1. Pendahuluan.
Kehilangan gigi-gigi dalam rongga mulut baik sebagian atau seluruhnya akan
memerlukan penggantian gigi tiruan. Rekonstruksi rongga mulut dengan struktur jaringan
sekitarnya, eliminasi penyakit sebelum pembuatan gigi tiruan sangat diperlukan untuk
mendukung keberhasilan. Tindakan bedah mulut pra-prostetik lebih ditujukan untuk
persiapan pembuatan gigi tiruan lepasan penuh maupun gigi tiruan lepasan sebagian.
Bedah mulut pra-prostetik adalah tindakan di dalam mulut sebagai persiapan sebelum
pembuatan atau pemasangan gigi tiruan dengan maksud membantu perlekatan gigi tiruan
lepasan pada rahang sehingga diharapkan gigi tiruan dapat digunakan dengan lebih nyaman
serta memenuhi persyaratan estetika. Tindakan bedah pra-prostetik secara garis besar
dibedakan menjadi 2 yaitu tindakan bedah pra-prostetik pada jaringan keras dan pada
jaringan lunak. Bedah pra-prostetik pada jaringan keras meliputi:
Eksisi
Koreksi Frenulum abnormal
Koreksi Fibromatosis gingiva tuber maksilaris
Sulkoplasti.
Pada makalah ini akan dibahas khususnya tentang bedah pra-prostetik Pada jaringan keras
rongga mulut.
2. Syarat Rongga Mulut Untuk Konstruksi Gigi Tiruan.
Sebelum melakukan tindakan alveoplasty, harus diketahui beberapa syarat tentang
kondisi edentulosus yang ideal yaitu (Starshak 1971):
Maksila dan mandibula harus mempunyai relasi normal.
Prosesus alveolaris cukup besar tanpa ada tulang / jaringan lunak yang menonjol yang
dapat membentuk undercut.
Lingir alveolaris ( alveolar ridge ) berbentuk U (U-shaped) dan tidak berbentuk V,
luas dan cukup tinggi.
Lebar transversal dari pada maksila harus dapat menutup mandibula sehingga
stabilitas dari denture dapat tercapai.
Tulang dan jaringan lunak harus bebas dari penyakit.
Ketebalan gingiva yang menutupi seluruh lingir alveolaris harus sama.
2
Daerah vestibular dan sulkus sublingual harus bebas dari scar tissue (jaringan parut),
polip dan hyperthropic mass.
Lidah harus bebas bergerak dan tanpa penyakit atau tidak dibatasi oleh frenulum.
Lidah harus tidak terlalu besar sehingga mengganggu denture space.
Kelenjar ludah mayor dan minor mempunyai fungsi ekskresi yang normal agar dapat
membasahi dan melicinkan mukosa yang akan membantu retensi gigi tiruan.
3. Alveoplasty.
Beberapa istilah alveolektomi, alveolotomi dan alveoplasti memiliki arti yang berbeda
dan sering kali saling dipertukarkan dan tidak diterapkan dengan benar. Menurut Pedersen
istilah tersebut dapat diartikan sebagai berikut.
tulang antar akar, sehingga bisa dilakukan pencetakan (molding) dan pengkonturan.
Alveoplasty : mempertahankan, pembentukan kembali lingir dari prosesus alveolaris
dengan tindakan pembedahan supaya permukaannya dapat dibebani protesa dengan
baik.
(Atlas Netter)
A. Alveolektomi pada pencabutan gigi tunggal dimana gigi yang lain sudah tidak ada.
Indikasi : Pada gigi tunggal yang bila dicabut akan mengakibatkan prosesus alveolaris
tampak lebih menonjol.
Teknik operasi:
Gigi tunggal di cabut.
Membuat insisi mukoperiosteal Flap Envelope.
Flap dibuka dengan rasparatorium.
Prosesus alveolaris yang menonjol dipotong dengan menggunakan knabel tang
dengan arah paralel terhadap prosesus alveolaris hingga rata dengan bagian
menggunakan bur.
Dihaluskan dengan bone file + irigasi saline solution.
Resposisi flap bila flap lebih, dipotong terlebih dahulu sebelum dijahit.
Post op: diberikan antibiotika dan analgesik.
Pada bagian labial biasanya tipis sehingga tidak perlu dipotong dengan bur.
Dengan elevator yang lebar, plate labial dan palatinal dipatahkan.
Selanjutnya keduanya disatukan dengan cara menekan dengan jari.
Flap dikembalikan dengan penjahitan.
Diperlukan spilnt.
Post op: antibiotika dan analgesik. (sembuh dalam waktu 4-6 mgg).
7
Komplikasi Alveoplasty.
Pada tindakan alveoplasty komplikasi yang dapat terjadi adalah
Infeksi.
Resobsi tulang meningkat.
5. Pengangkatan Torus.
A. Torus Palatinus.
Torus palatinus adalah bony mass berupa tonjolan pada prosesus palatinus dengan
permukaan kortikal yang pada dan inti cancellous yang minimal. Sifatnya jinak dan tumbuh
lambat. Mukosa yang menutupi torus pada umumnya tipis karena pengaruh regangan
ekspansiya. Vascular suply ke membran mukosa relatif sedikit dibanding daerah lain
dirahang. Etiologi sampai saat belum diketahui secara pasti, kemungkinan bisa timbul oleh
karena herediter, trauma superficial, maloklusi dan respon fungsi pengunyahan. Ukuran dan
bentuk bentuk torus palatinus sangat bervariasi, namun frewkuensi bentuk nodular lebih
banyak dari pada bentuk fusiform. Tipe bodular mempunyai median groove di median sutura
palatinal. Pada pengambilan torus palatinus struktur penting yang perlu diperhatikan adalah
jarak antara massa dengan cavum nasi.
Bila mukosanya mendapat trauma, ulserasi dan sukar sembuh karena vaskularisasinya
sangat minimal.
Bila pasien tidak dapat diyakinkan bahwa torus palatinus bukan malignant tumor.
Bila torus mempengaruhi desain dan konstruksi suatu gigi tiruan lepasan.
o Menjadi undercuts.
o Berpengaruh terhadap posterior palatal seal dari gigi tiruan.
o Berpengaruh pd stabilisasi gigi tiruan (menjadi titik fulkrum).
Teknik operasi
dlanjutkan ke kanan & kiri., sehingga pada kedua ujung membentuk huruf V.
Flap dipisahkan dari periosteum menggunakan rasparatorium.
Torus yg tampak dibagi 2 bagian arah antero-posterior dan dibagi lagi dari arah garis
Reposisi flap flap tidak dipotong tetapi dibentuk dengan menekan ke dinding
palatum yg telah dikurangi agar tidak ada ruang kosong (dead space).
Pencegahan hematoma digunakan rubber drain,ditutup dengan splint atau stent
10
Komplikasi:
Hemoragik
Hematoma
Robeknya mukosa palatum.
Perforasi dasar hidung
Fraktur tulang palatinal.
B. Torus mandibularis.
Torus mandibularis adalah suatu eksostosis, biasanya terjadi bilateral pada permukaan
medial dari body dan prosesus alveolaris mandibula. Pada umumnya terdapat di daerah
caninus sampai premolar, tetapi kadang-kadang juga didapatkan sebagai multiple bony
nodules yang meluas dari insisiv sampai ke daerah molar. Komposisinya merupakan cortical
bone yang padat dengan medullary core yang minimal. Torus ini memiliki mukoperiosteum
yang tipis. Etiologi kemungkinan disebabkan oleh reaksi fungsi pengunyahan yang bersifat
menekan.
Indikasi pengangkatan torus mandibula:
Bila menjadi besar dan menyebabkan gangguan bicara / menyulitkan untuk makan.
Bila mukosa yang menutupinya mengalami ulserasi karena trauma dan sukar sembuh.
Bila bertujuan memudahkan pembuatan konstruksi gigi tiruan lepasan.
Teknik Operasi:
Insisi di atas alveolar cresst prosesus alveolaris ( dari molar ke daerah insisivus). bila
bilateral maka insisi dibuat di 2 tempat berbeda dengan tujuan untuk memudahkan
Dihaluskan dengan bone file + irigasi dengan laruatan saline/ ringer laktat.
Flap dikembalikan dan dijahit.
Indikasi : bila eksostosis besar dan tajam serta bila terkena tekanan terasa sakit.
Struktur penting: arteri dari anterior palatinal, vena dan syaraf letaknya sangat
o Eksostosis yang tampak diambil menggunakan knabel tang, bur atau chisel.
o Flap dikembalikan dengan penjahitan.
B.Pengangkatan eksostosis didaerah bukal
Eksostosis di daerah permukaan lateral atau bukal prosesus alveolaris biasanya
terdapat di maksila dan didapatkan kurang luas di daerah mandibula. Eksostosis terjadi dekat
dengan puncak prosesus alveolaris terutapa pada daerah molar dan premolar.
Indikasi:
o untuk mendapatkan akurasi hasil cetakan pad pembuatan gigi tiruan.
o Untuk mendapatkan stabilitas dan retensi gigi tiruan.
Teknik operasinya:
o Insisi dibuat pada lingir prosesus alveolaris, dibagian anterio dibuat insisi
miring (oblique).
o Flap dipisahkan dari tulang menggunakan rasparatorium.
o Eksostosis yang kelihatan diambil dengan menggunakan knabel tang, bur atau
chisel.
o Dihaluskan dengan bone file + irigasi larutan saline.
o Flap dikembalikan dengan dijahit.
o Insisi dibagian posterior dari sisi bukal dan palatinal tubermaksilaris dari
alveolar ridge terus memanjang ke arah anterior sehingga kedua garis bertemu.
o Tuber yang kelihatan dikurangi menggunakan knabel tang.
o Dihaluskan menggunakan bone file + irigasi larutan saline.
o Flap dikembalikan dan dijahit.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Peterson, Ellis, Hup, Tucker. Contemporary Oral and Maxilllofacial Surgery. 3rd
4. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa Purwanto, drg.,
Basoeseno, MS., drg. EGC. Jakarta. 1996; h.119-22.
5. Dimitroulis G. A Synopsis of Minor Oral Surgery. Elseveir. Australia. 1997; p.11315
15