49
Doddy Radjasa Waluyo, Hanya Ada Satu Pejabat Umum Notaris, Media Notaris, Hal. 41
oleh
peraturan
perundang-undangan,
tetapi
juga
karena
50
2.
3.
Bahwa kualitas teknis dan moral yang amat diisyaratkan dalam kerjakerja
pemberian
jasa
profesi
ini
dalam
pelaksanaannya
harus
52
Hal. 32
Soetandyo Wignjosoebroto, Profesi Profesionalisme dan Etika Profesi, Media Notariat, 2001,
(3)
b.
c.
d.
e.
f.
(4)
(5)
Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima
kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
(6)
(7)
(8)
(9)
Jika salah satu syarat sebagaimana pada ayat (1) huruf m dan ayat (7)
tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai Akta dibawah tangan.
(10)
(11)
(12)
a.
Peringatan tertulis;
b.
Pemberhentian sementara;
c.
d.
(13)
53
54
55
b.
c.
56
57
sanksi berupa pemberhentian tidak hormat dan dengan hormat dari jabatan notaris
dilakukan oleh Menteri.
B.
sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 140 Reglement op de Rechtelijke Organisatie
en Het beleid Der Justitie (Stbl. 1847 No. 23), Pasal 96 Reglement Buitingewesten,
Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen- Lembaran Negara 1946
Nomor 135 dan Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris, kemudian pengawasan terhadap
Notaris dilakukan oleh peradilan umum dan Mahkamah Agung sebagaimana tersebut
dalam Pasal 32 dan 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan
dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Surat Edaran Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan
Terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan,
Penindakan, dan Pembelaan Diri Notaris dan terakhir dalam Pasal 54 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2004. 58 Dalam kaitan tersebut diatas, meskipun Notaris
diangkat oleh pemerintah (dahulu oleh Menteri Kehakiman, sekarang oleh Menteri
Hukum dan HAM) mengenai pengawasannya dilakukan oleh Badan Peradilan, hal ini
dapat dipahami karena pada waktu itu kekuasaan kehakiman ada pada Departemen
Kehakiman.
Setelah berlakunya UUJN badan peradilan tidak lagi melakukan
pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan terhadap Notaris, tetapi pengawasan,
pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri Hukum
dan HAM dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris
dan Majelis Kehormatan Notaris sebagai satu-satunya instansi yang berwenang
melakukan pengawasan, pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi terhadap Notaris, tiap
jenjang Majelis Pengawas (Daerah, Wilayah, Pusat) mempunyai wewenang masingmasing. Kewenangan dalam penjatuhan sanksi administrasi pada tingkat pertama
terhadap Notaris ada pada Majelis Pengawas Wilayah, hal ini diatur dalam Pasal 26
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2004 serta dituangkan dalam perubahan UUJN (Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris). 59
Penentuan sanksi administratif yang dilakukan oleh Majelis Pengawas
Wilayah pada tingkat pertama harus melalui beberapa proses untuk mencari
58
kebenaran agar sanksi yang dijatuhkan tepat sasaran atas pelanggaran yang dilakukan
oleh Notaris. Penerapan proses ini disebut dengan hukum acara pada Majelis
Pengawas Wilayah (MPW), didasarkan pada Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan
HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 juncto Pasal 73 ayat 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN), berkaitan dengan
pemeriksaan yang dilakukan oleh MPW, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak berkas diterima. 60
Pengaturan akan kewenangan MPW diatur dalam UUJN Pasal 73 yaitu dalam
penambahannya dangan :
1.
60
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 30
2.
dibuatkan berita acara, laporan-laporan yang dimaksudkan dalam berita acara adalah
hukum acara pemeriksaan sampai dengan penjatuhan sanksi kepada Notaris atau
pembebasan atas Notaris apabila tidak terbukti bersalah dalam kasus dugaan
pelanggaran adminstratif yang dibuatnya. Berita acara ini juga berisikan laporan
kepada instansi yang berwenang adanya unsur pidana yang diberitahukan oleh
Majelis Pengawas Daerah. Atas laporan tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan oleh
Majelis Pengawas Wilayah hasilnya disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat.
Lembaga Pengawas Notaris khususnya Majelis Pengawas Wilayah dalam
melakukan proses peradilan administratif kepada Notaris harus memiliki organ-organ
dan kedudukan yang sah menurut hukum, Pasal 72 UUJN menyatakan bahwa untuk
sahnya lembaga ini maka :
1. Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota Provinsi;
Pembentukan lembaga Majelis Pengawas Wilayah dibentuk oleh
Menteri dalam hal ini yaitu Menteri Hukum dan HAM untuk wilayah
61
64
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 12
4. Memiliki Ketua Majelis Pengawas Wilayah serta memiliki satu atau lebih
Sekretaris untuk membantu dalam melakukan pekerjaan Majelis Pengawas
Notaris 65
Dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris, Majelis Pengawas
Wilayah harus memiliki ketua majelis yang dipilih dalam rapat majelis dan
juga memilih sekretaris yang mempunyai tugas untuk membantu pekerjaan
Majelis Pengawas Wilayah. Syarat sahnya penunjukan sekretaris dalam
Majelis Pengawas Wilayah adalah : 66
a. Berasal dari unsur pemerintahan
b. Mempunyai golongan ruang paling rendah III/d untuk Majelis
Pengawas Wilayah
5. Telah diangkat sumpah oleh pejabat yang mengangkatnya dengan masa
jabatan 3 (tiga) tahun.
6. Memiliki
kantor
wilayah
untuk
Majelis
Pengawas
Wilayah
yang
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 11
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 12 ayat (c)
memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur dalam UUJN serta diangkat oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Kewenangan penentuan sanksi terhadap Notaris harus bersifat administrasi
sesuai dengan ketentuan yang ada di UUJN dan Peraturan Menteri Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata cara pengangkatan anggota, pemberhentian
anggota, Susunan Organisasi, Tata kerja dan tata cara Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.39-PW.07.10 Tahun
2004 tentang Pedoman pelaksanaan tugas Majelis Pengawas Notaris.
Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah dalam melakukan pengawasan
terhadap Notaris yang diduga melanggar aturan perilaku dan pelaksanaan jabatan
didalam persidangannya sulit diketahui hasilnya untuk umum, hal ini dikarenakan
sifat dari persidangan tersebut tertutup untuk umum. Ketertutupan ini juga membuat
pelapor sulit mengetahui tindakan apa yang sudah diberikan kepada Notaris teradu.
Termasuk mengetahui apakah Majelis Pengawas Wilayah benar-benar independen
saat melakukan pemeriksaan atau tidak. Hal ini juga diikuti dengan tidak ada
dukungan dana kepada Majelis Pengawas untuk melakukan pekerjaan dibidang
pengawasan terhadap Notaris, minimnya dana ini membuat permasalahan baru yaitu
pemeriksaan tersebut biasanya ditalangi oleh Notaris. 67
67
C.
(openbaar gezag). Untuk kepentingan publik. Otoritas para notaris diberikan oleh
undang-undang, demi pelayanan kepentingan publik, bukan untuk kepentingan diri
sendiri notaris. Karenanya, kewajiban-kewajiban yang diemban notaris, adalah
kewajiban jabatan (ambtsplicht). 68 Notaris wajib untuk melakukan perintah tugas
jabatan itu, sesuai isi sumpah pada waktu hendak memangku jabatan notaris. Batasan
dimana seorang notaris tidak melakukan perintah imperative undang-undang yang
dibebankan kepadanya.
68
69
70
Ibid, hal. 55
Pasal 16 ayat (12) Undang-Undang Jabatan Notaris
2.
3.
2.
3.
71
72
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 25 ayat (1)
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 25 ayat (2)
4.
Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari sejak
berkas diterima 73
Mekanisme tersebut diatas merupakan proses awal sampai dengan penjatuhan
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 26
S.F.Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia,
Yogyakarta, Liberti, 1997
75
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Adminstrasi Negara, Cetakan kesembilan,
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 245-265
74
76
77
Muhammad Abdulkadir, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum, Erlangga, Jakarta,
2008, hal. 45
2. Peringatan tertulis
3. Pemberhentian sementara
4. Pemberhentian dengan hormat
5. Pemberhentian dengan tidak hormat
Jelaslah dapat dipahami bahwa yang mana dimaksud dalam angka 1 (satu) dan
angka 2 (dua) adalah tindakan sanksi administratif berupa besturssdwang atau
paksaan pemerintah. Karena ada unsur mengingatkan kearah yang sesuai dengan
peraturan. Walaupun bahasa tegur terkesan memaksa dalam arti yang berjenjang,
apabila notaris yang bersangkutan tidak mampu dipaksa dengan teguran lisan, maka
akan dilakukan tindakan berupa teguran tertulis. Yang mana kadar paksaannya lebih
besar dari teguran lisan. 78
Sementara dalam poin 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima), adalah perbuatan
Hukum Administratif yaitu penarikan kembali keputusan yang menguntungkan.
Keputusan Tata Usaha untuk mengizinkan notaris untuk membuka praktek adalah hal
yang menguntungkan bagi notaris maka jika notaris diberhentikan secara sementara
maupun permanen, itu adalah perbuatan yang tidak menguntungkan. Karena
penarikan kembali keputusan yang menguntungkan adalah termasuk juga pembatalan
izin untuk berbuat sesuatu.
78
Laica H.M, Marzuki, Penggunaan Upaya Administrasi dalam Sengketa Tata Usaha
Negara, Hukum dan Pembangunan, No. 2, Tahun XXII, Jakarta :Sinar Grafindo, 1992, hal. 15