Anda di halaman 1dari 15

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan, apabila terdapat gangguan pada penglihatan seperti low vision, ini dapat menyebabkan efek negatif terhadap proses pembelajaran dan interaksi sosial sehingga dapat mempengaruhi perkembangan alamiah dari intelegensi maupun kemampuan akademis, profesi dan sosial. Low vision sendiri yaitu suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan optimal (pengobatan, operasi dan koreksi kacamata) penglihatan masih buram (kurang dari 0,3) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat.1,2 Angka kejadian kebutaan dan low vision akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi disertai penyebab lain, didapati sekitar 314 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 153 juta penduduk dunia mengalami visual impairement yang disebabkan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara.3 Pasien-pasien low vision biasanya mengalami kerusakan fungsi visual, misalnya ketajaman mata tidak dapat terkoreksi dengan kacamata biasa atau lensa kontak. Kerusakan tersebut seperti pandangan berawan, lapangan pandang menyempit, atau skotoma yang besar. Kerusakan tersebut bisa disertai dengan keluhan keluhan seperti : rasa silau, persepsi warna yang abnormal, atau penurunan kontras mata.13

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Menurut WHO, low vision dapat didefinisikan sebagai berikut: Seorang dengan low vision merupakan orang yang mengalami kerusakan fungsi penglihatan setelah penatalaksanaan dan/atau koreksi refraksi standar, dan mempunyai tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) terhadap persepsi cahaya atau lapang pandang kurang dari 10o.12 Low vision tidak sama dengan kebutaan. Tidak seperti orang yang mengalami kebutaan, seseorang yang mengalami low vision masih dapat mempergunakan penglihatannya. Namun, low vision biasanya mempengaruhi kegiatan atau aktifitas sehari-hari seperti membaca dan menyetir. Seseorang dengan low vision mungkin tidak dapat mengenali gambar pada kejauhan atau kesulitan membedakan warna yang hampir serupa.1,2,6 Walaupun low vision dapat terjadi di segala usia, low vision terutama lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Low vision bukan bagian dari proses penuaan. Penyebab utama visual impairment dan low vision pada dewasa antara lain : Usia yang berhubungan dengan degenerasi makula Glaukoma Katarak Retinopati diabetes 2,6,7 Apabila visual impairment diketahui lebih cepat, penatalaksanaan dapat lebih efektif.

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

Disorder

Impairment ORGAN

Disability

Handicap PATIENT

Anatomy changes

Functional changes

Skills and abilities Socioeconomic consequences affected

EXAMPLES

Inflamation Atrophy Scar

Visual acquity Visual field Contrast sensitivity

Reading Writing Daily living Mobility

Extra effort Loss of independent

Bagan 1. Aspek-aspek low vision (American Academy of Ophthalmology, 1992)

2.2. Epidemiologi Angka kejadian kebutaan dan low vision akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi disertai penyebab lain, didapati sekitar 314 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 153 juta penduduk dunia mengalami visual impairement yang disebabkan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara.3 Selain itu, perkiraan sekitar 13,5 juta orang Amerika diatas usia 45 tahun mengalami low vision dan lebih dari dua pertiga diperkirakan terjadi diatas usia 65 tahun. Pada usia diatas 65 tahun diprediksikan akan meningkat dari 33,2 juta di tahun 1994 akan menjadi 80 juta pada tahun 2050. Peningkatan penderita yang mengalami low vision ini dinilai akan mengalami peningkatan yang cukup berpengaruh. Low vision menempati peringkat ke tiga setelah arthritis dan heart

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

diseases sebagai penyakit kronis yang paling sering memerlukan alat bantu dalam aktivitas sehari-hari pada orang yang berusia diatas 70 tahun.1

2.3. Klasifikasi The International Classification of Diseases, Revisi ke-9, Clinical Modification (ICD-9-CM) membagi low vision menjadi 5 kategori yaitu : 1,12 Moderate visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari 20/60 to 20/160 Severe visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapangan pandang kurang lebih 20. Profound visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari 20/400 sampai 20/1000, atau diameter lapangan pandang kurang lebih 10. Near-total vision loss. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi yaitu kurang dari sama dengan 20/1250. Total blindness. No light perception.

2.4. Etiologi dan Gejala Low vision dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi mata dan sistem visual. Kelainan kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) bagian besar yang dapat membantu dalam memahami kesulitan dan keluhan pasien serta memilih dan mengimplementasikan strategi untuk rehabilitasinya.9 Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan yaitu :2,6,12 Penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat kekeruhan media (kornea, lensa, corpus vitreous). Gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer normal, khas pada oedem makula.

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

Skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan kelainan-kelainan nervus optikus.

Skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan gangguan retina perifer lainnya.

Adapun ciri-ciri umum penderita low vision yaitu sebagai berikut : Menulis dan membaca dalam jarak dekat. Hanya dapat membaca huruf berukuran besar. Memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya yang terang. Terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu. Kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih padabagian luar.

2.5. Diagnosis dan Penatalaksanaan 2.5.1. Anamnesa Pemeriksaan low vision dapat dimulai dengan anamnesa yang lengkap.

Mengidentifikasi pasien-pasien tersebut dan mencatat alamat mereka penting di dalam pencegahan, terapi medis dan pembedahan.9 Pasien-pasien harus ditanyai mengenai sifat, lama dan kecepatan gangguan penglihatan. Aktivitas-aktivitas sehari-hari yang tidak dapat dilakukan harus dibahas secara spesifik. Gejala awal dari penderita ini biasanya yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk :12 1. Mengenali wajah teman dan orang di sekitarnya. 2. Membaca, memasak, menjahit dan mengenal alat-alat di sekitarnya. 3. Melakukan aktivitas di rumah dengan penerangan yang redup. 4. Membaca rambu-rambu lalu-lintas, bis dan nama toko. 5. Memilih dan mencocokkan warna baju.

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

2.5.2. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan Penilaian fungsi penglihatan merupakan kunci rehabilitasi low vision dimana menjadi penujuk dalam usaha-usaha memaksimalkan fungsi penglihatan melalui latihan-latihan dan penggunaan alat-alat bantu. Pemeriksaan terhadap pasien low vision berbeda dari pemeriksaan ophthalmologi yang lazim diterapkan.12 Pemeriksaan Tajam Penglihatan Merupakan uji yang pertama di dalam penilaian fungsi penglihatan. Ketajaman penglihatan menunjukkan pengenalan gambaran yang berbeda dengan kemampuan pengenalan benda. Aktivitas sehari-hari sering membutuhkan pengenalan detil seperti pengenalan wajah dan mengidentifikasi uang.13 Untuk pemeriksaan pasien low vision, snellen chart sering tidak memuaskan sehingga tidak dijadikan standar pengukuran tetapi dianjurkan menggunakan The Early Treatment Retinopaty Charts (ETDRS), colenbrander 1-m chart, Bailey-Lovie Chart, LEA chart.13

Gambar 1. LEA chart

Ketajaman penglihatan yang telah terkoreksi maksimum diukur pada jarak 4 m, 2 m atau 1 m dengan ETDRS, yang memiliki baris-baris (masing-masing dengan lima huruf). Jarak pemeriksaan 4 m digunakan 6

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/200 dan jarak pemeriksaan 1 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/400. Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan-kelainan yang sangat bervariasi sehingga tidak spesifik terhadap suatu gangguan.13

Pemeriksaan Penglihatan Dekat dan Kemampuan Membaca Setelah ditentukan ketajaman penglihatan jarak jauh, dilakukan

pengukuran ketajaman pengukuran penglihatan jarak dekat (membaca). Terdapat perbedaan jarak standar baca. Beberapa menggunakan 33 cm dan yang lain menggunakan 14 inchi atau 40 cm. Tetapi ukuran ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jarak baca pasien low vision. 13 Pemilihan uji baca yang tepat adalah penting. Kartu bacaan dengan ukuran-ukuran huruf yang geometrik dan dengan pencatatan ukuran symbol lebih disukai karena dilengkapi dengan perhitungan. Kartu yang memenuhi standar diatas adalah The Minnesota Low Vision Reading Test (MNReadtest), dimana setiap kalimat disesuaikan jarak dan

penempatannya. Colenbrander 1-m chart juga mempunyai segmen-segmen pembacaan yang sama. Rangkaian rangkaian ini mengikuti perhitungan dan perbandingan dari kecepatan baca ketepatan didalam hubungannya dengan ukuran huruf.13 Jenis uji baca lain adalah paper visual skills for reading test, the Morgan Low Vision Reading Comprehension Assesment.13 Pengukuran Sensitivitas Kontras 13 Bukan merupakan indikator yang spesifik untuk masalah-masalah yang bervariasi di dalam sistem penglihatan. Sensitivitas kontras merupakan kemampuan mendeteksi benda pada kontras yang rendah. Pasien akan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengendarai kendaraan di saat hujan atau kabut, menuruni tangga, menuangkan susu kedalam mangkuk putih.

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

Pembesaran dilakukan bila tidak dapat mengenal huruf dengan kontras tinggi saat membaca. Penurunan sensitivitas kontras sering ditemukan pada pasien dengan edema makula. Pelli-Robson chart dan LEA low contrast chart memberikan huruf-huruf atau symbol-simbol yang besar dengan penurunan kontras. Alternatif lain yaitu Bailey-Lovie chart.

Gambar 2. Bailey-Lovie Chart

Pendekatan lain yang lebih inovasi yaitu the SKILL card yang mengkombinasikan efek-efek kontras dengan iluminasi rendah. Pada salah satu sisi mempunyai huruf-huruf regular (huruf berwarna hitam dengan latar belakang putih), sisi yang lainnya mempunyai kontras yang rendah, low luminance chart (huruf berwarna hitam dengan latar belakang abu-abu gelap).

Pemeriksaan lapangan pandang Perimetri makular merupakan salah satu pengukuran yang terpenting dari aspek-aspek penilaian low vision, tetapi sering neglected (diabaikan). Skotoma makular memberikan dampak mayor didalam aktivitas

sehari-hari dan terjadi pada 83% pasien. Terdapatnya skotoma sentral atau parasentral menimbulkan masalah didalam kecepatan membaca dibandingkan gangguan pada tajam penglihatan.13

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

Amsler grid digunakan untuk mencari adanya skotoma sentralis dan menentukan posisi dan kepadatannya serta daerah distorsinya. Perlu dicatat apakah distorsi yang dilihat pasien berkurang pada penglihatan binokular atau monokular. Apabila dengan penglihatan binokular distorsinya kurang maka pasien mungkin calon untuk penggunaan lensa baca mengoreksi kedua mata dari pada penggunaan lensa monokular biasa. Skotoma sentralis juga dapat digrafikkan pada layar singgung.11 Walaupun mudah digunakan, uji Amsler Grid dan perimetri lainnya tidak sensitive untuk mendeteksi skotoma monokular yang kecil dan tidak akurat mahal.13 Tangent screen dapat memberikan hasil yang tepat jika dilakukan oleh perimetrist yang ahli dan sesuai dengan protokol pengujian. Perimetri makular paling baik dilakukan dengan teknik hybrid dimana menggunakan intesitas stimulus yang tunggak untuk seluruh lokasi uji, seperti perimetri kinetik, tatapi target berada pada lokasi retina yang spesifik, seperti perimetri statik.18 dalam menentukan perluasan skotoma. Scanning Laser

Ophthalmoscope (SLO) adalah instumen yang lebih disukai tetapi harganya

2.6. Alat Bantu Low Vision Alat-alat bantu optik maupun non optik dapat membantu penderita menggunakan sisa penglihatannya dan meningkatkan kualitas hidup penderita serta mengurangi ketergantungan penderita kepada orang lain. Terdapat 3 jenis alat bantu optik untuk low vision: 1. alat bantu lensa konveks misalnya kacamata, kaca pembesar dan kaca pembesar berdiri (stand magnifiers). 2. Sistem teleskopik misalnya teleskop kacamata, lup teleskop yang dapat disangkutkan (clip on) dan alat alat bantu yang dapat di genggam. 3. Sistem membaca elektronik yang mencakup mesin pembaca closed circuit television (CCTV)

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

Tabel 1 aktivitas sehari hari yang terganggu dan alat bantu yang di sarankan Activity Shopping Fixing a snack Optical Aids Hand magnifier Bifocals Nonoptical Aids Lighting, color cues Color cues, consistent storage plan Flashlight, portable lamp Arrange wallet in compartments Lighting, high-contrast print, large print, reading slit Lighting, bold-tip pen, black ink Large-print dial, handprinted directory Cane, ask directions

