Anda di halaman 1dari 24

43

BAB IV

STUDI ISOLASI PROTOPLAS TANAMAN JERUK SIAM DAN MANDARIN SATSUMA)* Ringkasan Penelitian untuk mendapatkan metode isolasi protoplas dari tanaman jeruk siam (kultipar Simadu dan Pontianak) dan mandarin (kultivar Satsuma) telah dilakukan dari bulan Juli Desember 2007. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jenis, konsentrasi, dan kombinasi enzim yang digunakan dalam isolasi protoplas sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Kombinasi enzim selulase 1% (Onozuka RS-Yakult) dengan maserosim (Onozuka R-10 Yakult) (enzim 1) dapat mengisolasi protoplas dari jaringan daun maupun kalus embriogenik dengan densitas yang tinggi (105/ml) setelah dimurnikan dengan larutan sukrosa 25%+manitol 13%. Penambahan enzim pectoliyase Y-23 dalam komposisi enzim yang sama (enzim 2) juga dapat mengisolasi protoplas dari jaringan daun dan kalus embriogenik dengan densitas (105/ml). Rata-rata jumlah protoplas yang terisolasi dari jaringan daun adalah 1.3x105dari siam Simadu dan siam Pontianak, dan1.05x105dari Mandarin Satsuma pada enzim 1 serta 1.30x105, 1.20x105 dan 1.1x105 pada enzim 2. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari kalus yang berasal dari nuselus lebih banyak dari pada kalus embriogenik yang berasal dari embrio baik pada enzim 1 maupun enzim 2. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan adalah 1.5x105 siam Simadu maupun siam Pontianak.

*)Bagian disertasi ini telah dipublikasikan di Jurnal Agritek Vol. 17.2008. Kata kunci: Jeruk siam Simadu dan Pontianak, Mandarin Satsuma, isolasi protoplas, mesopil daun, kalus embriogenik, dan larutan enzim.

44

PROTOPLAST ISOLATION STUDIES OF TANGERINE AND SATSUMA MANDARIN Abstract Research to find a method of protoplasts isolation from tangerine citrus (Simadu and Pontianak cultivars) and Satsuma Mandarin cultivar have been carried out from July to December 2007. Experiments have shown that the type, concentration, and the combination of enzymes used in protoplast isolation are very influential in the success of protoplast isolation. The combination of 1% cellulase (Onozuka RS, Yakult) with macerozim 1% (Onozuka R-10 Yakult) (enzyme 1) is able to isolate protoplasts from embryogenic callus or leaf tissue with high density (105/ml), after purified with a solution of sucrose 25% + 13% mannitol. Addition of Y-23 pectolyase enzyme in the composition of the same enzyme (enzyme 2) was also able to isolate protoplasts from embryogenic callus tissue and leafs with a density of 105/ml. Average number of protoplasts isolated from leaf tissue tangerine Simadu is 1.31x105, Tangerine Pontianak is 1.3x105, and Mandarin Satsuma 1.05x105, at enzyme 1 and 1.3x105, and 1.2x105 1.2x105 at enzyme 2. The average amount generated from callus protoplasts derived from embryogenic callus nuselus more than derived from embryos at both 1 and 2 enzymes. Average number of protoplasts produced was 1.5x105 from Simadu tangerine and 1.5 x105 from Pontianak tangerine. Average number of protoplasts produced was 1.5x105 from Simadu 1.5 x105 from Pontianak.

Keyword : Citrus siam Simadu and Pontianak, Mandarin Satsuma, protoplast isolation,embriogenic cali, and composition of enzym.

45

Pendahuluan Protoplas adalah sel telanjang tanpa dinding yang hanya dilindungi oleh membran plasma. Isolasi protoplas pertama kali dilakukan oleh Klercher pada tahun 1892 dari potongan irisan umbi bawang yang terlebih dahulu diplasmolisa, kemudian dimasukkan ke dalam media cair sehingga banyak protoplas yang meluncur ke dalam medium (Bhojwani dan Razdan 1983). Metode isolasi protoplas dimulai pada tahun 1960an dengan cara ekstraksi dan pemurnian menggunakan enzim yang dapat menghancurkan dinding sel. Cocking (1960) berhasil mengisolasi protoplas dari jaringan tanaman yang diinkubasi dalam larutan konsentrat kasar enzim selulase yang diisolasi dari cendawan Myrothecium verrucaria. Pada tahun 1968, preparasai dan pemurnian protoplas mulai dilakukan secara komersial sampai sekarang menggunakan larutan enzim seperti maserozim dan selulase (Veilleux et al. 2005). Untuk mengisolasi protoplas dari jaringan biasanya dilakukan secara enzimatik. Jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan dalam isolasi protoplas sangat bervariasi. Paling tidak ada 15 jenis enzim yang dapat dipergunakan, yang biasa digunakan adalah pektinase, pektolyase, macerozim dan selulase. Pektinase, pektolyase, dan macerozim berfungsi untuk melarutkan dinding primitif antar sel yang tersusun oleh zat pektin sehingga menjadi sel-sel tunggal. Sedangkan selulase berfungsi melarutkan sisa dinding sel yang tersususn atas zat selulosa (Suryowinoto 1990). Protoplas dapat diisolasi dari hampir semua bagian tanaman, seperti dari akar (Cocking 1960; Bawa dan Torrey 1971), dari daun (Wenzel 1980), dari nodul akar (Davey et al. 1973), coleptil (Hall dan Cocking 1974), jaringan buah (Cocking 1970), tajuk bunga (Potrykus 1973), serbuk sari (Bajaj 1977), kultur kalus (Schenk dan Hildebranadt 1969), kalus embriogenik (Grosser and Gemitter 1990, Vardi et al., 1990, Tusa et al. 2000) daun in vitro (Binding et al. 1982; Grosser et al. 1996; Serraf 1991, Fu et al. 2003; Husni et al. 2003; Husni et al. 2004 dan Cai et al. 2007.) dan suspensi sel (Grosser and Gemitter 2005; Mendes da Gloria et al. 2000; Fu et al. 2003 dan Cai et al. 2007).

46

Untuk mencegah pecahnya protoplas selama proses isolasi dan pemurnian protoplas biasanya digunakan zat anti pecah (anti blast) yang biasanya juga disebut osmolyticum atau osmotic stabilizer. Zat yang biasanya digunakan adalah gula alkohol (sorbitol, manitol) dan sukrosa (Suryowinoto 1990). Penggunaan sukrosa konsentrasi tinggi (21-25%) atau kombinasi sukrosa dengan manitol dapat digunakan untuk memisahkan protoplas dari sisa jaringan atau pecahan sel (debris) sehingga diperoleh protoplas yang murni. Protoplas dari tanaman jeruk dengan viabilitas yang tinggi dapat diisolasi dari jaringan daun, nuselus, kalus, dan suspensi sel. Vardi et al. (1990); Kobayashi et al. (1983) dan Grosser dan Gmitter (1990) menggunakan kalus embriogenik sebagai sumber protoplas dan protoplas yang dihasilkan dapat diregenerasi menjadi tanaman. Ohgawara et al. (1991), Tusa et al. (2000), dan Calixo et al. (2004) menggunakan mesopil daun sebagai sumber protoplas dan Grosser et al. (2000), Mendes da Gloria (2000), dan Fu et al. (2003) menggunakan suspensi sel sebagai sumber protoplas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapat jenis sumber protoplas yang baik digunakan untuk isolasi protoplas, mendapatkan komposisi enzim yang tepat untuk isolasi protoplas dan mendapatkan komposisi larutan pemurnian untuk

mengapungkan protoplas sehingga diperoleh protoplas yang murni.

Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Juli Desember 2007. Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas pada penelitian ini adalah kalus embriogenik, daun in vitro dan suspensi sel dari tanaman jeruk siam Simadu, siam Pontianak, dan Mandarin Satsuma. Media dasar yang digunakan untuk mendapatkan sumber protoplas (kalus, daun dan suspensi sel) adalah MP2 (Morel and Wetmore 1951 + 3 mg/l BA + 500 mg/l ekstrak malt) yang dipadatkan dengan 2 gr/l phytagel.

47

Kemasaman media diatur dengan menambahkan NaOH 0.1N sehingga menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mg/l gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 20 menit. Penelitian dilakukan dalam empat tahap percobaan yang terdiri dari produksi tunas in vitro, isolasi protoplas dari kalus embriogenik, isolasi protoplas dari daun in vitro, dan isolasi protoplas dari suspensi sel.

Produksi tunas in vitro Penelitian pada percobaan satu dilakukan untuk mendapatkan tunas in vitro yang mempunyai daun yang banyak yang akan digunakan sebagai sumber protoplas. Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah biji masak yang berasal dari buah yang sudah matang yang diambil dari kebun percobaan Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika Batu, Malang. Media dasar yang digunakan adalah MP2 dengan penambahan 0.5 mg/l GA 3 yang dipadatkan dengan 2 gr/l phytagel. Sterilisasi biji dilakukan dengan cara mencuci biji terlebih dahulu dengan detergen dan dibilas dengan air PAM sampai bersih. Biji dari masing-masing jenis jeruk di rendam dalam larutan alkohol 70% selama 10 menit. Kemudian direndam selama 10 menit dalam larutan hipoklrid 30% dan 5 menit dalam larutan sodium hipoklorid 20%. Kemudian dibilas dengan steril sebanyak tiga kali. Biji yang sudah disterilisasi dikecambahkan dalam media kultur yang digunakan. Setiap botol ditanaman 5 biji pada siam Simadu dan Pontianak dan diulang sebanyak 10 kali sehingga diperoleh 50 biji setiap jenis jeruk kecuali Mandarin Satsuma (1 biji/botol) karena bijinya terbatas (seedless). Kemasaman media diatur dengan menambahkan NaOH 0.1N sehingga menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mg/l gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 20 menit. Semua kultur disimpan di ruang kultur dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam dengan suhu 23 - 270C. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan persentase biji yang berkecambah, tinggi tunas dan jumlah daun.

48

Produksi kalus embriogenik Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kalus embriogenik untuk digunakan sebagai sumber isolasi protolas. Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber eksplan adalah nuselus dan embrio zigotik dari buah muda umur 30-90 hari setelah anthesis (diameter 2-3 cm) dari tanaman jeruk siam Pontianak

dan Simadu yang diambil dari koleksi Balitbu subtropika di Tlekung Malang. Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah embrio dan nuselus untuk menghasilkan kalus embriogenik. Media kultur yang digunakan sama dengan media kultur produksi tunas in vitro (MP2). Kemasaman media diatur dengan menambahkan NaOH 0.1N sehingga menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mg/l gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 20 menit. Nuselus dan embrio dari masing-masing jenis jeruk yang digunakan dikultur dalam 10 botol media yang terdiri dari masing-masing 5 nuselus atau 5 embrio setiap botol sehingga setiap jenis terdiri dari 50 eksplan. Semua kultur disimpan di ruang kultur dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam dengan suhu 23 - 270C.

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan persentase persentase eksplan yang dapat membentuk kalus dan tipe kalus yang dihasilkan dari setiap botol kultur.

Isolasi protoplas dari daun in vitro Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas pada percobaan ini adalah daun in vitro yang berasal hasil perkecambahan pada percobaan satu. Tahapan isolasi protoplas pada percobaan ini mulai dari penggoresan bagian mesofil daun, inkubasi dalam larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan penghitungan kerapatan protoplas. Enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas adalah enzim selulase Onozuka RS10-Yakult, macerozim RS10-Yakult, dan pectolyase Y-23Sigma dengan penambahan 0.7 M manitol, 24.5 mM CaCl2, 0.92 mM NaH 2 PO 4, dan 6.15 mM MES yang disterilisasi dengan millifor 0.22 mikron. Kombinasi larutan enzim yang digunakan sebagai perlakuan adalah sebagai berikut (Tabel 9).

49

Tabel 9. Kombinasi konsentrasi larutan enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas dari kalus embriogenik, daun in vitro dan suspensi sel. Enzim Selulase Onozuka RS-Yakult Maserozim R10-Yakult Pectoliyase Y-23-Sigma Perlakuan 1 1% 1% Perlakuan 2 1% 1% 0.5%

Metode yang digunakan untuk isolasi protoplas menggunakan kombinasi metode Grosser and Gemitter Junior (1990) dan Sihachakr (1998) dengan cara memasukkan 1 g daun in vitro ke dalam 5 cawan petri yang telah berisi 5 ml larutan enzim. Masing-masing helaian daun dari jenis jeruk (simadu, Pontianak dan Satsuma) bagian mesofilnya digores secara merata dengan pisau scalpel dengan jarak 1- 2 mm (horizontal). Helaian daun yang telah digores dimasukkan ke dalam cawan petri (50mm x 15mm) yang telah berisi 5 ml larutan enzim. Inkubasi dalam larutan enzim dilakukan tanpa cahaya pada suhu ruang selama 16 jam (overnight). Suspensi siap untuk disaring dan dilakukan pemurnian protoplas. Pemurnian protoplas cara pertama dilakukan dengan cara memasukkan 8 ml larutan purifikasi (sukrosa 25% dalam larutan CPW) ke dalam tabung sentrifuge yang berisi pellet dan diresuspensi secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi

selama 10 menit pada kecepatan 1200 rpm sehingga protoplas terapung pada bagian permukaan larutan purifikasi membentuk cincin. Pemurnian protoplas cara kedua dilakukan dengan cara memasukkan 5 ml sukrosa 25% + 3 ml larutan manitol 13% dalam larutan CPW ke dalam tabung sentrifuge yang berisi pellet dan diresuspensi secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 1200 rpm sehingga protoplas terapung pada bagian permukaan larutan purifikasi membentuk cincin. Protoplas diambil dengan pipet secara perlahan dan dimasukkan dalam tabung sentrifugasi yang baru. Selanjutnya dicuci dengan menambahkan 5 ml larutan pencuci (0.5 M manitol + 0.5 mM CaCl2 ) untuk menghilangkan pengaruh enzim dan sukrosa. Sentrifugasi dilakukan selama 5 menit sehingga terbentuk pellet protoplas. Supernatan dibuang dengan pipet secara perlahan dan hati-hati. Pencucian dilakukan

50

sebanyak dua kali dengan cara yang sama, pada akhir pencucian, pellet protplas ditambahkan dengan 1- 2 ml larutan pencuci (tergantung jumlah protoplas yang dihasilkan) dan diresuspensi secara perlahan (Husni et al. 2004). Protoplas yang telah diresuspensi diambil 0.1 ml dan diencerkan kembali dengan larutan pencuci sebanyak 10 kali (0.9 ml). Kemudian dimasukkan dalam gelas haemositometer lalu dilakukan penghitungan protoplas secara mikroskopis.

Isolasi protoplas dari kalus embriogenik Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas adalah kalus embriogenik dari nuselus dan embrio yang dikultur dalam media MP2+3 mg/l BA + 500 mg/l EM selama 4 minggu. Kombinasi larutan enzim yang digunakan sebagai perlakuan sama dengan pada percobaan dua. Metode dan tahapan isolasi protoplas dari kalus embriogenik pada percobaan ini sama dengan tahapan isolasi protoplas dari daun in vitro. Tahapan isolasi protoplas terdiri dari koleksi kalus embriogenik, inkubasi kalus dalam larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan penghitungan kerapatan protoplas.

Isolasi protoplas dari kultur suspensi sel Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas adalah sel suspensi yang dikultur dalam media cair MW selama 3 minggu dan sudah diendapkan dengan cara sentrifugasi. Kombinasi enzim yang digunakan sama dengan kombinasi enzim pada percobaan dua dan tiga. Metode dan tahapan isolasi protoplas yang digunakan sama dengan metode isolasi protoplas dari daun dan kalus embriogenik dengan cara memasukkan 1 g sel suspensi ke dalam 5 cawan petri yang telah berisi 5 ml larutan enzim. Tahapan isolasi protoplas terdiri dari koleksi suspensi sel, inkubasi sel dalam larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan penghitungan kerapatan protoplas.

