Anda di halaman 1dari 20

TUGAS HUKUM PERDATA UNSUR UNSUR DAN SAH NYA SUATU KONTRAK

KELOMPOK : I GEDE NGURAH ARIS PRASETYA 1210122002 CORRY ANUGRAH LESTARI 1210122003 PUTU FAJAR KENCANA 1210122007 BAYU MAHENDRA WICAKSONO 1210122073

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR 2013

DAFTAR ISI

DAFTAR

ISI

. Bab I PENDAHULUAN ... 1.1 . LATAR BELAKANG

. 1.2. RUMUSAN MASALAH

. 1.3. BATASAN MASALAH

. Bab II PEMBAHASAN

. 2.1 TINJAUAN UMUM

2.1.1 .. 2.1.2 . 2.1.3 .

UNSUR

SAH

KONTRAK

2.2. PENGERTIAN KONTRAK .. 2.3. UNSUR UNSUR HUKUM KONTRAK 2.3.1 UNSUR - UNSUR DALAM HUKUM 2.3.2 UNSUR UNSUR DALAM HUKUM KONTRAK . 2.3.3 SYARAT SAHNYA KONTRAK

. 2.3.1 . 2.3.2 . 2.3.3 . HAL TERTENTU KECAKAPAN KESEPAKATAN

2.3.4

SEBAB

YANG

HALAL

. Bab III KESIMPULAN

.. Bab IV DAFTAR PUSTAKA

..

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG


Hukum kontrak merupakan bagian dari Hukum Perikatan. Bahkan sebagian ahli hukum menempatkan sebagai bagian dari Hukum Perjanjian karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis, tetapi penulis tidak ingin membedakan antara Hukum Kontrak dan Hukum Perjanjian sehingga dalam makalah ini pun keduanya dipergunakan dengan makna yang sama. Hukum kontrak kita masih mengacu pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata atau Burgelijk Wetboek Bab III tentang Perikatan

(selanjutnya disebut buku III) yang masih dan diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui azas Konkordansi yaitu azas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di negeri Belanda berlaku pula pada pemerintah Hindia Belanda (Indonesia), hal tersebut untuk memudahkan para pelaku bisnis Eropa / Belanda agar lebih mudah mengerti hukum. Dan seiring berjalannya waktu maka pelaku bisnis lokal pun harus pula mengerti peraturan dari KUHPerdata terutama Buku III yang masih menjadi acuhan umum bagi pembuatan kontrak di Indonesia.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Unsur- unsur apa sajakah yang terdapat dalam suatu kontrak ? 2. Apa yang menjadi syarat suatu kontrak dikatakan sah ?

1.3.BATASAN MASALAH
Untuk memfokuskan masalah agar tidak melebar dan tidak

menimbulkan interpretasi diluar masalah yang diangkat dalam makalah ini, penulis membatasi masalah pada unsur unsur dan sah nya suatu kontrak.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 TINJAUAN UMUM


Pada tinjauan umum ini, penulis akan menguraikan konsep yang berkenaan dengan topic yang diangkat pada penulisan makalah ini. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata ( Soedjadi, 2000 : 14 ). Dalam kaitan masalah yang diangkat akan diuraikan beberapa konsep terkait untuk member pemahaman dasar tentang topik yang diangkat diantaranya : Unsur, Sah, dan Kontrak. 2.1.1 Unsur Unsur menurut KBBI 2.1.2 Sah 2.1.3 Kontrak

2.2. Pengertian Hukum Kontrak


Hukum sedangkan kontrak dalam dalam bahasa Belanda inggris adalah contract of law

bahasa

overeenscomstrecht.

Suharnoko

mengatakan, suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sah nya

perjanjian, yaitu kata sepakat,kecakapan,hal tertentu dan sebab yang halal. Dengan memenuhi ke empat syarat tersebut kontrak menjadi sah dan meningkat secara hukum bagi pihak yang membuat nya. Menurut Lawrence M. Friedman, hukum kontrak adalah perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tersebut. Michael D. Bayles mengartikan hukum kontrak sebagai Might then be taken to be the law pertaining to enporcement of promise or agreement ( aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan). Rumusan tentang kontrak atau perjanjian dalam BW terdapat dalam Pasal 1313, yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan mencermati pendapat pendapat para ahli diatas penulis memiliki pandangan mengenai Hukum Kontrak adalah aturan yang

membahas mengenai membuat suatu kesepakatan antara kedua belah pihak yang mana mereka mengikatkan dirinya dengan ithikad baik,suatu hal tertentu dan dikemudian hari akan menimbulkan akibat hukum apabila salah satu diantaranya melakukan wanprestasi. 2.3 Unsur- unsur Hukum Kontrak 2.3.1 UNSUR UNSUR DALAM HUKUM

Dengan memperhatikan pendapat para ahli tersebut diatas maka dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak, yaitu : 1. Adanya Kaidah Hukum Menurut Salim H.S.`Kaidah (2006 : 15) dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan Perundang-

undangan,Traktat,dan yurispundensi. Adapun kaidah hukum kontrak tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang

timbul,tumbuh dan hidup dalam masyarakat. 2. Subjek Hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson yang artinya sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang,dan debitur adalah orang yang berutang. 3. Adanya Prestasi Prestasi adalah hak kreditur dan kewajiban debitur. Prestasi terdiri atas : a. Memberikan sesuatu

b. Berbuat sesuatu c. Tidak berbuat sesuatu d. Kata sepakat Dalam Pasal 1320 KUHPerdata, ditentukan empat syarat sah nya perjanjian. Salah satunya adalah kata sepakat (consensus). Kata sepakat adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. 4. Akibat Hukum Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan

kewajiban. Hak adalah kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.

2.3.2 UNSUR UNSUR DALAM KONTRAK Telah diuraikan pada awal tulisan ini bahwa kontrak lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsure esensial dalam suatu kontrak. Menurut Dr. Ahmadi Miru, S.H.,M.S ( 2007 : 31 ) Dalam suatu kontrak dikenal dengan tiga unsur, yaitu sebagai berikut : 1. Unsur esensiali

Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan. 2. Unsur Naturalia Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi. 3. Unsur Aksidential Unsur Aksidential merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya.

Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar hutangnya dikenakan denda 2% per bulan keterlambatan, dan

apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure esensial dalam kontrak tersebut.

2.3 Syarat sah nya Kontrak


Walaupun dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya

kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu syarat sah nya kontrak sebagai mana diatur dalam Pasal 1320 BW, yaitu: a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c) Suatu hal tertentu . d) Suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu, dan sebab yang halal.Keempat syarat sahnya perjanjian sebagai mana diatur dalam Pasal 1320 BW tersebut diatas akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

2.3.1. Kesepakatan

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. cara terjadinya kesepakatan atau terjadinya penawaran dan penerimaan menurut Nieuwenhuis (1985 : 11-17) adalah: a) Dengan cara tertulis Berdasarkan berbagai cara terjadinya kesepakatan tersebut diatas , secara garis besar terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidaak tertulis , yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan lisan , simbol-simbol tertentu , atau diam-diam. Dalam kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan atau dibawah tangan maupun dengan akta autentik. Akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta seperti notaries, PPAT, atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda dari akta dibawah tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam pembuatan akta, AKTA AUTENTIK adalah Akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.

Perbedaan prinsip antara akta dibawah tangan dengan akta autentik adalah karena jika pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta dibawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta autentik selalu dianggap asli kecuali terbukti kepalsuannya. Oleh karena itu , pembuktian akta dibawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah pembuktian kepalsuan. b) Dengan cara lisan Kesepakatan secara lisan merupakan bentuk kesepakatan yang banyak terjadi dalam masyarakat namun kesepakatan secara lisan ini kadang tidak disadari sebagai suatu perjanjian padahal sebenarnya sudah terjadi perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. c) Dengan simbol-simbol tertentu Kesepakatan yang terjadi dengan menggunakan simbol simbol tertentu sering terjadi pada penjual yang hanya menjual satu macam jualan pokok, contoh penjual soto. d) Dengan berdiam diri Kesepakatan dapat pula terjadi dengan hanya berdiam diri, misalnya dalam hal perjanjian pengankutan .

Kesepakatan yang telah dicapai kadangkala mengalami kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan. Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya hal-hal diantaranya : i. ii. iii. iv. Kekhilafan atau kesesatan paksaan penipuan, dan penyalahgunaan keadaan.

Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam BW sedangkan cacat kehendak yang terakhir tidak diatur dalam BW, namun lahir kemudian dalam perkembangan hukum kontrak. Ketiga cacat kehendak yang diatur dalam BW dapat dilihat dari pasal 1321 dan Pasal 1449 BW yang masing- masing menetukan sebagai berikut. Pasal 1321 BW : Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Pasal 1449 BW : Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan,

menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.

2.3.2 KECAKAPAN

Untuk mengadakan kontrak, para pihak harus cakap,namun dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah tidak cakap menurut hukum. Disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap apabila : a) belum berusia 21 tahun dan belum menikah b) berusia 21 tahun tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu, atau boros Sementara itu dalam pasal 1330 BW, ditentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah : a) orang yang belum dewasa b) mereka yang ditaruh dalam pengampuan c) orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang undang-undang telah tertentu dan pada umumnya semua orang kepada siapa melarang membuat perjanjian- perjanjian

2.3.3 Hal hal tertentu


hal tertentu dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Berbeda dari hal diatas dalam BW dan pada umumnya berpendapat bahwa prestasi itu dapat berupa :

a) menyerahkan atau memberikan sesuatu b) berbuat sesuatu dan c) tidak berbuat sesuatu. Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak. 2.3.4 Sebab yang halal Istilah kata halal bukan lah lawan kata haram dalam hukum islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB III PENUTUP


Banyak permasalahan yang terjadi pada suatu kontrak bila tidak tersusun dengan baik,rapi dan jelas. Permasalahan tersebut akan semakin merugikan pihak yang lemah kedudukannya dalam kontrak tersebut bila terjadi perselisihan dan terpaksa memasuki jalur pengadilan. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan dengan seksama efek atau akibat kontrak tersebut sebelum menandatanganinya. Apakah kita telah memiliki

kedudukan yang seimbang atau tidak. Mengingat pengaturan hukum kontrak kita yang memang tidak berubah sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, tidak ada salahnya bagi kita para praktisi,bisnis,masyarakat maupun akademis untuk memperlajari dan mengerti.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi Miru,S.H,M.S. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak.

RajaGrafindo :

Jakarta. Cetakan keempat: Agustus 2011.

Lawrence M.Friedman Nieuwenhuis Salim H.S Hukum KOntrak Teori dan Tekhnik Penyusunan. Sinar

Grafika:Jakarta.

Cetakan Keempat; November 2006

Subekti, Prof. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan Tambahan UU Pokok Agraria dan UU Perkawinan. Pradnya Paramita.Jakarta Cetakan ke 30.2003. Soejadi

Soeharnoko Team Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta : Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai