Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung kronik akan menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler, serebrovaskuler dan renovaskuler. Hipertensi adalah salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner yang kurang diwaspadai karena bersifat asimtomatis. Banyak penderita yang mengabaikan perjalanan lanjut hipertensi sehingga disebut "Sillent killer" Pengelolaan penyakit hipertensi memerlukan pengetahuan tentang patogenesis dan karakteristik berbagai obat hipertensi, mengingat pilihan obat harus disesuaikan dengan indikasi serta karakteristik setiap individu. National High Blood Pressure Education Program yang dibentuk oleh Joint National Committee selalu berupaya memperbaiki panduan tata laksana hipertensi dengan mengadakan berbagai penelitian terkini. Data berbagai obat yang disertakan dalam panduan tidak hanya bermakna secara statistik, tetapi juga berpotensi secara klinis.1 Pada dasarnya, tujuan utama manajemen hipertensi adalah mempertahankan tekanan darah pada kondisi optimal untuk mencegah komplikasi pada berbagai target organ sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Proporsi penderita hipertensi dilaporkan lebih dari 85% dari seluruh penderita hipertensi. 1 Sebagai faktor risiko penting penyakit kardiovaskular, hipertensi harus diobati secara dini untuk memperlambat progresivitas aterosklerosis dan mengurangi risiko gagal jantung. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang, sering disebut sebagai the killer disease karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi .Penderita datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat Hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneouse group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi memunculkan sejumlah faktor resiko yang dapat meningkatkan angksa kesakitan hipertensi.1

1.2 Tujuan Umum 1.2.1 Tujuan Umum 1 Membentuk pola pikir menjadi terarah dan sistematik hipertensi 2 3 4 5 6 7 8 Mengetahui dan memahami definis hipertensi Mengetahui dan memahami etiologi/faktor pencetus Hpertensi Mengetahui dan memahami kalsifikasi hipertensi Memahami manifestasi klinik hipertensi Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada hipertensi Mengetahui dan memahami komplikasi hipertensi Mahasiswa mampu menyusun tulisan referat yang baik dan benar mengenai

1.2..3 Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan antara faktor resiko dengan hipertensi 2. Menentukan diagnosis hipertensi secara sistematis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 3. Mengetahui dan memahami tatalaksana dan pencegahan hipertensi 1.3 Rumusan masalah Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa masalah yang akan dirumuskan dalam referat ini adalah: 1. Pengertian Hipertensi 2. Klasifikasi Hipertensi 3. Etiologi/faktor pencetus hipertensi 4. Faktor Resiko terjadinya Hipertensi 5. Mekanisme Kausal Terjadinya Hipertensi 6. Manifestasi Klinis Hipertensi 7. Diagnosis dan komplikasi Hipertensi 8. Tatalaksana Hipertensi 9. Upaya pencegahan Hipertensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain. 2 Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau mmHg (tekanan diastolik) ( Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII,2003). Nilai yang lebih tinggi (sistolik ) menunjukan fase darah yang dipompa oleh jantung, nilai.2 Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,1996). 2 2.2 Epidemiologi Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berkisar 6-15% 3 dan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan. Sementara itu, di Amerika Serikat, data NHANES (National Health and Nutrition meningkat Examination sesuai Survey) memperlihatkan usia. bahwa Data risiko hipertensi 2005-2008
3,4

dengan

peningkatan

NHANES

memperlihatkan

kan kurang lebih 76,4 juta orang berusia 20 tahun adalah

penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi.

Walau upaya, tindakan sudah banyak dilakukan dan tersedia banyak obat untuk mengatasi hipertensi, tata laksana hipertensi masih jauh dari berhasil. Data NHANES 2005-2008 di Amerika Serikat menunjukkan dari semua penderita hipertensi, hanya 79,6% sadar telah menderita hipertensi; namun hanya 47,8% yang berusaha mencari terapi. Dan dari 70,9% pasien yang menjalani terapi, 52,2% tidak mencapai kontrol tekanan darah target. 3 ,4

Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.3,4

Grafi k 1 Angka kejadian hipertensi pada orang dewasa 20 tahun berdasarkan umur dan jenis kelamin (Data NHANES 2005-2008) 3

Tabel 1 Perkiraan jumlah penderita hipertensi di dunia dan

perkembangannya 3

2.3 Etiologi Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. hipertensi:
5,6

Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na. 2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang

mengakibatkan tekanan darah meningkat. 3. Stress Lingkungan 4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah. Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
5,6,7

1. Hipertensi Esensial (Primer) (90%) : Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. 2. Hipertensi Sekunder (10%) : Hipetensi yang penyebabnya dapat diketahui

antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid ( hipertiroid ), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dan lainlain. Penderita hipertensi sekunder merupakan sekunder dari penyakit
5,6,7,9

komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. 1. Penyakit Ginjal :

Stenosis arteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor gimjal, penyakit ginjal polikistik, diabetes nefropati, hypertensi Goldblatt

2. Kelainan Hormonal : Hiperaldosteronisme, sindroma cushing dan feokromositoma

3. Obat-obatan : Pil KB, kortikosteroid, eritropoetin, penyalahgunaan alkohol, kokain 4. Penyebab lainnya : Preeklamsi dalam kehhamilan, koartasio aorta, hipertensi neurogenik,

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur 18 tahun)berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.8

Tabel 2 Classifi cation of Hypertension

Krisis Hipertensi : Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg; dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi.8 Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan. Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberap hari.8

2.5 Faktor Resiko


Faktor risiko yang reversibel adalah usia, ras Afrika-Amerika, dan riwayat keluarga yang memiliki hipertensi. Sedangkan faktor risiko yang bersifat reversible adalah psikososial dan stres, berat badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi, merokok, konsumsi alkohol, Cardiovascular, Hiperlipidemia dan sindroma metabolik.,

Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min, Umur (>55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan), Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55, tahun atau perempuan < 65 tahun)6

Tabel 3 Hypertension Writing Group Defi nition and Classifi cation of Hypertension

2.6

Patofisiologi

Grafik 2 Patofisiologi hypertensi

Grafik 3

Patofisiologi Natrium dan Kalium pada Hipertensi 8

Penelitian INTERSALT (International Study of Sodium, Potassium, and Blood Pressure) untuk mengetahui hubungan antara asupan garam dengan tekanan darah adalah contoh/ilustrasi yang baik tentang peranan keseimbangan natrium dan cairan tubuh terhadap hipertensi. Penelitan ini merupakan penelitian epidemiologi dengan sampel sebesar 10.079 pasien pria dan wanita dengan usia 20 59 tahun dari 52 negara. Hasilnya memperlihatkan bahwa makin tinggi asupan garam seseorang, makin tinggi pula tekanan darah rata-rata orang tersebut. Dengan menurunkan asupan garam, terjadi penurunan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan kejadian PJK (Penyakit Jantung Koroner) dan penurunan risiko stroke.3

Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah : 8 Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor Asupan natrium (garam) berlebihan Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal Diabetes mellitus, Resistensi insulin, Obesitas, Meningkatnya aktivitas vascular growth factors Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular dan Berubahnya transpor ion dalam sel

10

Gambar 1 Mekanisme patofisiologi dari hipertensi

2.7 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinik dari Hipertensi adalah sebagai berikut : Nyeri kepala Mual muntah Rasa berat di tengkuk Telinga berdengung Sesak nafas, jantung berdebar-debar dan rasa sakit di dada Penglihatan kabur dan gelisah Mimisan Mudah lelah dan marah Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai faktor resiko tambahan , dan Kerusakan organ target : Jantung : Left ventricular hypertrophy, Angina atau sudah pernah infark miokard, Sudah pernah revaskularisasi koroner, Gagal jantung, Otak : Stroke atau TIA, Penyakit ginjal kronis, Penyakit arteri perifer, Retinopathy, tetapi kebanyakan asimptomatik
12

Kadang penderita hipertensi berat

mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak, keadaan ini disebut ensefalopati hipertensi, yang memerlukan penanganan segera.
2.8 Diagnosis Konfirmasi dari hipertensi berdasarkan pada pemeriksaan awal, dan pemeriksaan pada dua kali follow-up dengan setidaknya dua kali pengukuran pada setiap kali follow-up.

11

Grafik 4 Algoritma Diagnosis Hipertensi

Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, harus diperhatikan bentuk


tubuh, termasuk berat dan tinggi badan. Dilakukan palpasi leher untuk mempalpasi dari pembesaran tiroid dan penilaian terhadap tanda hipotiroid atau hipertiroid. Pemeriksaan pada pembuluh darah dapat dilakukan dengan funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis. Retina merupakan jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa dengan seksama. Seiring dengan peningkatan derajat beratnya hipertensi dan penyakit aterosklerosis, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan peningkatan reflex cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat ditemukan pengerasan dari bunyi jantung ke-2 karena penutuan dari katup aorta dan S4 gallop. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis yang bergeser ke arah lateral. 8,12 2.9 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang rutin yang direkomendasikan sebelum memulai terapi termasuk elektrokardiogram 12 lead, urinalisis, glukosa darah, hemoglobin dan hematokrit, kalium serum, kreatinin, BUN, kalsium serum dan profil lipid ( termasuk HDL kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida, Kalsium serum, VMA urin, asam urat, Pemeriksaan tiroid. Test tambahan termasuk pengukuran

12

terhadap ekskresi albumin atau albumin/ kreatinin rasio, BNO IVP, EKG dan foto Thorax.12 3.0 Komplikasi Jantung : pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung 12 Otak : Hemoragik dan infark12 Ginjal : renal insufficiency 12 3.1 Prognosis WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan: (1) risiko rendah, kurang dari 15 %. (2) risiko menengah , sekitar 15-20 %. (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %. 11

Tabel 4 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis 11

Tabel 5 Prognosis menurut WHO

13

BAB III PENATALAKSANAAN HIPERTENSI 3.1 Tujuan Terapi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah : Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko. 8 Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.8 Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg Pendekatan secara umum Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi.8 Sesudah pemakaian obat antihipertensi,
pasien harus melakukan follow-up dan pengaturan dosis obat setiap bulannya atau sesudah target tekanan darah tercapai. Serum kalium dan kreatinin harus di monitor setidaknya satu sampai dua kali per tahun. Sesudah target tekanan
14

darah tercapai, follow-up dapat 3-6 bulan sekali.

Pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus diobati pertama-tama dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien dengan tekanan darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat, dengan salah satunya diuretik tipe tiazid.8 Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan: 1. Terapi nonfarmakologi 2. Terapi farmakologi
3.1 Terapi Nonfarmakologis

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.13,15 Disamping menurunkan tekanan darah pada pasienpasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.13,15 Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension ) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.13,15 Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet:13,15 Hipertensi 2 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan ideal Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk

15

Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi. JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.13,15 Berdasarkan penelitian ini, AHA (American Heart Association) merekomendasikan pada hipertensi asupan Natrium yang ideal adalah 1,5 gram sehari atau ekuivalen dengan 3,8 gram NaCl sehari.

16

Tabel 6 Perubahan Gaya Hidup untuk Mencegah dan Pengobatan hipertensi 13

3.2 Terapi Farmakologi


Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat anti hipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut : 13,15

1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi 2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. 3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi. 4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan

pengobatan seumur hidup.


17

Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Hal lain yang perlu diketahui dalam patofi siologi hipertensi adalah perihal resistensi insulin. Peningkatan tekanan darah karena resistensi insulin dapat karena beberapa penyebab, diantaranya adalah peningkatan: a) produksi angiotensinogen oleh jaringan adiposa jaringan viseral yang resisten terhadap insulin; b) penurunan kadar NO karena resistensi insulin yang dapat menyebabkan disfungsi sendotel; c) peningkatan reseptor AT1 dan ekspresi endotelin-1; d) peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal serta, e) peningkatan aktifi tas simpatik.

Pasien-pasien ini pada umumnya lebih resisten dan membutuhkan terapi kombinasi untuk kontrol hipertensinya. Pasien hipertensi dan juga diabetes melitus, yang melibatkan resistensi insulin, lebih sulit diterapi dan pada umumnya membutuhkan dua golongan obat antihipertensi atau lebih. Dalam kaitan ini, ASH (American Society of Hypertension) merekomendasikan klasifi kasi hipertensi seperti yang terlihat dalam tabel 3. 13,14

18

Grafik 5 Alogaritma penanganan pasien dengan hipertensi

19

Tabel 5 Obat-Obat antihipertensi yang utama

20

Tabel 6 Obat-Obat antihipertensi yang utama

Sebaiknya juga mengetahui beberapa petanda awal/subklinis hipertensi yang harus ideteksi sebelum terjadi kerusakan end-organ. Pada pemeriksaan dapat ditemukan tandatanda peningkatan pulse wave velocity, small artery stiff ness, penebalan intima media (IMT)

21

karotis, kalsifi kasi koroner dan disfungsi endotel. Pada ginjal dapat ditemukan tanda-tanda mikroalbuminuri, (albumin urin 30-300 mg sehari), peningkatan kadar kreatinin serum serta penurunan eGFR (estimated lomerular fi ltration rate) antara 60- 90 mL/ menit. Pada funduskopi dapat dilihat perubahan pada fundus akibat hipertensi. Pasien seringkali sudah mengalami kerusakan target organ saat datang berobat, karena petanda awal hipertensi berlangsung asimptomatik.13

Tabel 7 Faktor resiko cardiovaskular dalam hipertensi

Tabel 8 Pendekatan holistik penatalaksanaan hipertesi

Pada tabel 8 di atas, terlihat jelas bahwa besarnya risiko kardiovaskuler tidak hanya pada tekanan darahnya, tetapi juga pada keberadaan faktor-faktor risiko lain, seperti sindrom metabolik, kerusakan organ target sub-klinis, diabetes melitus, dan adanya penyakit kardiovaskular atau ginjal. Berdasarkan hal tersebut, dibedakan 4 kelompok risiko kardiovaskuler (risiko kejadian kardiovaskuler fatal maupun tidak fatal dalam 10 tahun mendatang): risiko rendah, sedang (moderate), tinggi, dan sangat tinggi.13 Obat antihipertensi perlu dimulai berdasarkan pada 2 kriteria: 1) tingkatan tekanan

22

darah sistolik dan diastolik, dan 2) tingkatan risiko kardiovaskular (tabel 8). Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian kardioserebrovaskular dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel. Guideline ESC/ ESH 2007 memberi petunjuk pemilihan golongan obat antihipertensi sebagai terapi inisial berdasarkan karakteristik kerusakan target organ subklinis

Tabel 9 Terapi antihipertensi sesuai dengan kerusakan organ target

JNC pilihan

7 jenis

(2003) obat ada penyakit for Drug

merekomendasikan antihipertensi berdasarkan tidaknya Indications Individual Classes) (tabel 9)

komorbid (Compelling

23

Tabel 10 Pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya penyakit komorbid

3.3 Terapi atas Indikasi Khusus (Compelling Indications) Gagal Jantung Gagal jantung, dalam bentuk disfungsi vetrikular sistolik atau diastolik , terutama sebagai akibat dari hipertensi sistolik dan penyakit jantung iskemik. Lima kelas obat didaftarkan untuk indikasi khusus gagal jantung. Rekomendasi ini khususnya untuk gagal jantung sistolik, dimana kelainan fisiologi utama adalah berkurangnya kontraktilitas jantung. Pada gambar 2 terlihat proses-proses yang terjadi akibat dari hipertensi sampai ke gagal gantung .33 ACEI adalah pilihan obat utama berdasarkan hasil dari beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas. 8,15

24

Gambar 2 Beberapa langkah yang terlibat dalam progres dari hipertensi ke gagal jantung kongestif(

Diuretik juga merupakan terapi mengurangi edema dengan menyebabkan diuresis. ACEI harus dimulai dengan dosis rendah pada pasien dengan gagal jantung, terutama pada pasien dengan eksaserbasi akut. Gagal jantung menginduksi suatu kondisi renin tinggi, sehingga memulai ACEI pada kondisi ini akan menyebabkan efek dosis pertama yang menonjol dan memungkinan hipotensi ortostatik.8,15 Terapi dengan penyekat beta digunakan untuk mengobati gagal jantung sistolik untuk pasien-pasien yang sudah mendapat standar terapi dengan ACEI dan furosemid. Studi menunjukkan penyekat beta menurunkan mortalitas dan morbiditas. Dosis penyekat beta haruslah tepat karena beresiko menginduksi eksaserbasi gagal jantung akut. Dosis awal harus sangat rendah, jauh dibawah dosis untuk mengobati darah tinggi, dan dititrasi secara perlahan-lahan ke dosis yang lebih tinggi. ARB dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien-pasien yang tidak dapat menoleransi ACEI. Untuk pasien dengan disfungsi ventrikular yang simptomatik atau dengan penyakit jantung tahap akhir, ACEI, penyekat beta, ARB, dan antagonis aldosteron direkomendasikan bersamaan dengan diuretik loop (furosemid). Pasca Infark Miokard Hipertensi adalah faktor resiko yang kuat untuk infark miokard. Sekali pasien mengalami infark miokard, pengontrolan tekanan darah sangat penting sebagai pencegahan sekunder untuk mencegah kejadian kardiovaskular berikutnya. Guideline untuk pasca infark lini pertama karena

25

miokard

oleh

American

College

of

Cardiology/American

Heart

Association

merekomendasikan terapi dengan penyekat beta (agen yang tanpa aktifitas intrinsik simpatomimetik [ISA]) dan ACEI. Penyekat beta menurunkan stimulasi adrenergik jantung (cardiac adrenergic stimulation) dan pada trial klinis penyekat beta telah menunjukkan menurunkan resiko infark miokard berikutnya atau kematian jantung tiba-tiba (sudden cardiac death). ACE inhibitor memperbaiki cardiac remodeling, fungsi jantung dan menurunkan kejadian kardiovaskular setelah infark miokard.8,15 Penyakit jantung iskemi Penyakit jantung iskemi adalah bentuk kerusakan organ target paling umum yang paling sering akibat hipertensi. Bukti menunjukkan kalau terapi dengan penyekat beta menguntungkan pada pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemi. Penyekat beta adalah terapi lini pertama pada angina stabil dan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tekanan darah, memperbaiki konsumsi dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Sebagai alternative antagonis kalsium kerja panjang dapat digunakan. Antagonis kalsium (terutama golongan nondihidropiridin diltiazem dan verapamil) dan penyekat beta menurunkan tekanan darah dan mengurangi kebutuhan oksigen jantung pada pasien dengan hipertensi dan resiko tinggi penyakit koroner. Terapi dengan CCB dihidropiridin dan atau penyekat beta dengan aktifitas simpatomimetik intrinsik dapat menyebabkan stimulasi jantung, oleh karena itu obat-obat ini tidak disukai, sebaiknya dihindari. Antagonis kalsium dihidropiridin. dapat digunakan sebagai terapi lini kedua atau ketiga.8,15

Penyakit Ginjal Kronis Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan (parenkim) atau arteri renal. Pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis, yang didefinisikan sebagai: (1). fungsi ekskresi berkurang dengan perkiraan GFR <60 ml/min per 1.73m2 ( setara dengan kreatinin >1.5 mg/dl)23 atau (2). adanya albuminuria (>300mg/hari); tujuan terapeutiknya adalah untuk memperlambat deteriorasi fungsi ginjal dan mencegah penyakit kardiovaskular. Hipertensi terdeteksi pada mayoritas pasien dengan penyakit ginjal kronis dan pengontrolan tekanan darahnya harus agresif, sering dengan dua atau lebih obat untuk mencapai target tekanan darah <130/80 mmHg. 8,15 ACEI dan ARB mempunyai efek melindungi ginjal (renoprotektif) dalam progres

26

penyakit ginjal diabetes24-25 dan non-diabetes.26 Salah satu dari kedua obat ini harus digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mengontrol tekanan darah dan memelihara fungsi ginjal pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis. Naiknya serum kreatinin sebatas 35% diatas baseline dengan ACEI dan ARB dapat diterima dan bukan alasan untuk menghentikan pengobatan kecuali bila terjadi hiperkalemia. Karena pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memerlukan beberapa obat antihipertensi, diuretik dan kelas obat antihipertensi ke tiga diperlukan (penyekat beta atau antagonis kalsium). Diuretik tiazid dapat dapat digunakan tetapi tidak seefektif diuretik loop bila klearans kreatinin <30 ml/min. Untuk penyakit ginjal lanjut (perkiraan GFR<30 ml/min per 1.73m3, setara dengan serum kreatinin 2.53.0mg/dl), dosis diuretik loop (furosemid) lebih tinggi, bila perlu dikombinasi dengan obat lain.8,15 Penyakit Serebrovaskular Resiko dan keuntungan menurunkan tekanan darah semasa stroke akut masih belum jelas; pengontrolan tekanan darah sampai kira-kira 160/100mmHg memadai sampai kondisi pasien stabil atau membaik. Kambuhnya stroke berkurang dengan penggunaan kombinasi ACEI dan diuretik tipe thiazide.8,15

