Anda di halaman 1dari 12

1. Memahami dan menjelaskan larutan dan cairan 1.1.

Pengertian Cairan adalah Bahan yanng langsung mengalir secara alamiah, bukan padat / gas. Sumber: Sukmariah, M., & Kamianti, A. (1990). Kimia Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara. Sementara cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Cairan sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Cairan di dalam tubuh sebanyak 60% dari berat tubuh atau 2/3 dari berat tubuh. Sumber: (Mima & Swearingen, 1995) Fungsi cairan tubuh antara lain adalah sebagai: a. Alat transportasi nutrien, elektrolit, elektrolit dan sisa metabolisme. b. Sebagai komponen pembentuk sel, plasma darah, dan komponen tubuh lainnya c. Sebagai pengatur suhu tubuh dan lingkungan seluler Transport cairan dalam tubuh ada 4, yaitu: a. Difusi: Pergerakan molekul melintasi membran semipermeabel dari kompartemen dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. b. Osmosis: Pergerakan dari solvent (pelarut) melintasi membran sel dari larutan berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi tinggi. c. Transport aktif: Pergerakan dari konsentrasi tinggi ataupun rendah. Proses transpor aktif penting untuk mempertahankan keseimbangan natrium dan kalsium antara cairan intraselular dan ekstraselular. d. Filtrasi: Proses perpindahan cairan dan solut melintasi membran bersama-sama dari kompartemen bertekanan tinggi menuju kompartemen bertekanan rendah. Sumber: (Faqih, 2009) Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Larutan terdiri atas cairan yang melarutkan zat (pelarut) dan zat yang larut di dalamnya (zat terlarut). Pelarut tidak harus cairan, tetapi dapat berupa padatan atau gas asal dapat melarutkan zat lain. Sistem semacam ini disebut sistem dispersi. Untuk sistem dispersi, zat yang berfungsi seperti pelarut disebut medium pendispersi, sementara zat yang berperan seperti zat terlarut disebut dengan zat terdispersi (dispersoid) Konsentrasi Larutan Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan. Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta). Dalam kimia, konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar (M), molal (m) atau normal (N). a. Molaritas (M): Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan M= b. = = 1000 mL/L Molalitas (m): Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilogram (1000gr) pelarut. M= c. = 1000 g/kg

Normalitas (N): Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan. N= = = = =

=n M Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap atau melepaskan 1 mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks)

Sumber: (Romdhoni, 2011)

1.2. Perbedaan cairan dengan larutan Larutan adalah campuran homogen (komposisinya sama), serta sama ukuran partikelnya, tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikel-partikel penyusunnya berukuran sama (baik ion, atom, maupun molekul) dari dua zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud cair, padat, atau gas. Cairan, terdiri dari unsur-unsur atau partikelpartikel yang posisi relatifnya bebas berubah tanpa terpisah. Sumber: (Juliantara, 2009)

1.3. Klasifikasi Cairan Elektrolit dan Non-Elektrolit Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan, sebaliknya, jika larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan nonelektrolit. Glukosa (C6H12O6), etanol (C2H5OH), gula tebu (C12H22O11), larutan urea (CO(NH2)2) merupakan beberapa contoh senyawa yang dalam bentuk padatan, lelehan maupun larutan tidak dapat menghantarkan arus listrik. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Tabel 1. Komposisi Elektrolit dalam Cairan Tubuh Manusia

Tabel 2. Gambaran Perbedaan Kation/Anion dalam Cairan Intraselular dan Interstitial

Zat Non- Elektrolit dalam Plasma: - Fosfolipid 280 mg/dl - Kolesterol 150 mg/dl - Lemak netral 125 mg/dl - Glukosa 100 mg/ dl - Urea 15 mg/dl - Asam laktat 10 mg/dl - Asam urat 3 mg/ dl - Kreatinin 1,5 mg/ dl - Bilirubin 0,5 mg/ dl Sumber: (Faqih, 2009) Larutan Berdasarkan Kejenuhan a. Larutan Tak Jenuh: Larutan yang mengandung solut (zat terlarut) kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. b. Larutan Jenuh: Larutan yang mengandung sejumlah solut yang larut dan mengadakan kesetimbangan dengan solut padatnya. c. Larutan Lewat Jenuh: Larutan yang mengandung lebih banyak solut daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Larutan Berdasarkan Jumlah Solut Terlarut a. Larutan Pekat: Larutan yang mengandung lebih banyak solut dibanding solvent. b. Larutan Tidak Pekat (encer): Larutan yang relatif lebih sedikit solut dibanding solvent. Sumber: (Juliantara, 2009)

1.4. Faktor yang mempengaruhi kelarutan a. Temperatur b. Pemilihan pelarut c. Efek ion-sekutu d. Efek aktivitas e. Efek pH f. Efek hidrolisis g. Hidroksida metal

h. Efek pembentukan kompleks Sumber: http://books.google.co.id/books?id=63qleQuMe40C&pg=PA231&lpg=PA231&dq=fakto r+yang+mempengaruhi+kelarutan&source=bl&ots=6QvUhndGL4&sig=b85XZHBGSE WAdV_4HCquOsS5X8M&hl=en&sa=X&ei=NzH6UoaYJKSziAfqhYGoDQ&redir_esc =y#v=onepage&q=faktor%20yang%20mempengaruhi%20kelarutan&f=false

2.