51

Hasil dan Pembahasan Produksi tunas In vitro Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa semua jenis jeruk dapat menghasilkan kecambah dalam media perkecambahan yang digunakan (Tabel 10). Persentase keberhasilan biji berkecambah 100% pada jeruk siam Simadu dan Pontianak serta 80% pada jeruk Mandarin Satsuma. Adanya perbedaan daya kecambah disebabkan oleh viabilitas fisik dari biji jeruk Mandarin Satsuma dan biji jeruk siam. Biji jeruk Mandarin Satsuma viabilitasnya lebih rendah karena jeruk Mandarin Satsuma merupakan jeruk yang seedless sehingga biji yang dihasilkan kurang sempurna (mengkerut). Hal ini juga dilaporkan oleh Jaskani (1998) pada kultur biji jeruk mandarin Kinow yang mempunyai tingkat ploidi yang berbeda (tetraploid, triploid dan diploid) memperoleh persentase perkecambahan mulai dari 12.5-90.3% pada media MP3 dengan penambahan 1 mg/l GA 3. Bila dilihat dari parameter tinggi tunas dan jumlah daun yang diamati diperoleh bahwa jeruk siam Simadu memberikan respon yang lebih baik dari jeruk siam Pontianak dan Mandarin Satsuma. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata tinggi tunas dan jumlah daun yang dihasilkan. Rata-rata tinggi tunas dari kecambah jeruk siam simadu adalah 2.7 cm dengan rata-rata jumlah daun sebanyak 5.2 helai. Kemudian diikuti oleh jeruk siam Pontianak dengan rata-rata tinggi 2.5 cm dengan rata-rata jumlah daun sebanyak 5 helai dan rata-rata tinggi kecambah jeruk Mandarin Satsuma adalah 1.4 cm dengan rata-rata jumlah daun sebanyak 3.6 helai. Hasil perkecambahan biji dari masingmasing jenis jeruk dapat dilihat pada gambar 6. Tabel 10. Keberhasilan biji berkecambah, tinggi tunas dan jumlah daun pada jeruk siam Simadu, Pontianak dan mandarin Satsuma 4 minggu dalam media MW+0.5 mg/l GA3. Jeruk Siam Simadu Siam Pontianak Mandarin Satsuma Kecambah (%) 100 100 80 Rata-rata Tinggi Tunas (Cm) 2.7 2.5 1.4 Rata-rata Jumlah Daun (helai) 5.2 5.0 3.6

52

Gambar 6. Penampakan kecambah biji jeruk siam dan mandarin dalam media MP2+1 mg/l GA3 (A=siam simadu, B=siam pontianak dan C=Mandarin Satsuma). Produksi kalus embriogenik Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa semakin lama umur kultur maka semakin besar persentase eksplan yang dapat membentuk kalus (Tabel 11). Persentase keberhasilan pembentukan kalus dari eksplan nuselus 100% baik pada jeruk siam Simadu dan siam Pontianak serta 93.3% dan 95.0% dari eksplan embrio setelah kultur berumur 2 bulan. Berdasarkan tipe kalus yang dihasilkan diperoleh bahwa kalus yang berasal dari embrio mempunyai struktur globular yang lebih banyak dari pada struktur globular dari nuselus. Warna kalus yang dihasilkan juga berbeda antara kalus yang berasal dari nuselus dengan kalus yang berasal dari embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih putih sedangkan kalus yang berasal dari embrio kuning kehijauan (Gambar 7).

Tabel 11. Persentase keberhasilan induksi kalus dari nuselus dan embrio jeruk siam Simadu dan Pontianak, 2 bulan setelah kultur. Jeruk siam Eksplan Simadu Nuselus Embrio Pontianak Nuselus Embrio Pembentukan Kalus (%) 100.0 93.3 100.0 95.0 Tipe kalus Jumlah preembrio

Em-Pem-Glob Em-Pem-Glob Em-Pem-Glob Em-Pem-Glob

36.2 28.2 39.0 33.6

Keterangan:Em= embriogenik, Pem= pre-embrio dan Glob= globular

53

Gambar 7. Penampakan kalus embriogenik dari eksplan nuselus (A dan C) dan eksplan embrio (B dan D). Bila diamati secara mikroskopik, kalus yang berasal dari nuselus jelas terlihat warnanya lebih putih dan banyak mengandung struktur pem. Sedangkan kalus yang berasal dari embrio berwarna kehijauan dan mengandung struktur globular yang lebih banyak. Banyaknya jumlah pem pada kalus yang berasal dari nuselus adalah 36.2 dari jeruk siam Simadu dan 39 dari jeruk siam Pontianak serta 28.2 pem pada kalus yang berasal dari jeruk siam Simadu dan 33.6 dari eksplan embrio dari kalus jeruk siam Pontianak. Banyaknya jumlah struktur globular pada kalus yang dihasilkan juga berbeda,. berasal dari embrio lebih banyak dari pada struktur globular dari kalus yang berasal nuselus. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Carimi (1992) pada jeruk Poncirus trifoliata bahwa eksplan embrio muda beregenerasi menjadi tanaman melalui jalur organogenesis.

Isolasi protoplas dari daun in vitro Jumlah dan viabilitas protoplas yang dihasilkan dalam isolasi protoplas suatu jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis, konsentrasi dan kombinasi enzim serta lama inkubasi yang digunakan. Kombinasi enzim selulase Onozuka R10-Yakult

54

(0.2-2%) dan maserozim R10-Yakult (0.1-1%) merupakan jenis enzim yang banyak digunakan untuk isolasi protoplas dari jaringan tanaman (Ferreira dan Zelcer 1989). Mendes da Gloria et al. (2000) menggunakan kombinasi selulase Onozuka R10 1% dengan maserosim 1% serta pectolyase Y-23 (Seshin) 0.2% dengan jumlah yang banyak dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman setelah difusikan. Selain jenis, konsentrasi, kombinasi enzim dan lama inkubasi, jaringan yang digunakan sebagai sumber protoplas juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Tusa et al. (2000) dan Ohgawara et al. (1991) berhasil mengisolasi protoplas dari daun hasil perkecambahan biji secara in vitro dari tanaman jeruk dan berhasil

diregenerasikan menjadi tanaman. Penggunaan larutan dan konsentrasi sukrosa yang digunakan dalam pemurnian protoplas juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan memurnikan protoplas. Sukrosa dapat mengapungkan protoplas karena sukrosa lebih berat dari

pada protoplas sehingga protoplas akan mengapung pada akhir sentrifugasi dipermukaan larutan sukrosa (Purwito 1999). Penggunaan sukrosa tunggal konsentrasi 21% dapat digunakan untuk mengapungkan protoplas pada tanaman solanum dengan baik (Sihachakr, 1998). Husni et al. (2003) dan Husni (2004) menggunakan sukrosa 21% untuk mengapungkan protoplas tanaman terung dengan rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan sebesar 12.9-14.3 x105 protoplas/g daun. Dari hasil percobaan isolasi protoplas yang telah dilakukan menggunakan larutan enzim 1 dan enzim 2 serta sukrosa 25% untuk memurnikan protoplas sebagai larutan purifikasi diperoleh bahwa densitas protoplas yang dihasilkan berkisar pada tingkat 104 protoplas/g daun (Tabel 12). Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan enzim 1 adalah berkisar antara 2.9-3.9x104 protoplas/g daun dan 2.43.7x104 protoplas/g daun dari perlakuan enzim 2. Bila dilihat dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan berdasarkan jenis jeruk yang digunakan sebagai sumber protoplas, jeruk siam memberkan hasil yang lebih banyak daripada jeruk Mandarin Satsuma. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketebalan daun dari jeruk siam dan mandarin. Daun dari jeruk Mandarin Satsuma lebih tebal sehingga lebih sulit untuk diisolasi protoplasnya. Jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam

55

Tabel 12. Produksi protoplas mesofil daun yang dihasilkan dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa dalam larutan CPW. Jeruk Rata-rata jumlah protoplas/g daun Enzim 1 Siam Simadu Siam Pontianak Mandarin Satsuma 3.8x104 3.9x104 2.9x104 Enzim 2 3.6x104 3.7x104 2.4x104

Keterangan: Enzim 1= selulase 1% + maserozim 1% dan enzim 2 = selulase 1% + maserozim 1% + petoliyase 0.5%.

Pontianak (3.9x104) diikuti oleh jeruk siam simadu (3.8 x 104) dan
4

mandarin

satsuma (2.9 x 10 ) pada perlakuan enzim 1. Demikian juga halnya pada enzim 2, rata-rata jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam Pontianak (3.7x104) diikuti oleh jeruk siam simadu (3.6x104) dan Mandarin Satsuma (2.4 x104).

Berdasarkan data dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan enzim 1 dan enzim 2 tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan 0.5% pectolyase dalam enzim 2 tidak memberikan efek dalam isolasi protoplas dari jaringan daun jeruk siam simadu, Pontianak dan mandarin Satsuma. Hal ini diduga disebabkan oleh bertambah tingginya konsentrasi enzim yang digunakan untuk memisahkan antar sel yang satu dengan sel lainnya karena penambahan 0.5% pectolyase sehingga protoplas yang dihasilkan tidak stabil dan pecah pada saat disentrifugasi. Penambahan larutan manitol 13% dalam larutan sukrosa 25% untuk mengapungkan protoplas pada percobaan ini memberikan efek yang sangat baik. Hal ini disebabkan oleh adanya peranan membantu manitol dalam larutan sukrosa yang dapat dan di luar sel

menjaga keseimbangan tekanan osmotik didalam

protoplas sehingga protoplas tidak banyak yang rusak (pecah). Hal ini terbukti dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Hal yang sama dilaporkan oleh Mendes da gloria (2000) dalam mengapungkan protoplas dari tanaman jeruk lokal di Brazil (C. sinensis dan C. lemonia) dengan penambahan manitol 13% pada larutan purifikasi (sukrosa 25%). Cai et al. (2007) juga

56

menambahkan manitol 13% ke dalam larutan pemurnian protoplas (sukrosa 26%) pada jeruk Mandarin Satsuma (Citrus unshiu Marc) dan C. grandis dan C. sinensis. Penambahan manitol 13% pada larutan pemurnian sukrosa 25% lebih baik dari pada tanpa manitol dengan kisaran rata-rata jumlah protoplas 1.0 1.3 x 105 dari perlakuan enzim1 dan 1.1-1.5 x 105. dari perlakuan enzim 2 (Tabel 13). Bila dilihat dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari jenis jeruk yang digunakan sebagai sumber protoplas, jeruk siam Simadu dan Pontianak lebih banyak dari pada Mandarin Satsuma. Rata-rata jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam Pontianak (1.3x105) diikuti oleh jeruk siam Simadu (1.3x105) dan Mandarin Satsuma (1.0 x 105) pada perlakuan enzim 1. Pada perlakuan enzim 2, ratarata jumlah protoplas yang dihasilkan paling banyak berasal dari jeruk siam Simadu (1.3x105) diikuti oleh jeruk siam Pontianak (1.2x105) dan Mandarin Satsuma (1.1x105). Adanya perbedaan jumlah protoplas yang dihasilkan dari jeruk siam dan mandarain Satsuma disebabkan oleh ketebalan dari daun. Helai daun jeruk Mandarin Satsuma lebih tebal dari helaian daun siam. Selain ketebalan daun, warna daun jeruk Mandarin Satsuma juga lebih tua dari warna hijau jeruk siam. Protoplas yang dihasilkan berwarna kehijauan karena adanya klorofil dan mempunyai viabilitas yang baik yang ditunjukkan oleh bentuk protoplas yang bulat sempurna (Gambar 8).

Tabel 13. Produksi protoplas mesofil daun yang dihasilkan dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa + 13% manitol dalam larutan CPW. Jeruk Rata-rata jumlah protoplas/g daun Enzim 1 Siam Simadu Siam Pontianak Mandarin Satsuma
Keterangan:

Enzim 2 1.3x105 1.2x105 1.1x105


1% dan enzim 2= selulase

1.3x105 1.3x105 1.0x105

Enzim 1= selulase 1%+maserozim 1%+maserozim1%+petoliyase 0.5%.

57

SM

SP

ST

Gambar 8. Isolasi protoplas jeruk siam simadu, pontianak dan mandarin Satsuma dari mesofil daun dengan pemurnian larutan sukrosa 25% + manitol 13% dalamlarutan enzim 1(SM= siam Simadu, SP= siam Pontianak, A= Protoplas siam Simadu, B= protoplas siam Pontianak dan C= protoplas Mandarin Satsuma) perbesaran 10x. Isolasi protoplas dari kalus embriogenik Jaringan yang digunakan sebagai sumber protoplas dalam isolasi protoplas sangat mempengaruhi keberhasilan mendapatkan protoplas dalam jumlah banyak dengan viabilitas yang tinggi. Semenjak keberhasilan Kochba et al. (1972) mendapatkan kalus embriogenik dari nuselus C. sinensis (sweet orange) maka kalus embriogenik banyak digunakan sebagai sumber isolasi protoplas pada tanaman jeruk (Grosser and Gmitter 1991). Kobayashi et al. (1983) melakukan isolasi protoplas dari jeruk C. Sinensis kultivar Trovita. Grosser and Gmitter et al. (1990) melakukan isolasi protoplas dari kalus embriogenik untuk kegiatan hibridisasi somatik dengan teknologi fusi protoplas. Kalus yang digunakan pada percobaan ini adalah kalus embriogenik yang berasal dari nuselus dan embrio jeruk siam saja karena nuselus dan embrio dari jeruk Mandarin Satsuma sangat terbatas karena bersifat seedless. Penggunaan embrionik sebagai bahan isolasi protoplas pada percobaan ini kalus

karena adanya

58

perbedaan struktur kalus embriogenik yang dihasilkan antara eksplan nuselus dengan embrio. Kalus yang berasal dari nusellus teksturnya lebih halus dan mengandung pre-embrio (pem) yang banyak. Sedangkan kalus embriogenik yang berasal dari embrio lebih kasar dan banyak mengandung struktur globular dan pem (Gambar 9). Gambar tersebut memperlihatkan lebih jelas perbedaan ukuran kalus yang dihasilkan setelah dimasukkan dalam larutan enzim. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur kalus yang dihasilkan antara nuselus dan embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih halus dibandingkan kalus dari embrio sehingga aktivitas enzim maserozim lebih mudah mendegradasi pektin antar sel sehingga terjadi pemisahan sel dan degradasi dinding sel oleh enzim selulase lebih mudah. Kalus embriogenik dari nuselus menghasilkan rata-rata jumlah protoplas yang sama banyak yaitu 1.4x105 baik dari perlakuan enzim 1 maupun perlakuan enzim 2. Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa penggunaan kalus embriogenik dari nuselus sebagai sumber protoplas lebih baik dari pada kalus embriogenik yang berasal dari embrio (Tabel 14). Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur kalus yang dihasilkan antara nuselus dan embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih halus dibandingkan kalus dari

Gambar 9. Penampakan struktur kalus yang berasal dari nusellus (A) dan embrio (B) serta pada saat inkubasi dalam larutan enzim (C dan D).

59

Tabel 14. Produksi protoplas dari kalus embriogenik nuselus dan embrio dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa + 13% manitol dalam larutan CPW. Asal dari kalus Rata-rata jumlah protoplas/g daun Enzim 1 Nuselus Embrio 1.4x105 6.2x104 Enzim 2 1.4x105 8.6x104

Keterangan: Enzim 1= selulase 1%+maserozim 1% dan enzim 2= selulase 1%+maserozim1%+pectoliyase

embrio sehingga aktivitas enzim maserozim lebih mudah mendegradasi pektin antar sel sehingga terjadi pemisahan sel dan degradasi dinding sel oleh enzim selulase lebih mudah. Kalus embriogenik dari nuselus menghasilkan rata-rata jumlah protoplas yang sama baik dari perlakuan enzim 1 maupun perlakuan enzim 2 yaitu 1.4x105. Rata-rata jumlah protoplas dari kalus embriogenik pada perlakuan enzim 1 adalah sebanyak 6.2x104 dan 8.6x104 dari perlakuan enzim 2. Hal ini disebabkan oleh banyaknya protoplas yang pecah pada saat sentrifugasi atau pemipetan pada saat preparasi protoplas sampai pemurnian. Warna protoplas yang dihasilkan berbeda dengan warna protoplas yang berasal dari mesofil daun. Protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna hijau (bening) karena kalus merupakan kelompok sel yang belum terarah diferensiasinya. Penggunaan jenis dan konsentrasi enzim dalam isolasi protoplas seringkali ditentukan oleh harga dan spesifitas enzim yang digunakan. Berdasarkan rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan enzim 1 dengan enzim 2 diperoleh bahwa kombinasi enzim yang lebih sederhana (enzim 1) sudah baik digunakan untuk isolasi protoplas dari daun maupun kalus embriogenik jeruk siam Simadu,

Pontianak, dan Mandarin Satsuma karena densitas protoplas yang dihasilkan adalah 105 protoplas/g eksplan. Oleh karena itu pada percobaan berikutnya hanya

menggunakan larutan enzim 1 saja yang digunakan untuk mengisolasi protoplas kalus embriogenik dari nuselus dari jeruk siam Simadu dan Pontianak. Untuk jeruk Mandarin Satsuma tidak dilakukan akibat sulitnya mendapatkan biji pada buah yang

60

muda karena bijinya sangat terbatas (seedless). Dari hasil percobaan tersebut diperoleh bahwa enzim 1 dapat mengisolasi protoplas kalus embriogenik (Tabel 15). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara mikroskopis terlihat bahwa protoplas yang terisolasi pada saat inkubasi dalam larutan enzim lebih banyak dari pada

protoplas yang terisolasi setelah dilakukan pemurnian (Gambar 10). Hal ini disebabkan oleh adanya protoplas yang pecah pada saat pemipetan dan resuspensi pada waktu sentrifugasi serta pencucian untuk menghilangkan pengaruh larutan enzim.

Tabel 15. Produksi protoplas kalus embriogenik dari nuselus yang dihasilkan dari kombinasi enzim 1 setelah inkubasi 16 jam dan dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa+13% manitol dalam larutan CPW. Jenis jeruk Siam simadu Siam Pontianak Rata-rata Protoplas/g daun (105) 1.4 5.2 1.5 6.0

Gambar10. Penam pakan protoplas sebelum dan sesudah pemurnian dengan larutan sukrosa 25% + manitol 13% (A dan C=protoplas siam Simadu sebelum (10X) dan sesudah pemurnian (20X), B dan D=protoplas siam Pontianak sebelum (10X ) dan sesudah pemurnian (20X).

61

Gambar 11. Perbedaan warna protoplas yang diisolasi dari kalus dan mesofil daun (A dan C=isolasi protoplas dari kalus, B dan D=isolasi protoplas dari mesofil daun). Perbedaan warna protoplas yang berasal dari daun dan yang berasal dari kalus jelas terlihat setelah dilakukan sentrifugasi pada saat pengapungan dan pemurnian

protoplas dalam membentuk cincin dipermukaan larutan (Gambar 11). Bentuk cincin tersebut adalah merupakan kumpulan protoplas yang sudah terpisah dari debris maupun kotoran (protoplas murni).

Isolasi protoplas dari hasil kultur suspensi sel Selain helaian daun dan kalus friabel yang embriogenik, sel suspensi juga banyak digunakan sebagai sumber protoplas untuk mengisolasi protolas. Grosser and Gemitter (1991) mengatakan bahwa secara umum dalam fusi protoplas untuk mendapatkan hibrida somatik pada tanaman jeruk menggunakan protoplas yang diisolasi dari daun, kalus atau suspensi sel. Fu et al. (2003) menggunakan suspensi sel C. sinensis sebagai sumber protoplas untuk difusikan dengan protoplas dari daun Clausena lansium. Cai et al. (2007) juga menggunakan hal yang sama untuk

memfusikan antara C. grandis dan C. sinensis dengan Mandarin Satsuma (C. unshiu).

62

Penggunaan protoplas yang diisolasi dari kalus embriogenik atau suspensi sel sebagai salah satu sumber protoplas dan protoplas lainnya berasal dari daun dalam fusi protoplas adalah untuk memudahkan pengamatan pada saat finduksi fusi. Protoplas yang yang mengalami fusi akan jelas teramati secara mikroskopis karena adanya perbedaan warna protoplas yang digunakan. Protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna dan protoplas dari daun berwarna hijau. Perlakuan enzim 1 untuk mengisolasi protoplas dari suspensi sel yang

dikultur pada media cair MP2 + 3 mg/l BA selama 1 bulan jeruk siam Simadu dan Pontianak pada percobaan ini menunjukkan bahwa protoplas yang terisolasi

jumlahnya hanya sedikit sehingga tidak bisa dilanjutkan untuk pemurnian protoplas. Hal ini diduga disebabkan oleh suspensi sel yang digunakan relatif masih banyak

mengandung air (media cair) meskipun sudah dilakukan sentrifugasi. Adanya air pada suspensi sel dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan tekanan osmotik di dalam sel dan di luar sel sehingga protoplas menjadi pecah atau konsentrasi enzim tersebut berubah sehingga kemampuan untuk mendegradasi dinding sel menjadi menurun.

Simpulan 1. Media dasar MW (Morel dan Wetmore) dapat digunakan untuk mengecambahkan biji dan menginduksi kalus embriogenik dari jaringan nuselus dan embrio muda. 2. Daun in vitro dan kalus embriogenik dapat digunakan sebagai sumber untuk isolasi protopolas dari tanaman jeruk siam Simadu, siam Pontianak dan dan Mandarin Satsuma. 3. Kombinasi enzim selulase 1% (selulase onozuka Yakult RS) dengan maserosim 1% (Yakult R-10) merupakan komposisi enzim yang dapat digunakan untuk mengisolasi protoplas yang berasal dari kalus embriogenik dengan kerapatan yang tinggi (105 protoplas/g eksplan).

63

4. Penambahan manitol 13% dalam larutan purifikasi (sukrosa 25%) dapat meningkatkan perolehan jumlah protoplas dari daun in vitro dan kalus embriogenik. 5. Protoplas yang dihasilkan dari daun in vitro mempunyai perbedaan warna yang berbeda dengan protoplas yang berasal dari kalus emriogenik. Warna protoplas yang berasal dari daun berwarna kehijauan sedangkan protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna

Daftar Pustaka Bawa SB, Torrey JG. 1971. Budding and nuclear division in cultured protoplast of corn, Convolvulus and union. Botan. Gaz. 132:240-245. Bajaj YPS. 1977. Protoplast isolation, culture and somatic hybridization. In: Reinert J And Bajaj YPS (Ed.). Applied and Fundamental Aspect of Plant Cell, Tissue, and Organ Culture. pp.467-496. Springer-Verlag, Berlin. Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture: theory and Practice. Elsevier, Amsterdam.237-260. Binding H, Jain SM, Finger J, Mordhosrst G, Nehls R, Gresel J. 1982. Somatic hybridization of an atrazine resistance biotype of Solanum nigrum with S. tuberosum. Part I: Clonal variation in morphplogy and in antrazine sensitivity. Theor. Appl. Genet.63:273-277. Cai XD, Fu J, Deng XX, Guo WW. 2007. Production and molecular characterization of potential seedless cybrid plants between pollen steril Satsuma mandarin and two seedy Citrus cultivars. Plant Cell Tiss Organ Cult. 90:275-283. Calixto MC, Filho FAA, Mendes BMJ, Vieira MLC. 2004. Pesq. Agropec. Bras. 39(7):1-6. Carimi F. 1992. Somatic embryogenesis and organogenesis in Citrus for sanitation and in vitro conservation. Options Mediterrania, Serie B (233):115-128 Cocking EC. 1960. A method for isolation of plant protoplasts and vacuola. Nature. 187:962-963. Cocking EC. 1970. Virus uptake, cell wall regeneration and virus multiplication in isolated plant protoplasts. Intl. Rev. Cytol.28:89-124.

64

Davey MR, Cocking EE, Bush E. 1973. Isolation of legume root nodule protoplast of. Nature 244:460-461. Ferreira DI, Zelcer A. 1989. Advances in protoplast research Solanum. Intl. Rev. Cytol. 115:1-65. Fu CH, Guo WW, Liu JH, Deng XX. 2003. Regeneration of Citrus sinensis + Clausena lansium intergeneric triploid ang tetraploid somatic hybrids and their molecular identification. In Vitro Cell Dev. Sci.20:251-255. Grosser JW, Gmitter FG Jr. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374. Grosser JW, Gmitter FG Jr. 1991.Protoplast technology in tropical fruit, improvement, with focus on Citrus. Workshop on Agricultural Biotechnology Bogor, May 21-24. Grosser JW, Gmitter FG, Tusa N, Reforgiato G, and Cucinotta. 1996. Further evidence of a cybridization requirement for plant regeneration from citrus leaf protoplast following somatic fusion. Plant Cell Rep. 15:672-676. Grosser JW, Ollitrault P, Olivares-Fuster O. (2000). Somatic hybridization in Citrus: an effective tool to facilitate variety improvement. In Vitro Cell Dev Biol Plant 36:434-449. Grosser JW, Gmitter FG. 2005. Application of somatic hybridization and cybridization in crop improvement, with citrus as a model. In vitro Cell Dev. Biol Plant 39:360-364. Hall MD, Cocking EC. 1974. The response of isolated avena coleptile protoplast indole 3-acetic acid. Protoplasma 19:225-234. Husni A, Wattimena GA, Mariska I, Purwito A. 2003. Keragaman genetic tanaman terung hasil regenerasi protoplas. Jurnal bioteknologi Pertanian. 8(2):52-59. Husni A, Mariska I, Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil fusi antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1):1-8. Jaskani MJ. 1998. Interploid hiybridization and regeneration of kinnow mandarin. A Thesis submitted in partial fulfiment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy in Horticulture Faculty of Agriculture University of Agriculture Faisal Abad, Pakistan.p.169.

65

Kobayashi S, Uchimaya H, Ikeda I. 1983. Plant regeneration from Trovita orange protoplasts. Japan J. Breed.33:119-122. Kochba J, Spiegel-Roy P, Safran H. 1972. Adventive plants from ovules and nucelli in citrus. Planta 106:237-245. Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Demetrio CGBm, Mendes MJ. 1999. Embryogenic calli induction from nucellar tissu of Citrus cultivars. Sci. Agric. (56) 4: 1-11. Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Camargo LEA, and Mendes BMJ. 2000. Caipira sweet orange Rangpur lime: a swomatic hybrid with potential for use as rootstock in the Brazilian citrus industry. Genetic Molecular Biology, v.23, p. 661-665. Morel G, Wetmore RH. 1951. Fern callus tissue culture. Am. J. Bot. 38:141-143. Ohgawara T, Kobayasi S, Ishii S, Yoshinaga K, Oiyama I. 1991. Fertile fruit trees obtained by somatic hybridization: novel orange (Citrus sinensis) + Troyer citrange (C. sinensis x Poncirus trifoliate). Theor. Appl. Genet. 81:141-143. Potrykus I. 1973. Transplantion of chloroplast Zpflanzenphy siol 70:364-366. into protoplast of petunia.

Purwito A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Serraf I, 1991. Evaluation des Combinations Genomiques Obtenues par Hybridization Somatique entre la Pomme de Terre (Solanum tuberosum L.) et des Solanaceaes de Plus ou Moins Grandes Affinites Phylogenetiques. These, Universite de Paris-Sud, Centre dOrsay, France.

Schenk RU, Hildebrant AC. 1969. Production of protoplast from plant cells in liquid culture using purified commercial cellulase. Crop. Science 9:629-631. Sihachakr D. 1998. Culture Media and Protocols for Isolation and Fusion of Prtoplasts of Eggplant. Morphogenese Vegetale Experimentale, Bat.360.Universite Paris Sud, France (Tidak dipublikasi). Suryowinoto M. 1990. Pemuliaan Tanaman Secara In vitro. Petunjuk laboratorium. PAU. Biotek.Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 321h. Tusa N, Patta del Bosco S, Nigro F, and Ippolito A. 2000. Response of cybrids and a somatic hybrid of lemon to Phoma tracheiphila infections. HortScience 35:125-127.

66

Veilleux RE, ME Compton, Saunders JA. 2005. Use of Protoplasts for Plant Improvement In Trigiano RN and Gray DJ (Eds) Plant Development and Biotechnology.187-200pp. CRC Press LLC. Vardi A, Breiman A, Galun E. 1990. Citrus cybrids: production by donor-recipient protoplast fusion and verification by mitochondrial-DNA restriction profiles. Theor. Appl. Genet., 75:51-58. Wenzel G. 1980. Protoplast techniques incorporated in to applied breeing program. In; Frenzyl L, Farkas (eds.). Advances in Protoplast Research. Pergamon Press.Oxford. Pp.327-340.

Anda mungkin juga menyukai