Eating out Identifying money Reading print

Hand magnifier Bifocal, hand magnifier

High-power spectacle, bifocal, hand magnifier, stand magnifier, closed circuit television Hand magnifier

Writing

Dialing a telephone

Telescope

Crossing streets Telescope Finding taxis and Hand magnifier bus signs Reading medication labels Reading stove dials Thermostat adjustment Hand magnifier

Color codes, large print

Hand magnifier

Color codes

Hand magnifier

Enlarged-print model

10

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

Using a computer Reading signs Watching sporting event

Intermediate add spectacles

High-contrast color, largeprint program Move closer Sit in front rows

Spectacle Telescope

Gambar 3 kaca mata auto fokus

Gambar 4 Teleskop

11

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

Gambar 5 Handheld magnifier

Gambar.6 Stand magnifier

Gambar 7. Zoom text and jaws pada perangkat lunak komputer (CCTV)

12

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

BAB III KESIMPULAN

Low vision merupakan suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan optimal (pengobatan, operasi dan koreksi kacamata) penglihatan masih buram (kurang dari 0,3) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat. Adapaun aspekaspek yang terdapat dalam low vision menurut American Academy of Ophthalmology terbagi atas 4 yaitu : disorder, impairment, disability, dan handicap. The International Classification of Diseases mengklasifikasikan low vision menjadi 5 kategori yaitu : Moderate visual impairment, Severe visual impairment, Profound visual impairment, Near-total vision loss, dan Total blindness. Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan yaitu : penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat kekeruhan media (kornea, lensa, corpus vitreous), gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer normal, khas pada oedem makula, skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan kelainan-kelainan nervus optikus, skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan gangguan retina perifer lainnya. Penderita low vision memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut : menulis dan membaca dalam jarak dekat, hanya dapat membaca huruf berukuran besar, memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya yang terang, terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu, kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih padabagian luar. Berdasarkan ciri-ciri umum dari penderita low vision tersebut dapat dilakukan anamnesa, pemeriksaan fungsi penglihatan seperti pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan penglihatan dekat dan kemampuan membaca, pengukuran sensitifitas kontras, dan pemeriksaan lapangan pandang. Selain itu, penderita low vision dapat ditolong dengan menggunakan alat bantu

13

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

mempermudah mereka mengikuti kegiatannya sehari-hari. Alat alat yang dibutuhkan terbagi menjadi 2 kategori yaitu optik dan non-optik, contoh alat bantu optik antara lain : kacamata, teleskop, kaca pembesar. Sedangkan contoh alat nonoptik anatara lain yaitu : lampu penerangan, video pembesar, dan perangkat lunak komputer.

14

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Armin Wijaya NIM : 080100219

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics, Chapter 9, 20112012, p. 283-285 2. Low Vision. University of Michigan Kellogg Eye Center. Available at : http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/lowvision.html 3. Final Report : Anec Report New Standard For The Visual Accessibility of Signs and Signage For People With Low Vision. Universitair Ziekenhuis Gent. 2010 4. Resnikoff S, Pascolini D, Pararajasegaram R. et all. Policy and Practice : Global Data On Visual Impairment In The Year 2002. Bulletin Of The World Helath Organization. 2004 5. Resnikoff S. The Role Of Optometry in Vision 2020. Available at : http://www.cehjournal.org/0953-6833/15/jceh_15_43_033.html 6. Friedman A. Low Vision : Causes Effects and Treatments. United Health Care. Available at : htt://www.nei.nih.gov/strategicplanning/np_low.asp 7. Low Vision : Expanding Possibilities For People With Vision Loss. American Foundation For The Blind. Available at :

http://www.afb.org/section.aspx?SectionID=26 8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2009 9. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York : Blackwell Publishing, 2003; 20-26 10. Flecther DC. Low Vision Rehabilitation : Ophthalmology Monographs. American Academy of Ophthalmology. 1999, p.1-133 11. How To Cope With Low Vision. Available at :

http://www.allaboutvision.com/lowvision.html 12. Nurchaliza HS. Low Vision. Fakultas kedokteran USU. Medan. 2009 13. Paul RE, John PW. Oftalmologi Umum Vaughan&Asbury. Jakarta . 2010.

15

Anda mungkin juga menyukai