Anda di halaman 1dari 26

Topik : Malaria falcifarum Tanggal (kasus) : 21 Oktober 2013 Tanggal Presentasi : 12 November 2013 Objektif presentasi : Penyegaran Keilmuan

an Presenter : dr. Bondan Rahmawati Pendamping : dr. H. Badrus

Tempat presentasi : Aula RSUD Pembalah Batung Amuntai

Deskripsi : Laki-laki usia 25 tahun datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi dirasakan setiap hari terutama saat malam hari disertai rasa menggigil dan keringat yang banyak. Pasien sudah minum obat parasetamol, namun keluhan tidak membaik. Keluhan kejang, kesadaran menurun disangkal. Tanda-tanda manifestasi perdarahan seperti bintik-bintik merah dikulit dan gusi berdarah juga disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, serta mual. Saat beberapa hari yang lalu pasien bekerjadi hutan mencari kayu. Pasien juga mengeluhkan BAK berwarna seperti teh. BAB normal. Tujuan : Manajemen Kasus Bahan bahasan : Kasus Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi Data Pasien : Nama : Tn. M No. registrasi : 04 90 26 Datang ke IGD RSUD Pambalah Batung pada tanggal 21 oktober 2013 Data utama untuk diskusi Diagnosis : Riwayat Pengobatan Riwayat Kesehatan Riwayat Keluarga Riwayat Pekerjaan Lain-lain Malaria falcifarum Minum obat parasetamol yang dibeli di warung, namun keluhan tidak membaik. Riwayat sakit malaria dan DBD sebelumnya (-), DM (-), Hipertensi (-), asma (-) Riwayat alergi (-), riwayat malaria (-), riwayat DBD (+) Penebang pohon KU : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis TTV TD : 120/80 mmHg RR : 22x/menit, torakoabdominal N : 80x/menit, reguler, isi cukup T : 37,8 C, axilla Status Gizi Berat badan : 55 kg Tinggi badan :165 cm IMT : 20,2 normoweight (normal: 18,5 - 25) Status gizi : baik

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 1

Status Generalis Kulit : warna kulit sawo matang, petekie (-) Kepala : normocephal, distribusi rambut merata Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/Telinga : normotia, MAE lapang, serumen -/-, sekret -/Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret -/-, epistaksis(-) Mulut : mukosa bibir lembab, gusi berdarah (-), lidah kotor (-) Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-) Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening Toraks : Dinding thoraks simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi. Paru Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri simetris Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kiri dan kanan Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/ Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat Perkusi : Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur dan gallop tidak ada

Abdomen Inspeksi : datar, spider navy (-), venektasi (-) Auskultasi : Bising usus + normal Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, ballotement -/-, shifting dullness (-), nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan suprapubik (-) Nyeri ketok CVA -/ Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 2

LABORATORIUM (Tgl: 22 Oktober 2013 ) Parasitologi Malaria : Plasmodium falciparum (+) pos Darah Lengkap Hemoglobin : 11 gr% Leukosit : 5000/mm3 Eritrosit : 3,93 juta/mm3 Trombosit : 32000/mm3 Hematokrit : 30,4 % Kimia Darah Bilirubin total : 0,77 mg/dl Bilirubin direk : 0,41 mg/dl Bilirubin indirek : 0,36 mg/dl SGOT : 26 U/L SGPT : 27 U/L Gamma GT : 58 U/L Urinalisa Warna : kuning Kejernihan : agak keruh Leukosit : negatif Nitrite : negatif Urobilinogen : negatif Protein : 1+ pH :9 blood : negatif specify gravity : 1015 keton : negatif bilirubin : negatif glukosa : negatif sedimen - epitel : (+) pos - leukosit : 0-1/lpb - eritrosit : 0-1/lpb - amorf urat : (+) pos Diagnosis Terapi Malaria falcifarum IVFD RL 20 tpm Artesunat (iv) Hari 1: 12 jam pertama: 2,4 mg/kg = 132 mg 2 amp 12 jam kedua : 2,4mg/kg = 132 mg 2 amp Hari 2: 2,4 mg/kg = 132 mg 2 amp Hari 3 : 2,4 mg/kg = 132 mg 2 amp Artesunat (oral) Hari ke 4 7 : 8 mg/kgbb/hari = 440 mg 1 x 3 tab Primakuin 1 x 2 tab selama 1 hari Ranitidin 2 x 1 amp Parasetamol 3 x 500 mg (po) 1. Guadline For The Treatment Of Malaria Second Edition. World Health Organization. 2011
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 3

Daftar pustaka

2. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2008. 3. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012. 4. Luciana Kuswibawati. 2002. Kemoprofilaksis malaria bagi wisatawan; SIGMA, Vol. 5, No.1: 69-76. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakartra

TINJAUAN PUSTAKA MALARIA

I.1 Definisi Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Ada empat jenis plasmodium yang menginfeksi manusia yaitu plasmodium falcifarum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae. Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P. Knowlesi yang dapat menginfeksi manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat ini masih terus diteliti. 2,3

I.2 Epidemiologi Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus.3
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 4

Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6% dimana provinsi dengan (Annual Parasite Incidence) API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%).3 Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P. vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin meluas di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit malaria. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs resistance) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten, maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP, yaitu kombinasi derivate artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan Artemisinin based Combination Therapy (ACT).

I.3 Siklus Hidup Plasmodium Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya : manusia dan nyamuk anopheles betina. 2 1. Siklus Pada Manusia Saat nyamuk anopheles yang terinfeksi menghisap darah manusia, sporozoit dalam kelenjar liur nyamuk masuk ke dalam peredaran darah manusia. Kemudian sporozoit masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Setelah itu berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer, berlangsung kurang lebih 2 minggu. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale sebagian tropozoit hati tidak berkembang menjadi skizon, tetapi tetap dalam bentuk dorman yang disebut hipnozoit yang dapat hidup selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Bila imunitas pejamu meurun dapat timbul kekambuhan.2 Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit berkembang dari stadium tropozoit menjadi skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan seksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon akan pecah, merozoit keluar dan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).2 2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 5

Gametosit yang dihisap oleh nyamuk anopheles betina akan mengalami pembuahan di dalam tubuh nyamuk menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet yang akan menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung, ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit dalam kelenjar liur nyamuk.2

Gambar 1. Siklus hidup plasmodium


(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia . Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

I.4 Manifestasi Klinis Masa inkubasi adalah waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis (demam). Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies. Masa prepaten adalah waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat terdeteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.1 Tabel 1. Masa Inkubasi
Plasmodium P. falcifarum P. vivax P. ovale P. malariae Masa Inkubasi (Hari) 9 14 (12) 12 17 (15) 16 18 (17) 18 40 (28)

Gejala pertama malaria yang muncul tidak spesifik dan menyerupai gejala penyakit virus sistemik ringan. Gejalanya antara lain : sakit kepala, lelah, fatigue, nyeri abdomen, nyeri otot dan sendi, biasanya diikuti oleh demam, menggigil, berkeringat, mual, lemas, dan muntah. Pada daerah endemis, malaria sering kali didiagnosis berdasarkan gejala klinik. Bila pada stadium awal ini tidak segera dilakukan pengobatan , atau tidak efektif, maka jumlah

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 6

parasit dalam darah terus meningkat dan dapat menjadi malaria berat, khususnya malaria P. falcifarum.1 Demam timbul bersamaan dengan pecahnya sel darah merah yang terinfeksi (skizon darah) yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen akan merangsang makrofag, monosit dan limfosit untuk mengeluarkan sitokin-sitokin, antara lain TNF yang menyebabkan terjadinya demam. Proses skizogoni terjadi dalam waktu yang bereda-beda, tergantung spesiesnya P. falcifarum memerlukan 36-48 jam, P. vivax dan P. ovale memerlukan waktu 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Sehingga demam pada P. falcifarum dapat terjadi setiap hari, P. vivax dan ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.1 Perjalanan klinis malaria tergantung pada imunitas protektif yang didapat sebelumnya. Pada daerah endemis, dimana transmisi malaria bersifat stabil (populasi terpajan secara terus menerus terhadap inokulasi malaria; entomological inoculation rate > 10 per tahun). manifestasi yang berat dialami oleh anak-anak. Remaja dan orang dewasa memiliki kekebalan parsial sehingga manifestasinya jarang menjadi berat. Namun pada wanita hamil, imunitas berangsur-angsir menurun, demikian pula pada mereka yang bermigrasi keluar dari daerah endemic untuk waktu yang cukup lama (tahunan).1 Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. P falcifarum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia terjadi pada infeksi akut maupun kronik. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2%, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1%. Dengan demikian anemia pada infeksi P. vivax dan P. ovale dan P. malariae umunya terjadi pada keadaan kronik.1 Splenomegali terjadi karena penghancuran Plasmodium oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang tersebut akan menyebabkan limpa membesar. Malaria berat biasanya memiliki manifestasi satu atau lebih : koma (malaria serebral), asidosis metabolik, anemia berat, hipoglikemia, gagal ginjal akut atau edema paru akut. Pada stadium ini, fatalitas penyakit pada pasien yang mendapat pengobatan mencapai 10-20%.2 Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 7

antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.3

Gambar 2. Patofisiologi sitoaderen


(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia . Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya diduga ada mekanisme tersendiri yang perlu penelitian lebih lanjut.

I.5 Diagnosis Malaria Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.3 A. Anamnesis3 Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal - pegal. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan: 1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria; 2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria; 3. riwayat sakit malaria/riwayat demam; 4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir; 5. riwayat mendapat transfusi darah B. Pemeriksaan Fisik3 1. Demam (>37,5 C aksila) 2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat 3. Pembesaran limpa (splenomegali) 4. Pembesaran hati (hepatomegali)
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 8

5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever ), kejang dan sangat lemah (prostration). C. Pemeriksaan Laboratorium Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut. 1. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:3 a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif) b) Spesies dan stadium Plasmodium c) Kepadatan parasit 1) Semi Kuantitatif (-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar) (+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB) (++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB) (+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB) (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB) Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:3 - Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 % - Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 % - Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 % 2) Kuantitatif Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).3 Contoh : Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL. Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL. Hasil negative palsu pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat terjadi pada pasien yang telah diobati sebelumnya. Pemeriksaan mikroskopik memiliki keuntungan dapat membedakan spesies Plasmodium. Perhitungan jumlah parasit dan peniaian respons terhadap pengobatan. Namun pemeriksaan mikroskopik memerlukan tenaga terlatih.1 2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 9

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. Falcifarum.3 Rapid test relative sederhana untuk dilakukan dan untuk menginterpretasikan. WHO merekomendasikan bahwa test tersebut harus memiliki sensitivitas > 95% dalam mendeteksi plasmodia dengan kepadatan lebih dari 100 parasit per l darah.1 Tes ini mengandung : HRP-2 (histidine rich protein-2) yang spesifik untuk P. falcifarum. Enzim parasite lactate dehydrogenase (pLDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasite bentuk aseksual dan seksual Plasmodium falcifarum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.1 Sensitifitas dan spesifitas tiap RDT bervariasi. Pada daerah endemis mono infeksi P. vivax yang tidak tersedia pemeriksaan mikroskopik, direkomendasikan pemeriksaan RDT yang mendeteksi antigen pan-malaria. Sedangkan pada daerah yang banyak koinfeksi P. vivax, P. malariae, atau P.ovale dengan P. falcifarum, disarankan menggunakan RDT yang mendeteksi P. falcifarum saja. 1

3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.3 Deteksi antibodi terhadap parasit, yang mungkin digunakan untuk studi epidemiologi, tidak sensitive atau spesifik digunakan dalam pengelolaan pasien yang diduga menderita malaria.1 Teknik DNA parasit terdeteksi, berdasarkan polymerase chain reaction, sangat sensitif dan sangat berguna untuk mendeteksi infeksi campuran, khususnya pada kadar parasit rendah. Ini berguna untuk studi tentang resistensi obat dan penelitian epidemiologi khusus, tetapi umumnya tidak tersedia untuk skala besar penggunaan lapangan di daerah endemik malaria.1 4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah: a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit; b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 10

c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dan d. urinalisis. Berdasarkan rekomendasi WHO untuk diagnosis malaria tanpa komplikasi klinis berbeda untuk tiap daerah :1 Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa gambaran penyakit berat lainnya. Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat pada telapak tangan dapat dipakai sebagai patokan anemia pada anak-anak).

Gambar 3. Alur penemuan penderita malaria


(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia . Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

1.6 Diagnosis banding malaria Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.3 1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut. a. Demam tifoid Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji serologi dan kultur.3
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 11

b. Demam dengue Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes serologi (antigen dan antibodi).3 c. Leptospirosis Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes serologi positif.3

Gambar 4. Algoritme deteksi dini malaria


(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia . Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

2. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut. a. Infeksi otak Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya. Pada penderita dapat dilakukan analisa cairan otak dan imaging otak.3 b. Stroke (gangguan serebrovaskuler) Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain).3 c. Tifoid ensefalopati Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal, seperti nyeri perut dan diare). Didukung pemeriksaan penunjang sesuai demam tifoid.3
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 12

d. Hepatitis A Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, dan urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5 kali tanpa gejala klinis atau meningkat > 3 kali dengan gejala klinis.3 e. Leptospirosis berat/penyakit Weil Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih selokan, sampah, dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal. Insidens penyakit ini meningkat biasanya setelah banjir.3 f. Glomerulonefritis akut Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria negatif.3 g. Sepsis Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi.3 h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan hematokrit, uji serologi positif (antigen dan antibodi).3 I.7 Penatalaksanaan malaria Salah satu tantangan terbesar dalam upaya penyobatan malaria di Indonesia adalah terjadinya penurunan efikasi pada obat anti malaria, bahkan terdapat resisten terhadap obat klorokuin. Sejak tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falsifarum digunakan obat kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisinin Combination Theraphy (ACT) Regimen yang dipakai saat ini adalah Artesunat dan Amodiakuin serta injeksi Artemeter untuk malaria berat disamping injeksi Kina.2 Terapi antimalaria menggunakan kombinasi 2 atau lebih obat skizontosida darah yang memiliki cara kerja berbeda. Penggunaan obat kombinasi terbukti lebih efektif dan menurunkan risiko resistensi. Terapi kombinasi non artemisin terdiri dari sulfadroksilpirimetamin plus klorokuin (SP + CQ) atau amodiaquin (SP+AQ). Kombinasi SP+CQ saat ini sudah tidak dianjurkan lagi karena tingginya angka resistensi terhadap obat tersebut. Sedangkan kombinasi SP+AQ lebih efektif dibandingkan penggunaan obat-obat tersebut secara tunggal, namun tetap lebih inferior dibandingkan terapi kombinasi berbasis artemisin (ACTs).1 Terapi dengan ACTs terdiri dari artemisinin dan derivatnya (artesunat, artemeter, dihidroartemisinin). Artemisinin dapat membunuh parasit dan memperbaiki gejala dengan cepat dengan menurunkan jumlah parasit 100 1000 kali lipat per siklus aseksual.
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 13

Artemisinin dan derivatnya dieliminasi secara cepat, bila diberikan dalam kombinasi dengan obat lain yang juga memiliki eliminasi secara cepat (seperti tetrasiklin, klindamisin), diperlukan 7 hari pengobatan. Namun bila diberikan dalam kombinasi dengan antimalaria yang dieliminasi lambat, maka dapat diberikan dalam waktu yang lebih singkat, selama 3 hari. Artemisinin juga membunuh gametosit sehingga menurunkan risiko transmisi penyakit.1 Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi. Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah terjadinya resistensi plasmodium terhadap obat anti malaria. Pengobatan kombinasi malaria harus: a. aman dan toleran untuk semua umur; b. efektif dan cepat kerjanya; c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan d. harga murah dan terjangkau. Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu: 1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB 2. Artesunat Amodiakuin (ACT) Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150 mg. A. Pengobatan malaria tanpa komplikasi 1. Pengobatan malaria falsifarum dan vivax Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

a. Lini pertama
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 14

DHP + Primakuin

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgBB Piperakuin = 16 32 mg/kgBB Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk1 hari ) Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari) Keterangan : Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ (Dihydroartemisinin dan Piperakuin) berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur. 1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan. 2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 15

