Anda di halaman 1dari 8

REFERAT Gangguan Cemas Perpisahan

Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Jiwa Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Dokter Pembimbing : dr.Susi Wijayanti,Sp.KJ

Disusun oleh : Maria Cattleya 11.2012.295 Yuniasih 11.2012.140 Grace Niken Nindita 11.2012.309 Muhd Farhan Bin Mohd Jaafar 11.2012.210 Muhammad Syafiq Bin Ahmad Musthafa 11.2012.238

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 2013

PENDAHULUAN Gangguan kecemasan akan perpisahan adalah kecemasan dan kekhawatiran yang tidak realistik pada anak tentang apa yang akan terjadi bila anak berpisah dengan orang-orang yang berperan penting dalam hidupnya misalnya orang tua. Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal, atau tidak kembali karena satu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (dia akan hilang, diculik, disakiti, atau dibunuh). Karena alasan tersebut, anak itu enggan dipisahkan dari orang lain, dan mungkin karena itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa disertai orang lain. Dalam beberapa kasus, anak mungkin mengeluh terhadap simtom-simtom fisik (misalnya, rasa mual, sakit kepala, sakit perut, muntah-muntah, dsb) atau tidak mau pergi kesekolah semata-mata karena takut akan terjadinya perpisahan bukan karena alasan lain, seperti kekhawatiran akan peristiwa-peristiwa di sekolah. Selain masalah itu, gangguan rasa cemas akan perpisahan dapat menganggu dan memperlambat perkembangan sosial anak karena anak tidak mengembangkan kemandiriannya atau belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selanjutnya bila anak dipisahkan (ditinggalkan), dia tidak dapat berfungsi dengan baik karena ia tertekan oleh rasa takut terhadap apa yang terjadi dengan dirinya atau terhadap orang-orang yang berpisah dengannya. Meskipun dia berada bersama dengan orang-orang yang penting bagi dirinya, tetapi fungsi anak itu bisa terganggu karena adanya kecemasan antisipatori terhadap kemungkinan terjadinya perpisahan. Karena merasa sedih yang berlebihan, maka anak itu akan menangis, merana, apatis, atau mengundurkan diri secara social pada saat sebelum atau sesudah berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang penting atau akrab dengannya.

EPIDEMIOLOGI Prevalansi gangguan ansietas perpisahan diperkirakan sekitar 4 persen pada anak-anak dan remaja muda. Gangguan ansietas perpisahan lebih lazim ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan remaja dan dilaporkan terdapat merata pada anak laki-laki dan perempuan.1-7 Onsetnya dapat terjadi selama tahun-tahun prasekolah, tetapi onset paling lazim pada anak usia 7-8 tahun.1

ETIOLOGI Faktor Biopsikososial Anak kecil yang imatur dan bergantung pada figure ibu terutama rentan terhadap

anxietas yang berlebihan akibat perpisahan. Hubungan antara ciri tanpa temperamental dan predisposisi untuk mengalami gejala anxietas telah diteliti. Kecenderungan temperamental

berupa sangat pemalu atau menarik diri pada lingkungan yang tidak dikenal tampak merupakan pola respon yang menetap, dan anak kecil dengan kecenderungan ini memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan anxietas selama beberapa tahun berikutnya.1Terdapat hubungan neurofisiologis pada inhibisi perilaku (sangat pemalu): Anakanak dengan kumpulan ini menunjukan memiliki denyut jantung istirahat yang lebih tinggi serta percepatan denyut jantung pada tugas-tugas yang memerlukan konsentrasi kognitif.1 Hubungan fisiologis tambahan pada inhibisi perilaku mencakup meningkatnya tingkat kortisol di dalam liur, meningkatnya katekolamin urin, dan dilatasi pupil yang lebih lebar selama tugas-tugas kognitif. Kualitas kelekatan maternal juga memegang peranan di dalam timbulnya gangguan anxietas. Ibu dengan gangguan anxietas yang terlihat menunjukan kelekatan yang tidak kokoh dengan anaknya cenderung memiliki anak dengan angka gangguan anxietas yang lebih tinggi1,4,5,. Stress kehidupan eksternal sering bertepatan dengan timbulnya gangguan ini.4,5 Kematian kerabat, penyakit anak, perubahan di dalam lingkungan anak, atau pindah ke lingkungan baru meningkatkan gangguan anxietas perpisahan.1,4,5

Faktor Pembelajaran Ansietas fobik dapat ditularkan dari orang tua ke anaknya melalui pemberian model secara langsung.1 Sejumlah orang tua tampak mengajari anaknya untuk menjadi cemas dengan terlalu melindungi mereka dari dugaan bahaya atau membesar-besarkan bahaya.4,5 Sebaliknya, orang tua yang marah pada anak saat adanya kekhawatiran fobik terhadap hewan dapat menimbulkan kekhawatiran fobik pada anak melalui intensitas kemarahan yang diekspresikan.

Faktor Genetik Kumpulan inhibisi perilaku temperamental, rasa malu yang berlebihan , kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan yang tidak akrab dan ansietas perpisahan semuanya cenderung memiliki peran serta genetik.1,4,5 Studi keluarga menunjukkan bahwa keturunan biologis dari orang dewasa dengan gangguan ansietas rentan menderita gangguan ansietas perpisahan pada masa kanak. Orang tua yang memiliki gangguan panik dengan agorafobia tampak memiliki risiko yang meningkat untuk memiliki anak dengan gangguan ansietas perpisahan1. Gangguan ansietas perpisahan dan depresi pda anak bertumpang tindih, dan beberapa klinsi memandang gangguan ansieatas perpisahan sebagai ciri gangguan depresif.1 Baru-baru ini, gen dugaan diketahui lokasinya untuk rasa malu yang terkait dengan ansietas perpisahan.1

DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS Gangguan anxietas perpisahan adalah gangguan anxietas yang paling lazim pada masa kanak. Untuk memenuhi kriteria diagnostic, menurut revisi teks edisi empat Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR) :1 A. Ansietas berlebihan dan tidak sesuai perkembangan akan perpisahan dari rumah atau dari orang-orang tempat individu melekat, yang dilihat dari tiga (atau lebih) hal berikut ini : (1) Terdapat penderitaan berlebihan dan berulang ketika terpisah dari rumah atau figure kelekatan utama atau diantisipasi. (2) Kekhawatiran persisten dan berlebihan mengenai kehilangan, atau mengenai kemungkinan bahaya yang akan menimpa, figure kelekatan utama (3) Kekhawatiran persisten dan berlebihan bahwa suatu peristiwa yang tidak diinginkan akan menyebabkan perpisahan dari figure kelekatan utamanya (misalnya diculik, atau tersesat) (4) Keengganan persisten atau penolakan untuk pergi ke sekolah atau tempat lain karena takut akan perpisahan. (5) Rasa takut yang persisten dan berlebihan atau keengganan untuk sendiri atau tanpa figure kelekatan utamanya di rumah atau tanpa orang dewasa yang signifikan di lingkungan lain. (6) Keengganan persisten atau penolakan untuk tidur tanpa berada di dekat figure kelekatan utamanya atau tidur jauh dari rumah (7) Mimpi buruk berulang yang meliputi tema perpisahan (8) Keluhan gejala fisik berulang (seperti sakit kepala, sakit perut, mual, ayau muntah) ketika perpisahan dengan figure kelekatan utama terjadi atau diantisipasi. B. Nama gangguan ini sedikitnya 4 minggu C. Onsetnya sebelum usia 18 tahun D. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan) atau area fungsi penting lainnya. E. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan pada remaja serta orang dewasa, sebaiknya tidak disesbabkan oeleh gangguana panik dengan agoraphobia

Diferensial Diagnosis1 Kriteria Ansietas Perpisahan Fobia Sosial Ansietas Menyeluruh

Durasi min. tegak diagosa

Sedikitnya 4 minggu

Tidak ada minimumnya

Sedikitnya 6 bulan

Onset usia

Pra-sekolah hingga 18 tahun

Tidak rinci

Tidak rinci

Stres pencetus

Perpisahan dari figur orang tua yang signifikan,kehilangan lain, berpegian

Tekanan untuk partisipasi sosial dengan sebaya

Tekanan yang tidak lazim pada penampilan, kerusakan pada hargadiri,rasa kurang kompetensi

Hubungan dengan sebaya

Baik jika perpisahan tidak terlibat

Tentatif, terlalu terhambat

Terlalu ingin menyenangkan, mencari sebaya dan terbentuknya hubungan yang bergantung

Tidur

Enggan atau penolakan untuk tidur tidur, takut gelap, mimpi buruk

Kesulitan untuk jatuh Kesulitan untuk jatuh tertidur tertidur

Keluhan sakit perut, Gejala mual, muntah, gejala Muka memerah, tubuh tegang Sakit perut, mual, muntah, benjolan di tenggorok, nafas pendek,pusing, palpitasi

