Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79 tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik. Prostat hipertrofi merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di Indonesia. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. BPH umumnya tumor jinak yang ditemukan pada laki- laki dan kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan pada umur 41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60% dan lebih 90% pada umur lebih dari 80%. Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT

Anatomi Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm1. Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih sedikit.

Gambar 2.1. Kelenjar prostat dan uretra Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas 4 bagian utama2: 1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4). 2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular, membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal. 3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular, dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong yang berisikan segmen uretra proximal dan bagianventralnya tidak lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular. 4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil (5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan

kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar preprostatik.

Fisiologi Kelenjar Prostat Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

2.2 BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) 2.2.1 Definisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.

Gambar 2.3. Prostat Normal dan Prostat yang membesar

2.2.2 Epidemiologi Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

2.2.3 Etiologi BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang sering didapatkan gejala voiding. Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia

prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: 1. Teori dihidrotestosteron 2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron 3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat 4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis ) 5. Teori stem sel

1. Teori Dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5- reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen-testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel

prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar. 3. Interaksi Stroma-Epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor ) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. menyebabkan

4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

5. Teori Sel Stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma atau sel epitel.

2.2.4 Patofisiologi Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinis. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.

Hiperplasia Prostat Penyempitan lumen uretra posterior Tekanan intravesikal

Buli-buli Hipertrofi otot detrusor Trabekulasi selula divertikel buli-buli

Ginjal dan ureter - Refluks vesiko-ureter - Hidroureter - Hidronefrosis - Pionefrosis pilonefritis - Gagal ginjal

2.2.5 Gejala Klinis Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain: 1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency) 2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream) 3. Miksi terputus (Intermittency) 4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling) 5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying) Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu: a. Volume kelenjar periuretral b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat c. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh, gejalanya ialah: 1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency) 2. Nokturia 3. Miksi sulit ditahan (Urgency) 4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 035. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat. Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaanpertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya.

Skor Madsen-Iversen dalam bahasa Indonesia

Pertanyaan Pancaran Normal

1 Berubahubah

2 Lemah

3 Menetes

Mengedan pada saat berkemih Harus

Tidak

Ya

Tidak

Ya

menunggu saat akan miksi BAK terputusputus Miksi tidak tuntas Inkontinensia BAK sulit ditunda Miksi malam hari BAK siang hari > 3 jam sekali Setiap 2-3 Setiap 1-2 < 1 jam jam sekali jam sekali sekali 0-1 2 3-4 >4 Tidak ada Ringan Sedang Tidak tahu Berubahubah Tidak tuntas Ya Berat 1x retensi > 1x retensi Tidak Ya

2.2.6 Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE ) Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan : Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal Adakah asimetri Adakah nodul pada prostat Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr. Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal (ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya), permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pada akut retensi, buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi.

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

Derajat I II

Colok Dubur

Sisa Volume Urin

Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50-100 ml dicapai

III IV

Batas atas prostat tidak dapat diraba

> 100 ml Retensi urin total

2. Derajat berat obstruksi Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhatikan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.

Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate Spesifik Antigen Density ( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

2. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intra vena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli - buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari pielografi intra vena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter berbelokbelok di vesica), indentansi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urin, atau filling defect di vesica. Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan ini untuk prostat hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal (TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar prostat apalagi bila menggunakan transducer yang biplane. Selain untuk mengetahui adanya pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula mendeteksi volume buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS dapat pula mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan dilakukan operasi dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula

dilakukan dengan USG suprapubik atau trans urethral tetapi cara transuretral dianggap terlalu invasif. Pengukuran volume prostat sering disebut volumetri dan biasanya memakai rumus volume = 0,52 x d1 x d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk prostatelipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar transversal), dan panjang prostat adalah potongan sagital. (pada potongan Dari USG dapat

diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.

3. Sistoskopi Sistoskopi sebaiknya dilakukan pada anamnesa ditemukan adanya hematuri atau pada pemeriksaan urin ditemukan adanya mikrohematuri, untuk mengetahui adanya kemungkinan tumor di dalam vesica atau sumber perdarahan dari atas yang dapat dilihat apabila darah datang dari muara ureter, atau adanya batu kecil yang radiolusent di dalam vesica. Selain itu sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra.

4. CT-Scan atau MRI Pencitraan dengan CT-Scaning dan Magnetic Resonance Imaging / MRI dalam praktek jarang dipakai karena cara pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan cara lain.

2.2.7 Diagnosis Banding Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya: 1. Struktur uretra 2. Kontraktur leher vesika 3. Batu buli-buli kecil 4. Kanker prostat 5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat parasimpatolitik. Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh : 1. Instabilitas detrusor

2. Karsinoma in situ vesika 3. Infeksi saluran kemih 4. Prostatitis 5. Batu ureter distal 6. Batu vesika kecil.

2.2.8 Komplikasi Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut1 a. Inkontinensia Paradoks b. Batu Kandung Kemih c. Hematuria d. Sistitis e. Pielonefritis f. Retensi Urin Akut Atau Kronik g. Refluks Vesiko-Ureter h. Hidroureter i. Hidronefrosis j. Gagal Ginjal

2.2.9 Penatalaksanaan Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Tabel 1. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna Observasi Watc hful waiting Medikamentosa Penghambat adrenergik Penghambat reduktese Fisioterapi Hormonal Operasi Prostatektomi terbuka Endourologi 1. TURP 2. TUIP 3. TULP Elektovaporasi Invasive minimal TUMT TUBD Stent uretra TUNA

a. Watchful waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan

mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.

Penghambat reseptor adrenergik Penghambat 5 reduktase Fitofarmaka

1) Penghambat reseptor adrenergik . Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar 2.4. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

2) Penghambat 5 reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi selsel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada

DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

3) Fitofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c. Terapi Invasif Minimal Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. 1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 2.5. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 2.6. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Gambar 2.7. Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 2.8. Intra-Prostatic Stent

d. Bedah 1) Operasi transurethral. Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra. Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah. Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik. Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu

waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.

(a)

(b) (c)

Gambar 2.9. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

2) Open surgery Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 2.10 Operasi Laser pada Prostat

a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar 2.11. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP). PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Kontrol berkala Watchfull waiting Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat perbaikan klinis Pengobatan penghambat 5-reduktase Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 Pengobatan penghambat 5-adrenegik Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi Terapi invasive minimal Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin Pembedahan Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.

BAB III KESIMPULAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. 2005. Schwartzs Principles of Surgery. 8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies,Inc. 2. Purnomo, Basuki B. 2003. Hiperplasia Prostat. Dalam: Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. p. 69 85 3. McConnel, JD, 1998. Epidemiology, Etiology, Pathophysiology and Diagnosis of Benign Prostatic Hyperplasia. In: Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ. Campbells urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; p.1429-52. 4. Purnomo, Basuki B. 2004 Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto. 5. Ramon P, Setiono, Rona. 2002. Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran; 203-7 6. Sabiston, David. Sabiston. 2000. Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 7. Samsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 8. Sapar dan Subroto. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai