Anda di halaman 1dari 13

1

ALVEOLEKTOMI

Pendahuluan

Idealnya setiap orang akan mempertahankan gigi permanen sepanjang hidupnya.

Namun penyebab dari kehilangan gigi ini sendiri sangat beragam seperti : penyakit

periodontal, karies gigi, kondisi patologis dari rahang itu sendiri dan tidak jarang oleh trauma.

Konstruksi gigi tiruan yang baik adalah yang dapat menggantikan gigi yang hilang dalam

efisiensi pengunyahan makanan stabil dengan retensi yang kuat. Untuk mencapai tujuan ini

suatu protesa harus didudukkan pada linggir alveolar dengan sangat baik dan tepat. Bedah

preprostetik adalah prosedur pelaksanaan bedah yang bertujuan memperbaiki kondisi dari

jaringan lunak mulut dan jaringan keras sebelum perawatan prostodonti dimulai. Bedah ini

diindikasikan apabila terdapat kelainan yang ekstrim dari rahang yang tidak dapat diatasi oleh

ahli prostodonti untuk membuat suatu konstruksi gigi tiruan yang sempurna (1),

Adapun kondisi yang mendukung gigi tiruan yang baik antara lain : (2)

1. Tidak ada keadaan patologis pada intraoral dan ekstraoral.

2. Hubungan antar lengkung rahang yang baik dalam arah anteroposterior, dan

dimensi vertikal.

3. Bentuk dari processus alveolaris yang baik (idealnya ridgenya berbentuk U )

4. Tidak ada penonjolan atau underkut pada tulang atau jaringan lunak

5. Bentuk palatum melengkung.

6. Bentuk hamular notch yang baik

7. Hubungan antara mukosa dengan gigi tiruan baik.

8. Kedalaman vestibulum yang cukup untuk perluasan sayap gigitiruan.

9. Dibutuhkan dukungan tulang yang cukup dan perlekatan jaringan lunak yang baik

untuk penempatan implant.


2

Pada makalah ini akan dibahas salah satu bagian dari bedah preprostetik yang diindikasikan

untuk menangani kelainan-kelainan pada jaringan keras yaitu alveolektomi. Kelainan yang

dimaksud diklasifikasikan menjadi 2 yakni : (3)

1. Penonjolan tulang setelah pencabutan gigi yang membutuhkan penghalusan tulang

dengan alveolektomi atau penonjolan tulang yang didapat pada edentulous alveolar

ridge.

2. Kelainan kongenital antara lain: multipel eksostosis.

Terminologi

Istilah alveolektomi, alveoplasti kadang-kadang rancu. Kadang istilah ini saling

dipertukarkan dan mungkin juga diterapkan kurang benar. Alveolektomi adalah suatu

tindakan bedah yang radikal untuk mereduksi atau mengambil prosesus alveolaris sebelum

pembuatan gigi tiruan dan aposisi mukosa yaitu prosedur yang dilakukan untuk

mempersiapkan lingir alveolar sebelum dilakukan terapi radiasi sedangkan alveoplasti adalah

mempertahankan, pembentukan kembali lingir yang tersisa supaya permukaannya dapat

dibebani protesa dengan baik.(2,4). Setelah pencabutan gigi sangat penting dilakukan

pembentukan kembali prosessus alveolaris untuk mempersiapkan tempat bagi gigi tiruan yang

akan dibuat karena apabila tidak dilakukan terkadang akan menghasilkan puncak lingir yang

tidak beraturan,underkut dan penonjolan tulang dimana apabila tidak dihilangkan sebelum

penempatan gigi tiruan maka akan menimbulkan kerusakan pada jaringan lunak dan masalah

stabilitas retensi dari gigi tiruan.(3)

Macam-macam Alveolektomi (3)

1. Alveolektomi post ekstraksi satu gigi

2. Alveolektomi post ekstraksi dua atau tiga gigi

3. Alveolektomi post multipel ekstraksi

4. Alveolektomi pada edentulous alveolar ridge

5. Alveolektomi Kelainan Kongenital Multipel Eksostosis


3

Ad.1 Alveolektomi Post Ekstraksi Satu Gigi (2,3)

Gigi posterior yang tinggal sendiri menimbulkan kendala dan memerlukan

penatalaksanaan yang khusus, karena sering mengalami ekstrusi atau supraerupsi, tulang dan

jaringan lunak pendukungnya berkembang berlebihan untuk mendukung hal tersebut. Pada

lengkung rahang atas, keberadaan sinus maksillaris menambah rumit masalah karena erupsi

yang memanjang sering disertai hiperaerasi sinus.

Prosedurnya sebagai berikut: Setelah pencabutan gigi, Suatu flap didisain sebagai jalan

pembuka untuk pelaksanaan rekontouring linggir alveolar ini. Flap yang biasa digunakan

adalah tipe envelope, karena tipe ini memberikan lapangan pandang yang luas dan mudah

dalam pengerjaannya.

flap dibuka ke pertemuan mukosa bergerak dan

tidak bergerak dan sedikit pengangkatan tepi mukoperiosteum sebelah palatal agar tepi tulang

alveolar dapat diperiksa. Serpihan tulang atau tulang yang terpisah dari periosteum yang

terjadi karena pencabutan dibuang terlebih dahulu kemudian diikuti dengan reduksi underkut

dan tonjolan-tonjolan lainnya.


4

Hal ini biasa dilakukan dengan menggunakan tang rongeur pemotong tulang atau dengan

menggunakan bur disertai irigasi larutan salin steril.

Permukaan tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file dengan tekanan tarikan,

Bagian yang dioperasi kemudian diirigasi dengan salin steril dan diamati kehalusan dari

tulang dengan melakukan kompresi menggunakan jari kemudian luka ditutup dengan jahitan

interrupted.
5

Ad.2 Alveolektomi Post Ekstraksi Dua atau Tiga Gigi (3)

Setelah dua atau tiga gigi rahang atas atau rahang bawah diekstraksi . Prosedurnya

hampir sama dengan yang diterangkan diatas pada ekstraksi satu gigi. Yang lebih spesifik,

setelah ekstraksi gigi jika terdapat sisi marginal alveolar yang kasar dan tidak beraturan atau

jika ridge alveolar tinggi,

Pertama-tama bagian dari mukosa diinsisi bentuk oval dari mesial dan distal ke soket post

ekstraksi.

kemudian tulang dihaluskan dengan ronguer dan bur, selanjutnya diirigasi kemudian luka

dijahit,
6

Jika pada palpasi terdapat tulang yang kasar pada soket post ekstraksi, tulang dibentuk dengan

menggunakan bone file, dan bisa dikombinasikan dengan ronguer.

Ad.3 Alveolektomi Post Multipel Ekstraksi (3)

Setelah pemeriksaan klinis dan penilaian radiologi, dilakukan pencabutan gigi dengan

menggunakan anestesi lokal kemudian semua gigi diekstraksi satu persatu dengan hati-hati

sehingga meninggalkan dinding alveolar tetap intak.

Insisi dibuat pada ridge alveolar untuk memotong papilla interdental dan gingiva dilepaskan

dari prosesus alveolaris.

Segera sesudah didapat ruangannya ujung-ujung tulang dibuang (tulang intraseptal dan

penonjolan tulang) menggunakan ronguer


7

Setelah mukoperiosteum diangkat,tulang dihaluskan dengan bonefile, sesudah itu permukaan

tulang diperiksa kehalusannya dengan menggunakan tangan.

Tepi dari flap juga dirapikan dengan gunting jaringan lunak agar didapatkan kontak yang baik

setelah pengambilan tulang.

Selanjutnya larutan salin yang banyak digunakan untuk mengirigasi daerah operasi kemudian

diikuti penjahitan luka dengan teknik continuous lock.

Permukaan tulang yang halus menghasilkan stabilitas dan retensi yang diharapkan pada gigi

tiruan penuh.
8

Ad.4 Alveolektomi pada Edentulous Alveolar Ridge. (3)

Terkadang setelah pencabutan gigi dan luka telah sembuh dalam waktu yang cukup

lama permukaan yang tulang alveolar yang tidak rata sering didapatkan. Hal ini biasanya

terjadi karena tidak memeriksa dengan teliti permukaan tulang setelah pencabutan gigi.

Dalam beberapa kasus tulang harus dihaluskan untuk mencegah kerusakan dan membuang

hambatan pada pemasangan gigi tiruan penuh. Oleh karena itu bila penonjolan tulang besar,

Pertama-tama insisi dibuat sepanjang puncak ridge alveolar dari penonjolan tulang yang

dilokalisasi dan kemudian mukoperiosteum dibuka.

Selanjutnya daerah tersebut dihaluskan dengan bonefile dan tulang dipalpasi untuk

memastikan kehalusan dari tulang diikuti irigasi larutan salin yang banyak pada daerah

operasi kemudian dilakukan penjahitan.


9

Ad.5 Alveolektomi Kelainan Kongenital Multipel Eksostosis (3,5)

Kelainan ini jarang menimbulkan keluhan biasanya terdapat pada permukaan bukal

maksilla atau mandibula. Penyebabnya tidak diketahui, dan biasanya tidak membutuhkan

perawatan kecuali eksotosisnya besar dan mengganggu fungsi pengunyahan atau estetis.

Teknik pembedahannya : setelah anestesi lokal diberikan, dilakukan insisi dengan membuat

flap berbentuk envelope. Mukoperiosteum dibuka dengan hati-hati sampai permukaan

eksostosis didapatkan, selama pembukaan jari tangan ditempatkan diatas flap yang dibuat

untuk mencegah terjadinya slip dari periosteal elevator yang dapat menyebabkan perforasi.

Kemudian eksostosis dikeluarkan dengan ronguer atau bur khusus dengan penyemprotan

larutan salin untuk mencegah panas yang berlebihan pada tulang, karena viabilitas dari tulang

alveolar < 46⁰C


10

selanjutnya permukaan tulang dihaluskan dengan bonefile kemudian kehalusan dari tulang

diperiksa.

Selanjutnya dilakukan irigasi yang banyak dengan larutan salin pada daerah operasi dan

permukaan jaringan lunak terutama papilla gingival diratakan untuk memudahkan penyatuan

flap sebelum dilakukan penjahitan interrupted.

Komplikasi Pasca Bedah (4)

Efek yang dialami pasien setelah alveolektomi biasanya berupa :

1. Pembengkakan yang umumnya terjadi pasca operasi

2. Rasa sakit dan ngilu pada tulang alveolar

3. Parastesi

4. Peradangan di daerah jahitan

5. Lepasnya jahitan

6. Perdarahan
11

Perawatan Pasca Bedah

Pasien yang telah menjalani bedah alveoektomi harus dilakukan perawatan pasca

bedah sebagaimana biasanya pada setiap tindakan bedah pada umumnya. Instruksi pasca

bedah yang biasa diberikan pada pasien adalah :

1. Pasien dianjurkan untuk melakukan kompres dingin dengan es atau cairan

kompres bisa juga air dingin selama kurang lebih 30 menit pada jam pertama

untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya pembengkakan.

2. Pasien diharapkan tidak mengganggu daerah operasi dan menjaga kebersihan

mulutnya dengan cara berkumur pelan-pelan setiap selesai makan dengan cairan

antiseptik atau gargle yang telah disiapkan.

3. Pasien diminta datang pada hari berikutnya untuk melakukan kontrol kembali pada

daerah operasinya.

4. Lima hari pasca operasi pasien diminta datang untuk pembukaan jahitan

Pasien yang telah melakukan alveolektomi hendaklah diberikan bekal resep obat anti

sakit (analgesik) dan vitamin untuk mempercepat penyembuhan. Dapat juga diberikan

antibiotik apabila diperlukan dan sebaiknya juga diberikan obat kumur antiseptik atau gargle.

(4) Setelah melakukan kontrol terakhir yang diikuti dengan pembukaan jahitan, hendaklah

dilakukan pemeriksaan ulang pada daerah operasi tersebut apakah hasil alveolektomi yang

dilakukan telah berhasil atau masih terdapat daerah ekstrim yang berarti terjadi kegagalan.

Apabila terjadi hal seperti itu maka pengulangan tindakan alveoektomi dapat direncanakan

setelah terjadi penyembuhan total. (2)


12

Kesimpulan

1. Kelalaian dari pasien dan dokter gigi sangat berpengaruh dalam terbentuknya

eksostosis underkut.

2. Setiap dokter gigi hendaknya dapat melakukan alveolektomi setelah ekstraksi gigi

sebagai pencegahan terbentuknya linggir alveolar yang tidak beraturan.

3. Dalam melakukan alveolektomi hendaklah dilakukan irigasi dengan cairan

fisiologis.

4. Penentuan daerah pembuangan yang tepat sehingga dapat dihindari proses bedah

yang berulang-ulang.
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedlar J, Frans JW, Oral and Maxillofasial Surgery, WB Saunders, Spain. 2001, p

143-162.

2. Peterson et al, Contemporary oral and Maxillofasial Surgery, 4th Ed, Mosby. 2003,

p 249- 260

3. Fragiskos D, Oral Surgery, 1st Ed, Springer. 2007, p 243-252

4. Pedersen GW, Buku Ajar Ilmu Bedah Mulut, Edisi 1, EGC. 1996, hal 119-122

5. Peterson et al, Principles of Oral and Maxillofasial Surgery, 2nd Ed, Hamilton,

London. 2004, p 168-169

Anda mungkin juga menyukai