3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari. Atau

ACT + Primakuin

Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Tabel 5. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

b. Lini kedua untuk malaria falsifarum Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (obat kombinasi Kina dan Doksisiklin)

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 16

Tabel dosis doksisiklin

Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari) Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun) Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)
Tabel 7. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (obat kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Tabel dosis tetrasiklin

Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari Tidak diberikan pada anak umur<8 tahun c. Lini kedua untuk malaria vivax Kina + Primakuin Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 17

Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks

d. Pengobatan malaria vivax yang relaps Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan. Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit dan dikonsultasikan kepada dokter ahli 2. Pengobatan Malaria ovale a. Lini Pertama untuk Malaria ovale Pengobatan Malaria ovale saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP) atau Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks b. Lini Kedua untuk Malaria ovale Pengobatan lini kedua untuk malaria ovale sama dengan untuk malaria vivaks. 3. Pengobatan Malaria malariae Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin 4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 18

Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT. Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari. Tabel 9. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan DHP

Atau

Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat + Amodiakuin

Artesunat = 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB 5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen ACT selama 3 hari dan Primakuin pada hari I. B. Pengobatan malaria pada ibu hamil Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pada pemberian obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin. Tabel 11. Pengobatan Malaria falcifarum pada Ibu Hamil

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 19

Tabel 12. Pengobatan Malaria vivaks pada Ibu Hamil

Dosis klindamisin 10 mg/kgBB diberikan 2 x sehari Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan penapisan/skrining terhadap malaria yang dilakukan sebaiknya sedini mungkin atau begitu ibu tahu bahwa dirinya hamil. Pada fasilitas kesehatan, skrining ibu hamil dilakukan pada kunjungannya pertama sekali ke tenaga kesehatan/fasilitas kesehatan. Selanjutnya pada ibu hamil juga dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida setiap tidur. Kriteria Keberhasilan Pengobatan : 1. Sembuh Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28. 2. Gagal pengobatan dini/Early treatment failure a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan parasitemia b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0 c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0 d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam 3. Gagal Pengobatan kasep/Late treatment failure a. Gagal Kasep Pengobatan Klinis dan Parasitologis (1) Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 danParasitemia (2) Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampaihari ke-28 disertai demam b. Gagal kasep Parasitologis Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21 dan 28tanpa demam 4. Rekurensi Rekurensi ialah ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah pengobatan selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh : - Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit tersebut berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale. - Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya (aseksual lama) - Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi baru (sporozoit). C. Penatalaksanaan malaria berat

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 20

Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO, 2010) : 1. Perubahan kesadaran 2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) 3. Tidak bisa makan dan minum 4. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam 5. Distres pernafasan 6. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: <50 mmHg) 7. Ikterus disertai disfungsi organ vital 8. Hemoglobinuria 9. Perdarahan spontan abnormal 10. Edema paru (radiologi)

Gambaran laboratorium : 1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%) 2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L). 3. Anemia berat (Hb <5 gr% atau hematokrit <15%) 4. Hiperparasitemia (parasit >2 % per 100.000/L di daerah endemis rendah atau > 5% per 100.0000/l di daerah endemis tinggi) 5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L) 6. Hemoglobinuria 7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Tabel 13. Manifestasi Malaria Berat Pada Anak dan Dewasa

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 21

Penatalaksanaan malaria terdiri dari : pengkajian klinis, pengobatan antimalaria, terapi tambahan dan perawatan suportif. A. Pengkajian Klinis Malaria berat adalah kedaruratan medis. Pasien yang tidak sadar harus diamankan jalan nafasnya dan dinilai pernafasan serta sirkulasinya. Pasien dengan penurunan kesadaran perlu dilakukan skoring (missal dengan Glasgow Comma Scale) untuk evaluasi.1 Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah gula darah (stick test), hemoglobin, hematokrit, parasitemia, fungsi ginjal, bikarbonat (analisa gas darah), laktat. Pasien yang tidak sadar perlu dilakukan pungsi lumbal untuk analisis cairan serebrospinal untuk menyingkirkan meningitis bakterialis. Bila tersedia sarana dilakukan juga cross-match, hitung trombosit, pembekuan darah, kultur darah, dan pemeriksaan biokimia lengkap. Kecukupan cairan penting dinilai pada malaria berat sehingga diperlukan rehidrasi segera bila terdapat hipovolemia dan transfusi darah bila diperlukan.1 Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah meningoensefalitis (pasien tidak sadar). Malaria serebral tidak menyebabkan tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, fotofobia, tanda kernig), namun dapat terjadi oportunistik. Bila ada keraguan apakah terdapat sepsis, antibiotik empiris dapat diberikan bersamaan dengan antimalaria.1 B. Pengobatan Antimalaria Antimalaria pada malaria berat diberikan segera melalui parenteral atau rectal dengan dosis penuh. Obat antimalaria parenteral yang tersedia adalah alkaloid kinkona (kuinin dan kuinidin) serta derivate artemisinin (artesunat, artemeter, dan artemotil). Kloroquin parenteral sudah tidak lagi direkomendasikan karena resistensinya yang luas. Sulfadoksin-parenteral sudah tidak direkomendasikan karena resistensinya yang luas. Sulfadoksin-pirimetaminin tramuskular juga tidak direkomendasikan .1 Penelitian AQUAMAT di multisenter Afrika pada 5425 pasien < 15 tahun menemukan bahwa mortalitas menurun 22,5% pada kelompok yang mendapat terapi artesunat bila dibandingkan kelompok kuinin. Kejadian kejang, koma dan hipoglikemia setelah perawatan juga lebih rendah pada kelompok artesunat, namun gejala sisa neurologis berat tidak berbeda pada kedua kelompok. Pada populasi dewasa, artesunat juga merupakan pilihan terapi utama untuk malaria berat. Dosis artesunat 2,4 mg/kgBB IV/IM jam ke-0, 12,24, kemudian sehari sekali. Alternatifnya adalah artemeter 3,2 mg/kgBB IM kemudian 1,6 mg/kgBB/hari.1 Kuinin telah dipakai sebelum metode uji klinis modern digunakan. Garam dihidroklorida merupakan kuinin yang paling banyak digunakan. Pemberian awal kuinin dilakukan loading 20 mg /kgBB untuk mengurangi waktu yang diperlukan agar tercapai konsentrasi terapeutik dalam plasma. Dosis pemeliharaan diberikan 10 mg garam/kgBB setiap 8 jam, dimulai 8 jam setelah dosis pertama. Pemberian kuinin
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 22

dilakukan dalam tetesan (dilarutkan dalam dekstrosa 5%) selama 4 jam. Laju infusan tidak melebihi 5 mg /kgBB/jam. Kuinin dapat menyebabkan hipotensi dan pemanjangan interval QT sehingga hanya digunakan bila tidak tersedia obat lain.1 Bila kondisi pasien perbaikkan dan dapat diberikan terapi oral, tetapi dengan ACTs oral diberikan dengan dosis dan durasi penuh. Pendapat para ahli menganjurkan pemberian antimalaria parenteral minimal 24 jam sebelum mengganti ke antimalaria oral. Doksisiklin lebih dipilih dibandingkan tetrasiklin lain karena dapat diberikan sekali sehari dan tidak terakumulasi dalam ginjal. Mefloquine sebaiknya dihindari karena terkait peningkatan risiko komplikasi neuropsikiatrik pada malaria serebral.1 Risiko kematian pada malaria berat yang tertinggi adalah pada 24 jam pertama. Pasien seringkali terlambat dirujuk ke rumah sakit. Sebelum pasien dirujuk direkomendasikan untuk pemberian dosis pertama secara intramuscular (artesunat, artemeter, kuinin) atau artesunat rectal bila tidak memungkinkan pemberian parenteral.1 Penyesuaian dosis pada disfungsi organ vital tidak perlu dilakukan untuk derivate artemisinin. Sedangkan kuinin dan kuinidin dapat berakumulasi bila terdapat disfungsi organ vital. Bila terdapat gagal ginjal akut atau disfungsi hati, dosisnya harus dikurangi sepertiga setelah 48 jam. Bila pasien sudah menjalani hemodialisis atau hemofiltrasi, dapat diberikan dosis penuh.1 C. Terapi Tambahan Terapi tambahan diperlukan pada beberapa keadaan seperti :1 Koma (malaria serebral) : jaga patensi jalan napas, singkirkan penyebab koma lain yang dapat diatasi (hipoglikemia, meningitis bakterialis), hindari pemberian terapi yang tidak bermanfaat seperti kortikosteroid, heparin, adrenalin. Intubasi bila diperlukan. Hiperpireksia : kompres, selimut pendingin, antipiretik (parasetamol lebih dipilih dibandingkan OAINS karena nefrotoksik). Kejang : jaga pantensi jalan napas, diberikan segera diazepam intravena atau rectal, cek glukosa darah. Hipoglikemia : cek glukosa darah, koreksi dan berikan rumatan dengan infuse glukosa. Anemia berat : transfuse dengan whole blood segar Edema paru akut : pasien diposisikan duduk 45, berikan oksigen, diuretic, hentikan pemberian cairan intravena, intubasi dan pemberian positive endexpiratory pressure. Gagal ginjal akut : singkirkan penyebab prerenal, periksa balans cairan dan natrium urine, bila tidak terkoreksi dapat dilakukan hemofiltrasi, hemodialisis atau dialysis peritoneal. Perdarahan spontan dan koagulopati : transfuse kriopresipitat, plasma beku segar, atau konsentrat trombosit sesuai indikasi, berikan injeksi vitamin K.
Page | 23

