Anda di halaman 1dari 8

PENELITIAN KLINIS

KOMPLIKASI PROSEDURAL ANESTESI SPINAL PADA PASIEN OBESITAS


Abstrack Latar belakang. Komplikasi anestesi spinal antara 1-17%. Habitus dan pengalaman operator mungkin mememgang peranan penting, tetapi sedikit data yang mendukung hal ini. Metode. Sebanyak 161 pasien didaftarkan secara prospektif. Data seperti

penyebaran blok, durasi tusukan, jumlah percobaan, komplikasi apapun, pengalaman operator, parameter hemodinamik dicatat dan anatomikal pasien dinilai. Hasil. Data dari 154 pasien yang dianalisis. Tingkat keberhasilan anestesi spinal dalam kelompok peserta pelatihan adalah 72% dibandingkan 100% pada kelompok konsultan. Peserta pelatihan berhasil pada pasien dengan habitus normal dalam 83,3% kasus dibandingkan 41,3% bila pasien memiliki anatomi yang sulit (P=0.02). Anestesi spinal pada pasien obesitas (BMI 32) dihubungkan dengan durasi tusuk yang lebih lama, rasio kegagalan meningkat bila dilakukan oleh peserta pelatihan (hampir 50%), dan peningkatan jumlah perdarahan pada tusukan. Diskusi. Habitus memainkan peran penting untuk efisiensi anestesi spinal. Pada pasien dengan tanda yang tidak jelas, kegagalan rasio operator yang tidak berpengalaman tinggi. Oleh karena itu, skrining awal pasien serta pemilihan operator mungkin bermanfaat bagi tingkat keberhasilan anestesi spinal dan berkontribusi untuk pengurangan komplikasi dan pasien yang lebih baik dan kepuasan peserta pelatihan.

1. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali diperkenalkan anestesi spinal lebih dari beberapa abad yang lalu, komplikasi sudah merupakan bagian dari teknik ini; kegagalan atau blokade yang tidak kuat, nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri disekitar bekas injeksi merupakan komplikasi minor pada umumnya. Teknik anestesi spinal dianggap sebagai keterampilan dasar, namun, merupaka salah satu hal pertama yang harus dikuasai. Menurut literatur, rentang kejadian kegagalan anestesi

spinal atau kegagalan sebagian yaitu antara 0,5 dan 17%. Insidensi nyeri kepala setelah tusukan postdural yaitu antara 0,7 dan 11% berdasarkan pada jenis jarum yang digunakan, dan sindrom neurologis transien masih dapat ditemui setelah anestesi spinal dengan insidensi 0-7%.

Seperti pada prosedur medis lainnya, intuisi menunjukan bahwa pengalaman prosedur khusus dari operator harus bermanfaat dan mengurangi komplikasi. Namun, jarang data yang tersedia untuk menunjukan bahwa ini merupakan kasus untuk anestesi spinal. Selain itu, dengan meningkatnya jumlah pasien obesitas di masyarakat Barat, ahli anestesi lebih dari sebelumnya- berhadapan dengan pasien dimana habitus individu menyebabkan tantangan untuk melakukan keterampilan dasar yang tampak sederhana seperti anestesi spinal karena hal tersebut tergantung pada struktur anatomi yang bisa diidentifikasi disebut tanda. Hal ini akan sangat tidak jelas pada pasien obesitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dampak habitus individu pasien terhadap tingkat keberhasilan anestesi spinal dan munculnya komplikasi segera yang berhubungan dengan anestesi spinal dalam konteks pengalaman operator.

2. METODE Setelah persetujuan dari Komite Etika Fakultas Kedokteran Universitas Muenster (protokol 2009-459-fs), 161 pasien yang direncanakan untuk melakukan pembedahan elektif ortopedi atau prosedur bedah vaskular di ekstremitas bawah menggunakan anestesi spinal yang terdaftar dalam penelitian ini. Informed consent diperoleh dari masing-masing pasien. Operator dibagi menjadi dua kelompok (n= 5/setiap kelompok). Grup T adalah peserta pelatihan anestesi dengan pengalaman 1 tahun di anestesi dan kelompok C dokter anestesi dengan pengalaman 5 tahun dalam anestesi dan melakukan > 150 anestesi spinal sebelumnya serta secara rutin berkelanjutan melakukan anestesi spinal. Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut: Usia <18 tahun atau >90 tahun Gangguan koagulasi atau kombinasi dari hal-hal berikut: INR> 1,5, aPTT> 40 detik, trombosit <100.000 per mikroliter darah Gangguan neurologis Sepsis atau infeksi berat atau infeksi lokal khas di sekitar tempat suntikan Diketahui alergi terhadap anestesi lokal, dan American Society of anestesi Skor (ASA) IV.

Selain data demografis, kami mencatat karakteristik sebagai berikut: jumlah percobaan tusuk, perubahan segmen tulang belakang, pendarahan dari penusuk atau jarum tulang belakang, durasi prosedur, parestesia selama tusukan, penyebaran blok sensorik dan motorik, gagal atau gagal sebagian anestesi spinal serta perubahan hemodinamika tekanan darah dan denyut jantung. Sebuah episode hipotensi yang relevan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <85 mmHg atau penurunan > 30% di bawah tekanan sistolik awal. Ahli anestesi dengan pengalaman > 20 tahun sebagai konsultan anestesi menilai anatomi masing-masing pasien berdasarkan palpasi serta X-ray, bila tersedia. Pasien dibagi menjadi kelompok "mudah" dan "habitus sulit bagi anestesi spinal". Habitus dianggap "sulit" jika prosesus spinosus tidak teraba di tingkat L3-L5 dan diatasnya, yang dapat digunakan sebagai tanda untuk memandu operator mengidentifikasi garis tengah. Selanjutnya, pada pasien dengan skoliosis lumbalis dan rotasi longitudinal prosesus spinosus ke arah sisi cekung yang diidentifikasi oleh X-ray, habitus itu dianggap sulit. Semua pasien dilakukan pemantauan standar (tekanan darah non-invasif, elektrokardiogram, dan saturasi oksigen perifer). Jalur intravena dipasang, dan infus 1000 mL dengan larutan elektrolit yang seimbang (Sterofundin-ISO, B.Braun, Melsungen, Jerman). Pasien kemudian berubah menjadi posisi lateral, dan setelah persiapan anestesi steril biasanya dilakukan penusukan dengan jarum tulang belakang dengan titik pensil 25-gauge (PenPoint, B.Braun, Melsungen, Jerman). Sebuah jarum introducer standar digunakan untuk memfasilitasi tusukan jarum tulang belakang. Setelah aliran bebas dari cairan cerebrospinal (CSF) diperoleh, warna CSF dibandingkan dengan skala warna mengukur jumlah darah dalam CSF. Anestesi lokal yang digunakan adalah isobaric bupivakain 0,5% (3 mL) untuk operasi endoprosthetic atau isobarik ropivacaine 0,5 % (2,5-4 mL) untuk semua prosedur lainnya. Jika prosedur bedah diharapkan berdurasi lebih lama, 0,1 mg morfin tambahan disuntikkan ke dalam ruang subarachnoid. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS Statistik 18.0 (SPSS Inc, Chicago, IL, USA). Kategori variabel dinyatakan sebagai frekuensi dan persentase, sedangkan variabel kontinu direpresentasikan sebagai mean dengan standar deviasi atau sebagai rentang median dan interkuartil (25 persentil, 75 persentil). Sebelum uji statistik, setiap variabel kontinyu dianalisis eksplorasi dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk distribusi normal. Uji Mann-

Whitney kemudian digunakan untuk perbandingan variabel nonparametrik antara dua kelompok uji. Karakteristik dasar pasien nonparametrik dinilai menggunakan uji Kruskal-Wallis. Uji Friedman Rank test digunakan untuk membandingkan variabel nonparametrik yang tergantung waktu dan uji chi-square untuk perbandingan variabel kategori. Perbedaan dianggap bermakna secara statistik jika P<0,05.

3. HASIL Dari 161 pasien yang terdaftar dalam penelitian ini. 7 pasien dikeluarkan karena perubahan dalam rencana pengobatan. Set data lengkap dari 154 pasien kemudian dianalisis. Data demografi dari semua pasien ditampilkan pada Tabel 1. Tingkat keberhasilan keseluruhan anestesi spinal pada kelompok peserta pelatihan adalah 72% dibandingkan 100% pada kelompok konsultan. 51 (35%) pasien yang dinilai memiliki anatomi/habitus "sulit". Peserta pelatihan berhasil melakukan anestesi spinal pada pasien dengan habitus mudah dalam 83,3% kasus dibandingkan 52,4% bila pasien memiliki anatomi sulit (P=0,005). Ketika peserta pelatihan gagal dalam anestesi spinal, operator dari grup C mengambil alih, dan mereka berhasil 100% dari kasus maka semua pasien yang terdaftar dalam penelitian, memiliki prosedur pembedahan yang direncanakan dilakukan di bawah anestesi spinal. Table 2 daftar komplikasi spesifik yang dihadapi dalam kedua kelompok operator dan dua kelompok pasien. Pasien obesitas dengan BMI 32 secara signifikan lebih tinggi beresiko mengalami komplikasi selama anestesi spinal. Durasi tusukan lebih lama, peserta palatihan yang gagal melakukan anestesi spinal di hampir setengah kasus, dan secara signifikan ada perdarahan pada tusukan dan insidensi parestesia yang lebih tinggi. Selanjutnya, bahkan konsultan melakukan 3 atau lebih tusukan anestesi spinal untuk sukses di 42,5% dari pasien dengan BMI 32. Ketinggian blok sensorik dan motorik dicapai tidak berhubungan dengan berat badan atau BMI pasien. Konsultan menyebabkan sedikit parestesia saat melakukan anestesi spinal dibandingkan dengan peserta pelatihan, namun perbedaannya tidak signifikan secara statistik (P=0,31). Pasien yang dinilai memiliki habitus sulit secara signifikan memiliki parestesia lebih selama tusukan dibandingkan pasien dengan

tanda yang dapat diidentifikasi (13,2 vs 2%; P=0,005). Selain itu, pasien dengan habitus sulit mengalami nyeri lebih secara signifikan selama prosedur dibanding pasien dengan habitus mudah (11,3 vs 1,9%;P=0,02). Isobarik bupivakain 0,5% dalam dosis equipotent menyebabkan episode hipotensi lebih signifikan setelah injeksi intratekal dibandingkan 0,5% isobarik ropivacaine (21 (25%) dibandingkan 2 (3,1%);P=0,0002). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam episode hipotensi antara pasien dengan BMI <30 dibandingkan 30 (P=0,05). Bradikardia dengan denyut jantung 45 denyut per menit atau kurang diamati pada 9 (6%) pasien dan tidak signifikan terkait dengan anestesi lokal digunakan tetapi secara signifikan berkorelasi dengan tingkat tusukan. Menariknya, pasien yang memerlukan 4 atau lebih tusukan agar anestesi spinal sukses mengalami penurunan tekanan darah secara signifikan lebih besar. Pada hari pertama pasca operasi, dua pasien (1,3%) menunjukkan gambaran khas dari sindrom neurologis transien, 6 pasien (3,9%) melaporkan kesulitan buang air kecil selama 12 jam pertama, tetapi tidak ada kateterisasi kandung kemih yang diperlukan. 15 pasien (9,7%) memiliki satu atau lebih episode PONV (Tabel 3). Tidak ada komplikasi mayor seperti gangguan hemodinamik yang parah, serangan jantung, sindrom cauda equina, atau komplikasi neurologis permanen yang diamati.

4. DISKUSI Anestesi spinal memiliki catatan keamanan yang sangat baik dalam hal komplikasi mayor. Namun, ada sejumlah besar komplikasi minor yang dapat menyebabkan gejala sisa yang tidak menyenangkan bagi pasien. Mayoritas

komplikasi berhubungan dengan prosedur itu sendiri. Berkisar Anestesi spinal yang lemah atau gagal berkisar 0-17% dan tusukan berdarah serta hipotensi signifikan jarang. Studi saat ini menunjukkan bahwa tingkat kegagalan keseluruhan anestesi spinal sebanding dengan data sebelumnya. Kami telah menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan dan kegagalan tampaknya secara langsung tergantung pada pengalaman operator dan habitus individu pasien. Kegagalan peserta pelatihan lebih signifikan terjadi saat melakukan anestesi spinal, memiliki lebih banyak kesulitan menempatkan anestesi spinal pada pasien dengan tanda tidak jelas, dan lebih signifikan memiliki perdarahan pada tusukan,

dan durasi prosedur secara signifikan lebih lama dibandingkan dengan spesialis yang berpengalaman. Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa anestesi spinal adalah prosedur kompleks yang lebih sulit untuk dikuasai daripada, misalnya, intubasi endotrakeal. Selain itu, telah diperkirakan bahwa pengalaman dilakukannya sekitar 100 kali anestesi spinal diperlukan untuk mencapai tingkat keberhasilan 90%. Data kami menunjukkan bahwa peserta pelatihan memiliki tingkat keberhasilan 84% pada pasien dengan anatomi normal, menunjukkan bahwa beberapa peserta mungkin menguasai teknik sementara yang lainnya masih pada bagian menaikan kurva belajar. Namun, hal ini berubah sepenuhnya ketika pasien datang dengan tanda tidak jelas atau anatomi sulit. Peserta

pelatihan, yang mampu melakukan anestesi spinal sukses dalam anatomis "mudah" pasien, tiba-tiba menghadapi tingkat kegagalan 52% pada pasien dengan habitus yang sulit, secara signifikan berbeda dengan "mudah" pasien. Konsultan mampu menempatkan anestesi spinal bahkan pada pasien yang sulit tetapi pada 42,5% kasus, 3 atau lebih tusukan dilakukan untuk memposisikan jarum tulang belakang di lokasi yang benar. Untuk diketahui, ini adalah studi pertama yang secara khusus menyelidiki peran habitus pasien individu dengan tanda dan ciri-ciri anatomi lainnya. Bagian dari mendidik peserta pelatihan adalah untuk menerima bahwa mereka memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi, dan itu adalah tanggung jawab dari masyarakat yang relevan untuk mendefinisikan tingkat kegagalan yang diterima dari sebuah prosedur. Berdasarkan temuan kami, kami mendalilkan bahwa ahli anestesi yang berpengalaman secara anatomi harus menilai semua pasien yang akan menerima anestesi spinal dan jika habitus yang dianggap sulit, peserta pelatihan sebaiknya tidak melakukan anestesi spinal untuk menghindari frustrasi dan membangun fondasi yang lebih kokoh untuk berhasil melakukan tusukan daripada gagal setiap upaya kedua. Namun, dari data kami, tampak bahwa peserta pelatihan memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi, tetapi mereka tidak menyebabkan komplikasi lebih yang signifikan. Oleh karena itu paparan terhadap pasien sulit relatif aman, dasar yang kuat dari teknik telah ditetapkan. Kami merekomendasikan bahwa tingkat pengawasan adekuat menghindari bahwa tingkat keberhasilan atau kegagalan operator pada pasien ini secara signifikan lebih rendah daripada operator yang berpengalaman. Beberapa upaya oleh peserta pelatihan serta operator berpengalaman menyebabkan reaksi yang lebih signifikan pada parameter hemodinamik. Tekanan darah menurun lebih signifikan pada pasien dimana diperlukan beberapa uji coba. Kami

menawarkan dua kemungkinan penjelasan. Pertama, beberapa upaya dapat menyebabkan operator merubah segmen tulang belakang, dan arah biasanya ke atas sehingga lebih menyebabkan blok simpatik. Kedua, beberapa upaya dapat menyebabkan stres dan meningkatkan kecemasan pada pasien maka

menyebabkan gangguan regulasi saraf otonom simpatik. Akhirnya, menghindari beberapa upaya juga dapat mempengaruhi kepuasan pasien, tapi kami belum menyelidiki hal tersebut. Sebagai alat latihan untuk peserta pelatihan juga sebagai alat untuk digunakan sebagai tantangan anatomi pasien, pengenalan anestesi spinal dipandu USG mungkin ada baiknya untuk mempertimbangkan. Beberapa penelitian telah menunjukkan tingkat keberhasilan meningkat ketika USG digunakan pada pasien dengan tanda tidak jelas atau anatomi sulit. Namun, ini mungkin melibatkan pengajaran baik anestesi spinal dan penggunaan mesin ultrasound untuk peserta pelatihan pada saat yang sama, yang mungkin menjadi tantangan yang lebih besar. Selanjutnya, mirip dengan diskusi saat ini tentang penggunaan komprehensif USG untuk penempatan kateter vena sentral, perlu dibahas apakah peserta harus secara umum belajar untuk melakukan teknik menentukan letak sebelum mereka menambahkan USG atau studi versa. Penelitian kami memiliki keterbatasan. Pertama, pasien tidak acak operator berpengalaman atau berpengalaman tetapi berurutan dialokasikan untuk operator yang tersedia. Kedua, operator blind untuk habitus pasien untuk alasan yang jelas. Namun, operator blind untuk penilaian struktur anatomi dan penilaian berikutnya. Karena peserta pelatihan berada di bagian menaikan kurva belajar selama masa studi, paparan melakukan anestesi spinal diulang itu sendiri mungkin telah mempengaruhi kinerja masing-masing dan kemudian hasilnya. Selain itu, penelitian kami ini tidak didukung untuk mengomentari insidensi komplikasi mayor yang langka seperti gangguan hemodinamik yang parah, serangan jantung, sindrom cauda equina, atau komplikasi neurologis permanen karena ini tidak pernah menjadi tujuan dari penelitian ini.

5. KESIMPULAN Meskipun teknik ini relatif aman, anestesi spinal memiliki masalah dan perangkap, dan penelitian kami telah menunjukkan bahwa peningkatan pengalaman operator menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi pada

anestesi spinal. Selanjutnya, habitus pasien individu memainkan peran penting ketika peserta pelatihan terlibat dalam melakukan anestesi spinal. Bahkan untuk ahli anestesi yang berpengalaman kelompok pasien merupakan tantangan, namun tingkat kegagalan anestesi spinal masih sangat rendah. Kami menyimpulkan bahwa pemilihan hati-hati dan penyaringan pasien serta pilihan yang memadai dari operator akan bermanfaat bagi tingkat keberhasilan anestesi spinal dan kurang dapat menyebabkan komplikasi, keamanan yang lebih besar, pasien yang lebih baik, dan kepuasan peserta pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai