Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

Pneumonia adalah peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi. Di Indonesia kematian balita akibat pneumonia sebanyak 5 per 1000 balita per tahun. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung usia, status imunologis, kondisi lingkungan (epidemiologi, setempat, polusi udara), status imunisasi dan factor host (penyakit penyerta, malnutrisi). Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik terdapat keluhan nonrespiratorik dan respiratorik. Pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan. Pengobatan harus segera diberikan setelah pneumonia bakterial didiagnosis. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi adalah kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologi dan epidemiologi, berat ringan penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya serta respons klinis dan ada atau tidaknya penyakit yang mendasari. Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan pneumonia pada anak; terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan pencegahan non-imunisasi. Komplikasi pneumonia yang umumnya terjadi adalah empiema. Dapat disimpulkan prognosis pneunonia bakteri lebih baik berbanding pneumonia virus

BAB II DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi. (Garna, 2005) Pneumonia terbentuk apabila terjadi inflamasi alveoli dan rongga udara terminal setelah invasi agen infeksi yang dibawa ke paru secara hematogen atau inhalasi. (Nicholas, 2006)

EPIDEMIOLOGI Pneumonia adalah penyakit infeksi paru akut yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering adalah Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (S.aureus). Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia kematian balita akibat pneumonia sebanyak 5 per 1000 balita per tahun. (IDAI, 2001). ETIOLOGI Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasive sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung usia, status imunologis, kondisi lingkungan (epidemiologi, setempat, polusi udara), status imunisasi dan factor host (penyakit penyerta, malnutrisi).
(Garna, 2005)

Etiologi Pneumonia dilihat dari usia anak: (Garna, 2005; Nicholas 2006) 1. Bayi baru lahir, neonatus 2 bulan: organisme saluran genital ibu Escherichia coli dan kuman Gram negative lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Pneumonia alba (Sifilis congenital), Respiratory syncytial virus. 2. Anak usia > 2 12 bulan: (tersering) Respiratory syncytial virus, Parainfluenza group virus, Streptococcus group B, E. Coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiela, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza type B. Dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertussis. Pada anak yang imunisasi terkomprimi, ditemukan bakteri Pseudomonas spp, Enterobakter, Legionella pneumophilia, Actinomyces dan bakteri anaerob. 3. Anak usia 1 5 tahun: (tersering) S. pneumoniae, H. influenza, Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Mycobacterium tuberculosa. Apabila ditemukan Chlamydia pneumoniae pada anak-anak usia 5 14 tahun, ini disebut pneumonia atipikal. 4. Anak usia sekolah dan remaja: S. pneumoniae, S. group A dan terbanyaknya Mycoplasma pneumoniae yang juga dapat menyebabkan pneumonia atipikal.

Etiologi Pneumonia dilihat dari penyakit penyerta: (Garna, 2005) Gejala / penyakit penyerta Abses kulit / ekstra pulmoner Otitis media, sinusitis, meningitis Epiglotitis, perkarditis Kemungkinan etiologi S. aureus, S. group A S. pneumoniae, H. influenzae H. influenzae

Agen non-infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia adalah aspirasi makanan atau vomitus, Zink stearate (dari bedak bayi), bahan kimia: shellac, polyvinylpyrrolidone, lorin dan laen-laen.

Etiologi Pneumonia dilihat dari kondisi pasien yang membenarkan organisma infeksi dapat beredar ke saluran napas atas: (Nicholas, 2006) Kondisi pasien Intubasi, trakeostomi, tidak ada refleks batuk, aspirasi Diskenisi siliar, obstruksi bronchial, infeksi viral, asap rokok, agen kimia tertentu Abnormalitas anatomi, aspirasi gaster Imunodefisiensi, imunosupresi Meningkatkan predisposisi Meningkatkan predisposisi Disrupsi pada selaput mukosiliar Hasil Akses ke alveoli dan rongga udara terminal

BAB III PATOGENESIS

Pada keadaan yang normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril. Paru terlindungi dari infeksi bakteri oleh berbagai mekanisme perlindungan yang meliputi barier anatomi dan mekanis, serta faktor imunologi lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier apparatus. Mekanisme lanjutan berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin, makrofag alveolar dan imunitas yang diperanatarai sel. Infeksi paru terjadi apabila 1 dari mekanisme tersebut berubah atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan bila virulen organisme bertambah. (Garna, 2005, Guyton, 1997)

Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Agen yang paling sering pada anak adalah virus dan diikuti bakteri.Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya

hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. (Garna, 2005)

MANIFESTASI KLINIS Pada anamnesis terdapat keluhan non-respiratorik dan respiratorik. Keluhan nonrespiratorik adalah seperti demam, sakit kepala, kuduk kaku, anoreksia, letargis, muntah, diare, sakit perut, dan distensi abdomen terutama pada bayi. Pemerikaan kulit dapat ditemukan ruam atau kemerahan dan kadang-kadang anak juga mengeluh nyeri otitis media, rhinofaringitis serta konjunktivitis. Keluhan respiratorik adalah seperti batuk dan sakit dada. (Garna, 2005; Hay Jr 2003) Pada neonatus, keluhan yang biasa ditemukan adalah takipnea, retraksi, grunting dan hipoksemia. Keluhan anak yang lebih tua disertai juga batuk, demam, iritabilitas, dan penurunan nafsu makan. (Nicholas, 2006)

PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik terdapat takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi subkostal, sianosis dan pada auskultasi paru kedengaran crackles. Perkusi paru penting untuk deteksi konsolidasi paru. Terdapat penurunan fremitus taktil dan vokal pada daerah pneumonia. Hepatomegali terjadi akibat perubahan letak diafragma yang tertekan kebawah oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung kongestif.
Nicholas, 2006) (Garna, 2005;

DIAGNOSIS Pemeriksaan Radiologi Berdasarkan lokasi lesi: Pneumonia lobaris gambaran konsolidasi lobar maupun segmental Pneumonia interstitial hiperaerasi dan meningkatnya bronchovaskular markings serta peribronchial cuffings Bronkopneumonia gambaran infiltrat kecil-kecil merata sampai perifer (Garna, 2005) Berdasarkan mikroorganisme penyebab: Pneumonia bakteri Gambaran patchy infiltrate, atelektasis, adenopati hilar, atau efusi Pleura, konsolidasi lobar (Hay Jr, 2003) Pneumonia virus corakan interstitial bertambah, peribronkial cuffing, Pneumonia mikoplasma - konsolidasi lobar, efusi pleura (Behrman, 1990) Pneumonia jamur kaksifikasi, kavitasi, kelainan lobus atas, adenopathy hilar (Behrman, 1990)

Laboratorium Pada pneumonia bakterial terdapat peningkatan jumlah leukosit (>15,000/uL) dan neutrofil predominan, namun kadar leukosit yang rendah (<5000/uL) dapat membantu membedakan pneumoni bakterial dengan penyakit berat yang lain. (Hay Jr, 2003) Pada pneumonia viral kadar leukosit normal atau meningkat (<20,000/mm3), limfosit predominan (Garna, 2005) Kultur darah

Selain dari biopsi paru dan cairan pleura, kultur darah merupakan salah satu diagnosis pasti, namun hanya menunjukkan hasil positif pada 10-30%. (Garna, 2005) Mantoux test dapat dilakukan untuk mengetahui pneumonia yang disebabkan oleh M.tuberkulosis

BAB IV PENATALAKSANAAN

Pengobatan harus segera diberikan setelah pneumonia bakterial didiagnosis. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi adalah kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologi dan epidemiologi, berat ringan penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya serta respons klinis dan ada atau tidaknya penyakit yang mendasari.

Antibiotik Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Pada neonatus dan bayi muda (<2 bulan) dapat diberikan ampisilin dan gentamisin (aminoglikosid) intravena. Bila keadaan berat dapat ditambahkan cefotaxime (sefalosporin generasi ketiga) sambil tetap diberikan ampisilin. Selain itu dapat diberikan amoksisilin + asam klavulanat atau amoksisilin + aminoglikosid. Pada usia 2 bulan sampai 5 tahun, diberikan amplisilin 200mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam. Pada usia >5 tahun diberikan amoksisilin atau makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin). Untuk anak usia >8 tahun dapat diberikan tetrasiklin. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 2472 jam, diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai kuman penyebab yang diduga.

Pengelolaan suportif Oksigen lembab 2-4 L/menit (nasal prong) diberikan sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah >60 torr

Pemasangan infus dapat dilakukan pada pasien dehidrasi dan untuk mengkoreksi elektrolit.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena Obat penurun panas, mukolitik dan ekspektoran sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan menguburkan interpretasi reaksi antibodi awal.

PENCEGAHAN Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan pneumonia pada anak; terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Di samping itu sekarang tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan meningitis.

KOMPLIKASI Komplikasi pneumonia yang umumnya terjadi adalah empiema yang disebabkan penyebaran langsung infeksi bakteri S.aureus dan streptococcus beta hemolyticus grup A. Selain itu, pada kasus yang berat akan menyebabkan efusi pleura dan perikarditis. Penyebaran hematogen atau bakteremia dapat menyebabkan meningitis, artritis supuratif, osteomielitis, abses paru dan sepsis pada pasien yang imunoinkompetensi tetapi kejadian ini jarang. Ini disebabkan oleh S pneumoniae dan H influenzae. Dapat juga terjadi bronkiolitis obliterans yang disebabkan adenovirus pneumonia, dan bronkiektasis.
1999) (Current,

PROGNOSIS Walaupun rata-rata pasien pneumonia virus dapat disembuhkan, terdapat beberapa kasus yang bersifat fatal terutamanya pada neonatus dan yang mempunyai underlying disease seperti jantung, paru serta dengan penyakit imunodefisiensi sehingga dapat disimpulkan prognosis pneunonia bakteri lebih baik berbanding pneumonia virus. Contohnya, angka mortalitas pada pneumonia pneumococcal tanpa komplikasi adalah kurang dari 1%.
1999) (Hay Jr,

DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Kliegman R, editors. Nelson Essentials of Pediatrics. International edition. WB Saunders: Philadelphia; 1990. h. 308, 309

Garna H, Nataprawira HMD, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran: Bandung; 2005. h. 403 409 Guyton H, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 1997 h. 605 Hay Jr WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM, editors. Current Pediatric Diagnosis &Treatment. 16th edition. McGraw-Hill: Boston; 2003. h.517 521 Ikatan Dokter Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga. http:/www.idai.or.id/bi/view.asp?ID=355&IDEdisi=45 Nicholas JB, editor. Pneumonia. www.emedicine.com. Emedicine: New York, 2006.

Anda mungkin juga menyukai