Porto Folio Malaria Falcifarum

Asidosis metabolic : singkirkan dan atasi hipoglikemia, hipovolemia dan sepsis. Bila asidosis berat dapat dilakukan hemofiltrasi atau hemodialisis. Syok : bila dicurigai sepsis, ambil kultur darah, berikan antimikroba spectrum luas, atasi gangguan hemodinamik.

D. Perawatan Suportif Pasien malaria berat sebaliknya dirawat di unit perawatan intensif. Pemantauan dilakukan pada tanda vital, skor koma, produksi urine. Glukosa darah diperiksa setiap 4 jam khususnya pada pasien yang tidak sadar. Kebutuhan cairan harus dinilai secara individu (dapat dipasiang kateter vena sentral). Pasien dewasa dengan malaria berat rentan untuk kelebihan cairan, sedangkan anak-anak lebih rentan terjadi dehidrasi. Pemberian malaria dapat mengalami pneumonia sekunder atau aspirasi sehingga perlu pemberian antibiotic empiris seperti sefalosporin generasi ketiga, atau sesuai kebijakan local. Pengobatan yang tidak direkomendasikan adalah pemberian heparin, prostasiklin, desferoksamin, pentoksifilin, dekstran betat molekul rendah, urea, kortikosteroid dosis tinggi, asam asetilsalisilat, anti-tumor necrosis factor antibody, sikosporin, dikloroasetat, adrenalin dan serum hiperimun. Pemberian steroid dapat meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal dan kejang. Steroid juga memperpanjang perbaikkan koma dibandingkan placebo.1 Wanita dengan kehamilan trimester kedua dan ketiga berisiko mengalami malaria berat dengan komplikasi edema paru dan hipoglikemia. Mortalitas ibu sekitar 50%, dan seringkali didapatkan kematian janin atau kelahiran premature. Obat antimalaria parenteral harus diberikan segera pada wanita hamil. Artesunat parenteral lebih dipilih daripada kuinin pada kehamilan trimester kedua dan ketiga karena pemberian kuinin memiliki efek samping hipoglikemia berkurang. Pada trimester pertama, risiko hipoglikemia lebih rendah.1 Resistensi Obat Antimalaria Resistensi obat antimalaria merupakan ancaman besar untuk mengatasi penyakit ini. Penggunaan yang luas dan tidak teratur meyebabkan tingginya angka resistensi. Pencegahan resistensi dilakukan dengan mengkombinasi obat antimalaria yang memiliki cara berbeda serta memastikan kepatuhan berobat sesuai regimen yang telah ditentukan. Resitensi P. falcifarum terhdap artemisinin telah dilaporkan di perbatasan Kamboja dan Thailand. Mekanisme resitensi tersebut belum diketahui hingga kini. Bukti-bukti terkini menunjukkan reistensi merupakan bawaan genetic parasit yang diturunkan. WHO telah membuat program Global Plan for Atemisinin Resistence Containment untuk mencegah perluasan resistensi tersebut.1 I.8. Pencegahan malaria Tindakan-tindakan untuk mengurangi kontak dengan nyamuk memiliki keuntungan yaitu kurang toksik dibanding obat-obat kemoprofilaksis dan keefektifannya tidak tergantung pada sensitivitas parasit terhadap obat. Telah dilakukan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kelambu mampu mengurangi serangan sebesar 97%. Sebaliknya, kemoprofilaksis (dengan kloroguanidin HCl/Qroguanit) hanya mampu memberi perlindungan
Porto Folio Malaria Falcifarum Page | 24

