada ictus cordis untuk mendengarkan bunyi jantung 1 yang berasal dari katup mitral. Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal. Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup aorta. Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau pada bagian ujung sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspid.

PENUNJANG

1. EKG (Elektrokardiogram) 4 Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnotik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10

menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi IMA mural/transmural. 2. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih daapt dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

Creatinin kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan skenario yang didapat pasien tersebut menderita infark miokard akut (STEMI). Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasein menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina, sebagai berikut: Lokasi: substernal, retrosternal dan prekordial. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga menjalar ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebiih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut. Diagnosis STEMI ditegakkan bila ditemukan 2 dari 3 syarat dibawah ini: 1. Angina Pektoris. 2. Kelainan yang bermakna pada gelombang ekg, yaitu: ditemukkannnya hiperakut T, elevasi segmen ST lebih dari 0,1 mV pada 2 sadapan atau lebih sadapan ekstremitas, lebih dari 0,2 mV pada sadapan prekordial, gelombang Q patologis dan inversi gelombang T. Evaluas biokimia dan kenaikan enzim jantung 2X dari batas normal.

Gambar no.1 EKG normal dan STEMI.

DIAGNOSIS BANDING
1. Prinzmetal Angina Angina ini terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyatannya sering terjadi pada saat istirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal (varian), suatu arteri koroner mengalami spasme yang menyebabkan iskemia jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Pada lain waktu, arteri koroner tidak mengalami sklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun tidak jelas tampak lesi pada

arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptida vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina varian.1 2. NSTEMI Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. 4

Biomarker Kerusakan Miokard


Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.4 3. PERIKARDITIS Salah satu reaksi radang pada perikarditis akut adalah penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan cairan perikard. Efusi yang banyak atau timbul cepat akan menghambat pengisian ventrikel, penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jantung sekuncup dan semenit berkurang. Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai tamponad jantung. Bila reaksi radang ini berlanjut terus, perikard mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan, kalsifikasi dan juga terisi eksudat yang akan menghambat proses diastolik ventrikel, mengurangi isi sekuncup dan semenitserta mengakibatkan kongesti sistemik (perikarditis konstriktifa) Penatalaksanaan: OAINS dipakai sebagai dasar pengobatan medikamentosa.

Kortikosteroid (prednisolon oral 60mg/hari) diperlukan bila sakitnya tidak teratasi

dengan OAINS. Pungsi perikard dilakukan untuk tindakan diagnostik. Bila ada tamponad , maka pungsi perikard dilakukan sebagai tindakan terapi. 4. UAP Angina tidak stabil (UAP) termasuk gejala infark mioakard pada sindrom koroner akut dan memerlukan tindakan klinis yang menyeluruh. Angina tidak stabil adalah kombinasi angina klasik dan angina varian, dan dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung.1 Yang dimasukkan ke dalam angina tidak stabil, yaitu : 4
1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari 2. pasien dengan angina yang semakin bertambah berat, sebelumya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor prespitasi makin ringan 3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat

Gambaran klinis : Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. TABEL 1. Perbedaan antara UAP, NSTEMI dan STEMI Jenis UAP Nyeri dada Angina pada waktu istirahat / aktivitas ringan, crescendo angina, bisa hilang NSTEMI dengan nitrat Lebih berat dan lama (>30 menit ), tidak hilang dengan nitrat, mungkin perlu opiat Depresi segmen ST Inversi T dalam Meningkat minimal 2x dari nilai batas atas normal EKG Depresi segmen ST Inversi Gelombang T Tidak ada gelombang Q Enzim Jantung Tidak meningkat

STEMI

Lebih berat dan lama (> 30 menit ) tidak hilang dengan nitrat , mungkin perlu opiat

Hiperakut T Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas, >0,2 mV pada prekordial Gelombang Q Inversi Gelombang T

Meningkat minimal 2x dari nilai batas atas normal

ETIOLOGI
STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik Penyempitan aterorosklerotik Trombus Plak aterosklerotik Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium Penurunan darah koroner melalui yang menyempit Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.2,5,6

Faktor Resiko Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : 1. Usia Meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK pembuluhdarah mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir sampaimati. Tiap arteri menghambat bentuk ketuanya sendiri. Arteri yang berubah

palingdini mulai pada usia 20 tahun adalah pembuluhcoroner. Arteri lain mulaibermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun. terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahundan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat denganbertambahnya umur.4,6
2. Jenis Kelamin.

Merupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan jantung dibandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita terjadi10 tahun lebih lama dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan kelainan jantung PJK .namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini diduga faktor hormonal seperti estrigen melindungi wanita.6
3. Riwayat Keluarga dengan penyakit arterosklerosis. 4. Ras Faktor faktor yang dapat dimodifikasi. 1. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktormiokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanandarah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadapdinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinyaaterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris,insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderitahipertensi dibandingkan orang normal 2. Hiperkolesterolmia Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dindingpembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempitdan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akanmenyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliranderah pada pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi ke jantungmenjadi berkurang. Kurangnya oksigen akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah,sakit dada, serangan jantung bahkan kematian.2,6 3. Merokok Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsanganoleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan

kerusakan dindingarteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesteroltetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadarHDL kolesterol makin menurun. 4. Kegemukan Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. 5. Diabetes Melitus Intoleransi terjadi.4,6 terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisipenyakit pembuluh darah. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi

EPIDEMIOLOGI
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA. Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini.

PATOFISIOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Gambar No.02. Patofisiologi Atherosklerosis

MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.
-

Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. 2,4

Nyeri dada tipikal(angina) merupakan gejala kardial pasien IMA dan merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien. Sifat nyeri dada angina adalah sebagai berikut o Lokasi : berada pada substernal, retrosternal, dan prekordial o Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, ditindih benda berat seperti ditusuk, diperas atau dipelintir.

o Penjalaran : ke lenngan kiri dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,punggung/interskapula, perut dapat juga ke lengan kanan.
o

Adanya faktor pencetus : aktivitas fisik, emosi, udara dinggin dansesudah makan.

o Gejala yang menyertai : keringat dingin, cemas, lemas, mual,muntah serta sulit bernafas. o Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau memakan obatnitrat. o Nyeri juga terdapat pada perikarditis akut, emboli paru, gangguan gastroinstestinaldan lain sebagainya. Tetapi nyeri STEMI tidak selalu ditemukan pada diabetesmelitus dan usia lanjut
-

Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.5

PENATALAKSANAAN
1. Nitrat Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efektivitas mengurangi preload adan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 14 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral. 2. Penyekat Beta/Beta Bloker Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard, meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tak stabil menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan risiko infark sebesar 13 % (p<0,04).

Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi. Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa. Kontar indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia. 3. Antagosis Kalsium Antagosis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan non dihirdropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menunjukkan tekanan darah. Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil. Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapati antagonis kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien yang sebelumnya tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan angina yang rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasii nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%. Tapi kedua studi secara statistik tak bermakna. Kenaikan mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan takikardi dan kenaikan kebutuhan oksigen. Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin. Pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang ada kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina masih refrakter. 4. Inhibitor ACE Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya dan/atau ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang

melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensi. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE. Terapi Bedah Terapi Bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat dilakukan,yaitu:
Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit mencapai

terapi obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi kardiak Percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass graft (CABG) dapat dibuat untuk menyembuhkan iskemia berlanjut atau berulang & untuk membantu mencegah perkembangan manjadi MI atau kematian. Indikasi & metode yang disukai adalah berada diluar posedur ini, biasanya berdasarkan atas hasil dari suatu angiografi. Indikasi untuk Revaskularisasi Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan pada pasien, jika:

o Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien. o Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard. o Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian. o Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan biasa dan
sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka. PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)

Tindakan PCI Pada mulanya tindakan percutaneous transluminal angioplasty hanya dilakukan pada satu pembuluh darah saja, sekarang ini telah berkembang lebih pesat baik oleh karena pengalaman, peralatan terutama stent dan obat-obat penunjang. Pada pasien dengan PJK stabil dengan anatomi koroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada satu atau lebih pembuluh darah (multi-vessel) dengan baik (PCI sukses). Risiko kematian oleh tindakan ini berkisar 0.31%. Tindakan PCI pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan obat medis, tidaklah menambah survival dan hal ini berbeda dibanding CABG.

Gambar No.03 Pemasangan PTCA CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal ke otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini memasok darah beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-bypass" arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung. Pada CABG, pembuluh darah yang dipakai adalah A. Mamaria Interna, Revesed Segment dari V. Saphena Magna, A.Gastroepiploica, A.epigastrium Inferior, dan A.Radial.

Biasanya CABG dilakukan untuk mereposisi 3 sampai 4 pembuluh darah yang mengalami gangguan. Pilihan yang paling baik adalah dengan menggunakan A.Mamaria Interna karena patensinya yang cukup lama.

Gambar No. 04 Jantung yang Dipasang CABG

KOMPLIKASI
Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark antara lain; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai

adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

Edema Paru Akut Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru. Seiring dengan semakin parahnya gagal ventrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam jaringan intersitium dan rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi paru juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenannya peningkatan beban kerja bagi sisi kanan jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya menyebabkan sisi kanan jantung akan mengalami kegagalan. Syok kardiogenik Syok kardiogenik merupakan ekspresi klinik yang paling berat dari kegagalan ventrikel kiri dan dihubungkan dengan besarnya kerusakan struktur pada ventrikel kiri yang lebih dari 80% pada pasien STEMI. Biasanya syok kardiogenik dikarenakan oleh ruptur musculus papilaris. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. Infark ventrikel kanan Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan terutama sadapan V4R, sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien dengan infark ventrikel kanan. Terapi

terdiri dari ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk neningkatkan tampilan dengan reduksi Pulmonary capillary wedge (PCW) dan tekanan arteri pulmonalis.

PENCEGAHAN 1. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.4 2. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.8 3. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.1 4. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk

meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung 4 PROGNOSIS Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA: Klasifikasi Killip: berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik Klasifikasi Forrester: berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.

Tabel 02 Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut KELAS 1 DEFINISI MORTALITAS Tak ada tanda gagal jantung 6

2 3 4

kongestif +s3 dan atau ronkhi basah Edema paru Syok kardiogenik

17 30-40 60-80

KESIMPULAN Angina pektoris merupakan suatu gejala atau sindrom yang menandakan adanya iskemi pada sel-sel otot jantung. Iskemi tersebut timbul akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada jantung yang biasanya terjadi karena arterosklerosis. Sindrom tersebut timbul dengan rasa nyeri pada kiri dan dapat menyebar ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah abdomen. Anginastabil dapat terjadi pada saat melakukan aktivitas dan menghilang saat istirahat disertai dengan keluhan seperti mual, muntah,sesak napas, dan keringat dingin. Pada skenario nyonya B 60 tahun datang dengan keluhan nyeri dada kiri menjalar ke lengan kiri yang muncul tiba-tiba 3 jam yang lalu. Nyeri hilang saat istirahat namun terus menerus muncul kembali dan semakin memberat.Jadi Nyonya menderita STEMI/ infark miokard akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504. 2. David Rubenstein, David Wayne,John Bradley. Lecture Notes:

Kedokteran Klinis. Edisi ke-6.Jakarta: Penerbit Erlangga;2006.hal.297-301. 3. MardiSantoso. PemeriksaanFisik Diagnosis. Jakarta :Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.hal.50-57. 4. Buku ajar IlmupenyakitdalamjilidII.Edisi ke-5.Jakarta:Interna

Publishing;2009.hal.1728-34.
5.

E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih.Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium

klinik. Jakarta: Karisma Publishing;2008.hal.326-8. 6. Burnside, John W. Diagnosis Fisik. Edisi ke-17. Jakarta: EGC;1995.
7.

T.

Bahri

Anwar

Djohan.

Penyakit

Jantung

Koroner

dan

Hipertensi.2004.Diunduh dari http://library.usu.ac.id, 25 September 2011. 8. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000.

Anda mungkin juga menyukai