Anda di halaman 1dari 28

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Sindrom Dispepsia Dalam konsensus Roma II tahun 2000 disepakati dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit yang berpusat di perut bagian atas.1 Sindrom dispepsia juga didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, atau rasa panas yang menjalar di dada.2 1.2 Anatomi gaster Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits/ lekukan yang berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari sel- sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah kardia terdiri < 5% kelenjar gaster mengandung mukus dan kelenjar-kelenjat endokrin. Sebagian besar kelenjar gaster ( 75%) terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin, dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin ( termasuk sel sel gastrin) dan didapati di daerah antrum.3 Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di daerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik. Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak yaitu : perusak endogen ( HCl, pepsinogen, dan garam empedu), perusak eksogen ( obat-obatan, alkohol, dan bakteri). Untuk penangkal iritasi dalam mempertahankan keutuhan dan perbaikan mukosa terdapat 3 sitem pertahanan : lapisan pre epitel yaitu berupa mukus ( campuran air dan lipid), epitel permukaan (restitusi, prostaglandin growth factor, dan proliferasi sel), dan lapisan sub epitel ( peningkatan aliran darah, dan akumulasi leukosit).3

Gambar 1. Anatomi Gaster 4 Tiga tahap sekresi lambung :4


1. Tahap sefalik, terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke

dalam mulut atau tampilan, bau atau pikiran tentang makanan, merangsang sekresi lambung.
2. Tahap lambung, terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung sampai

makanan masih ada.


3. Tahap usus, terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang

kemudian memicu faktor saraf dan horman 1.3 Epidemiologi Sindrom Dispepsia Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek sehari- hari. Diperkirakan hampir 30 % kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka negara barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7- 41%, tapi hanya 10 20% yang mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan 1-8%. Sementara di Indonesia belum ada data epidemiologinya.3

1.4 Klasifikasi
2

Klasifikasi dispepsia tebagi dua, yaitu:5 a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya b. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Tabel 1 Diagnosis banding nyeri atau ketidaknyamanan abdomen atas5

1.5 Etiologi Etiologi sindroma dispepsi antara lain:6 1. Obat-obatan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), antibiotik (makrolides, metronidazole), besi, KCl, digitalis, estrogen, Etanol (alkohol), kortikosteroid, levodopa, niacin, gemfibrozil, narkotik, quinidine, theophiline 2. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan) a. Alergi : susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan beberapa jenis buah-buahan b. Non-alergi Produk alam: laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein, dan lain-lain.
3

Bahan kimia: monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit, nitrat, dll. Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya,

misalnya pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau esophagitis. 3. Kelainan struktural a. Penyakit oesophagus Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia Akhalasia Obstruksi esophagus Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock Ulkus gaster dan duodenum Karsinoma gaster Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis Kholesistitis Pankreatitis Karsinoma pankreas Malabsorbsi Obstruksi intestinal intermiten Sindrom kolon iritatif Angina abdominal Karsinoma kolon

b. Penyakit gaster dan duodenum

c. Penyakit saluran empedu

d. Penyakit pankreas

e. Penyakit usus

4. Penyakit metabolik / sistemik a. Tuberculosis b. Gagal ginjal c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
4

d. Diabetes melitius e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid f. Ketidakseimbangan elektrolit g. Penyakit jantung kongestif 5. Lain-lain a. Penyakit jantung iskemik b. Penyakit kolagen Dispepsia biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus menerus. Dispepsia disebabkan oleh : Menelan udara ( aerofagi), Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi lambung (gastritis), Ulkus gastrikum atau Ulkus duodenalis, kanker lambung, peradangan kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya), kelainan gerakan usus, pengeluaran asam lambung berlebih pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori ( sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil ) ketika asam lambung yang dihasilkan keluar lebih banyak kemudian pertahanan dinding lambung menjadi lemah, bakteri ini bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan makanan yang kurang, gangguan gerakan saluran cerna dan stres psikologis.6 1.6 Patofisiologi Patofisiologi dari sindroma dispepsia diantaranya:1,3 1. Abnormalitas Motorik Gaster Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala- gejala dispepsia tidak jelas. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal.

Pada beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat. 2. Perubahan sensitivitas gaster Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas terhadap distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini. 3. Stres dan faktor psikososial Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional dari pada subyek kontrol yang sehat. Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat gangguan akomodasi dan motilitas gaster. Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan nongastrointestinal seperti nyeri muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik. 4. Gastritis Helicobacter pylori Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis nonerosif non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena gambaran histologik yang ada tidak dapat meramalkan penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan. Diagnosis endoskopik gastrtitis akibat infeksi Helicobacter pylori sangat sulit karena sering kali gambarannya tidak khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik tampak berat tetapi gambaran endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran endoskopik yang sering dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacter pylori adalah: a. Erosi kronik di daerah antrum b. Nodularitas pada mukosa antrum c. Bercak-bercak eritema di antrum
6

d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah korpus Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia fungsional masih kontroversi. Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia fungsional tidak berbeda dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia fungsional menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia fungsional dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia fungsional dengan Helicobacter pylori positif.7 5. Kelainan fungsional gastrointestinal Dispepsia fungsional cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional gastrointestinal, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala ekstra gastrointestinal seperti migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi. Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif seperti nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi buang air besar atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia,yaitu perut kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh kembung yang lebih parah. Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu muncul pada semua penderita.

1.7 Manifestasi klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan, membagi dipepsia menjadi tiga tipe: 1,7 1. Dispepsia dengan keluahan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala: Nyeri epigastrium terlokalisasi Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
7

Nyeri saat lapar Nyeri episodik Mudah kenyang Perut cepat terasa penuh saat makan Mual Muntah Upper abdominal bloating Rasa tidak nyaman bertambah saat makan Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

2. Dispepsia degan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan gejala :

3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas).

1.8 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik, pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi penyakit organik/struktural. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik1,8 Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu. Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang. Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia:

Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus duodenum Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.

Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik. Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.

Pemeriksaan Penunjang1,3 Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia). Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: CLO (rapid urea test) Patologi anatomi (PA) Kultur mikoorganisme (MO) jaringan PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu
9

1. Laboratorium

diperiksa CEA, dugaan kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. Dan lain lain pemeriksaan laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma dispepsia. 2. Radiologi Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di saluran makan. Setidak - tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang menurun terutama dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltic di daerah kanker, bentukdari lambung berubah. Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda seperti terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di yeyenum yang disebut Sentinel loops. 3. Endoskopi Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan di esofagus, lambung, dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa , lesi tumor jinak atau ganas. Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di antaranya ialah: esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau ganas yang umumnya lokasinya di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus, antrum, dan prepilorus, diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas. Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan (duodenitis), tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden. Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus , lambung maupun di duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak. 4. Ultrasonografi
10

Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhirakhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnosis dari sesuatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang beratpun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kearah kelainan di traktus biliaris , pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esofagus dan lambung. 5. Sidik abdomen Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab organik. 6. Manometri Esofago-gastro-duodenum Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak dikembangkan. Dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia merupakan gangguan pengosongan lambung. 7. Waktu Pengosongan Lambung Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia terdapat perlambatan pengosongan lambung 30-40%. 1.9 Penatalaksanaan Umum1,2,4,6 Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentral kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

11

12

Pengobatan dispepsia antara lain: 1. Diet Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy Diet. Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, dan alkohol.

2. Antasida 20-150ml/hari
13

Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan untuk sindroma dispepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. 3. Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 4. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

14

5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)


15

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

6. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). 7. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung ( acid clearance).

16

1.10 Pencegahan1 Pencegahan dispepsia antara lain: Atur pola makan seteratur mungkin. Olahraga teratur. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain). Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain). Hindari makanan yang terlalu pedas. Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat antiinflammatory, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding lambung. Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.

1.11 Prognosis Sindrom dispepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.1

BAB II LAPORAN KASUS

17

UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur/ b. Pekerjaan/pendidikan c. Alamat : Hj. Rosmaini/ Perempuan/ 75 tahun : Ibu rumah tangga : Jl. Yogyakarta No. 15, Padang

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status Perkawinan b. Jumlah Anak/ Saudara c. : Menikah : 6 orang suami, sewa kos-kosan dan dari anak-anaknya yang sudah bekerja d. KB e. Kondisi Rumah : Tidak ada. Punya riwayat menggunakan kontrasepsi usia 35 tahun yaitu pil selama 3 bulan, spiral 6 bulan, steril : Rumah permanen, dua lantai, 6 kamar tidur, dan 2 kamar mandi. Lantai rumah dari keramik, ventilasi udara dan sirkulasi udara baik, pencahayaan cukup, kamar pasien cukup lapang. WC dalam rumah Listrik ada Sumber air minum air galon, sumber air untuk mandi, memasak, dan keperluan harian dari PDAM Halaman rumah cukup luas, bersih dan tertata rapi Bak mandi kelihatan bersih dan dikuras 1 x/seminggu. Sampah di buang di tempat pembuangan sampah umum Rumah dihuni oleh 2 orang yang terdiri dari pasien dan suami pasien Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan baik
18

Status Ekonomi Keluarga: Mampu, dimana penghasilan didapat dari dana pensiun

f. Kondisi Lingkungan Keluarga Pasien tinggal di lingkungan kompleks yang cukup padat penduduk Warga di sekitar lingkungan sangat individual dan sibuk dengan aktivitas masingmasing Lingkungan sekitar cukup bersih dan tertata dengan rapi

3. Aspek Psikologis di keluarga Hubungan dengan anggota keluarga baik Faktor stres dalam keluarga tidak ada, dimana hubungan dengan sanak keluarga terjalin baik. Anak pasien dan cucu beliau tiap minggu mengunjungi pasien, sehingga pasien tidak ada merasa kesepian. 4. Keluhan utama : sakit di ulu hati 5. Riwayat Penyakit Sekarang Sakit di ulu hati sejak 2 minggu yang lalu dan meningkat sejak 4 hari ini. Pasien sebelumnya sering telat makan karena asik membersihkan rumah dan kamar kosan yang baru dikosongkan oleh penyewanya. Sakit ini berkurang jika setelah makan Mual ada, dan muntah tidak ada Kembung ada Sering sendawa-sendawa ada Kebiasaan makan pasien selalu memakan makanan yang pedas-pedas, karena jika tidak pedas nafsu makan pasien hilang. Riwayat meminum jamu-jamuan ( kunyit asam) tidak ada sejak pasien gadis Riwayat sering menggunakan obat-obat sakit kepala di beli di kedai tidak ada BAK jumlah dan warna biasa BAB warna dan konsistensi biasa. Pasien telah menderita penyakit seperti ini sejak usia 40 tahun, dan telah sering berobat ke Puskesmas dan rumah sakit. Pasien pernah dibawa ke IGD M. Djamil
19

6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga

Padang karena sakit perut di ulu hati yang tak tertahankan, dokter mengatakan bahwa pasien menderita sakit maagh, pasien dianjurkan untuk diteropong lambungnya, namun pasien menolak. Pasien saat itu hanya diberikan obat injeksi dan dipulangkan. Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan penyakit yang sama.

7. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Nadi Nafas TD Suhu BB Mata Kulit THT Leher Dada Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Kiri : iktus tidak terlihat : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V : : 1 jari medial LMCS RIC V Kanan : LSD
20

: Sedang : CMC : 86x/ menit : 18x/menit : 130/80 mmHg : 37,4 0C : 48 Kg : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik : Pucat tidak ada, sianosis tidak ada, ikterik tidak ada : tidak ada kelainan : tidak ada pembesaran KGB

: simetris kiri dan kanan : fremitus kiri sama dengan kanan : sonor : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Atas Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Punggung Alat kelamin : Tidak diperiksa

: RIC II : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

: Perut tidak tampak membuncit : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan (+) di epigastrium : Timpani : BU (+) N

: Nyeri tekan dan nyeri ketok CVA tidak ada.

Anggota gerak : Akral hangat, refilling kapiler baik, Rf +/+, Rp -/8. Laboratorium : tidak dilakukan 9. Pemeriksaan anjuran : Endoskopi

10. Diagnosis Kerja Sindrom Dispepsia

11. Diagnosis Banding : Tidak ada

12. Manajemen a. Preventif : Hindari makan makanan yang mengandung gas seperti kol, lobak dan nangka Hindari makan makanan yang pedas-pedas, makanan berlemak dan kopi Makan secara teratur

b. Promotif :
21

1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini akan kambuh jika pasien stres, atau tidak patuh dengan nasehat dokter 2. Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini agar pasien patuh untuk berobat c. Kuratif : Istirahat dan Diet yang ketat (makan secara teratur, porsi kecil tapi sering dan rendah lemak) Medikamentosa : Antasida tab 3 x 1 tab Omeprazol tab 2x20 mg Vitamin B complex 3x1 tab

d. Rehabilitatif : Jika nyerinya makin bertambah, ada muntah darah, buang air besar berdarah, berat badan menurun, sulit menelan maka segera dibawa ke puskesmas atau ke Rumah sakit. Pasien disarankan untuk kontrol lagi ke Puskesmas untuk melihat kembali apakah bertambah parah.

Dinas Kesehatan Kodya Padang Puskesmas Nanggalo

22

Dokter Tanggal

: Madona Utami Dewi : 12 Desember 2012

R/ Antasida tab No. X 3 dd tab I a.c __________________________________________ R/ Omeprazol tab 20 mg No. X 2 dd tab I __________________________________________ R/ Vitamin B compleks 3 dd tab I __________________________________________ No. XV

Pro

: Hj. Rosmaini

Umur : 75 tahun Alamat : Jl Yogyakarta No. 15, Padang

BAB III DISKUSI

23

Seorang pasien datang ke Puskesmas Nanggalo dengan keluhan utama sakit di ulu hati. Dan di diagnosis dengan Sindroma Dispepsia. Diagnosis di tegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis di dapatkan Sakit di ulu hati sejak 2 minggu yang lalu dan meningkat sejak 4 hari ini. Sakit di ulu hati sejak 2 minggu yang lalu dan meningkat sejak 4 hari ini. Pasien sebelumnya sering telat makan, sakit ini berkurang jika setelah makan, mual ada, kembung ada, sering sendawa-sendawa ada, kebiasaan makan pasien selalu memakan makanan yang pedas-pedas. Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan di epigastrium, dan pemeriksaan lainnya normal. Dari riwayat penyakit pasien telah menderita penyakit seperti ini sejak usia 40 tahun, dan telah sering berobat ke Puskesmas dan rumah sakit. Pasien pernah dibawa ke IGD M. Djamil Padang karena sakit perut di ulu hati, dokter mengatakan pasien menderita penyakit maagh yang sudah lama, pasien disarankan untuk teropong lambung, namun pasien menolak. Pasien saat itu diberikan obat injeksi dan dipulangkan. Pencetus awalnya penyakit pasien ini adalah karena kebiasaan sering makan telat sejak usia muda dan kebiasaannya suka makan makanan yang pedas. Dimana ini semua akan merangsang pembentukan asam lambung sehingga akan menyebabkan kerusakan dari mukosa lambung, akibatnya munculah gejala sindrom dispepsia. Pada saat sekarang penyakitnya kambuh lagi disebabkan karena beberapa hari sebelumnya pasien telat makan karena lupa dan keasikan membersihkan rumah yang baru dikosongkan oleh penyewanya. Ditambah lagi usia pasien saat ini adalah 75 tahun, dimana pada usia tua barier pertahanan lambung sudah menipis, sehingga lebih sensitif terhadap asam lambung. Diagnosis banding dari pasien ini adalah tidak ada karena dari gejala yang dikeluhkan sudah bisa di tegakkan penyakit pasien adalah sindrom dispepsia. Jika dikaji lagi dari keluhan yang lebih dominan berupa keluhan sakit di ulu hati maka bisa diduga bahwa sindroma dispepsia yang diderita pasien lebih ke arah tipe ulkus. Namun untuk menentukan apakah ini gastritis atau sudah terjadi ulkus peptikum maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu endoskopi dan pemeriksaan H. pilory. Pasien ini seharusnya dirujuk karena berdasarkan algoritma sindroma dispepsia di masyarakat jika pasien berusia >45 tahun atau

24

usia < 45 tahun disertai dengan alarm symptoms maka pasien dirujuk untuk pemeriksaan dan tatalaksana lanjutan. Pada pasien ini diberikan pengobatan medikamentosa omeprazol dan antasida. Berdasarkan literatur kalau pasien menderita sindrom dispepsia ec.gastritis karena H.pilory maka pengobatannya adalah golongan PPI di tambah amoksisilin. Disini tidak diberikan karena yang sekarang belum tentu akibat H.pilory. Untuk pencegahannya agar tidak kambuh lagi adalah hindari makan makanan yang mengandung gas seperti kol, lobak dan nangka, hindari makan makanan yang pedaspedas, makan secara teratur dengan porsi kecil namun sering, hindari stres dan kelelahan kemudian pasien diminta segera ke rumah sakit jika sakit ulu hatinya bertambah parah, muntah darah, buang air besar berdarah, berat badan turun, dan sulit menelan.

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Djojoningrat, Dharmika.2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5,p 529-33. Jakarta: Internal Publishing 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 3. Tarigan, Pengarapen. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Dikutip dari http://payayat.blogspot.com/2011/11/anatomi-lambung.html. Tanggal 15

Desember 2012 5. Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publishing 6. Mansjoer, Triyani, Savitri, Wardhani, Setiowulan. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 7. Hirlan.2009. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 8. Jawetz, Melnick, Adelbergs. Medical Microbiology. Edisi ke-24. United States of America : McGraw-Hill ; 2007.

DOKUMENTASI

26

Rumah tampak depan

Ruang Tamu

Ruang Makan

27

Dapur

Dapur

Kamar Mandi
28

Anda mungkin juga menyukai