dengan berkurangnya serangan sebesar 77%. Larutan atau spray permetrin digunakan untuk mengolesi/melapisi pakaian atau kelambu. Repelan yang mengandung larutan yang tidak lebih dari 35% N,N-diethylm- toluamide (DEET) juga disarankan untuk dipakai pada kulit pada saat-saat nyamuk menggigit (petang hingga subuh), yaitu ketika tidak digunakan proteksi lain.4 Tabel 14. Tindakan perlindungan diri terhadap malaria 1. Memakai baju lengan panjang dan celana panjang 2. Menggunakan repelan (mengandung tidak lebih dari 35% DEET) secukupnya pada kulit 3. Saat petang, semprotkan insektisida untuk nyamuk 4. Tidur dengan kelambu atau di dalam kamar yang dingin (AC) 5. Gunakan kelambu yang berkualitas baik, tidak berlubang, tidak rusak 6. Gunakan obat nyamuk Kemoprofilkasis ditujukan kepada orang yang akan bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila akan bepergian dalam jangka waktu lama sebaiknya menggunakan proteksi personal seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa, dan lain-lain. kemoprofilaksis ditujukan untuk P. falcifarum yang virulensinya tinggi. Karena resistensi yang tinggi, kloroquin tidak dapat digunakan lagi sebagai kemoprofilaksis. Saat ini dipakai doksisiklin 2 mg/kgBB/hari sejak 1 hari sebelum keberangkatan dan tidak lebih dari 12 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 8 tahun dan ibu hamil.1 Tabel 15. Obat yang dianjurkan untuk kemoprofilaksis malaria4

I.9 Prognosis Prognosis malaria berat sangat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. Bila tidak diterapi, mortalitas mencapai 15% pada anak-anak, 20% pada dewasa, dan 50% pada kehamilan, mortalitas dengan kegagalan fungsi 3 organ > 50%. Bila disertai kegagalan fungso 4 organ, mortalitas > 75%. Kepadatan parasit juga berhubungan dengan mortalitas :1 Kepadatan parasit < 100.000/L, mortalitas < 1% Kepadatan parasit > 100.000/L, mortalitas > 1% Kepadatan parasit > 500.000/L, mortalitas > 50% Gambaran klinis, laboratorium dan parasitologi yang menunjukkan prognosis buruk :
Page | 25

Porto Folio Malaria Falcifarum

Gambaran Klinis : - Penurunan kesadaran - Kejang berulang (3 kali dalam 24 jam) - Distress pernafasan (cepat, dalam) - Perdarahan bermakna - Syok Laboratorium : - Gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 3 mg/dL) - Asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L) - Ikterus (bilirubin total serum > 2,5 mg/dL ) - Hiperlaktatemia (laktat vena > mmol/L) - Hipoglikemia (glukosa darah < 3 kali normal) Parasitologi : - Parasitemia (> 500.000 parasit/mm atau > 10.000 trofozoit matur dan skizon/mm3) - 5% neutrofil mengandung pigmen malaria DAFTAR PUSTAKA

1. Guadline For The Treatment Of Malaria Second Edition. World Health Organization. 2011 2. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2009. 3. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012. 4. Luciana Kuswibawati. 2002. Kemoprofilaksis malaria bagi wisatawan; SIGMA, Vol. 5, No.1: 69-76. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakartra

Porto Folio Malaria Falcifarum

Page | 26

Anda mungkin juga menyukai