Anda di halaman 1dari 13

TUGAS REFERAT EDEM A PULM O

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kebumen

Diajukan kepada Yth: dr. Imbar Sudarsono, Sp.PD

Disusun oleh: Widhowati Destiathree S., S. Ked NIM: 08711148

FAKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Masuknya cairan ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah klinis yang penting. Ini merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang serius. Edema paru dapat diterapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk menyelamatkan pasien dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru. Penyebab gangguan sering dapat diketahui dan dikoreksi. Karena terapi yang efektif dan rasional bergantung pada prinsip dasar dari normal dan tidaknya distribusi cairan di paru. Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan nonkardiogenik. Hal ini sangat penting diketahui oleh karena pengobatannya juga berbeda. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh gagal jantung kiri apapun sebabnya. Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh gagal jantung kiri akut. Sedangkan untuk edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh penyakit dasar di luar jantung.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara. Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler. Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakhea dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan external, oksigen masuk melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakhea dan pipa bronkial ke alveoli dan berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan berikatan dengan hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa oleh arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini nilai hemoglobin 95%. Di dalam paru, karbondioksida, merupakan salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah

ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial, trakea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Secara fungsional paru-paru dibagi menjadi dua, yaitu lobus kanan dengan tiga gelambir dan lobus kiri dengan dua gelambir. Seperti gambar yang ditampilkan dibawahini :

Anatomi paru-paru manusia

2.2 DEFINISI Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui cairan limfatik. Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik. Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Bagian penting dari edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema sekunder tapi lebih

efektifnya disebut keseimbangan edema paru terganggu karena tahanan keseumbangan pergerakan antara cairan dan zat yang terlarut di dalam paru.

2.3 PATOFISIOLOGI Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes ke dalam jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan calam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah). Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang ada di luar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantongkantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan ke alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengatur pertukaran udara, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli, kecuali dindingdinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan masalah pada pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk. Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh darah dan di dalam paru menurut Starling adalah peningkatan tekanan hidrostatik pembuluh kapiler, penurunan tekanan onkotik plasma dan peningkatan tekanan negatif intersisial. Peningkatan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral), peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri, dan peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis.

Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbumin sekunder dapat terjadi oleh karena penyakit ginjal, hati atau penyakit nutrisi. Peningkatan tekanan negatif intersisial pada pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral), tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume akhir ekspirasi (asma).

2.4 KLASIFIKASI Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Dapat dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema (edema paru kardiak) atau dihubungkan dengan sebab-sebab lain. Disebut dengan non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru non-kardiak). Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi menjadi 3 kelompok : 1. Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya pada hipertensi dan stenosis aorta. 2. Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya pada insufisiensi mitral, insufisiensi aorta dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect) 3. Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut, jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung secara umum. Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi : 1. Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia dan trauma berat. 2. Peningkatan kapiler paru : pada sindrom vena kava superior, pemberian cairan yang berlebihan dan transfuse darah. 3. Penurunan tekanan onkotik plasma : pada sindrom nefrotik dan mal nutrisi.

2.5 GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto torak). Gambaran dapat dibagi menjadi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinis sukar dideteksi dini. Stadium 1. Ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difus gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tidak jelas menemukan kelainan, kecuali ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi. Stadium 2. Terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-garis yang memanjang dari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis Kerley B) dan garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru (garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takipneu. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan ventrikel kiri, tetapi takipneu juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial dapat diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya tedapat sedikit perubahan. Stadium 3. Terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapneu. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapneu, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapneu dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini pemberian morfin harus digunakan dengan hati-hati. Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan

kapiler paru yang mendadak tinggi akan menyebabkan edema paru kardiak dan mempengaruhi pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen arteri menjadi berkurang. Terkadang rasa tercekik dan berat pada dada menambah ketakutan pada penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Kegelisahan dan napas yang berat semakin menambah beban jantung yang selanjutnya menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan akan terlihat megapmegap. Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot interkostal dan supraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan tekanan intrapleura yang sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder dengan baik. Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan sianotik menunjukkan isi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang simpatik. Auskultasi pada permukaan terdengar ronkhi basah halus yang akhirnya ke seluruh paru, apabila keadaan bertambah berat. Kemungkinan terjadi wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas ramai, tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium yang praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang sensitif dalam mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat semikuantitatif. Gambaran radiologi yang ditemukan : pelebaran atau penebalas hilus (pelebaran pembuluh darah di hilus). Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral). Kranialisasi vaskuler. Hilus suram (batas tidak jelas). Fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier). Gambaran air bronchogram terlihat pada beberapa kasus edema paru.

Analisis gas darah, meskipun kurang spesifik, PO2, PCO2, dan pH merupakan penunjuk yang informatif dalam menilai fungsi paru pada edema. Analisis gas darah tidak sensitif pada fase awal edema. PO2 arteri meningkat pada stadium awal dari peningkatan tekanan edema karena peningkatan tekanan pembuluh darah. PCO2 arteri, pada stadium awal cenderung rendah. Perubahan PCO2 menandakan terjadinya penurunan ventilasi alveolar.

2.7 DIAGNOSIS BANDING Edema Paru Kardiak Riwayat Penyakit Penyakit jantung akut Pemeriksaan Klinis Akral dingin S3 gallop/ kardiomegali Distensi vena jugularis Ronkhi basah Edema Paru Non-Kardiak Penyakit Dasar di luar jantung Akral hangat Pulsasi nadi meningkat Tidak terdengar gallop Tidak jugularis Ronkhi kering Tes laboratorium EKG: Iskemik / Infark Ro: distribusi edema perihiler. Enzim jantung mungkin meningkat. Tekanan kapiler paru > 18 mmHg. Intrapulmonary shunting: meningkat ringan Cairan edema/ protein serum < 0,5 EKG: biasanya normal Ro: distribusi edema perifer Enzim jantun biasanya normal Tekanan kapiler paru < 18 mmHg Intrapulmonary shunting: sangat meningkat. Cairan edema/ protein serum > 0,7 ada distensi vena

2.8 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru harus dicari penyakit yang mendasari terlebih dahulu. Karena merupakan faktor yang sangat penting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui dengan segera penyebabnya.

Karena terapi spesifik tidak selalu dapat diberikan sampai penyebab diketahui, maka pemberian terapi suportif sangat penting. Tujuan umum adalah mempertahankan fungsi fisiologi dan seluler dasar, yaitu dengan cara memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat dan oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infuse juga perlu dipasang. 1. Posisi duduk. 2. Oksigenasi (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator. 3. Infuse emergency. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada. 4. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulang atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjut drip continue sampai dicapai produksi urin 1ml/kgBB/jam. 5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil yang memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberikan respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang awalanya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. 6. Morfin sulfat 3 5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit. Total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). 7. Bila perlu (tekanan darah turun/ tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk

10

menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. 8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. 9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/ tidak berhasil dengan oksigen.

11

BAB III KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN Edema paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial melebihi aliran cairan kembali dari darah dan saluran limfe. Dari penjelasan diatas dapat diketahui patogenesis, gambaran klinis, gambaran radiologis, diagnosis dan penatalaksanaan pada edema paru. Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru yaitu perbaiki jalan napas terlebih dahulu, ventilasi yang adekuat dan oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infuse juga perlu dipasang.

12

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC, Jakarta. Guyton, Hall, 2007. Textbook of Medical Physiology, 7th Ed., W. B. Saunders Company, Philadelphia, p. 622-623. Harun, S., Nasution, S.A., 2006. Edema Paru Akut : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3, Edisi IV, Sundoyo, A.W. (Editor), Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hood, A., 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Abdul, M. (Editor), Airlangga University Press, Surabaya, p. 323.

13

Anda mungkin juga menyukai