Anda di halaman 1dari 57

BAB I PENDAHULUAN I.

1 LATAR BELAKANG WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm.7 Di Indonesia penyakit kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar masih merupakan masalah besar atau masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu kurang lebih antara 45-65 %, bahkan diwilayah-wilayah tertentu yang sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80%. Cacing-cacing dengan prevalensi yang tinggi ini adalah cacing gelang (ascaris lumbricoides), cacing cambuk (trichuris trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Jika diperhatikan dengan teliti, cacing-cacing yang tinggal diusus ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya, seperti kurang gizi karena cacing gelang suka mengkonsumsi karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang suka menghisap darah diusus sedangkan cacing-cacing cambuk dan pita suka sekali mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan lainnya seperti turunnya prestasi belajar. Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut jenis cacing tahun 20022006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0%.
8

Hasil survei dari Dinas Kesehatan Kota Mataram pada tahun 2010 didapatkan bahwa dari 6.502 siswa SD yang diperiksaan didapatkan bahwa sebanyak 1.478 siswa positif menderita kecacingan dimana Cacing Gelang menempati angka tertinggi yaitu 1000 siswa, Cacing Cambuk sebanyak 442 dan Caacing tambang sebanyak 36 . Khususnya pada Puskesmas Tanjung Karang memiliki angka yang lumayan banyak yaitu sebanyak 246 positif menderita
1

kecacingan. Pada wilayah puskesmas Tanjung Karang penderita kecacingan didominasi oleh SDN 15 Ampenan yaitu sebanyak 60 siswa dari 202 siswa yang diperiksa disekolah tersebut. 9 I.2 I.2.1 TUJUAN Tujuan Umum. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan perilaku siswa-siswi kelas IV, V dan VI SDN 15 Ampenan yang berhubungan dengan penyakit cacingan . I.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui tempat Buang Air Besar (BAB) siswa-siswi kelas IV, V

dan VI SDN 15 Ampenan.

Mengetahui sumber air yang digunakan oleh siswa-siswi kelas IV, V

dan VI SDN 15 Ampenan .

Mengetahui kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sesudah makan

dan setelah BAB (Buang Air Besar) pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI SDN 15 Ampenan.

Mengetahui kebiasaan memakai alas kaki pada siswa-siswi kelas IV, V

dan VI SDN 15 Ampenan.

Mengetahui kebiasaan tempat jajanan pada siswa-siswi kelas IV, V dan

VI SDN 15 Ampenan.

Mengetahui kebiasaan memotong kuku pada siswa-siswi kelas IV, V

dan VI SDN 15 Ampenan.

Mengetahui pengetahuan tentang penyakit cacingan pada siswa-siswi

kelas IV, V dan VI SDN 15 Ampenan.

I.3

LANDASAN TEORI 1.3.1 PREVALENSI DAN INTENSITAS INFEKSI Penyakit cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perKotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda. Hasil survey cacingan di Sekolah Dasar di beberapa Provinsi pada tahun 1986 -1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar antara40% - 80%. Hasil survey Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di 10 Provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%. 1.3.2. KERUGIAN AKIBAT CACINGAN Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestive),

penyerapan( absorbsi), dan metabolism makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing atau cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Kerugian kalori / protein dan darah tersebut bila dihitung dengan jumlah penduduk 220.000.000 dapat diperkirakan sebagai berikut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung arti menderita atau mengalami kejadian. Dengan demikian, kata kecacingan berarti seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur (2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia. Helminthiasis (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu: 1. 2. Nemathelminthes (cacing gilik) Plathyhelminthes (cacing pipih) Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda.
3

Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus. Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia Sekolah Dasar. Diantara Nematoda usus ini yang sering menginfeksi manusia ditularkan melalui tanah atau disebut soil transmitted helminths yakni : a) b) c) Ascaris lumbricoides Trichuris trichiura Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

a) Ascaris lumbricoides Salah satu penyebab kecacingan pada manusia yang disebut penyakit askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda intestinalis yang lain. Bentuknya silindris (bulat panjang), ujung anterior lancip. Bagian anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna.

Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing jantan, dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Cacing jantan panjangnya 10-30 cm, warna putih kemerah-merahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm.

Gambar 2.1. Ascaris lumbricoides A. Betina, B. Jantan

Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan, minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke jantung. Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan ke seluruh tubuh antara lain ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal selama 10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran 1,5 mm, ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian ke esofagus, lambung akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm. Seekor cacing betina mampu menghasilkan 200.000-250.000 telur perhari. Telur yang telah dibuahi akan menjadi matang di tanah yang lembab dalam waktu 3 minggu dan dapat hidup lama serta tahan terhadap pengaruh cuaca buruk. Keseluruhan siklus hidup ini berlangsung kurang lebih 2-3 bulan. Cacing dewasa ini akan tahan hidup di dalam rongga usus halus hospes selama 9-12 bulan. b) Trichuris trichiura Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Hospes defenitifnya adalah manusia. Cacing ini lebih sering ditemukan bersama-sama dengan cacing Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dan kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis.

Gambar 2.2 Trichuris trichiura, dewasa (Kiri : Betina, Kanan : Jantan)

Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki sumbat yang menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan panjangnya 4 cm, dan cacing betina penjangnya 5 cm. Manusia terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing yang telah berembrio. Telur yang tertelan akan menetas di duodenum dan larva yang keluar akan melekat di villi usus. Untuk perkembangan larvanya cacing ini tidak mempunyai siklus paru-paru. Larva ini akan tetap tinggal di villi usus selama 20-30 hari untuk kemudian bergerak ke coecum dan kolon bagian proximal. Pada infeksi yang berat, cacing dapat pula ditemukan di ileum, appendix, bahkan seluruh usus besar. Cacing dewasa membenamkan bagian anteriornya di mukosa usus dan mulai memproduksi telur sebanyak 2000-7000 telur perhari. Telur yang dihasilkan cacing ini akan keluar dari tubuh bersama tinja. Di luar tubuh, di tempat yang lembab dan hangat, telur ini akan mengalami pematangan dalam waktu 2- 4 minggu dan siap menginfeksi host lain. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi dewasa adalah 1-3 bulan. Cacing jantan dan betina dewasa berhabitat di usus kecil terutama jejenum, tetapi pada infeksi yang berat, cacing ini dapat pula ditemukan di lambung. Telur yang dihasilkan betinanya akan dikeluarkan bersama-sama tinja, 2-3 hari kemudian menetas dan keluar larva rhabditiform, selama 2 hari larva rhabditiform tumbuh menjadi larva filariform (infektif) yang tahan terhadap perubahan iklim dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah lembab. Larva filariform menembus kulit, masuk ke pembuluh darah kapiler dan mengikuti peredaran darah masuk ke jantung kanan, kemudian paru-paru, lalu ke pharynx, kemudian ke usus halus dan di sana menjadi dewasa Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform Ancylostoma

PATHWAY

Gambar 2.3 Siklus Ancylostoma duodenale

Hookworm Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia. Dan kedua cacing ini menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan Ankilostomiasis. Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan.

Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing Necator americanus betina dapat bertelur 9.000 butir/hari sedangkan cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur 10.000 butir/hari.

Gambar 2.4 Cacing Ancylostoma duodenale A.jantan B.Male

Gambar 2.5 Cacing Necator Americanus EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KECACINGAN 1) Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan Orang Penyakit kecacingan dapat menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin. Menurut Depkes RI (2004) infeksi kecacingan yang disebabkan cacing soil transmitted helminths terjadi pada semua golongan umur sebesar 40%-60%, sedangkan pada usia Sekolah Dasar (7-15 tahun) sebesar 60%-80%. Menurut penelitian Ginting (2001-2002) pada anak Sekolah Dasar di Kabupaten Tanah Karo dari 120 sampel ditemukan 84 orang yang positif kecacingan dengan
9

rincian anak laki-laki sebanyak 51orang (60,7%) dan anak perempuan sebanyak 33 orang (39,3%). Sejak tahun 2002 angka kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar terlihat mengalami fluktuasi yaitu dari 33,3%, menurun menjadi 33,0% pada tahun 2003, tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi tahun 2005 yaitu 28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 32,6%. Tempat Penyakit kecacingan umumnya terjadi pada daerah yang mempunyai sanitasi lingkungan yang jelek dan kurang tersedianya air bersih dan sosial ekonomi yang rendah. Dari hasil penelitian Hiswani (1997) di Nias menemukan prevalensi cacing yang ditularkan melalui tanah soil transmitted helminths masih cukup tinggi yaitu Ascaris lumbricoides sebesar 35% sedangkan prevalensi cacing Trichuris trichiura 5,7% Pada tahun 2002 prevalensi kecacingan dari hasil survei di 10 propinsi Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar sangat bervariasi yaitu 4,8%-83,0% dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan diikuti Propinsi Sumatera Utara, sedangkan yang terkecil di Propinsi Jawa Timur. Hasil survei prevalensi kecacingan tahun 2003 dengan sasaran dan lokasi yang sama pada tahun 2002 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Prevalensi cacingan keseluruhan 42,26% dengan rincian Trichuris trichiura 20,30% dan Hookworm 0,7%. Waktu Penyakit Kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan sangat erat kaitannya dengan kelembaban tanah tempat telur cacing berkembang biak. Lingkungan tanah liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura sedangkan lingkungan yang mengandung pasir sangat menguntungkan bagi cacing Hookworm Ascaris lumbricoides 22,26%,

10

2)

Faktor Lingkungan Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan

oleh karena itu pemberantasan penyakit cacing ini harus melibatkan berbagai pihak. Faktor lingkungan seperti tanah, air, tempat pembuangan tinja tercemar oleh telur atau larva cacing serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu personal higiene maka dapat menimbulkan kejadian kecacingan . Keadaan lingkungan yang menyebabkan faktor penyebab kejadian kecacingan adalah Sumber air Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan terhindar dari kuman maka air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu. Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu: a. Sumber air : air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air tanah (sumur dangkal, sumur dalam) b. Pengolahan air (seperti pembuangan benda-benda yang terapung/melayang, pengendapan, penyaringan, penyimpanan)

Jamban Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang penting,

karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara
11

lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing. Maka untuk menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan menggunakan jamban sebagai penampung tinjanya

Personal Higiene Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan

dan perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah dan kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena infeksi cacing Usaha kesehatan pribadi (personal higiene) adalah daya upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri meliputi: I. Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan sebelum dan

sesudah makan), pakaian, rumah dan lingkungannya (BAB pada tempatnya). II. Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit. Cara hidup

yang teratur. III. IV. V. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat. VI. Pemeriksaan kesehatan.

CARA PENULARAN Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm

dikelompokkan sebagai cacing yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths) karena cara penularannya pada setiap orang sama yaitu melalui tanah. Secara gambaran epidemiologi, soil transmitted helminths biasa terdapat di daerah beriklim tropis dan daerah beriklim sedang dan perbedaannya hanya terletak pada jenis
12

spesies dan beratnya penyakit yang ditimbulkan. Adapun cara cacing ini menginfeksi manusia yakni dengan menembus kulit manusia oleh larva infectious (larva matang) atau menelan telur cacing yang lengket pada makanan atau minuman yang tidak dimasak dengan matang.

13

DIAGNOSA Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm. Dan pada cacing lumbricoides dewasa dapat keluar melalui mulut, hidung, maupun anus TANDA DAN GEJALA o Terdapat loeffler sindrome dengan gejala: demam, batuk, infiltrasi paru-paru, malaise, bahkan pneumonitis. o Pada infeksi ringan gangguan Gastro Intestinal ringan. o Pada infeksi berat dapat meyebabkan gejala mual, muntah, anoreksia bahkan ileus. o Menimbulkan penyakit Ground itch (cotaneous larva migrans) dengan gejala : gatal-gatal, erythema, papula, erupsi dan vesicula pada kulit. o Badan terasa lemah, neusea, sakit perut, lesu, anemia, penurunan berat badan dan kadang-kadang diare dengan tinja berwarna hitam. o Menimbulkan anemia pada penderita UPAYA PENCEGAHAN a) Pencegahan Primer Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutuskan rantai daur hidup dengan cara: berdefekasi di kakus, menjaga kebersihan, cukup air di kakus, mandi dan cuci tangan secara teratur. Melakukan Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara menghindari infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan sebelum makan, membiasakan menggunting kuku secara teratur, membiasakan diri buang air besar di jamban, membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar, Ascaris Ascaris

14

membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah, membiasakan diri mencuci semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih

15

b) Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan memeriksakan diri secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta menganjurkan makan obat cacing 6 bulan sekali khususnya masyarakat yang rentan terinfeksi cacing

16

BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG A. Letak Geografis Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan dengan luas wilayah kerjanya 746 km2 , yang berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ampenan Tengah, wilayah kerja Puskesmas Ampenan. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Mataram, wilayah kerja Puskesmas Pagesangan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan karang Pule, wilayah kerja Puskesmas Karang Pule. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok. Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2010 menggunakan 6 Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan Ampenan Selatan, Taman Sari, Banjar, Tanjung Karang Permai, Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan jumlah penduduk dan kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2010 adalah sebagai berikut : NAMA KELURAHAN Karang Jaya Tanjung Karang Permai Tanjung Karang Ampenan Selatan Taman Sari Banjar JUMLAH JUMLAH PENDUDUK (JIWA) 9.823 8.598 5.306 11.437 5.875 6.088 47.127

17

B. Topografi Desa 1. Luas Wilayah Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan dengan luas wilayah kerjanya 746 km2 2. Tipelogi Wilayah kerja Puskesmas Tanjun Karang dengan cakupan 6 Kelurahan terdiri dari daerah dataran rendah, pantai, serta bukan pantai yang berbatasan dengan kabupaten lain maupun dengan laut. 3. Iklim Curah hujan Jumlah bulan hujan Jumlah hari hujan Suhu rata-rata harian Bentang wilayah : : : : : 282 mm/thn. 5 bulan. 14 31,7 0C datar.

C. Demografi Desa Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang sebanyak 47.127
jiwa yang tersebar di 6 kelurahan.

D. Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Tanjung Karang mempunyai tenaga sebanyak 60 orang pada tahun 2010. Sebanyak 45 orang (75%) merupakan tenaga PNS, dan 15 orang (25%) non PNS. Dari 60 orang tenaga yang ada, sebanyak 50 orang (83.3%) merupakan tenaga medis, dan selebihnya sebanyak 10 orang (16.7%) merupakan tenaga non-medik. Tenaga
18

medik yang dimaksud meliputi tenaga Dokter Umum sebanyak 3 orang, Dokter Gigi sebanyak 1 orang, tenaga paramedik perawatan (perawat, perawat gigi, dan bidan), tenaga medis non perawatan. Pada sisi kuantitas, tenaga relatif cukup bahkan mungkin lebih, namun dari sisi kualitas masih perlu dianalisa lebih lanjut.

19

Berikut gambaran penyebaran tenaga Puskesmas Tanjung Karang dalam bentuk tabel:
No 1. Jenis Tenaga * Medik - Dokter Umum - Dokter Gigi Sarjana Kesehatan - S. Kep. Ners - S. Kep - D4 Kebidanan - Sarjana Teknik Ling - SKM Paramedik Perawatan - Akper - SPK - Akbid - Bidan - D3 Perawat Gigi - SPRG Paramedik Non Perawatan - AKL/APK - AAK - AKZI - D3 Farmasi - SPAG - SPPH - SMF/SAA - Pekarya Kesehatan Non Medik - Sarjana (S1) - Sarjana Muda (DIII) - SMU - SMP - SD Jumlah PNS 3 1 1 2 1 11 2 4 2 1 2 2 3 1 1 2 1 2 1 2 45 Non PNS 1 1 3 1 3 1 3 1 1 15 WISN Jumlah 3 1 8 7 3 3 2 4 2 3 1 1 1 2 2 14 3 7 2 1 2 3 3 1 2 2 1 2 1 5 1 1 60

2.

3.

4..

5.

E. Sosial Budaya dan Pendidikan SARANA PENDIDIKAN Jumlah PAUD Jumlah TK Jumlah SD/MI : 10 Buah : 14 Buah : 17 Buah
20

Jumlah SMP/MTS Jumlah SMA/MA Jumlah Pesantren

: 7 Buah : 5 Buah : 2 Buah

SARANA PERIBADATAN Jumlah Masjid & Pura Jumlah Langgar SARANA UMUM Jumlah Pasar Jumlah Toko Obat/Apotik Jumlah Salon : 1 Buah : 3 Buah : 18 Buah : 37 Buah : 0 Buah

Jumlah Lesehan/RM/IRTP/Catering : 180 Buah Jumlah Hotel Jumlah Kolam Renang Jumlah Panti Asuhan : 2 Buah : 1 Buah : 2 Buah

F. Sarana dan Prasarana Kesehatan


SARANA KESEHATAN

Sarana pelayanan kesehatan Puskesmas Tanjung Karang terbagi menjadi: Pelayanan Rawat Jalan; Pelayanan Rawat Inap Umum dengan 12 tempat tidur: 4 tempat tidur bangsal anak, 4 tempat tidur bangsal putra, 4 tempat tidur bangsal putri; Ruang bersalin 3 tempat tidur; Ruang Nifas 5 tempat tidur; Ruang bayi 2 box inkubator. Puskesmas Tanjung Karang juga dilengkapi dengan fasilitas Laboratorium sederhana, Apotik, OK Minor, Poli Tumbuh kembang, UGD 24 Jam, Dapur umum dan rumah dinas Dokter serta Paramedis. Sarana pelayanan kesehatan lingkup Puskesmas Tanjung Karang selain Puskesmas Induk, juga 2 Puskesmas Pembantu yaitu Pustu di Ampenan Selatan dan Pustu Tanjung Karang di Perumnas. Dengan 2 buah Poskesdes dengan Bidan Desa yang menetap dan 1 orang Bidan Desa yang tidak menetap di desa. Selain Pustu dan Poskesdes, Puskesmas Tanjung Karang juga memiliki 34 Posyandu yang terbagi dalam: Posyandu Pratama Posyandu Madya : 0 buah : 12 buah
21

Posyandu Purnama Posyandu Mandiri

: 22 buah : 0 buah

Selain itu sebagai salah satu Puskesmas dalam lingkup Kota Mataram, keberadaan alat dan bahan kesehatan relatif lengkap dan sesuai dengan standart pelayanan dan kemungkinan pengembangan Puskesmas kedepannya Poskestren sebanyak 2 buah.

22

BAB III MASALAH KESEHATAN A. PROFIL KESEHATAN MASYARAKAT Upaya Kesehatan Wajib yang dilakukan oleh Puskesmas Tanjung Karang sesuai Permenkes 128 tahun 2004 adalah : Upaya Kesehatan Ibu dan Anak Upaya Kesehatan Perbaikan Gizi Masyarakat Upaya Kesehatan Lingkungan Upaya Promosi Kesehatan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Upaya Kesehatan Pengobatan Sedang Upaya Kesehatan Pengembangan yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Mataram yaitu : Upaya kesehatan Lansia Pelayanan Rawat Inap Pelayanan PONED (kegawatdaruratan ibu dan bayi) Kemudian hasil tersebut juga disesuaikan dengan Target yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kota Mataram melalui target di tiap-tiap program kegiatan. UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK KB
Pada tahun 2010 terdapat 0 (nol) kasus ibu meninggal, hal tersebut merupakan jumlah yang lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 2 kasus. Ibu hamil yang terdata pada tahun 2010 sebanyak 1.082 jiwa, meningkat dari tahun 2009 yang hanya 1.048 jiwa. Demikian pula halnya dengan jumlah bayi meninggal yang hanya berjumlah 3 kasus. Kasus terbanyak pada kelurahan Kekalik Jaya sebanyak 2 kasus dan sisanya terdapat pada kelurahan Banjar. Jumlah bayi meninggal pada tahun 2009 mencapai 11 kasus. Untuk Indikator-indikator kesehatan ibu, yang mengalami peningkatan cakupan target adalah cakupan kunjungan bumil K4 sebesar 94.7%, jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya berkisar pada 90.69%. Namun hal tersebut masih dibawah target SPM 2010 yaitu sebesar 95%. Cakupan bumil resti/komplikasi yang ditangani oleh puskesmas mengalami peningkatan drastis menjadi 75.2% yang pada tahun 2009 hanya sebesar 14.69%. Capaian tersebut harus 23

ditingkatkan lagi pada tahun 2011, karena masih dibawah target SPM sebesar 80%. Pelayanan persalinan oleh nakes merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang mengalami peningkatan yaitu sebesar 92.6 % yang pada tahun 2009 hanya mencapai 83.43%. Hal tersebut melebihi target yang dikeluarkan oleh Puskesmas yaitu sebesar 89%. Indikator kesehatan berikutnya yaitu pelayanan nifas lengkap/ ibu dan neonatus sesuai standar (KN3). Indikator tersebut mengalami penurunan menjadi 81.1% yang pada tahun 2009 mencapai 82.30%. Indikator tersebut selain mengalami penurunan juga belum mencapai target SPM yaitu 90%. Capaian pelayanan dan atau rujukan bumil resti/komplikasi merupakan indikator yang bisa kita banggakan karena sudah mencapai 100% melebihi capaian 2009 yang sebesar 73.31% serta sudah mencapai target SPM sebesar 100%. Pada upaya kesehatan ibu dan anak KB, yang diperhatikan adalah kesehatan bayi. Indikator indikator yang mencerminkan kesehatan bayi salah satunya adalah jumlah kematian bayi. Jumlah kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada tahun 2010 sebanyak 3 kasus. Hal tersebut mengalami penurunan dari tahun 2009 yang mempunyai 11 kasus bayi meninggal. Cakupan BBLR yang ditangani sudah mencapai angka 100% sesuai dengan target SPM. Cakupan neonatal resti/komplikasi yang ditangani masih dikisaran 72.4%, walapun hal ini masih dibawah target cakupan SPM yakni sebesar 80%. Namun hal tersebut sudah mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2009 sembilan yang sebesar 27.74%. Cakupan kunjungan bayi sudah jauh melebih target SPM yang hanya sebesar 90%. Cakupan kunjungan bayi ke Puskesmas Tanjung Karang sudah mencapai123.9% pada tahun 2010 dan 109.42% pada tahun 2009. Cakupan KN1 mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 75.7% dari tahun 2009 yang mencapai angka 84.71%.

UPAYA KESEHATAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Angka balita gizi buruk sebanyak 0 (nol) kasus, hal ini merupakan peningkatan dari tahun 2009 yang mencapai 3 kasus. Cakupan jumlah pemberian vitamin A pada balita sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun masih di bawah target SPM (90%) yakni hanya sebesar 71.63%. Hal tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2009 yang mencapai 66.12%. Cakupan pemberian tablet besi sudah melebihi target SPM (90%) yaitu sebesar 98.52%. Cakupan balita yang naik berat badannya hanya mencapai 51%, meskipun hal ini merupakan peningkatan dari tahun 2009 yang hanya mencapai 48.10%, namun capaian ini masih dibawah target SPM yaitu sebesar 80%.
24

Angka balita bawah garis merah (BGM) sudah mencapai target SPM yakni <15%. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai kisaran 3.55%, telah terjadi penurunan pada tahun 2010 yang mencapai 4.22%. UPAYA KESEHATAN PENYEHATAN LINGKUNGAN Jumlah sasaran air bersih pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu mencapai 9723 dari tahun 2009 yang hanya mencapai 7672. Meskipun sasarannya mengalami peningkatan, namun cakupan sarana air bersih (sab) mengalami penurunan (78.3%) dari nilai tahun 2009 sebesar 81.5%. Hal tersebut masih di bawah target SPM yang mencapai 90%. Kelompok pemakai air pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang mengalami penurunan menjadi 34 Tim dari 73 tim pada tahun 2009. Namun dari 34 Tim tersebut hanya 21 yang bertahan (61.76%). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kelompok pemakai air menjadikan sarana air bersih tersebut sebagai milik pribadi. Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari 186 menjadi 191 buah. Namun dari jumlah tersebut, hanya 43 buah (22.5%) yang memenuhi syarat. Kenyataan ini masih di bawah target SPM yang mencapai 75%. Jumlah Saluran Pembuangan Air dan Limbah (SPAL) pada wilayah kerja Puskesmas mengalami peningkatan menjadi 9723 buah dari 8863 buah pada tahun 2009. Cakupan SPAL melebihi target SPM (75%) yaitu 81.8% pada tahun 2010. Salah satu indikator penyehatan lingkungan adalah cakupan rumah sehat dan jamban keluarga. Secara keseluruhan, jumlah rumah mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 9723 dari 7672. Namun cakupan rumah sehat yang ada mengalami penurunan menjadi 71.4% dari 93.4%. Hal ini masih di bawah target SPM sebesar 75%. Jumlah jaga yang memenuhi syarat mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2009 menjadi 2042 buah, namun cakupan jaga mengalami penurunan menjadi 71.4% dari 75.5% pada tahun 2009. Hal tersebut masih di bawah target SPM sebesar 75%. UPAYA KESEHATAN PROMOSI KESEHATAN
25

Promosi kesehatan merupakan salah satu ujung tombak dari program Puskesmas pada umumnya dan Puskesmas Tanjung Karang pada khususnya. Hal ini berkaitan dengan salah satu fungsi Puskesmas sebagai Pusat Pembangunan Berwawasan Kesehatan. contohnya. Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu bentuknya. Penyuluhan PHBS dapat dilakukan di Rumah Tangga, Sekolah, Institusi Sarana Kesehatan, Institusi Tempat Tempat Umum (TTU), serta Institusi Tempat Kerja. Penyuluhan PHBS di Rumah Tangga mulai dilakukan pada tahun 2010 dan mencapai cakupan sebesar 56.59%. Hal tersebut bisa dikatakan pencapaian yang baik walaupun masih di bawah target SPM sebesar 65%. Penyuluhan PHBS di Sekolah dan Institusi Kesehatan masing-masing mencapai angka 37.5% dan 100%. Kedua pencapaian tersebut sudah di atas target yang dicanangkan oleh Puskesmas sebesar 37% dan 100%. Penyuluhan PHBS di Institusi TTU mencapai 31.8% di atas target Puskesmas yang hanya 31%. Penyuluhan PHBS di Institusi Tempat kerja belum dilakukan oleh karena satu dan lain hal. Pos Pelayanan Terpadu atau yang bisa dikenal dengan nama POSYANDU merupakan perpanjangan tangan dari puskesmas. Jumlah Posyandu madya yang dimiliki oleh Puskesmas Tanjung Karang mencapai 31.54% dan mencapai target yang dicanangkan oleh Puskesmas yaitu <50%. Posyandu purnama mencapai 68.16% melebihi target SPM sebesar 40%. Posyandu yang aktif mencapai 68.16% jauh diatas target Puskesmas yang hanya 40%. Narkotika dan Penyalahgunaan Zat Terlarang atau lebih dikenal dengan NAPZA merupakan momok tersendiri bagi perkembangan generasi bangsa. Demi melindungi generasi muda pada wilayah kerjanya, Puskesmas Tanjung Karang mengadakan penyuluhan terkait NAPZA. Hal ini mulai dilakukan pada tahun 2010 dan baru mencapai 5.7%, dan masih di bawah target SPM sebesar 15%. Pencapaian tersebut sebaiknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang negatif, karena penyuluhan NAPZA pada generasi muda pada khususnya dan masyarakat pada uumnya harus dilakukan secara perlahan namun menyeluruh.
26

Untuk

meningkatkan

wasasan

masyarakat

dalam

hal

kesehatan

diperlukanlah promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan sebagai salah satu

Desa-desa dengan penggunaan kadar Yodium yang baik di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang sudah mencapai 76.8% walaupun baru dicanangkan pada tahun 2010. Hal ini masih di bawah target SPM yakni sebesar 80%. Kendati demikian, kelurahan yang memiliki desa siaga mencapai 100% dari total seluruh desa. Hal ini merupakan sesuatu yang membanggakan bagi Puskesmas Tanjung Karang.

UPAYA KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (P2M) Salah-satu indikator berhasil atau tidaknya suatu Puskesmas menjalankan fungsinya di bidang preventif penyakit dilihat dari kesuksesan bidang P2M dalam mencapai target. Indikator P2M bisa dikatakan berhasil adalah melalui prosentase cakupan Kelurahan yang menjalankan program UCI. Sasaran bayi pada tahun 2010 meningkat menjadi 984 bayi dari 955. Kelurahan UCI mencapai 100% sesuai target SPM. Namun ada aspek yang perlu diperhatikan lebih lanjut. Aspek tersebut adalah imunisasi HB 1 untuk bayi <7 hari yang mengalami penurunan menjadi 94.6% dari tahun sebelumnya yang mencapai 102%. Cakupan imunisasi anak sekolah (BIAS) mengalami peningkatan menjadi 99% dari 98%. Namun hal ini masih di bawah target SPM yang mencapai 100%. Pada bidang P2 TB, jumlah sasaran 61 orang, jumlah tersangka TB yang diperiksa sebanyak 264 jiwa dengan BTA (+) mencapai 12 penderita. Jumlah penderita yang dikonfersi sebanyak 11 penderita. Cakupan kesembuhan penderita BTA (+) hanya mencapai 83.33% dan masih di bawah target SPM sebesar 90%. Pada bidang P2 Pneumonia, angka penemuan penderita pneumonia balita hanya mencapai 69.48%. Hal tersebut masih berada di bawah target SPM sebesar 90%. Namun jumlah penderita pneumonia yang ditangani sudah mencapai angka 100%. Pada bidang P2 DBD, penderita DBD yang ditangani sudah mencapai 100%. Namun angka bebas jentik baru mencapai angka 73.88% dan masih di bawah target SPM > 95%. Bidang P2 Diare melaporkan bahwa baru 52.61% angka cakupan diare. Hal tersebut juga masih di bawah target SPM yang mencapai angka 100%. P2 malaria melaporkan bahwa pemeriksaan darah pada penderita klinis malaria sudah mencapai
27

angka 100%. Selain itu, penderita yang ditangani dengan pengobatan standart mencapai 100%. Bidang P2 kusta melaporkan temuan kasus kusta berjumlah 1 kasus dengan RFT 100%. Hal tersebut sudah mencapai bahkan melebihi target SPM yang mencapai kisaran >90%. Bidang P2 HIV melaporkan bahwa penderita IMS (Infeksi Menular Seksual) yang diobati mencapai 100%. Serta tidak ditemukan adanya HIV/AIDS pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang. Pada bidang pelayanan haji, sudah 100% calon jamaah haji yang diperiksa di Puskesmas Tanjung Karang. UPAYA KESEHATAN PENGOBATAN Upaya kesehatan pengobatan merupakan salah satu upaya kesehatan wajib yang dijalankan oleh Puskesmas Tanjung Karang yang bergerak di bidang kuratif dan rehabilitatif. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 47.127 jiwa, diharapkan jika masyarakat sakit berkunjung ke Puskesmas. Hal itu nampaknya merupakan sesuatu yang tercapai pada tahun 2010. Sekitar 43.338 jiwa berkunjung ke rawat jalan umum serta 5744 berkunjung ke rawat jalan gigi. Upaya kesehatan pengobatan di Puskesmas Tanjung Karang ditunjang oleh adanya fasilitas Laboratorium. Pemeriksaan Hb (Haemoglobin) pada ibu hamil mencapai 94.7%. Pemeriksaan darah trombosit tersangka DBD mencapai 100%. Pemeriksaan darah malaria mencapai 100%. Pemeriksaan tes kehamilan mencapai 100%. Penyakit yang menempati posisi teratas adalah nasofaringitis akut, yang diikuti dengan dengan diare dan ge yang diduga berasal dari infeksi.

28

UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN Upaya Kesehatan Lansia Upaya kesehatan Lansia yang dikembangkan oleh Puskesmas Tanjung Karang terbagi menjadi upaya kesehatan statis dan dinamis. Upaya kesehatan statis yang dimaksud adalah ketersediaannya Poli Lansia di Puskesmas Tanjung Karang. Berikut keunggulan yang dimiliki oleh Poli Lansia: One Stop Service Pelayanan Tersendiri Buka Tiap Hari SIK: Entry tersendiri Lokasi mudah dijangkau lansia, tidak perlu antri di loket. Upaya kesehatan lansia yang bersifat dinamis dilakukan di luar gedung Puskesmas Tanjung Karang. Aktifitas yang dilakukan seperti senam lansia, penyuluhan lansia, pemeriksaan kesehatan lansia dan membentuk kelompok lansia. Berbagai upaya kesehatan di atas bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dan menjadikan lansia menjadi lebih mandiri dan produktif. Upaya Pelayanan Rawat Inap Demi menjalankan fungsinya sebagai puskesmas perawatan, maka fasilitas rawat inap merupakan salah satu aspek yang harus terpenuhi. Cakupan pasien umum yang dirawat inap mencapai 130 pasien, Askes 29 pasien, Jamkesmas 341 pasien, BKSBJK mencapai 227 pasien. Berikut adalah 10 kasus terbanyak di rawat inap pada tahun 2010 berurut berdasarkan frekuensinya: 1. Diare 2. Thypus Abdominalis 3. Gastritis 4. Hipertensi 5. Demam dengue 6. ISK 7. COPD (PPOK) 8. Anemia 9. Asma bronkiale 10. Vertigo
29

Fasilitas rawat inap memiliki prosentase BOR 62,26% dan ALOS 3.68% Pelayanan Poned (Kegawatdaruratan Ibu Dan Bayi) Pelayanan Poned yang dilakukan oleh Puskesmas Tanjung Karang sudah mengalami peningkatan pesat. Hal ini bisa dilihat dari total kasus pada 2010 yang ditangani atau dirujuk sebanyak 178 kasus dibandingkan tahun 2009. Berikuut adalah laporan PONED tahun 2010 yang pernah ditangani maupun dirujuk oleh Puskesmas Tanjung Karang.

30

NO

KASUS

2009 TOTAL RUJUK


6 12 -

2010 TOTAL
25 7

RUJUK
17 5

PE/ EKLAMPSI PER PEB EKLAMPSI HT KRONIK 10 14 -

HPP ATONIA UTERI RETENSIO PLAC SISA PLAC INVERSIO UTERI ROBEKAN JLN LAHIR 24 38 38 10 2 3 1 4 1 2 1 1 1 2 48 15 76 0 5 2 0 0 0 0 0 0

3 4

VE INFEKSI NIFAS BEND. PAYUDARA INFEKSI PAYUDARA INF URIN TRACT

Puskesmas Tanjung Karang memiliki tim Poned yang berjumlah 3 tim. Selain tim PONED, wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang Juga memiliki Bidan Praktik Swasta (BPS) sebanyak 8 orang. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil identifikasi masalah kesehatan ditemukan dua masalah :
1. Upaya Kesehatan Wajib (UKW)

Upaya Kesehatan Penyehatan Lingkungan Cakupan sarana air bersih mengalami penurunan (78.3%) dari nilai tahun 2009

sebesar (81.5%). Hal tersebut masih di bawah target SPM 90%. Kelompok pemakai air pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang mengalami penurunan menjadi 34 Tim dari 73 tim pada tahun 2009. Namun dari 34
31

Tim tersebut hanya 21 yang bertahan (61.76%). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kelompok pemakai air menjadikan sarana air bersih tersebut sebagai milik pribadi. Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari 186 menjadi 191 buah. Namun dari jumlah tersebut, hanya 43 buah (22.5%) yang memenuhi syarat. Kenyataan ini masih di bawah target SPM yang mencapai 75%. Secara keseluruhan, jumlah rumah mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 9723 dari 7672. Namun cakupan rumah sehat yang ada mengalami penurunan menjadi 71.4% dari 93.4%. Hal ini masih di bawah target SPM sebesar 75%.

Upaya Kesehatan Promosi Kesehatan Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu

bentuknya. Penyuluhan PHBS dapat dilakukan di Rumah Tangga, Sekolah, Institusi Sarana Kesehatan, Institusi Tempat Tempat Umum (TTU), serta Institusi Tempat Kerja. Penyuluhan PHBS di Rumah Tangga mulai dilakukan pada tahun 2010 dan mencapai cakupan sebesar 56.59%. Hal tersebut bisa dikatakan pencapaian yang baik walaupun masih di bawah target SPM sebesar 65%.

Upaya Kesehatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Pada bidang P2 DBD, penderita DBD yang ditangani sudah mencapai 100%.

Namun angka bebas jentik baru mencapai angka 73.88% dan masih di bawah target SPM > 95%. Bidang P2 Diare melaporkan bahwa baru 52.61% angka cakupan diare. Hal tersebut juga masih di bawah target SPM yang mencapai angka 100%.

32

2. Daftar 10 penyakit terbanyak pada tahun 2010 :

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

NAMA PENYAKIT NASOFARINGITIS AKUT (CC) J00 DIARE DAN GE YG DIDUGA BERASAL DARI INFEKSI A09 GASTRITIS DAN DUODENITIS K29 ABSES, FURUNKEL DAN KARBUNKEL KULIT L02 TONSILITIS AKUT J03 ARTHRITIS LAINNYA M13 CHRONIC APICAL PERIODONTITIS K04.5 HYPERTENSI ESENSIAL (PRIMER) I10 DERMATITIS ATOPIK L20 OPEN WOUND OF UNSPECIFIED BODY REGION T14.1

3. Daftar penyakit lainnya yang berdasarkan data hasil pelaksanaan kegiatan pemeriksaan

kecacingan di sekolah wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang yang kami dapat yaitu :
N o Puskesm as Sekolah Jmlh muri d 217 218 209 278 119 1.04 1 Jmlah mrd yg diperik sa 204 202 198 266 105 975 Periksaan tinja Jumlah positif cacing C.gela C.camb C.tamba ng uk ng 31 40 29 34 22 156 19 17 19 17 13 85 2 3 0 0 0 5 Ket % Tota l 52 60 48 51 35 246 25. 5 29. 7 24. 2 19. 2 33. 3 25. 2

1. 2. 3. 4. 5.

Tanjung Karang

SDN 10 AMPENAN SDN 15 AMPENAN SDN 28 AMPENAN SDN 35 AMPENAN MI NURUL JANNAH TOTAL

33

C. PRIORITAS MASALAH

Penentuan prioritas masalah menurut Abraham L dengan scoring teknik yaitu dengan cara pemeilihan prioritas dilakukan dengan memberikan scor atau nilai untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan.

Daftar masalah kesehatan

Frequensi

Beratnya masalah

Perhatian masyarakat

Sensitifitas terhadap upaya kesehetan masyarakat 6 2 5 1 3 4 +

Total X

Gastritis Artritis Hipertensi Dermatitis atopic Peny. Lainnya : DHF Helminthiasis

6 5 4 1 2 3

5 2 3 1 4 6

5 2 6 1 4 3

22 11 18 6 13 16

1 5 2 6 4 3

Berdasarkan penentuan prioritas masalah menurut metode Abraham di atas maka dapat kami menarik kesimpulan prioritas masalah berdasarkan ranking. Namun dalam hal ini kami mengambil maslah helminthiasis sebagai pkok permasalahan utnuk dilakukan intervensi.

34

POHON FAKTOR

35

METODOLOGI

1. Desain penelitian Rancangan penelitian kami menggunakan penelitian observatif deskriptif dengan desain cross sectional. Studi cross sectional adalah penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model pendekatan point time (titik waktu yang sama).

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pre-test Waktu :29 Juli 2011, pukul 04.30 WITA

Tempat:Lingkungan Batu Dawe dan Batu Ringgit Selatan dan Utara Post- test Waktu :6 Agustus 2011 08.00 WITA

TempatKelas IV a SDN 15 Ampenan

3. Populasi dan Sampel Penelitian ini dilakukan dengan target seluruh siswa SDN 15 Ampenan yang berjumlah 218 siswa kelas 1 s/d 6. Namun, karena kami menemukan hambatan, sehingga kami menggunakan populasi dengan menggunakan kelas 4, 5, dan 6a,b dengan jumlah siswa 126 orang. Penentuan sampel dilakukan menggunakan metode simple random sampeling dengan cara di lotre.

36

4. Besar Sampel Penentuan besar sampel dilakukan dengan mengguanakan rumus Slovin dimana jumlah populasinya diketahui.

Ket : N n: e : Jumlah populasi yang diketahui : Jumlah sampel yang ingin di cari : error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua )

Dengan menggunakan rumus di atas dapat kita masukkan populasi yang digunakan dengan taraf signifikansi yang kami gunakan adalah 10%=0.1.

n = 55,75 = 56 Jadi jumlah sampel yang digunakan adalah minimal 56 orang siswa. 5. Instrument dan cara pengumpulan data Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan metode wawancara.
Cara pengumpulan data kami lakukan dengan mengumpulkan data sekunder

yang kami dapatkan dari puskesmas dan dinas kesehatan Kota Mataram. Sedangkan pengumpulan data primer kami langsung turun ke lapanagna untuk melakukan wawancara.

6. Definisi Operasional 37

Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Jenis cacing yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia adalah cacing gelang (Ascaris lumbricuides,) cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris tricura). Pengelompokkan data Pengetahuan, perilaku, dan kondisi Rumah, dibagi dalam 3 golongan : Pengetahuan

Rendah Sedang Tinngi

Prilaku Buruk Baik

Kondisi Rumah dan lingkungan Tidak Sehat Sehat

D. ALTERNATIF PEMECAHAN SOLUSI Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah diperoleh alternative pemecahan maslah sebagai berikut : MASALAH PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF SOLUSI

38

Helminthiasis

1. Kurang tersedianya sarana air bersih dan jamban sehat 2. Rendahnya pengetahuan ibu dan anak tentang penyakit cacingan 3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

1. Penyuluhan PHBS

kepada siswa SDN 15 Ampenan. 2. Pembagian sabun dan alat pemotong kuku. 3. Pembuatan sarana jamban sehat. 4. Penyediaan sarana air bersih.

Berdasarkan alternative solusi yang kami buat, kami melakukan scoring dengan menggunakan metode Reinke yaitu berupa matriks EVEKTIVITAS DAN EFISIENSI : No 1 ALTERNATIF SOLUSI Penyuluhan PHBS kepada siswa SD 15 Ampenan. 2 Pembagian sabun dan alat pemotong kuku. 3 4 Pembuatan sarana jamban sehat. Penyediaan sarana air bersih. 3 4 4 5 9.6 4 4 4 4 5 12.8 3 4 4 3 3 16 2 EFEKTIVITAS M I V 4 4 4 EFISIENSI C 3 P= 21.33 RANK 1

SKOR = antara 1 sampai 4 Ket. M I = Magnitude -> besarnya masalah yang dapat diatasi = Importancy -> pentingnya mengatasi masalah
39

V C P

= Vulnerability -> kecepatan mengatasi masalah = Cost -> biaya yang diperlukan = Prioritas = P=

Ranking = urutan pemilihan kegiatan intervensi Berdasarkan table pemilihan alternative solusi di atas dapat kami simpulkan bahwa urutan pemilihan kegiatan yang kami lakukan adalah yang pertama adalah Penyuluhan diikuti dengan pembagian sabun dan alat pemotong kuku.

40

BAB IV A. PROGRAM KEGIATAN INTERVENSI KESEHATAN Menyusun matriks kegitan Dari kegiatan intervensi terpilih, disusun rincian langkah kegiatan sebagai berikut : No. Kegiatan 1 Penyuluhan PHBS Tujuan Meningkatkan pengetahuan dan berusaha mengubah prilaku 2 Pembagian sabun dan alat pemotong kuku. Sebagai usaha mengubah prilaku siswa kelas IV,V,VIA-B Sasaran Siswa kelas IV, V, VIA-B SD 15 Ampenan. Siswa kelas IV, V, VIA-B SD 15 Ampenan
Tabel 4.1 intervensi pilihan

Metode Penyuluhan

Lokasi Kelas VIA

Waktu 08.3012.00

PJ dr. Larangga Gempa B.

Kelas VIA

08.3012.00

dr. Larangga Gempa B.

B. PANITIA PELAKSANAAN KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS

Pelaksana Kegiatan Penasehat Penanggung Jawab

Nama dr. Hj. Wiwin Nurhasida - dr. Larangga Gempa B. dr. Fachrudi dr. Maruf Madjid

Ketua Pemberi Materi Sie. Acara

- Irwan Syuhada S. Psi I Wayan Supartanaya Deni Sutrisna Wiatma - Ismulyaningsih Nurul Fathi Qory Rizkiah Maya Komala Sari St. Noururrifqiyati Juna Putri
41

Sie. Perlengkapan Sie. Publikasi & dokumentasi

Lalu Hurilfan Fathoni

- M. Ade Indra Soetomo M. Ruhy Ithri Jamil

JADWAL KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS

Hari / Tanggal Waktu Lokasi Acara

Sabtu / 6 agustus 2011 08.00 12.00 WITA SDN 15 Ampenan - Pembukaan Sambutan Kepala Sekolah / Wali Kelas IV, V dan VI Pengenalan Peserta KKL Pembagian perlengkapan intervensi (buku, bolpoin, sabun, pemotong kuku, stiker) Pemberian HELMINTHIASIS siswa/siswi kelas VI sebanyak 39 siswa Sesi Tanya Jawab (DoorPrize) Post Test (sample) Istirahat Pembagian perlengkapan intervensi (buku, bolpoin, sabun, pemotong kuku, stiker) untuk kelas IV dan V Pemberian IV dan V sebanyak 57 siswa -

materi pada (A/B)

Materi

HELMINTHIASIS pada siswa kelas Sesi Tanya Jawab (Door Prize) Post Test (sample) Pemberian Cinderamata untuk SDN
42

15 Ampenan Penutup Selesai

Sarana Prasarana :
1. Lokasi: 2. Visual: 3. Audio:

Sekolah SDN 15 Ampenan kelas VI A LCD (Puskesmas) Wireless, Microfone, cokroll (peserta KKL)

C. PELAKSANAAN KESEHATAN

DAN

PEMBAHASAN

KEGIATAN

INTERVENSI

1. Pelaksanaan Intervensi Kesehatan

Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Kesehatan dilakukan dengan memberikan penyuluhan dengan materi Helminthiasis pada siswa kelas IV, V dan VI di SDN 15 Ampenan. Penyuluhan dilakukan dengan pemberian materi oleh peserta KKL Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dengan menggunakan media audio visual (ppt). Penyuluhan dipesertai oleh siswa dengan jumlah 96 siswa yang dimana jumlah keseluruhan siswa sebanyak 118 siswa dengan ketidakhadiran 22 siswa. Penyuluhan diadakan dengan dua sesi, yang mana sesi pertama diberikan penyuluhan pada siswa kelas VI, dimana kelas VI memiliki dua kelas dan sesi kedua diberikan penyuluhan pada siswa kelas IV dan V pada hari yang sama, ini dilakukan karena terjadi keterbatasan tempat. Setelah diberi penyuluhan, diadakan sesi tanya jawab bagi siswa dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa mengerti dengan materi yang diberikan. Untuk memotivasi siswa, peserta KKL memberikan beberapa door prize bagi siswa yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan benar. Peserta KKL juga menyediakan perlengkapan penunjang intervensi untuk seluruh siswa yang diintervensi seperti buku tulis, bolpoin, sabun cuci tangan, pemotong kuku dan stiker. Peserta KKL juga memberikan post test kepada siswa yang telah dijadikan sample,
43

dimana sebelumnya telah dilakukan pretest pada siswa-siswa tersebut. Hasil dari post test tersebut yang peserta KKL jadikan sebagai tolak ukur untuk menilai seberapa besar peningkatan pengetahuan dari siswa-siswa tersebut setelah dilakukan intervensi.

2. MONITORING Penyuluhan yang kami lakukan di SDN 15 Ampenan dimana pelaksanaannya dilakukan dengan dua sesi, dimana sesi yang pertama kami lakukan dengan memberikan penyuluhan kepada kelas VIa dan VIb, kemudian untuk sesei kedua kami lakukan dengan pemberian penyuluhan kepada kelas IV dan V. Selama melakukan penyuluhan kami di dibantu dan didukung oleh pihak SDN 15 Ampenan, sehingga pelaksanaan penyuluh berlangsung dengan tertib. 3. PEMBAHASAN Pada tanggal 30-juli-2010 tepatnya jam 16.30 WIB kami kelompok KKL Puskesmas Tanjung Karang telah turun ke lapangan untuk pengambilan data primer untuk pre test dalam bentuk kuesioner wawancara dan mendapatkan 53 sampel dari 3 kelurahan Batu dawe, Batu ringgit utara dan selatan. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling dengan cara di lotre. Kemudian untuk penentuan jumlah sampel digunakan rumus slovin yang dimana jumlah populasinya diketahui yaitu :

Ket : N n: e : Jumlah populasi yang diketahui : Jumlah sampel yang ingin di cari : error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua ) Berdasarkan rumus di atas maka kami mendapatkan jumlah sampel sebesar 5 orang dari 126 siswa atau populasi yang sudah kami tetapkan. Dimana error tolerance yang kami gunakan adalah 10% = 0.1.
44

Setelah mendapat data tersebut kami mulai menganalisis data menggunakan SPSS 17.0 dan didapatkan data sebagai berikut :

Statistics Jamb Sumber Cuci_tan Cuci_tan Cuci_ alas_k an N Valid g Mean Median Mode Range Minimum Maximum 1.830 1.3396 1.6226 2 2.000 1.0000 2.0000 0 2.00 1.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 2.00 2.0000 1.6226 1.679 1.509 1.962 1.283 .9245 2 0 2.00 1.00 1.00 2.00 4 0 2.00 2.00 .00 2.00 3 0 2.00 1.00 1.00 2.00 0 .0000 .0000 .00 2.00 .00 2.00 .00 2.00 .00 2.00 0 2.00 2.00 .00 2.00 .00 2.00 .00 2.00 .00 2.00 .00 2.00 .7170 .2453 .1698 14.905 6604 14.000 0000 14.000 00 16.000 00 8.0000 0 24.000 00 53 Missin 0 _air 53 0 gan1 53 0 gan2 53 0 BAB 53 0 aki 53 0 53 0 53 0 P_caci P_sum P_gej P_penul jajan Kuku ngan 53 0 ber 53 0 ala 53 0 aran 53 0 Scoring IS 53 0 53 0

2.000 2.000 2.000 2.000 1.0000 .0000

Tabel 4.1 data statistik responden pre-test

Berdasarkan data di atas didapatkan nilai mean atau rata-rata yaitu sebesar 14.9 atau dibulatkan menjadi 15, dimana nilai 15 setelah di kalkulasi sekitar sebesar 62.5 atau dalam interpretasi termasuk dalam nilai C. Untuk nilai median dan modus sama sama bernilai 14 atau sekitar 58.33. Dari hasil analisa juga didapatkan nilai minimal yang di capai siswa yaitu 8 dan nilai maksimal yang dicapai siswa yaitu 24. Berikut adaalah scoring yang didapatkan berdasarkan analisa menggunakan SPSS :

45

Scoring

Frequency Valid 8.00000 9.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000 21.00000 22.00000 24.00000 Total 1 3 3 3 7 11 7 4 4 1 2 3 2 1 1 53

Percent 1.9 5.7 5.7 5.7 13.2 20.8 13.2 7.5 7.5 1.9 3.8 5.7 3.8 1.9 1.9 100.0

Valid Percent 1.9 5.7 5.7 5.7 13.2 20.8 13.2 7.5 7.5 1.9 3.8 5.7 3.8 1.9 1.9 100.0

Cumulative Percent 1.9 7.5 13.2 18.9 32.1 52.8 66.0 73.6 81.1 83.0 86.8 92.5 96.2 98.1 100.0

Tabel 4.2 data distribusi Scoring pre test

46

Berdasarkan tabel terlihat bahwa nilai siswa yang terbanyak pada scor 14 yaitu berjumlah sekitar 11 siswa. Berikut adalah hasil interpretasi dari hasil yang dicapai siswa :

IS Cumulative Frequency Valid A B C D E Total 9 9 18 13 4 53 Percent 17.0 17.0 34.0 24.5 7.5 100.0 Valid Percent 17.0 17.0 34.0 24.5 7.5 100.0 Percent 17.0 34.0 67.9 92.5 100.0

Tabel 4.3 Interpretasi Scoring

47

Berdasarkan tabel dan grafik dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa SDN 15 Ampenan mengenai penyakit cacingan berada pada tingkat Cukup dan Rendah (D). Jadi berdasarkan hasil analisa data setelah wawancara, kami menyimpulkan bahwa pengetahuan siswa SD tetnang penyakit cacingan sudah bisa dikatakan Cukup yaitu berkisar antara 14.9056604 dibulatkan 15 sehingga hasil dari Interpretasi score (62,5) (C) sehingga kami berencana melakukan intervensi dalam tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan berusaha mengubah prilaku dari para responden.

4. EVALUASI Setelah dilakukan intervensi kepada siswa, kami melakukan evaluasi yaitu berupa pemberian post test dengan metode yang sama yaitu kuesioner wawancara. Setelah kami melakukan evaluasi atau post test, kami mengolah data menggunakan SPSS 17.0 dengan hasil analisa sebagai berikut:

48

Statistics Jamb Sumbe Cuci_ta Cuci_ta Cuci_ alas_ an Mean Median Mode Minimum Maximum Sum 2 2.000 1.0000 2.0000 0 2.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 71.00 52.00 2.00 1.00 2.00 61.00 2.00 1.00 2.00 69.00 2.0000 r_air ngan1 ngan2 1.9167 BAB 6 0 2.00 1.00 2.00 kaki 3 0 2.00 .00 2.00 1.972 1.4444 1.6944 P_caci P_su jajan kuku ngan 4 0 6 0 mber 0 0 2.00 .00 2.00 P_gej P_penu Scorin ala 4 0 2.00 2.00 .00 .00 laran g 3333 0000 23.000 00 .00 .00 .00 10.000 00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 24.000 00 65.00 66.00 70.00 56.00 56.00 54.00 52.00 50.00 723.00 000 IS

1.805 1.833 1.944 1.555 1.5556 1.500 1.444 1.3889 20.083 2.000 2.000 2.000 2.000 2.0000 2.000 2.000 2.0000 22.000 2.00 2.00 2.00

Tabel 4.4 data Distribusi responden post test

Berdasarkan tabel hasil evaluasi di atas, dapat di simpulkan bahwa nilai rata-rata yang dicapai siswa sekitar 20.08 dimana nilai ini setelah diinterpretasi Scoring didapatkan hasil sekitar 83.33. Hal ini membuktikan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan. Nilai minimum yang dicapai siswa sebesar 10 dan nilai maksimumnya adalah 24. Jadi ini menandakan adanya perubahan pola distribusi nilai dari setelah post test dan pada setelah pre test.

Berikut adalah analisa berdasarkan scoring yang diperoleh siswa SDN 15 Ampenan :
Scoring Cumulative Frequency Valid 10.00000 11.00000 14.00000 15.00000 16.00000 20.00000 21.00000 22.00000 23.00000 24.00000 Total 2 1 2 2 2 2 6 4 12 3 36 Percent 5.6 2.8 5.6 5.6 5.6 5.6 16.7 11.1 33.3 8.3 100.0 Valid Percent 5.6 2.8 5.6 5.6 5.6 5.6 16.7 11.1 33.3 8.3 100.0 Percent 5.6 8.3 13.9 19.4 25.0 30.6 47.2 58.3 91.7 100.0

49

Scoring Cumulative Frequency Valid 10.00000 11.00000 14.00000 15.00000 16.00000 20.00000 21.00000 22.00000 23.00000 24.00000 2 1 2 2 2 2 6 4 12 3 Percent 5.6 2.8 5.6 5.6 5.6 5.6 16.7 11.1 33.3 8.3 Valid Percent 5.6 2.8 5.6 5.6 5.6 5.6 16.7 11.1 33.3 8.3 Percent 5.6 8.3 13.9 19.4 25.0 30.6 47.2 58.3 91.7 100.0

Tabel 4.5 analisa scoring

Berdasarkan hasil analisa tabel dan diagram batang di atas nilai terbanyak yang dicapai siswa setelah evaluasi adalah sebesar 23 yang di raih oleh sekitar 13 siswa. Dimana nilai 23 setelah diinterpretasi scoring n yaitu sekitr 83.33. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tinggkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan setelah dilakukan intervensi. Berikut adalah hasil analisa berdasarkan interpretasi nilai :

50

IS Cumulative Frequency Valid A B C D E Total 27 2 4 1 2 36 Percent 75.0 5.6 11.1 2.8 5.6 100.0 Valid Percent 75.0 5.6 11.1 2.8 5.6 100.0 Percent 75.0 80.6 91.7 94.4 100.0

Tabel 4.6 hasil analisa interpretasi nilai

Berdasarkan tabel dan diagram batang hasil analisa SPSS tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai yang paling banyak di raih siswa yaitu nilai A yaitu diraih oleh sekitar 27 siswa. Jika dipresentasikan maka didapat perolehan nilai A yaitu sekitar 75% dari 52 sampel. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan setelah dilakukan intervensi. Yang dari sebelumnya pada saat pre test yaitu 17% dan setelah dilakukan intervensi naik sebesar 58% menjadi 75% akan tetapi disini ada sedikit kekurang pada penelitian kecacingn ini dimana jumlah responden pre test dan post test hal disini dikarenakan adanya faktor hanbatan dimana sebanyak 17 siswa tidak hadir akan tetapi disini kita melihat menggunakan presentasi akhir dimana hasilnnya sangat bermakna. Hal ini menyatakan bahwa hasil intervensi kami dapat meningkatkan lebih dari 50% pengetahuan mereka.
51

D. HAMBATAN DAN MASALAH Hambatan kami dalam pelaksanaan KKL dipuskesmas adalah:
1. Saat kami menentukan prioritas masalah sebenarnnya memilih gastritis akan tetapi

datanya tidak ada, hanya data kunjungan sama halnya dengan data demam berdarah
2. Pada saat pengambilan data di kelurahan Ampenan selatan dan Tanjung Karang kami

mengalami kesulitan karena profil daerah yang tidak adanya profil daerahnnya
3. Dalam melakukan pre-test kami terbentur akan libur awal puasa anak sekolah dimana

kami akhirnnya melakukan dengan cara door to door dan mendapat 53 sample.
4. Pada saat melakukan intervensi kami terbentur waktu karena jumlah sample pada saat

pre-test tidak sebanding saat post test dikarenakan sakit,dan lain hal.

52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Secara umum kegiatan program yang dilaksanakan oleh Puskesmas Tanjung

Karang tahun 2010 telah memenuhi standar pelayanan minimal dan telah mengacu pada pencapaian target Indikator Indonesia Sehat 2011.
Pada beberapa kegiatan tampak sudah mencapai target yang ditentukan namun

adapula kegiatan yang belum mencapai targetnya, misalnya masalah pelayanan kesehatan yaitu kesehatan lingkungan, dan pelaksanaan PHBS dilingkungan Puskesmas.
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan jamban sehat

sekitar 90% menggunakan jamban dan sisanya 10% tidak memenuhi jamban sehat
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan air bersih pada

siswa-siswi SDN 15 Ampenan sekitar 65% menggunakan air bersih dan sisanya sekitar 35% tidak menggunakan air bersih
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan alas kaki diluar

rumah pada siswa-siswi SDN 15 Ampenan adalah sekitar 75% dan sisanya sekita 25% tidak menggunakan alas kaki
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa siswa siswi SDN 15

Ampenan sekitar 60,4 % memiliki kuku yang bersihu sedangkan sisanya masih belum masuk kriteria kuku yang bersih.
Berdasarkan evaluasi dari sebelum post test terjadi peningkatan pengetahuan

anak-anak kelas IV,V,VI SDN 15 Ampenan sebesar 58%.

B. SARAN

53

Beberapa target yang belum tercapai hendaknya dapat dicari masalah apa saja hambatan yang ditemui di masyarakat dan alternatif pemecahan masalahnya.

54

DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta. 2. BKKBN, 1997. Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan. Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN. Jakarta. 3. Gani EH, 1994. Kemoterapi Masa Kini Untuk Pengobatan Soil Transmitted Helminthiasis. Presented at Simposium Sehari Peran Serta Masyarakat Dalam Usaha Penaggulangan Penyakit Kecacingan. FK USU Medan. 4. Soedarto, 1992. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Widya Medika. Jakarta. 5. WHO Technical Report Series, 2002. Prevention and Control of Schistosomiasis and Soil Transmitted Helminthiasis. Geneva. 6. WHO, 2006. Schistosomiasis and soil transmitted helminth infections-preliminary estimates of the number of children treated with albendazol or mebendazole. http://www.who.int/weekly epidemiological record. 7. Firmansyah, Isra MD, dkk. 2004. Factors Associated With the Transmission of Soil Transmitted Helminthiasis Among Schoolchildren. Jurnal Pediatrica Indonesiana Vol. 44 No. 7-8. 8. Rini P, Jeanne, dkk, 2000. Hubungan Antara Gejala dan Tanda Penyakit Cacing Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal epidemiologi Indonesia Vol. 4 Edisi I. Yogyakarta 9. Dinkes Kota Mataram , 2010 . Laporan Hasil Kegiatan Program Cacingan Tahun 2005. Dinkes Dinkes Kota Mataram. 10. Gani, H. E, 2002. Helmintologi Kedokteran. Edisi XX. EGC. Jakarta. 11. Albert B, 2006. Sabin Vaccine Institude 1889 F Street. N W Suite 2008. Washington DC.www//http: DPDx, the CDC Parasitology Website. 2007. 12. DepKes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi. DepKes RI. Jakarta.
55

13. Maharani I.P, Astri. 2005. Infeksi Nematode Usus Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri KarangMulyo 02, Kecamatan Peragon, Kabupaten Kendal. Jurnal Kedokteran Yarsi 13 (1) 24-34. Jakarta. 14. Damanik, Erida, 2005. Skripsi Mahasiswa : Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil Transmitted Helminths Pada Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan. 15. Sadjimin, Toni, 2000. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa SD di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol. 4 Edisi 1. Yogyakarta. 16. Alemina, S. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak SD Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kab. Karo. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU. Digitized by USU digital library. 17. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta. 18. Damanik, E., 2005. Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil Transmitted Helminths Pada Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan. 19. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta. 20. An American Family Physian, 2004. Common Intestinal Parasites http://www.An American Family Physician.org. Tanggal akses 5 Mei 2008. 21. Depary, AA., 1985. Soil Transmitted Helminthiasis. EGC, Jakarta. 22. Onggowaluyo, J., 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Program Studi Biomedik Kekhususan Parasitologi Universitas Indonesia, Jakarta. 23. Depkes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan Di Daerah Desentralisasi, Jakarta.

56

LAMPIRAN

57

Anda mungkin juga menyukai