Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan penyakit yang bisa menyerang siapa saja, baik tua maupun muda (Kearney et al 2005). Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, terutama hipertensi. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan pada hipertensi baik HST sistolik maupun faktor terisolasi kombinasi risiko untuk (HST), dan dan dan gagal umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya

hipertensi, diastolik merupakan jantung lebih RA ).

sistolik

merupakan faktor dan

morbiditas stroke,

mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih risiko utama koroner, 1999 juga cit. penyakit Kaplan NM. dimana peranannya Tuty yang

diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang muda( Dan Kuswardhani, penyakit hipertensi merupakan

paling berbahaya di dunia. Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang 2025 (Kearney et al 2005). Hipertensi disebut berbahaya karena hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular memiliki prevalensi dan mortalitas yang cukup tinggi. Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskular setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Berdasarkan data global burden of disease (GBD) oleh tahun 2000,

penyakit

kardiovaskular

disebabkan

hipertensi
1

(AHA, 2010). Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal dari ketuaan, insiden

hipertensi pada lanjut usia cukup tinggi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun 1988-1991 National Health and Nutrition

Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 159/9099 49,6% mmHg), untuk 18,2% hipertensi untuk dan derajat 1 (1402

hipertensi untuk

derajat

(160-179/100-109 derajat sekitar 3

mmHg),

6.5%

hipertensi HST 25% adalah pada

(>180/110

mmHg). 7%,

Prevalensi 11%, 18%

berturut-turut

dan

kelompok umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki (Rigaud AS, Forette B, 2001). Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk

berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95 mmHg) meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%)( Van Rossum CTM et. al, 2000). Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada usia diatas 65 tahun dengan kriteria hipertensi berdasarkan sebesar JNVC, ditemukan 59,1% prevalensi dan hipertensi 61,9%), 60,4% (lakilaki perempuan

yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1% (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi
2

yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%). Pada kelompok ini, adanya riwayat keluarga dengan hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi (Lu FH et al, 2000). Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler (Borzecki AM et al, 2006). Pengobatan hipertensi dilakukan dengan dosis rendah agar tekanan darah turun tidak secara drastis. Penggunaan obat antihipertensi dengan dosis yang tepat akan memberikan hasil yang baik. Jika hipertensi tidak diobati stroke maka dan itu risikonya sangat yang besar & tidak sekali Rahardja adekuat seperti 2002). akan infark jantung (Tjay

Disamping

pengobatan

menyebabkan beberapa kerugian, seperti penyakit akan lebih lama, rasa tidak nyaman pada pasien (Shivhare et al, 2010). Penulis membatasi kasus hipertensi yang diteliti hanya jenis hipertensi primer pada orang lanjut usia saja karena insiden hipertensi primer pada usia lanjut cukup tinggi. Berdasarkan informasi di atas, maka diperlukan penelitian Sehingga mengenai diharapkan penggunaan penggunaan obat antihipertensi. yang

antihipertensi

lebih efektif dan tepat untuk mencapai efek terapeutik adekuat yang kemudian dapat menurunkan angka mordibitas dan mortalitas akibat penyakit hipertensi.
3

I.2. Perumusan Berdasarkan dirumuskan suatu latar

Masalah masalah, maka dapat pola

belakang

permasalahan

yaitu

Bagaimana

penggunaan obat antihipertensi dalam pengobatan pada pasien hipertensi primer lanjut usia yang dirawat inap di RSUP. Dr. SARJITO tahun 2012?

I.3 Tujuan umum

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi primer lanjut usia (lansia) yang dirawat inap di RSUP. Dr. SARJITO tahun 2012.

Tujuan khusus 1. Mendeskripsikan pola penggunaan obat antihipertensi dengan kondisi dimana pasien hipertensi primer lansia membutuhkan rawat inap. 2. Untuk mengetahui kesesuaian obat antihipertensi pada pasien hipertensi primer lansia dengan pengobatan

standar di RSUP. Dr. SARDJITO.

3. Membandingkan obat yang digunakan oleh para dokter spesialis penyakit dalam dengan pedoman obat

formularium RSUP. Dr. SARDJITO. 4. Mendeskripsikan satu kasus pengobatan hipertensi

primer lansia di RSUP. Dr. SARDJITO.

I.4

Keaslian Penelitian

Berdasarkan penulusuran arsip karya tulis baik skripsi, tesis, disertasi, maupun paper yang ada di perpustakaan Mada, serta Fakultas Kedokteran di Universitas Gadjah ada

penulusuran

internet,

belum

penelitian tentang pola penggunaan obat antihipertensi pada RSUP. pasien Dr. hipertensi Oleh primer karena yang itu dirawat penulis inap di

SARJITO,

memilih

penelitian ini. Beberapa penelitian yang sudah di lakukan antara lain: 1. Penelitian oleh Kurniawan (2009) dengan judul Pola

Pengobatan Penyakit Hipertensi pada pasien rawat inap di RSUD Sleman. survey. Penelitian Pola ini bersifat dilihat cross dari

sectional golongan,

pengobatan dan

tunggal/kombinasi,

dosis.subjek

penelitian merupakan pasien rawat jalan dan rawat inap.

Hal

ini

membedakan

penelitian

ini

dengan

penelitian

terdahulu adalah pada penelitian ini peneliti memilih subjek berupa pasien hipertensi primer yang di rawat inap di RSUP. Dr. SARJITO tahun 2012 sebagai subjek penelitian Penelitian dan tidak memandang baru, jenis yaitu hipertensi. kesesuaian

menambah

variable

dengan pedoman JNC. 2. Penelitian Obat oleh pada Sumaini pasien (2009)dengan di judul

Penggunaan Rawat Inap

Hipertensi Banjar

Instalasi 2003.

Rumah

Sakit

Umum

tahun

Penelitian ini bersifat deskriptif non analitik dengan data dari retrospektif. golongan, Penggunaan dosis, antihipertensi dan dilihat pada dengan

jenis,

pemberian ini

geriatric.hal penelitian

yang

membedakan yaitu

penelitian ini

terdahulu

penelitian

subjeknya

berupa pasien hipertensi primer rawat inap di RSUP. Dr. SARJITO. 3. Penelitian oleh Irawan (2008) dengan judul Trend

Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah 2006. Sakit Hal PKU ini Muhammadiyah membedakan Yogjakarta penelitian Tahun ini 2002dengan

penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini peneiti memilih subjek penelitian berupa pasien hipertensi

primer semua umur di RSUP dr Sarjito pada tahun 2012.


6

Sedangkan

penelitian

terdahulu

memilih

RS

PKU

Muhamadiyah Yogjakarta tahun 2002-2006 sebagai subjek penelitian dan tidak memandang jenis hipertensi. 4. Penelitian oleh Jiwando (2009) dengan judul Pola

Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogjakarta

Tahun 2008. Penelitian ini bersifat survey dengan metode

cross sectional Sumber data

retrospektif.

didapatkan dari rekam medis. Pola pengobatan dilihat dari golongan, dengan generic pedoman atau JNC 7. paten Hal dan yang kesesuain membedakan

indikasi

penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini subjek penelitiannnya dari umur 30

hingga 60 tahun, dan pasien rawat jalan, peneliti juga memilih primer subjek di RSUP penelitian dr berupa pasien hipertensi penelitian Muhammadiyah

Sarjito. poloklinik

Sedangkan RS PKU

terdahulu

memeilih

Bantul tahun 2008 sebagai subjek penelitian dan tidak memandang jenis hipertensi.

I.5.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Institusi Pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pengulangan proses

diharapkan sumber

pembelajaran

dalam

kurikulum

pendidikan

kesehatan masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan penyakit hipertensi esensial. 2. Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan

peneliti tentang pola pengobatan antihipertensi (AHT) pada lansia dalam praktik kedokteran di masyarakat. 3. Untuk masyarakat, memperoleh gambaran pola

penggunaan obat antihipertensi dalam praktik kedokteran di masyarakat, khususnya Yogyakarta dan di RSUP. Dr. SARJITO. 4. Untuk RSUP. Dr. SARDJITO, diharapkan dari hasil

penelitian dapat digunakan untuk bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit mengenai pelaksanaan pengobatan

penyakit hipertensi primer dalam praktik di rumah sakit tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong minat mahasiswa atau peneliti lain untuk meneliti lebih

lanjut

tentang

pola

pengobatan

antihipertensi

pada

lansia dalam praktik kedokteran di masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Peresepan obat Pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan beberapa kerugian, seperti: pengobatan yang tidak

efektif, tidak aman, dan penyakit bertambah parah dan semakin lama. Adapun WHO (2010) menganjurkan langkahlangkah untuk mewujudkan terapi rasional, antara lain: a. Langkah 1: Dokter menetapkan masalah pasien.

Masalah pasien dicantumkan dalam diagnosis kerja. b. Langkah 2: Dokter menentukan tujuan apa yang ingin dicapai dalam terapi. c. Langkah 3: Verifikasi. Dokter meneliti apakah obat yang akan dipilih sesuai untuk pasien. d. Langkah sediaan 4: Dokter dan memilih jadwal jenis pemberian obat, obat bentuk untuk

obat,

pasien, serta dituliskan dalam resep sesuai dengan pedoman. e. Langkah pasien 5: Edukasi. Memberikan pemberian penjelasan obat, dan kepada efek

tentang

tujuan

sampingnya.
10

f. Langkah dan

6:

Kontrol.

Bertanggung jalannya kapan

jawab

mengontrol dan

mengawasi tahu Dan

proses pasien pasien

pengobatan

memberi

harus

menghentikan konsultasi

pengobatan.

diminta

untuk

kembali bila keadaan tidak membaik. II.1.1. Pengobatan rasional Pengertian rasional menurut WHO adalah sesuai

dengan keperluan klinis, dosis sesuai dengan kebutuhan pasien, diberikan dalam jangka waktu yang sesuai, dan biaya yang terjangkau langkah untuk pasien dan komunitas. WHO dalam

Berbagai

yang

diupayakan

mempromosikan

penerapan

prinsip

pengobatan

rasional,

terdapat 3 elemem seperti (Who, 2010): a. Rational use of medicines strategy and monitoring WHO menyususn strategi dan pemantauan terhadap pengobatan penggunaan rasional, obat, yaitu dengan dan mengadvokasi mempromosikan

mengidentifikasi

pengobatan rasional, dan mengawasi promosi obat. b. Rational use of medicines by health professional WHO bekerja sama dengan Negara atau pemerintah untuk mengembangkan dan memperbaharui guideline

11

(panduan/pedoman)

pengobatan,

daftar

obat

esensial

nasional serta mendukung program pelatihan pengobatan rasional. c. Rational use of medicines by consumers Mendukung terciptanya suatu sistem informasi obat yang efektif dan memberdayakan konsumen dalam mengambil keputusan mengenai pengobatan yang mereka terima. II.1.2. Langkah Peresepan Dokter

Dalam mewujudkan terapi yang rasional, dokter perlu menyususun preskripsi dengan benar dan rasional. Dalam menyususn preskripsi yang benar dan rasional, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan, yaitu: a) Pemilihan obat yang tepat. Yang perlu diperhatikan yaitu nama obat yang dipilih (generik atau paten), jenis sediaan dan jumlah obat. b) Menentukan dosis yang tepat. c) Menentukan aturan pemberian. frekuensi pemberian, dosis perkali pemberian dan waktu pemberian. d) Memilih bentuk sedian obat dan jumlah yang

diberikan secara tepat. Faktor-faktor yang perlu

12

diperhatikan yaitu faktor obat, faktor penyakit, dan faktor penderita. e) Memilih tipe formula yang tepat. Adapun macam

formula dalam menulis preskripsi obat antara lain: magistralis, Pemilihan offisinalis, dengan dan spesialitis. dapat

formula

pertimbangan

menjamin ketepatan dosis, dapat menjaga stabilitas obat, dapat menjaga kepatuhan pasien dan biaya

yang terjangkau. f) Menulis resep dalam blanko resep dengan benar, dan sesuai aturan. g) Memberikan informasi yang benar kepada pasien.

Tujuan pemberian dan manfaat obat perlu dijelaskan secara edukatif kepada pasien. II.2. Hipertensi Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur. Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya

tekanan darah arteri yang persisten. Penderita dengan tekanan darah diastolik (TDD) kurang dari 90 mmHg dan tekanan darah sistolik (TDS) lebih besar sama dengan 140 mm Hg mengalami krisis hipertensi sistolik terisolasi. diatas
13

Sedangkan

hipertensi

(tekanan

darah

180/120 mm Hg) dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat (meningkatnya tekanan darah akut atau disertai kerusakan organ) atau hipertensi gawat (beberapa

tekanan darah meningkat tidak akut). Menurut Departemen Kesehatan [Depkes] (2008 B), tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu

peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri

menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal jantung, dan kerusakan ginjal. Menurut The Sevent

Report of The Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation dan Treatment of High Blood

Pressure JNC 7, yang termasuk batasan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Chobanian et al.,2003). Faktor resiko hipertensi antara lain adalah faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis, stress, merokok.

obesitas,

asupan

garam

kebiasaan

Hipertensi bersifat genetik. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih

besar terkena hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Insidensi
14

hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia dan pria memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena hipertensi kejadian lebih awal. Obesitas ini dapat meningkatkan lemak dapat

hipertensi,

disebabkan

menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran secara berlebihan tidak dari hormon akan merokok hipertensi

natriouretik meningkatkan berpengaruh

yang

langsung

tekanan dalam

darah.

Kebiasaan resiko

meningkatkan

walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti.

15

II.2.1. Klasifikasi Hipertensi Definisi hipertensi menurut WHO 2010 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Definisi dan Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah (mmHg). Kategori Optimal Normal Normal-tinggi Hipertensi derajat 1 (ringan) Subkelompok: borderline Hipertensi derajat 2 (sedang) Hipertensi derajat 3 (berat) Hipertensi sistolik terisolasi Subkelompok: borderline Sistolik <120 <130 130-139 140-159 Diastolik <80 <85 85-89 90-99

140-149

90-94

160-179

100-109

180

110

140

<90

140-149

<90

16

Jika

tekanan

darah

sistolik

dan

diastolik

berbeda

kategori, dipakai kategori yang lebih tinggi. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC7, dibagi menjadi beberapa kelompok: (Chobanian et al.,2003) Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

(Chobanian et al.,2003) Klasifikasi Normal Prehipertensi Tahap 1 hipertensi Tahap 2 hipertensi Sistolik (mm Hg) < 120 120 139 140 159 160 Diastolic (mm Hg) < 80 80 -90 90- 99 100

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (Gray et al., 2005): a. Hipertensi Primer Disebut hipertensi hipertensi juga hipertensi Hipertensi dapat esensial primer atau

idiopatik. yang

adalah

tidak

diidentifikasi

penyebabnya. Hipertensi primer terdapat pada 95% dari keseluruhan kasus hipertensi. Banyak faktor yang dapat menyebabkab hipertensi primer, seperti: faktor genetik, geografi, jenis kelamin,

resistensi insulin, lingkungan, jenis kelamin dan lain-lain. b. Hipertensi Sekunder


17

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya telah diidentifikasi, misalnya karena insufisiensi ginjal, gangguan kardiovaskularisasi, stenosis arteri, Chushings syndrome dan lain

sebagainya. II.2.2. Penegakan Diagnosis Kenaikan tekanan darah sering merupakan satusatunya tanda klinis hipertensi tekanan primer yang sehingga akurat.

diperlukan

pengukuran

darah

Menurut JNC 7 yang termasuk batasan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik 90 mmHg

(Chobanian et al.,2003). Tekanan diukur dalam satuan millimeter sistolik jantung raksa (mmHg) tekanan (AHA, puncak 2010). yang Tekanan dicapai darah darah ketika keluar

adalah

berkontraksi

dan

memompakan

melalui arteri. Tekanan darah sistolik dicatat apabila terdengar diastolik bunyi utama (Korotkoff tekanan I). Tekanan ke darah titik

diambil

ketika

jatuh

terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali. Tekanan darah diastolik dicatat apabila bunyi tidak

terdengar lagi (Korotkoff V) (Yogiantoro, 2007). Pengukuran tekanan darah setidaknya dilakukan dua kali (dengan jarak 5-10 menit) dalam posisi duduk dan
18

posisi

lengan

sejajar

dengan

jantung.

Pasien

duduk

setidaknya 5-10 menit tanpa melakukan aktifitas fisik, makan dan merokok. Menurut Depkes (2008A), tekanan

darah diukur setelah seseorang duduk/berbaring. Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer (80% dari yang ukuran telah manset

dikalibrasi

dengan

tepat

menutupi lengan). II.3. Pengobatan Hipertensi II.3.1. Modifikasi Gaya Hidup Modifikasi gaya hidup mencakup (Yogiantoro, 2007): a. Menghentikan merokok b. Menurunkan berat badan c. Mengurangi konsumsi alkohol d. Olahraga atau latihan fisik e. Mengurangi asupan garam f. Memperbanyak konsumsi buah dan sayur g. Mengontrol stress emosional

19

II.3.2. Jenis-jenis obat Antihipertensi a. Diuretik b. Inhibitor Angiotensin-Coverting Enzyme (ACE) c. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) d. Antagonist Reseptor Blocker e. Penghambat Saluran Kalsium (CCB) f. Penghambat Reseptor 1 g. Antagonis 2-Pusat h. Reserpin i. Vasodilator Arteri Langsung j. Inhibitor Simpatetik Postganglion (referensi 2003) menurut JNC-VII (Chobanian et al.,

20

Tabel 4. Golongan dan Jenis Obat Hipertensi Menurut JNC 7 (Chobanian et al., 2003) Golongan obat Diuretic Thiazid Jenis obat Chlorothiazide chlorthalidone) hydrochlorothiazide polythiazide indapamide metolazone metolazone bumetanide furosemide torsemide amiloride triamterene eplerenone spironolactone atenolol betaxolol bisoprolol metoprolol metoprolol extended release nadolol propranolol propranolol long-acting timolol acebutolol sympathomimetic activity penbutolol pindolol carvedilol labetalol

Loop Diuretic Diuretic hemat Kalium Aldosteron Antagonis Beta blocker reseptor ) (agonis

Beta blocker dengan aktivitas simpatomitetik instrinsik Kombinasi reseptor alpha1 dan (agonis reseptor )

Angiotensin converting benazepril enzyme inhibitor(ACE-I) captopril enalapril fosinopril lisinopril moexipril perindopril quinapril
21

ramipril trandolapril Lanjutan Tabel 4 ARB ( penghambat angiotensin II) reseptor candesartan eprosartan irbesartan losartan olmesartan telmisartan valsartan CCB(Penghambat Saluran Diltiazem extended release Calcium) -Non diltiazem extended release dihydropyridines verapamil immediate release verapamil long acting verapamil CCB(Penghambat Saluran amlodipine Calcium) Dihydropyridines felodipine isradipine nicardipine sustained release nifedipine long-acting nisoldipine Alpha-1 blocker doxazosin prazosin terazosin Antagonist Alpha2 Pusat Clonidine Metildopad Direct vasodilators hydralazine minoxidil (Chobanian et al., 2003)

22

II.3.3. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi

Gambar

1.

Algoritma

Penatalaksanaan

Hipertensi

(Chobanian et al., 2003)

23

II.4. Konsep Lansia II.4.1. Pengertian Lansia Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia,

merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik

secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimiliki.

Penurunan fungsi fisik pada lansia menjadikan semakin rentan terhadap penyakit-penyakit kronis. Perubahan

penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerutan yang mulai tumbuh di wajah, berkurangnya ketajaman panca indra, serta kemunduran daya tahan tubuh. II.4.2. Batasan Lansia Ada beberapa pendapat tentang batasan umur lanjut usia yaitu: a. Menurut organisasi kesehatan dunia
24

Lanjut usia (lansia) meliputi: usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59 tahun. Lanjut usia

(elderly) yaitu antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua (old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old)yaitu usia diatas 90 tahun. b. Menurut undang-undang nomer 13 tahun 1998 Lansia yaitu seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

25

II.5. Kerangka Konsep Penelitian

PASIEN PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI USIA LANJUT

PRIMER

SEKUND ER

OBAT ANTIHIPERTE NSI POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI: JENIS OBAT GOL. OBAT JUMLAH OBAT CARA PEMBERIAN KOMBINASI OBAT JNC 7

Variable

dependen:

pola

penggunaan

obat

antihipertensi
26

Variable independen: pasien hipertensi usia lanjut

BAB III METODE PENELITIAN III.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non eksperimental, observasional yang bersifat

retrospektif dengan rancangan cross sectional. III.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2013. III.3. Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah pasien hipertensi primer lanjut usia rawat inap yang berobat ke RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2012. Populasi tersebut sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi penelitian. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

27

- Pasien hipertensi primer lanjut usia menurut WHO pada tahun 2012 yang di rawat inap di RSUP.

DR.SARDJITO - Pasien hipertensi primer lansia yang mendapatkan terapi obat antihipertensi - Pasien hipertensi primer lansia yang berumur >45 tahun. - Pasien hipertensi primer lansia yang memiliki

rekam medis lengkap tanpa komplikasi.

Kriteria eklusi dari penelitian ini adalah: - Pasien hipertensi dengan komplikasi. - Rekam medis penderita hipertensi yang tidak

lengkap. - Pasien yang bukan terdiagnosis hipertensi primer. - Pasien yang berusia <45 tahun. III.4. Definisi Operasional a. Usia lanjut adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun

28

lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun. b. Pasien hipertensi primer adalah (WHO 2010). pasien yang

pertama kali terdiagnosis hipertensi (dimana tekanan darah sistoliknya 140 mmHg dan tekanan darah

diastoliknya 90 mmHg) di dalam rekam medis RSUP.DR SARDJITO pada tahun 2012 yang di tangani oleh dr.

spesialis penyakit dalam. c. darah darah Hipertensi grade I adalah keadaan dimana tekanan sistoliknya diastolik antara 140-159 mmHg mmHg dan atau tekanan

antara

90-99

terdiagnosis

hipertensi di rekam medis RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2012. d. Hipertensi grade II adalah keadaan dimana tekanan

darah sistolik 169 mmHg atau tekanan darah diastolik 100 mmHg dan terdiagnosisi hipertensi di rekam medis RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2012. e. Obat antihipertensi (AHT) adalah obat yang dapat

menurunkan tekanan darah dan digunakan dalam pengobatan penyakit hipertensi. Data mengenai nama obat

antihipertensi yang diresepkan ke pasien yang diperoleh dari rekam medis.

29

f.

Pola

peresepan

obat

adalah

gambaran

penggunaan

obat dilihat dari jenis/golongan, kombinasi obat, ratarata jumlah obat yang diberikan, dan kesesuaian

indikasi dengan pedoman JNC 7. g. Jenis/golongan obat adalah beberapa jenis/golongan

obat digunakan dalam pengobatan penyakit hipertensi. Beberapa golongan obat antihipertensi antara lain ACEI, ARB, CCB, beta blocker, antagonis alfa,dan lain-lain. data diperoleh mengenai nama obat yang diperoleh dari rekam medis. h. satu Kombinasi obat adalah pemberian obat lebih dari macam. Obat AHT tunggal adalah pemakaian satu

jenis dari satu golongan obat AHT di waktu yang berbeda dalam satu hari pada subjek penelitian. Obat AHT

kombinasi adalah pemakaian lebih dari satu jenis atau golongan obat AHT di waktu yang berbeda atau bersamaan dalam satu hari pada subyek penelitian. Data diperoleh dari rekam medis. i. Cara pemberian obat AHT adalah pemberian obat AHT

dalam sekali peresepan atau pemberian, dilihat dihari pertama pengobatan. Data mengenai cara pemberian obat AHT diperoleh dari rekam medis.

30

j.

Rata-rata jumlah obat adalah rata-rata jumlah obat

antihipertensi yang diresepkan kepada pasien dalam satu hari. k. Kesesuain pemilihan obat adalah kesesuain

pemilihan obat AHT dengan diagnosis dokter pada rekam medis dengan JNC 7 sebagai standar pedoman. l. tidak Rekam medis tidak lengkap adalah rekam medis yang memiliki umur hasil satu pasien, atau jenis lebih informasi sebagai oleh

berikut, dokter,

kelamin, tekanan

diagnosis darah,

pemeriksaan

tanggal

didiagnosis, nama obat AHT, dan cara pemberian obat. m. Pasien hipertensi dengan komplikasi adalah pasien

yang selain terdiagnosis hipertensi, disamping itu juga terdiagnosis penyakit lain yang merupakan komplikasi dari hipertensi. Antara lain diabetes mellitus,

penyakit jantung, penyakit ginjal dan stroke.

III.5. Cara Pengumpulan Data Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kumpulan rekam medis RSUP.

DR.SARDJITO pada tahun 2012. Data yang diambil berisi

31

informasi umur pasien, jenis kelamin, diangnosis oleh dokter, tanggal didiagnosis, riwayat hipertensi (lama hipertensi, riwayat pengobatan hipertensi), hasil

pemeriksaan tekanan darah, nama obat antihipertensi, cara pemberian, obat selain antihipertensi dan catatan lainnya. Semua informasi tersebut dituliskan kedalam form pengumpulan data.

III.6. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medis dan blanko resep penderita hipertensi yang berobat ke RSUP. DR.SARDJITO pada tahun 2012. III.7. Analisis Data Hasil statistik menggambarkan penelitian deskriptif dianalisis (penelitian yang dengan yang metode hanya kemudian

data/fenomena

didapat

diikuti dengan perkembangannya pada periode tertentu ke arah belakang) terhadap penderita hipertensi primer

usia lanjut yang dirawat inap di RSUP. Dr. SARDJITO. Rencana analisis data yang digunakan adalah SPSS.

32

Penelitian Pengajuan Judul Pengurusan izin penelitian III.8. Tahap Penelitian Pengambilan Data Penyusunan Proposal Pengolahan Data Pengajuan judul Penyusunan Hasil Penyusunan Proposal Bimbingan Bimbingan Seminar Hasil Seminar Proposal Skripsi Disetujui

33

DAFTAR PUSTAKA
AHA, 2010 High blood pressure, http://www.americanheart.org/presenter.jhtml? ientifier=4623

Borzecki AM, Glickman ME, Kader B, Bcrlowitz DR. The effect of age on hypertension control and management. AJH 2006; 19:520-527. Carruthers, S.George, et.al. 2000. Clinical Pharmacology. Fourth Edition. USA : McGraw-Hill. Chobanian, A.V.,Bakris, J.L., Black, H.R., Cushman, W,C., Green, L.A., Izzo, J.L.Jr., Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil,S., Wright, J.T.Jr., 2003.JNC7 Express: The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.

34

Darmanto, 2002. Kebijakan penggunaan obat rasional, dalam laporan pelatihan penggunaan obat rasional Dinas kesehatan, Penerbit Dinas Kabupaten Bantul, Bantul. Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes],2008A. Daftar Obat Esensial Nasional(DOEN)2008,Penerbit Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes],2008B. Pedoman Pengobatan Dasar di Pukesmas 2007, hal 97-98, Penerbit Departemen Keseharan RI, Jakarta. Gray, H.H., Dawkins, K, D., Morgan, j.M. Simpson, LA., 2002, Lecture notes:Kardiologi, Agoes A., Rachmawati, A.D., 2005(Alih Bahasa),Penerbit Erlangga, Yogyakarta. Irawan, B.,2006. Peran Penghambat Beta;dari Hipertensi sampai dengan Gagal Jantung Kronis, Jurnal Kedokteran YARSI, 14(2), 150-157. Irawan, B., 2008. Trend Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogjakarta Tahun 2002-2006. Skripsi, Jurusan Farmasi, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Islam Indonesia, Yogjakarta. Jiwando, B.S., 2009. Pola Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2008, Skripsi Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Islan Indonesia, Yogjakarta. Katzung, B.G. Basic and Clinical Pharmacology. Tenth Edition. Mc Graw Hill: USA, 2007. Katzung, B.G. 1998. Obat-obat hipertensi. Dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 6, cetakan I, hal 158-180. Kearney, P.M., Whelton, M., Reynolds, K., Muntner, P., Wheltom P.K.,He Jiang.,2005, Global Burden of Hipertension: Analysis of Worldwide Data.Lancet 15-21;365(9455):217-23.

35

Kurniawan, A., 2009. Pola Penggunaan Penyakit Hipertensi pada Pasien Rawat Inap di RSUD Sleman Yogyakarta Tahun 2008, Skripsi, Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Kuswardhani, Tuty RA., Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2006, Jurnal Penyakit Dalam Volume 7 Nomor 2 Mei 2006, Denpasar. Lu FH, Tang SJ, Wu JS, Yang YC, Chang CJ. Hypertension in elderly persons: its prevalence and associated cardiovascular risk factors in Tainan City, Southern Taiwan. J Gerontol 2000;55A:M463-8. Rigaud AS, Forette B., Hypertension in older adults. J Gerontol 2001;56A:M217-5. Sumaini, T., Penggunaan Obat Pada Pasien Hipertensi yang di Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Banjar Kab. Ciamis ., Skripsi, Jurusan Farmasi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Shivhare, S.C., Kunjwani, H,K., Manikrao, A,M., Bondre, A.V., 2010. Drug Hazard and Rational Use of Drugs: A Review, Journal of Chemical and Pharmacheutical Research. Tjay, T.H. Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting, Edisi V. Penerbit PT.Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Van Rossum CTM, van de Mhen H, Witteman JCM, Hoftnan A, Mackenbach JP, Groobee DE. Prevalence, treatment, and control of hypertension by sociodemographic factors among the dutch elderly. Hypertension 2000;35:814-21. WHO, 2010. Rational use of medicine Yogiantoro, M., 2007. Hipertensi Esensial. Dalam Sudoyo, A, W., Setiohodi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 ed. 4, hal 599. Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
36

37

Anda mungkin juga menyukai