Panduan : WHO/ISH dan JNC VI mengenai penurunan resiko Kardiovaskular dengan terapi antihipertensi : 1. Di awali Chlorthalidon 12.5-25 mg/hari, dengan penambahan atenolol 25-50 mg/hari atau reserpin 0.05-0.10 mg/hari dapat menurunkan tekanan sistol <150 mmHg dan mengurangi sampai 20 mmHg. Hasilnya menurunkan akut miokard infark 27%, kejadian Kardiovaskular 32%. 2. Di awali Nitrendipine 10-40 mg/hari dengan penambahan Enapril 5-20 mg/hari dan HCT 12.5-25 mg/hari dapat menurunkan tekanan sistol <150 mmHg dan mengurangi 20 mmHg. Hasilnya menurunkan akut miokard infark 30% dan kejadian Kardiovaskular 31%.

27

Gambar 2 Systolic Blood Pressure distribution

3.4 Terapi Kombinasi

Data penelitian klinik hipertensi memperlihatkan bahwa mayoritas pasien hipertensi memerlukan paling sedikit dua golongan obat untuk mencapati target tekanan darah. JNC 7 (2003) dan ESC/ ESH (2007) menganjurkan untuk langsung mulai dengan kombinasi dua macam obat pada kelas II hipertensi (160/100 mmHg) atau pada kelompok hipertensi dengan risiko kardiovaskuler tinggi atau sangat tinggi.13 Kombinasi dengan garis solid adalah yang bermanfaat dan evidence based, sedangkan kombinasi dengan garis putus-putus tidak direkomendasikan.13

28

Gambar 3 Rekomendari terapi kombinasi dari golongan obat yang berbeda

Gambar 4 Kombinasi obat

antihipertensi, beta bloker dan diuretik

Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut: 1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik 2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik 3. Penyekat beta dengan diuretik 4. Diuretik dengan agen penahan kalium 5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium 6. Agonis -2 dengan diuretik 7. Penyekat -1 dengan diuretic

29

Tabel 12 Obat oral hipertensi kombinasi Berikut ini pedoman tata laksana hipertensi : 1. Pedoman WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG) tahun 2003, berisikan :

Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistole >= 140 mmhg dan

diastole >= 90 mmhg diawali dengan terapi non farmakologi seperti penurunan berat badan bagi penderita yang obese/kegemukan, olahraga

30

yang teratur, mengurangi konsumsi alkohol dan garam, tidak merokok dan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah.

Terapi farmakologi : untuk penderita tanpa komplikasi pengobatan dimulai

dengan diuretik tiazid dosis rendah dan untuk penderita dengan komplikasi menggunakan lebih dari satu macam obat hipertensi.

2. Joint National Committee (JNC) berisikan : Perubahan gaya hidup dan terapi obat memberikan manfaat yang berarti bagi pasien hipertensi Target tekanan darah < 140/90 bagi hipertensi tanpa komplikasi dan target tekanan darah < 130/80 bagi hipertensi dengan komplikasi Diuretik tiazid merupakan obat pilihan pertama untuk mencegah komplikasi kardiovaskular. Hipertensi dengan komplikasi pilihan pertama diuretik tiazid tapi juga bisa digunakan penghambat ACE (captopril,lisinopril,ramipril dll), ARB (valsartan, candesartan dll), beta bloker (bisoprolol) dan antagonis kalsium (nifedipin, amlodipin dll) bisa juga dipertimbangkan. Pasien hipertensi dengan kondisi lain yang menyertai seperti gagal ginjal dan lain-lain, obat anti hipertensi disesuaikan dengan kondisinya. Monitoring tekanan darah dilakukan 1 bulan sekali sampai target tercapai dilanjutkan setiap 2 bulan, 3 bulan atau 6 bulan. Semakin jauh dari percapaian target tekanan darah, semakin sering monitoring dilakukan. 3. British Hypertensive Society (BHS) Terapi non farmakologi dilakukan pada pasien hipertensi dan mereka yang keluarganya ada riwayat hipertensi Pengobatan dimulai pada tekanan darah sistole >=140 dan diastole >= 90, Target yang ingin dicapai setelah pengobatan, sistol =< 140 dan diastole =< 85 obat pilihan pertama tiazid atau beta bloker bila tidak ada kontraindikasi.

31

4. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI) Modifikasi gaya hidup sebagai penanganan menyeluruh, dapat dikombinasi dengan terapi obat Menerapkan pola makan DASH (Diet Approach to Stop Hypertension) untuk penderita hipertensi Hipertensi tanpa komplikasi harus dimulai dengan diuretik atau beta bloker Hipertensi dengan penyakit penyerta, pemilihan obat harus berdasarkan masingmasinghambat individu dan berubah dari mono terapi ke terapi kombinasi yang fleksibel 5. European Society of Hypertension (ESH) Fokus diberikan pada paien individual dan risiko kardiovaskularnya. Penderita hipertensi dapat menerima satu atau lebih macam obat selama tujuan terapi tercapai Penatalaksanaan harus difokuskan pada pencapaian target pengobatan kardiovaskular dengan perubahan gaya hidup atau dengan terapi obat Kombinasi obat yang digunakan untuk mencapai target tekanan darah harus ditetapkan secara individual pada masing-masing pasien. Penghambat ACE dan ARB tidak boleh digunakan pada kehamilan. 6. UK's NICE Penghambat ACE sebagai lini pertama bagi penderita hipertensi usia < 55 tahun dan antagonis kalsium atau diuretika bagi penderita hipertensi > 55 tahun ARB direkomedasikan jika penghambat ACE tidak dapat ditoleransi. Penggunakan beta bloker sebagai lini keempat. 7. Pedoman Hipertensi(KONSENSUS PERHIMPUNAN HIPERTENSI INDONESIA) Hasil konsensus Pedoman Penanganan Hipertensi di Indonesia tahun 2007 berisikan : Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) serta perkembangan penyakit ginjal dimulai dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan gaya hidup ke arah yang lebih sehat.
32

Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmhg. Penanganan dengan obat dilakukan bila upaya perubahan gaya hidup belum mencapai target tekanan darah (masih >= 140/90 atau >= 130/80 bagi penderita diabetes/ penyakit ginjal kronis). Pemilihan obat didasarkan ada tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus, obat tergantung pada derajat hipertensi (derajat 1 atau derajat 2 JNC7) Hipertensi pada kehamilan Preeklamsia dapat berubah menjadi komplikasi yang dapat merenggut nyawa baik ibu dan fetusnya. Diagnosa preeklampsia berdasarkan munculnya hipertensi (>140/90 mmHg) setelah minggu ke 20 gestasi dengan proteinuria. Hipertensi kronis sudah ada sebelum minggu ke 20 gestasi. Pengobatan yang jelas untuk preeklampsia adalah melahirkan. Terminasi kehamilan jelas diindikasikan apabila eklampsia terjadi (preeklampsia + kejang). Bila tidak, penatalaksanaannya terdiri dari restriksi aktivitas, istirahat (bed rest), dan monitoring. Obat antihipertensi digunakan sebelum induksi melahirkan bila tekanan darah diastolic >105 atau 110 mmHg, dengan target 95 105 mmHg. Hidralazine intravena umumnya digunakan, dan intravena labetalol juga efektif. Nifedipine short acting juga digunakan tetapi tidak disetujui oleh FDA untuk hipertensi, karena efek samping terhadap fetus dan ibu (hipotensi dengan fetal distress) telah dilaporkan. Metildopa adalah obat pilihan. Data menunjukkan kalau aliran darah uteroplacenta dan hemodinamik fetus stabil dengan metildopa. Dan dianggap sangat aman berdasarkan data follow-up jangka panjang (7,5 tahun). Penyekat beta, labetalol, dan antagonis kalsium dapat digunakan sebagai alternative. ACE inhibitor dan ARB adalah absolute kontraindikasi.8

33

Tabel 13 Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan

34

Tabel 14 Pengobatan hypertensi kronik dalam kehamilan

Tabel 15 obat untuk preeklamsi

35

Tabel 16 Golongan obat krirs hipertensi (emergensi drug)


Tabel 17 edukasi hipertensi

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang membebani masyarakat modern, karena tingkat kejadiannya tinggi, dampaknya sangat besar terhadap organ target (jantung, otak, ginjal, mata, pembuluh darah) dan terjadinya kematian prematur. Pengobatan hipertensi bermanfaat mengurangi angka kesakitan dan kematian.
2

Mayoritas pasien hipertensi tidak memperoleh pengobatan optimal, karena pada umumnya hipertensi bersifat asimptomatik. Karena itu, edukasi pasien sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien. kombinasi untuk mencapai target tekanan darah.
2

Pada pasien hipertensi, data literatur menunjukkan perlunya terapi Pencapaian target tekanan

36

darah

dan

pengontrolan

faktor-faktor

risiko

kardiovaskular
2

lainya

serta

pengobatan penyakit komorbid harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi (pendekatan holistik).

DAFTAR PUSTAKA 1. Dr.SANY RAHMAWANSA SISWARDANA, Dokter Umum Rumah Sakit Krian Husada, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur. "Hipertensi : Patofisiologi dan Tata Laksana Klinis". Edisi No 11 Vol Journal Kedokteran Indonesia MEDIKA. XXXV 2009. Available from

http://http://www.jurnalmedika.com/component/content/article/143-hipertensi-patofisiologi-dantata-laksana-klinis 2. Armilawaty, Amalia H, Amiruddi R. Hipertensi dan faktor risikonya dalam kajian epidemiologi. [Internet] 2007 [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktorrisikonya-dalam-kajian-epidemiologi/ http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/pedoman-penemuan-dan-tatalaksanahipertensi1.pdf 3. Kartari DS. Review Hipertensi di Indonesia, Tahun 1980 ke Atas. [Internet] dan

37

Cermin Dunia Kedokteran 1988 (50). [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_50_ReviewHipertensidiIndonesia.pdf/ 03_50_ReviewHipertensidiIndonesia.html 4. High Blood Pressure. Statistical Fact Sheet 2012 Update. [Internet] 2012. American Heart Association. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.heart.org/idc/groups/heart wcm/@sop/@smd/documents/downloadable/ucm_319587.pdf 5. Available from http://www.binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361338449.pdf 6. PEDOMAN TEKNIS PENEMUAN DAN TATALAKSANA PENYAKIT HIPERTENSI, Indonesia sehat 2010 DIREKTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DIREKTORAT JENDERAL PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2006 , Dr. Achmad Hardiman, SpKJ,MARS 7. Aninomous, 2008, what causes high blood pressure? And High blood prressure, factors that contribute to. Akses internet http://www.americanheart.org/presenter,jhtml 8. Drs. Abdul Muchid, Apt, PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HIPERTENSI DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN 2006 9. Hellenic J Cardiol 2010; 51: 518-529Diagnostic Modalities of the Most Common Forms of Secondary Hypertension Manolis S. Kallistratos, Andreas Giannakopoulos, Vasilios German, Athanasios J. Manolis Cardiology Department and Cardiovascular Protection Clinic, Asklepeion Hospital, Athens, Greece 10. Mohammad Yogiantoro. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI. Hal. 611-614. 11. 2003 World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension (ISH) statement on management of hypertension. J Hypertens 2003;21:19831992 12. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrisons principles of internal medicine 17th edition. New York: McGrawHill:2008 13. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):256072. public/@

38

14. Kotchen TA. Insulin Resistance and Hypertension. Hypertension and the Kydney. [Internet]. Chapter 5. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.kidneyatlas.org/book3/adk305.QXD.pdf 15. U.S. Departement of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NationalHigh Blood Pressure Education Program. [Internet] 2003. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/538629

39

Anda mungkin juga menyukai