Oleh :
Fahrurrozi 3510 100 019
Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ph. 031-5929486, 5929487
2013
Pesan navigasi yang berisi informasi mengenai satelit dan orbit Gelombang pembawa (L1 dan L2) yang berfungsi membawa data kode dan pesan navigasi
Dari ketiga komponen tersebut di atas terdapat dua data pengamatan dasar GPS yaitu waktu tempuh dari kode-P dan kode-C/A dan fase dari gelombang L1 dan L2. Waktu tempuh tersebut akan menghasilkan jarak pseudorange, sedangkan fase adalah data pengamatan GPS berupa jumlah gelombang penuh yang terhitung sejak saat pengamatan dimulai dan data fase ini yang digunakan dalam aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian posisi yang sangat tinggi. Dalam kaitannya dengan deformasi akibat pergerakan kerak bumi, perubahan atau pergerakan yang dimaksud adalah perubahan atau pergerakan titik-titik pengamatan yang diletakkan di sekitar daerah-daerah patahan aktif yang diperkirakan berpotensi terjadi gempa bumi (gambar 3.1).
Gambar 1. Penggunaan GPS untuk studi geodinamika Untuk mengetahui pola dan kecepatan perubahan blok kerak bumi dapat dilakukan dengan survey GPS terhadap titik-titik pengamatan baik secara episodik maupun kontinu. Pengamatan dengan metode episodik adalah pengamatan yang dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu sedangkan dengan metode kontinu pengamatan dilakukan terus-menerus secara otomatis, dimana perangkat GPS disimpan di lokasi titik pengamatan.
Gambar 2. Prinsip estimasi deformasi koseismik dan pascaseismik dengan GPS. Salah satu contoh penggunaan metode survei GPS untuk pengamatan deformasi ko-seismik dan pasca-seismik. Pada metode ini, beberapa titik yang ditempatkan pada beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Untuk mempelajari deformasi koseismik maka survei pertama harus dilaksanakan sebelum gempa, dan survei berikutnya sebaiknya dilaksanakan beberapa saat setelah gempa terjadi. Sementara untuk deformasi pascaseismik, survei pertama sebaiknya dilaksanakan beberapa saat setelah gempa terjadi, dan survei berikutnya dilaksanakan beberapa lama setelah gempa. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik deformasi koseismik dan pascaseismik gempa akan dapat diestimasi dan dipelajari lebih lanjut guna pembuatan model potensi bencana gempa bumi berikutnya (Segal and Davis, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z. 2000. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: PT Pradnya Pramita Natawidjaja, Danny Hilman. 2008. Evaluasi Bahaya Patahan Aktif, Tsunami dan Goncangan Gempa. Laboratorium Riset Bencana Alam (LARIBA) Geoteknologi LIPI Bandung. Hendrasto, M., 2009, Guntur, Jawa Barat. http://portal.vsi.esdm.go.id/joomla/index.php. Kelompok Keilmuan Geodesi, ITB. Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei GPS. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No.4 Desember 2009: 275-284 Segall. P. dan Davis, J.L.,1997. GPS Application for Geodynamic and Earthquake studies. Annual Reviews of Earth Planet Science, 25, h.301-336 Sugiyanto, Didik, dkk. 2011. Analisa Deformasi Permukaan Patahan Aktif Segmen Seulimum dan Segmen Aceh. Banda Aceh: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan TDMRC-Unsyiah Sulaeman, Cecep, dkk. 2010. Deformasi Gunung Guntur berdasarkan data GPS. Bandung: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi