Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Masa remaja ditandai dengan pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah terbayangkan dan dialami. Dalam bidang fisikbiologis maupun psikis atau kejiwaan. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini terlebih lagi karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang terletak di luar sekolah. Dalam kaitan itu, permasalahan siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja. Fungsi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuantujuan perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenap kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan kesana. Di sinilah dirasakan perlunya layanan bimbingan dan konseling disamping kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan pengamatan, kondisi sekarang menunjukkan bahwa banyak siswa yang kurang memahami makna dan manfaat yang bisa diambil dari kegiatan berkonseling. Siswa juga enggan mendatangi guru pembimbing untuk berkonseling, terkadang siswa hanya mau berkonseling jika dipanggil oleh konselor saja. Akibat banyak siswa yang mengalami permasalahan

namun tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya sehingga pada akhirnya dapat menghambat proses tumbuh dan kembangnya siswa itu sendiri seperti nilai belajar menurun, tindakan melanggar tata tertib, kenakalan remaja, dan sebagainya. Selain itu banyak manfaat yang bisa diambil siswa setelah berkonseling seperti mereka mempunyai perencanaan yang terarah dalam mengoptimalkan potensi, minat, dan bakat yang mereka miliki. Menurut Slameto (2003: 180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka antara guru BK/konselor sekolah dengan siswa yang berusaha memecahkan masalah dengan mempertimbangkannya bersama-sama sehingga siswa dapat memecahkan masalahnya berdasarkan keputusannya sendiri. Minat konseling adalah suatu rasa ketertarikan untuk melakukan hubungan timbal balik antara konselor dengan konseli yang dilakukan dengan tatap muka ataupun wawancara yang berisi usaha bantuan terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Menurut Willis (2004: 7) salah satu hal yang menjadi penyebab enggannya siswa berkonseling adalah persepsi siswa yang keliru akan layanan bimbingan dan konseling itu sendiri, di antaranya kebanyakan guru pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah. Dampaknya adalah guru pembimbing seperti dijauhi siswa.

Hal lain mempengaruhi rendahnya minat siswa berkonseling adalah kepribadian konselor itu sendiri, pada umumnya seorang konselor diharapkan memiliki sikap tenang, menawan hati, memiliki kapasitas berempati, ditambah lagi dengan beberapa sifat kepribadian lainnya seperti : sederhana, jujur, emosi stabil, ramah, mempunyai perhatian terhadap orang lain. Klien lebih senang mendatangi konselor yang dianggap mempunyai kepribadian baik daripada konselor yang dianggap galak, cerewet, semena-mena dan sebagainya. Menurut Perez (dalam Surya, 2003:63) bahwa seorang konselor merupakan titik tumpu dalam membentuk kepribadian yang khas. Maka, diharapkan dengan adanya kepribadian yang positif dalam diri klien lebih meningkatkan minat siswa berkonseling. Salah satu usaha untuk membantu menyelesaiakan masalah siswa adalah dengan memberikan layanan bimbingan kelompok. Adapun teknik yang digunakan dalam layanan ini salah satunya adalah teknik homeroom. Bentuk teknik ini berupa proses pemberian layanan yang dilakukan dalam suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana rumah yang bebas serta menyenangkan. Suasana bebas tanpa adanya tekanan memungkinkan muridmurid untuk melepaskan perasaannya dan mengutarakan pendapatnya yang tidak mungkin tercetuskan dalam pertemuan-pertemuan formal. Isi dari layanan bimbingan kelompok ini merupakan upaya penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri, dan masalah hubungan antar pribadi. Informasi tersebut diberikan terutama dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan

pemahaman diri individu dan pemahaman terhadap orang lain (Romlah, 2001:3). Tohirin (2007:120) mengemukakan dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok, aktivitas dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta layanan. Dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok. Dinamika kelompok ini dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling kelompok. Manfaat yang bisa diperoleh konseli dalam melakukan bimbingan kelompok antara lain: meningkatkan persaudaraan antara anggotaanggotanya, melatih keberanian konseli dalam berbicara di depan orang banyak dalam menanggapi permasalahan yang dialami anggota kelompok yang lain, serta melatih keberanian konseli untuk mengemukakan masalahnya. Hasil yang bisa diperoleh dari kegiatan bimbingan kelompok adalah konseli lebih mampu memahami diri dan lingkungannya, dan dapat mengembangkan diri secara optimal untuk kesejahteraan diri dan kesejahteraan masyarakat. Penggunaan teknik Homeroom ini diharapkan juga mampu

meningkatkan minat siswa untuk berkonseling karena pada dasarnya teknik ini lebih menekankan pada suasana kekeluargaan yang sangat cocok bagi siswa yang bermasalah. Dengan suasana yang menyenangkan dan akrab, siswa merasa aman dan diharapkan dapat mengungkap masalah-masalah yang tidak dapat dibicarakan dalam kelas pada waktu pelajaran bidang studi (Romlah, 2001: 123).

Dalam layanan bimbingan kelompok minat merupakan hal yang penting dalam berhasilnya pelaksanaan dan tercapainya hasil yang ingin dicapai dalam proses bimbingan kelompok. Minat berkonseling adalah suatu rasa tertarik yang ada pada diri siswa untuk melakukan proses konseling guna menyelesaikan masalahnya dengan bantuan dari anggota kelompok. Oleh karena itu melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom diharapkan dapat menarik siswa untuk berkonseling baik secara individual maupun kelompok. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan bimbingan konseling Penerapan layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom dalam meningkatkan minat berkonseling siswa kelas X SMA Negeri 2 Rembang tahun pelajaran 2011/2012.

B. Perumusan Masalah Apakah penerapan layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dapat meningkatkan minat berkonseling siswa kelas X SMA N 2 Rembang?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran bagaimana peneliti dapat menemukan caracara atau metode dalam memberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom tentang

bimbingan dan konseling di sekolah, sehingga siswa yang sedang menghadapi masalah dapat mempunyai minat untuk melakukan konseling kepada guru BK/konselor sekolah. Untuk itu dapat dilakukan dengan layanan bimbingan kelompok yang terprogram, berjangka dan berkesinambungan sehingga dapat tercapai tujuan yang di inginkan.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak baik secara teoritis maupun praktis : 1. Manfaat teoretis Menambah wawasan dan pengetahuan bagi guru BK/konselor sekolah tentang manfaat layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom dalam upaya meningkatkan minat siswa untuk melakukan konseling. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru BK/konselor sekolah sebagai masukan dalam memberikan

layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom agar siswa dapat mempunyai minat untuk melakukan konseling. b. Bagi siswa sebagai informasi betapa pentingnya menumbuhkan minat konseling karena hal tersebut dapat membantu siswa dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapai. c. Bagi peneliti sebagai bahan dalam mengembangkan wawasan, menambah penegetahuan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, terutama mengenai

pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom terhadap minat melakukan konseling siswa. d. Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan bahwa layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom dapat menambah minat melakukan konseling siswa sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi siswa baik dalam bidang pribadi, sosial, belajar, karir, keluarga, maupun agama.

E. Identifikasi Masalah Seringkali siswa mengurungkan niatnya untuk melakukan konseling kepada guru BK/konselor sekolah, siswa malu jika masalahnya diketahui oleh guru BK/konselor sekolah, siswa malas untuk menghadap guru BK/konselor sekolah, siswa takut dan tidak berani untuk melakukan konseling, siswa lebih cenderung nyaman menceritakan masalahnya kepada teman, ketersediaan waktu yang kurang memadai, serta persepsi siswa tentang seorang guru BK/konselor sekolah mengenai sikap, tingkahlaku, dan kepribadiannya membuat siswa seringkali mengurungkan niatnya untuk melakukan konseling.

F. Cara Memecahkan Masalah Menampilkan kepribadian konselor yang dimiliki pada umumnya oleh seorang konselor, konselor diharapkan memiliki sikap tenang, menawan hati, memiliki kapasitas berempati, ditambah lagi dengan beberapa sifat

kepribadian lainnya seperti : sederhana, jujur, emosi stabil, ramah, mempunyai perhatian terhadap orang lain.kepribadian konselor itu sendiri, pada umumnya seorang konselor diharapkan memiliki sikap tenang, menawan hati, memiliki kapasitas berempati, ditambah lagi dengan beberapa sifat kepribadian lainnya seperti : sederhana, jujur, emosi stabil, ramah, mempunyai perhatian terhadap orang lain.kepribadian konselor itu sendiri, pada umumnya seorang konselor diharapkan memiliki sikap tenang, menawan hati, memiliki kapasitas berempati, ditambah lagi dengan beberapa sifat kepribadian lainnya seperti : sederhana, jujur, emosi stabil, ramah, mempunyai perhatian terhadap orang lain. Merubah suasana berkonseling menjadi suasana kekeluargaan yang sangat cocok bagi siswa yang bermasalah. Dengan suasana yang menyenangkan dan akrab, siswa merasa aman dan diharapkan dapat mengungkap masalah-masalah yang tidak dapat dibicarakan dalam kelas.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Minat Konseling Menurut Slameto (2003: 180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat merupakan tindakan yang dilakukan karena ada rasa ketertarikan dan tanpa paksaan. Crow and Crow (dalam Djali, 2008: 121) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Minat juga dapat diartikan sebagai dorongan dari diri sendiri dalam melakukan suatu hal. Menurut Yul Iskandar (2008: 9) minat adalah usaha dan kemauan untuk mempelajari (learning) dan mencari sesuatu. Minat mampu mendorong seseorang dalam mempelajari ataupun mencari sesuatu yang berguna bagi dirinya maupun orang lain. Konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Koseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada saat ini yang

10

mungkin berkaitan dengan masalah di masa lalu, dan yang mungkin dihadapinya pada waktu yang akan datang (Rochman Natawidjaja, 2007: 36). Konseling merupakan suatu hubungan timbal balik antara konselor dengan konseli, dimana konselor berusaha membantu menghadapi masalah-masalah konseli. Disamping itu, menurut Dewa ketut dan Nila Kusmawati (2008: 5) mengemukakan konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan konseli yang berisi usaha yang laras, unik, dan manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku. Konseling berisi upaya bantuan yang dilakukan secara tatap muka antara konselor dan konseli. Menurut Sofyan S. willis (2004: 18) bahwa konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Konseling merupakan upaya bantuan yang harus dilakukan oleh konselor yang terlatih dan berpengalaman, agar mampu tercapainya tujuan yang diharapkan konseli. Prayitno (2004: 105) juga mengemukakan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.

11

Konseling dilakukan melalui wawancara antara konselor dengan klien dengan memiliki tujuan yang sama yakni teratasinya masalah yang dihadapi klien. Berdasarkan uraian beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa minat konseling adalah suatu rasa ketertarikan untuk melakukan hubungan timbal balik antara konselor dengan konseli yang dilakukan dengan tatap muka ataupun wawancara yang berisi usaha bantuan terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Berkonseling Menurut Clement E. Vontress dalam bukunya Sofyan S. Willis (2004: 83), mengatakan bahwa masalah rasial, perbedaan seks atau jenis kelamin, dan umur amat menentukan terjadinya proses konseling. Jika konselor orang kulit hitam, maka kulit putih jarang yang mau dibimbing. Sebaliknya, jika konselor orang kulit putih, maka klien kulit hitam tidak mau atau enggan dibimbing. Warna kulit menjadi suatu faktor yang mempengaruhi minat berkonseling. Hasil penelitian Strong terhadap para klien dalam bukunya Sofyan S. Willis (2004: 84), bahwa sikap yang diinginkan klien terhadap konselor adalah: menarik, dapat dipercaya, dan ahli dalam bidangnya. Menurut Strong, sifat-sifat ini dapat mempengaruhi klien. Kepribadian konselor sangat mempengaruhi klien dalam keinginannya dalam melakukan konseling.

12

Latipun (2010: 9) menambahkan bahwa intensitas masalah yang dialami juga mempengaruhi konseli untuk melakukan konseling, seperti problem-problem psikologis yaitu ketidak matangan, ketidakstbilan emosional, ketidakmampuan mengontrol diri dan perasaan ego yang negatif. Intensitas permasalahan yang dialami klien menjadi pengaruh konseli dalam melakukan konseling. Arifin dan Eti Kartikawati (dalam Tohirin, 2007: 117) menyatakan bahwa konselor yang dipilih konseli berdasarkan atas kepribadian, pendidikan, pengalaman dan kemampuan konselor. Konseli memilih konselor yang benarbenar berpengalaman. Ahli lain juga berpendapat, faktor yang mempengaruhi minat dapat dikelompokan menjadi dua yaitu yang bersumber dari individu yang bersangkutan (misal: bobot, umur, jenis kelamin, pengalaman, perasaan, kepribadian), dan yang berasal dari luar mencakup lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat (Shaleh dan Wahab, 2005: 263). Ada dua faktor yang mempengaruhi minat yaitu dari faktor individu dan faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Dari paparan para ahli diatas dapat disimpulkan, faktor yang mempengaruhi minat berkonseling ialah perbedaan seks atau jenis kelamin, umur, bobot, pengalaman, perasaan, kepribadiaan amat menentukan adanya minat dalam proses konseling, disamping itu intensitas masalah yang dialami juga mempengaruhi konseli untuk melakukan konseling. sikap yang diinginkan klien terhadap konselor adalah: menarik, dapat dipercaya, ahli dalam bidangnya, kepribadiannya yang baik, pendidikan, pengalaman dan kemampuan konselor.

13

C. Aspek-Aspek Minat Berkonseling Menurut Latipun (2010: 41) menjelaskan bahwa setiap klien memiliki kebutuhan dan/atau harapan tertentu terhadap penyelenggaraan konseling. Kebutuhan (need) lebih bersifat keharusan untuk dipenuhi dan jika tidak terpenuhi akan mengalami hambatan-hambatan psikologis yang lebih berat baginya. Sedangkan harapan (expectation) lebih merupakan keinginan-keinginan yang tidak mengharuskan untuk terpenuhi. Namun demikian dapat saja harapan klien merupakan kebutuhannya, atau harapannya dapat berbeda dengan kebutuhannya. Setiap klien pasti memiliki kebutuhan (need) dan harapan (expectation), yang masing-masing ada yang harus dipenuhi dan ada yang tidak harus dipenuhi. Saccazzo dalam Latipun (2010: 43) mengemukakan bahwa yang paling banyak menjadi harapan klien datang ke konselor adalah untuk mengetahui kesulitan dan masalah yang sebenarnya yang sedang dialaminya (mencapai 95%), dan harapan agar orang lain menanggapinya sebagaimana layaknya (mencapai 91%). Ada banyak harapan klien datang ke konselor, salah satunya adalah mengetahui masalah yang sedang dialaminya. Sofyan S. Willis (2004: 112) mengemukakan bahwa pada umunya harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau jalan keluar dari persoalan yang dialami, dan mencari upaya bagaimana dirinya supaya lebih baik, lebih berkembang. Harapan merupakan suatu kebutuhan yang diharuskan terpenuhi oleh klien.

14

Minat merupakan salah satu dari beberapa segi tingkah laku yang memiliki beberapa aspek, diantaranya adalah perhatian, ketertarikan, keinginan, keyakinan, dan tindakan, yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Perhatian Perhatian adalah cara menggunakan bentuk umum cara bergaulnya jiwa dengan bahan-bahan dalam medan tingkah laku (Wasty Soemanto: 2006: 34). Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut. 2. Ketertarikan Ketertarikan merupakan suatu bentuk adanya perhatian seseorang mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan obyek tersebut. Ketertarikan muncul setelah seseorang mendapatkan informasi yang cukup terhadap suatu obyek 3. Keinginan Wasty Soemanto (2006: 15) berpendapat, bahwa keinginan adalah kekuatan untuk mendapatkan obyek yang menurut idenya menyenangkan dan menolak obyek yang menurut idenya tidak menyenangkan. 4. Keyakinan Keyakinan muncul setelah individu mempenyai informasi yang cukup terhadap suatu obyek sehingga merasa yakin bahwa hal yang berhubungan dengan obyek tersebut layak dilakukan dan akan memberikan keputusan. 5. Tindakan

15

Keyakinan yang cukup kuat pada individu untuk mengikuti apa yang menjadi keinginannya, maka kemudian membuat suatu keputusan yang kemudian diwujudkan melalui perilaku yang diharapkan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti simpulkan bahwa aspek-aspek minat berkonseling meliputi: a. Perhatian, adanya perhatian siswa untuk memecahkan masalah yang sedang di alaminya. b. Ketertarikan, adanya suatu ketertarikan pada siswa untuk memecahkan masalah yang sedang di alaminya dengan melakukan konseling. c. Keinginan, merupakan suatu keinginan untuk melakukan konseling kepada guru BK/konselor sekolah. d. Tindakan, adanya suatu tindakan yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalahnya. e. Evaluasi, adanya siswa mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.

D. Pengertian Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok (Prayitno dan Erman Amti, 2004: 309). Ahli lain menjelaskan bahwa pelayanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik (konseli) secara bersamasama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber

16

tertentu (terutama dari guru pembimbing/konselor) dan/ atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/ atau untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/ atau tindakan tertentu (Dewa Ketut Sukardi dan Nila Kusmawati, 2008: 78). Sedangkan menurut Tohirin (2008: 170) Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bimbingan kelompok adalah suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan konselor kepada sejumlah konseli dalam suasana dinamika kelompok dan membahas secara bersama-sama suatu topik tertentu guna menunjang pemahaman diri, perkembangan diri dan pertimbangan mengambil keputusan.

E. Tujuan Bimbingan Kelompok Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk

pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih khusus, layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong perkembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa (Tohirin, 2008: 172). Ahli lain menjelaskan bahwa pelayanan bimbingan

17

kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling kelompok ialah fungsi pengentasan (Dewa Ketut Sukardi dan Nila Kusmawati, 2008: 78). Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 310) tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok tersebut ialah menerima informasi. Lebih jauh, informasi itu dipergunakan untuk menyusun rencana atau membuat keputusan, atau untuk keperluan lain yang relevan dengan informasi yang diberikan. Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan peserta didik memperoleh berbagai bahan dari narasumber (terutama dari guru pembimbing atau guru kelas) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai siswa, anggota keluarga dan masyarakat. Bahan yang dimaksudkan itu juga dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mengambil keputusan. Lebih jauh dengan layanan bimbingan kelompok para peserta didik dapat diajak untuk bersama-sama mengemukakan pendapat tentang sesuatu dan membicarakan topik-topik penting, mengembangkan nilai-nilai tentang hal tersebut, dan mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas di dalam kelompok (Hallen A, 2005: 81). Menurut beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan tujuan bimbingan kelompok ialah untuk mengembangkan kemampuan konseli terutama dalam kemampuan berkomunikasi yang baik dan untuk menerima berbagai informasi yang berguna bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai siswa, anggota keluarga dan masyarakat.

18

F. Tahap-tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Nurihsan (2009: 19) juga berpendapat, pelaksanaan tahap-tahap kegiatan bimbingan kelompok meliputi: (1) tahap pertama: pembentukan, meliputi: mengungkapkan pengertian dan tujuan bimbingan kelompok, menjelaskan caracara dan asas-asas bimbingan kelompok, saling memperkenalkan diri, teknik khusus, dan permainan penghangat/pengakraban. (2) tahap kedua: peralihan, meliputi: menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi, meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota, dan kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama atau tahap pembentukan. (3) tahap ketiga: kegiatan, meliputi: pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik, tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas menyangkut masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin kelompok, anggota membahas masalah secara mendalam dan tuntas, dan kegiatan selingan.

G. Materi layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok membahas materi atau topik-topik umum baik topik tugas maupun topik bebas. Yang diamksud topik tugas adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh pembimbing (pimpinan kelompok) kepada kelompok untuk dibahas. Sedangkan topik bebas adalah suatu topik atau

19

pokok bahasan yang dikemukakan secara bebas oleh anggota kelompok (Tohirin, 2008: 172). Menurut Hallen A (2005: 81) layanan bimbingan kelompok mencakup: (a) pemahaman dan pemantapan kehidupan keberagamaan dan hidup sehat, (b) pemahaman dan penerimaan diri sendiri dan orang lain sebagaimana adanya (termasuk perbedaan individu, sosial dan budaya permasalahannya), (c) pemahaman tentang emosi, prasangka, konflik dan peristiwa yang terjadi di masyarakat, serta pengendaliannya/ pemecahannya, (d) pengaturan dan

penggunaan waktu secara efektif (untuk belajar dan kegiatan sehari-hari, serta waktu senggang), (e) pemahaman tentang adanya berbagai alternatif pengambilan keputusan dan berbagai konsekuensinya, (f) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar, pemahaman hasil belajar, timbulnya kegagalan belajar dan cara-cara penanggulangannya, (g) pengembangan hubungan sosial yang efektif dan produktif, (h) pemahaman tentang dunia kerja, pilihan dan perkembangan karir, serta perencanaan masa depan, (i) pemahaman tentang pilihan dan persiapan memasuki jabatan/ program studi lanjutan dan pendidikan lanjutan. Menurut ahli lain, materi layanan bimbingan kelompok meliputi: 1) pengenalan sikap dan kebiasaan, bakat dan minat dan cita-cita serta penyalurannya. 2) pengenalan kelemahan diri dan penanggulangannya, kekuatan diri dan pengembangannya. 3) pengembangan kemampuan berkomunikasi, menerima/menyampaikan pendapat, bertingkah laku dan hubungan sosial, baik di rumah, sekolah maupun di masyarakat, teman sebaya di sekolah dan luar sekolah dan kondisi/peraturan sekolah. 4) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang

20

baik di sekolah dan di rumah sesuai dengan kemampuan pribadi siswa. 5) pengembangan teknik-teknik penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian sesuai dengan kondisi fisik, sosial, dan budaya. 6) orientasi dan informasi karier, dunia kerja, dan upaya memperoleh penghasilan. 7) orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan. 8) pengambilan keputusan dan perencanaan masa depan (Sukardi, 2008: 65). Dapat disimpulkan bahwa materi bimbingan kelompok meliputi seluruh kegiatan bimbingan dan konseling yang mencakup bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

H. Pengertian Teknik homeroom Menurut Pietrofesa dalam Romlah (2001: 123) teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan dan dipimpin oleh guru/konselor. Yang ditekankan dalam pertemuan homeroom adalah terciptanya suasana rumah yang menyenangkan. Dengan suasana yang menyenangkan dan akrab, siswa merasa aman dan diharapkan dapat mengungkapkan masalah-masalah yang tak dapat dibicarakan dalam kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi. Tohirin (2007: 290) berpendapat program homeroom merupakan Program yang dilakukan di luar jam perlajaran dengan menciptakan kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah sehingga tercipta kondisi yang bebas dan menyenangkan.

21

Dengan kondisi tersebut siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah sehingga timbul suasana keakraban. Menurut Salahudin (2010: 96) homeroom program, yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru mengenal murid- muridnya lebih baik sehingga dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan di dalam bentuk pertemuan antara guru dan murid di luar jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. Dalam program home room ini, hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan sehingga siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah. Dengan kata lain, home room ialah membuat suasana kelas seperti di rumah. Menurut beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa teknik homeroom ialah sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh konselor dengan sekelompok konseli di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan atau suasana rumah yang menyenangkan dengan suasana akrab yang bebas sehingga siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah untuk membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah konseli yang tak dapat dibicarakan dalam kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi, Dengan kata lain, homoroom ialah membuat suasana kelas seperti di rumah.

I. Tujuan dan Fungsi teknik Homeroom Menurut Tohirin (2007: 290) tujuan utama program ini adalah agar guru dapat mengenal siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara

22

efisien. Di samping itu, ahli juga berpendapat, program kegiatan Homeroom yang dilakukan dengan tujuan agar guru mengenal murid- muridnya lebih baik sehingga dapat membantunya secara efisien (Salahudin, 2010: 96). Menurut uraian di atas dapat disimpulkan, tujuan teknik Homeroom yakni agar guru dapat mengenal siswa-siswinya secara lebih baik, lebih dekat dan lebih akrab sehingga dapat membantu mengatasi masalah-masalahnya secara efisien. Sedangkan fungsi menurut Pietrofesa dalam Romlah (2001: 123) ditinjau dari pelaksanaan program bimbingan kegiatan homeroom mempunyai dua fungsi, yaitu: menyediakan program bimbingan yang sistematis; dan merupakan suatu proses penyaringan yang efektif terhadap siswa-siswa yang mempunyai masalah yang lebih mendalam yang perlu dikirim ke konselor. Sukardi (2008: 64) mengemukakan pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok dapat dilaksanakan melalui kegiatan Home Room yang berfungsi untuk menyampaian informasi dan pengembangan. Dari pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan, fungsi teknik Homeroom meliputi: penyampaian informasi yang bermanfaat untuk siswa, penyediaan program bimbingan yang sistematis, suatu proses penyaringan yang efektif terhadap siswa yang mempunyai masalah yang lebih mendalam yang perlu ditindak lanjuti dengan dikirim ke konselor, dan pengembangan segala potensi yang dimiliki siswa baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah.

23

J. Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Homeroom Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas, layanan bimbingan kelompok dengan Teknik Homeroom merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan konselor kepada sejumlah konseli dalam suasana dinamika kelompok dan membahas secara bersama-sama suatu topik tertentu guna menunjang pemahaman diri, perkembangan diri dan pertimbangan mengambil keputusan yang dilakukan di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan atau suasana rumah yang menyenangkan dengan suasana akrab yang bebas sehingga siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah untuk membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah konseli yang tak dapat dibicarakan dalam kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi, Dengan kata lain, home room ialah membuat suasana kelas seperti di rumah.

K. Kerangka Berfikir Minat adalah tindakan yang dilakukan karena ada rasa ketertarikan dan tanpa paksaan sebagai dorongan dari diri sendiri dalam melakukan suatu hal. Sedangkan konseling adalah suatu hubungan timbal balik antara konselor dengan konseli, dimana konselor membantu menghadapi permasalahan konseli yang dilakukan secara tatap muka maupun wawancara antara konselor dan konseli. Minat konseling adalah suatu rasa ketertarikan untuk melakukan hubungan timbal balik antara konselor dengan konseli yang dilakukan dengan tatap muka ataupun wawancara yang berisi usaha bantuan terhadap individu-individu yang

24

membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Apabila masalah-masalah yang dihadapi siswa tidak segera diselesaikan melalui konseling, maka akan berdampak negatif pada siswa tersebut, antara lain: tugas perkembangan siswa tidak tercapai secara optimal, siswa kurang mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya, tidak tercapainya taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya, serta mengalami gejala-gejala kecemasan dan perilaku salah suai (Tohirin, 2007: 35). Adanya siswa kurang berminat untuk melakukan konseling kepada guru BK/konselor sekolah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern yang meliputi: intensitas masalah yang dihadapi, persepsi siswa tentang konselor, sikap kepribadian konseli, jenis kelamin. Faktor ekstern yang meliputi: sifat-sifat kepribadian konselor, jenis kelamin konselor, usia konselor, kompetensi konselor, pendidikan konselor, dan pengalaman konselor. Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom ialah sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh konselor dengan sekelompok konseli di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan untuk membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah konseli. Suasana kekeluargaan atau suasana rumah yang menyenangkan dengan suasana akrab yang bebas membuat siswa lebih nyaman dalam mengungkapkan pendapat ataupun mengungkapkan masalahmasalahnya yang selama ini tidak bisa diungkapkan dalam kegiatan formal atau di dalam kelas.

25

Adanya pemberian layanan

bimbingan kelompok

dengan teknik

homeroom di sekolah akan memberikan pemahaman kepada siswa tentang arti, fungsi, tujuan serta manfaat melakukan konseling kepada guru BK/konselor sekolah. Informasi yang diperoleh, dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dialaminya, sehingga siswa mampu mengembangkan potensi dirinya yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Rembang selama 5 bulan pada semester II, tahun pelajaran 2011-2012. B. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yaitu: 1. Siklus I a. Merumuskan kondisi awal atau keadaan minat konseling siswa sebelum menggunakan teknik home room. b. Tindakan : Mengadakan kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik dan tata cara yang biasa dilaksanakan oleh guru BK. c. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data melalui observasi langsung ketika guru BK sedang megadakan bimbingan kelompok, dan melakukakan wawancara tatap muka langsung dengan para siswa. d. Evaluasi : Merumuskan kesimpulan data yang terlah diperoleh dari observasi dan wawancara. 2. Siklus II a. Rencana : Mengadakan perubahan teknik dalam mengadakan kegiatan konseling. b. Tindakan : Melaksanakan bimbingan kelompok teknik home room.

26

27

c. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data melalui observasi langsung ketika guru BK sedang megadakan bimbingan kelompok, dan melakukakan wawancara tatap muka langsung dengan para siswa guna menentukan apakah teknik home room ini dapat merubah minat konseling siswa atau tidak. d. Mengadakan evaluasi melalui penyimpulan hasil pengamatan dan pengumpulan data.

SIKLUS KEGIATAN PTBK


KONDISI AWAL GURU BK: Tidak mengisi di kelas, lebih berperan sebagai polisi sekolah SISWA: Antipati dengan Guru BK, Minat Konseling buruk (tidak berminat)

SIKLUS I
REFLEKSI: Guru BK tidak menampilkan figur guru BK pada umumnya sehingga tidak menjadi sosok yang disukai siswa

PENGAMATAN DAN PENGUMPULAN DATA MELALUI OBSERVASI DAN WAWANCARA

Kurangnya Minat Konseling

GURU BK: Menggunakan Bimbingan Kelompok Teknik Home Room

SISWA: Melaksanakan Bimbingan Kelompok Teknik Home Room

SIKLUS II
REFLEKSI: Terjadi perubahan minat konseling pada siswa
PENGAMATAN DAN PENGUMPULAN DATA MELALUI OBSERVASI DAN WAWANCARA

Bila permasalahan belum terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

28

C. Metode Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : 1. Metode Observasi (Pengamatan) Penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek, baik secara langsung maupun tidak langsung, menggunakan teknik yang disebut dengan pengamatan atau observasi. Teknik ini banyak digunakan, baik dalam penelitian dapat diamati dari dekat untuk melaksanakan pengamatan ada 2 cara antara lain : a. Pengamatan langsung (direct observation) yakni : pengamatan yang dilakukan tanpa perantara atau secara langsung terhadap objek yang diteliti seperti mengadakan pengamatan langsung terhadap proses belajar mengajar di kelas. b. Pengamatan tak langsung (direct observation) yaitu : Pengamatan yang dilakukan terhadap suatu objek melalui perantara suatu alat, cara, baik dilaksanakan dalam situasi sebenarnya maupun bantuan. Contoh mengadakan pengamatan terhadap pengaruh hukuman terhadap suasana kejiwaan, atau mengadakan pengamatan melalui alat yang disengaja untuk keperluan tersebut. 2. Metode Wawancara

Metode wawancara adalah sebuah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara Tanya jawab secara tatap muka langsung dengan objek penelitian.

29

D. Analisis Data Data yang telah terkumpul dianalisis dan diolah dengan menggunakan statistic deskriptif kuatitatif yaitu yang menggambarkan tentang peningkatan minat konseling siswa. E. Langkah-Langkah Pelaksanaan 1. Siklus I a. Merumuskan kondisi awal atau keadaan minat konseling siswa sebelum menggunakan teknik home room. b. Tindakan : Mengadakan kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik dan tata cara yang biasa dilaksanakan oleh guru BK. c. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data melalui observasi langsung ketika guru BK sedang megadakan bimbingan kelompok, dan melakukakan wawancara tatap muka langsung dengan para siswa. d. Evaluasi : Merumuskan kesimpulan data yang terlah diperoleh dari observasi dan wawancara. 2. Siklus II e. Rencana : Mengadakan perubahan teknik dalam mengadakan kegiatan konseling. f. Tindakan : Melaksanakan bimbingan kelompok teknik home room. g. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data melalui observasi langsung ketika guru BK sedang megadakan bimbingan kelompok, dan melakukakan wawancara tatap muka langsung dengan para siswa guna

30

menentukan apakah teknik home room ini dapat merubah minat konseling siswa atau tidak. h. Mengadakan evaluasi melalui penyimpulan hasil pengamatan dan pengumpulan data. F. Indikator Keberhasilan Bila terjadi peningkatan minat konseling siswa maka penelitian ini dinyatakan berhasil, tetapi jika tidak terdapat peningkatan minat konseling siswa maka penelitian ini dinyatakan tidak berhasil.

31

32

Anda mungkin juga menyukai