Psikofisiologis mirip-flu, sakit kepala, palpitasi, pusing, pingsan

TERAPI Rencana terapi multimodal---termasuk terapi kognitif-perilaku, edukasi keluarga, dan intervensi psikososial keluarga---dianjurkan di dalam penatalaksanaan awal gangguan anxietas perpisahan.1,7 Intervensi farmakologik dianjurkan ketika strategi tambahan diperlukan untuk mengendalikan gejala.1,7 Terapi kognitif-perilaku saat ini direkomendasikan secara luas sebagai terapi lini pertama untuk berbagai gangguan anxietas pada anak, termasuk gangguan anxietas perpisahan. Strategi kognitif spesifik dan latihan relaksasi juga merupakan komponen terapi untuk beberapa anak untuk memberikan mereka mekanisme yang dapat mereka gabungkan untuk mengendalikan anxietasnya.1 Intervensi keluarga dapat menjadi kritis di dalam penatalaksanaan gangguan anxietas perpisahan, terutama pada anak yang menolak untuk hadir di sekolah, sehingga pendorongan anak untuk hadir di sekolah dipertahankan sambil juga memberikan dukungan yang sesuai. Farmakoterapi dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) terlihat efektif di dalam terapi gangguan anxietas pada anak1. Antagonis resemptor B-adrenegik, seperti propanolol dan buspirone, telah digunakan secara klinis pada anak dengan gangguan anxietas, tetapi tidak ada baru-baru ini yang menyokong efektivitasnya.1,7 Diphenhydramine dapat digunakan dalam jangka pendek untuk mengendalikan gangguan tidur pada anak dengan gangguan anxietas. Alprazolam, suatu benzodiazepine juga dapat membantu di dalam mengendalikan gejala anxietas pada gangguan anxietas perpisahan. Clonazepam dapat berguna di dalam mengendalikan gejala panic dan anxietas lainnya. Penolakan sekolah yang terkait dengan gangguan anxietas perpisahan bisa dipandang sebagai gawat-darurat psikiatrik.1,7 Rencana terapi yang komprehensif meliputi anak, orang tua, dan sebaya serta sekolah. Anak harus didorong untuk hadir di sekolah, tetapi jika kembali ke jadwal sekolah sehari penuh terlalu berlebihan, sebuah program harus disusun untuk anak agar meningkatkan waktunya di sekolah secara progresif.7 Kontak bertahap dengan objek anxietas adalah suatu bentuk modifikasi perilaku yang dapat diterapkan untuk setiap jenis anxietas perpisahan.1,7 Pada beberapa kasus berat penolakan untuk sekolah, perawatan di rumah sakit bisa diperlukan. Modalitas kognitif-perilaku dapat digunakan di dalam psikoterapi, termasuk pajanan pada perpisahan yang ditakuti dan strategi kognitif seperti menghadapi pernyataan diri yang ditujukan untuk meningkatkan rasa otonomi dan penguasaan.1,7

PROGNOSIS Perjalanan gangguan dan prognosis gangguan ansietas perpisahan beragam dan terkait dengan onset usia, lama gejala, dan timbulnya ansietas dan gangguan depresif bersamaan. Anak kecil yang mengalami gangguan ini tetapi dapat mempertahankan kehadirannya di sekolah umumnya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan remaja yang mengalami gangguan ini dan menolak hadir di sekolah untuk waktu yang lama.1 Sebagian besar anak yang pulih juga melakukan hal ini dalam tahun pertama. Onset usia yang dini dan usia yang lebih tua saat diagnosis adalah faktor yang memperkirakan terjadinya pemulihan yang lebih lambat.1 Meskipun demikian, hampir sepertiga dari kelompok yang dipelajari mengalami gangguan psikiatrik lain dalam periode pemantauan lanjutan, dan 50 persen dari anak ini mengalami gangguan ansietas lain. Laporan-laporan menunjukkan tumpang-tindih yang signifikan antara gangguan ansietas perpisahan dengan gangguan depresif. Pada kasus yang rumit ini, prognosis terbatas.1

PENUTUP Reaksi kecemasan yang dimunculkan pada anak akan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilanga, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Pada masa prasekolah reaksi anak terhadap kecemasan karena efek dari hospitalisasi adalah menolak makan, sering bertanya, menangis, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah berontak, tidak mau bekerjasama dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Sedangkan pada kondisi kecemasan akibat perpisahan, anak akan memberikan respon berupa perubahan perilaku.

DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan & Sadock. Buku ajar psikitari klinis. Edisi Kedua bahas Indonesia.Jakarta:EGC;2010. 2. Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. 3. Wong, Donna L. 2008. Kinerja: Buku Ajar Keperawatan Peditrik. Ed.6. Jakarta: EGC. 4. Hurlock, Elizabeth B.2008. Perkembangan Anak. Ed.6. Jakarta: EGC. 5. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. 6. Hidayat, Aziz.A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika. 7. Katinawati, Haryani, Syamsul. 2011. Pengaruh Terapi Bermain dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) yang mengalami Hospitalisasi RSU Daeah Tugurejo, Semarang. (jurnal: diakses 19 Maret 2013)

Anda mungkin juga menyukai