Memahami dan menjelaskan keseimbangan cairan dalam tubuh 2.1. Kadar normal cairan dalam tubuh Pada kebanyakan individu, sekitar 60% dari berat badannya adalah air. Persentasi ini berkisar antara 50% hingga 70%, dan angka tepatnya terkait dengan kadar lemak dari tiap individu. Karena lemak memiliki kadar air yang lebih rendah, maka seseorang dengan kadar lemak yang tinggi memiliki persentasi berat air yang lebih kecil. (Sherwood, et. al., 2010) Terdapat 2 kompartemen utama cairan tubuh, yaitu sebagai berikut: a. Cairan Intraselular, berkontribusi sebanyak 2/3 dari air di dalam tubuh I. Apabila berat air dalam tubuh adalah 60%, berat cairan intraselular adalah 40% dari berat badan. II. Cairan intraselular pada umumnya berupa solusi/larutan kalium dan protein sebagai anion organik. III. Membran sel dan proses metabolisme sel mengatur cairan intraselular. b. Cairan Ekstraselular, berkontribusi sebanyak 1/3 dari air di dalam tubuh I. Sebanyak 20% dari berat badan manusia adalah cairan ekstraselular II. Cairan ekstraselular pada umumnya berupa solusi/larutan NaCl dan NaHCO3 III. ECF terbagi menjadi 3 subkompartemen i. Cairan interstitial, yaitu dari cairan ekstraselular ii. Plasma darah, yaitu dari cairan ekstraselular iii. Cairan transelular, yaitu sebanyak kurang lebih 1-2 liter

Gambar 2. Kadar Cairan Tubuh, dengan asumsi berat badan 70 kg Sumber: (Patlak, 1999) 2.2. Mekanisme keseimbangan cairan dalam tubuh Dari beberapa sumber pengeluaran dan pemasukan H2O, hanya dua sumber yang dapat diatur oleh tubuh untuk menjaga keseimbangan H2O. Untuk input H2O, rasa haus dapat diatur untuk memenuhi intake H2O dan untuk output H2O, ginjal dapat mengatur banyaknya urin yang akan dibentuk. Pengaturan pengeluaran H2O pada urin adalah faktor terpenting dalam menjaga keseimbangan H2O. Beberapa faktor lain dapat diatur, namun tidak menjadi pengaturan utama dalam menjaga keseimbangan H2O. Asupan air dari makanan dapat diatur untuk menjaga keseimbangan energi, dan kontrol terhadap pengeluaran keringat penting untuk menjaga suhu tubuh. H2O yang dihasilkan secara metabolik dan pengeluaran H2O dengan cara insensible loss tidak dapat diatur oleh tubuh

Pengaturan output air oleh vasopressin pada urin Perubahan osmolaritas cairan ekstraselular yang disebabkan oleh ketidak seimbangan input/output H2O dapat dikompensasi secara cepat dengan mengatur pengeluaran H2O oleh urin, tanpa harus mengeksresi zat-zat garamnya. Oleh karena itu, reabsorbsi dan eksresi H2O dibedakan dari reabsorbsi dan eksresi solute, sehingga jumlah H2O bebas yang dijaga/dibuang dapat berubah secara cepat untuk menjaga osmolaritas cairan ekstraselular. Reabsorbsi dan eksresi H2O bebas diatur oleh sekresi hormon vasopressin. Di seluruh nefron ginjal, reabsorbsi H2O sangat penting untuk mengatur volume cairan ekstraselular karena reabsorbsi garam disertai dengan reabsorbsi H2O dalam jumlah yang sama. Namun pada distal dan tubulus kolektivus, reabsorbsi H2O bebas dapat terjadi tanpa harus menyerap garam dalam jumlah yang sama. Hal ini dikarenakan adanya gradien osmotik vertikal dalam medulla ginjal, di mana terdapat sebagian dari tubulus itu.Vasopressin meningkatkan permeabilitas terhadap H2O di bagian akhir tubulus tersebut. Jumlah H2O bebas yang direabsorbsi sangat bervariasi, tergantung dari jumlah vasopressin yang disekresi, dan dari osmolaritas cairan ekstraselular. Vasopressin diproduksi di hypothalamus, dan disimpan di kelenjar pituitary. Vasopressin disekresi dari bagian posterior kelenjar pituitary atas perintah dari hypothalamus. Pengatur input air oleh mekanisme haus Haus adalah sensasi yang dirasakan secara subjektif, yang mendorong manusia untuk minum. Pusat haus terletak di hypothalamus, dekat dengan sel-sel yang mensekresi vasopressin. Pusat kontrol hypothalamus yang mengatur sekresi vasopressin dan rasa haus bekerja secara bersamaan. Adanya vasopressin dan rasa haus distimulasi oleh defisit H2O, dan kebalikannya, ditekan oleh adanya H2O bebas. Oleh karena itu, perintah untuk mengurangi output H2O oleh urin biasanya diiringi dengan rasa haus, supaya segera mendapat asupan H2O. Peranan osmoreseptor hypothalamus Pusat penerimaan input rasa haus dan sekresi vasopressin terletak pada bagian osmoreseptor hypothalamus. Osmoreseptor ini terus-menerus memonitor osmolaritas dari cairan yang mengelililinginya. Ketika osmolaritas cairan meningkat (karena kekurangan H2O), kebutuhan untuk menahan pengeluaran H2O meningkat. Hal ini menyebabkan sekresi vasopressin dan adanya rasa haus. Akibatnya, terjadi peningkatan reabsorbsi H2O di distal dan tubulus kolektivus, sehingga H2O dapat dikonservasi; namun di saat yang bersamaan, tubuh tetap memaksa agar intake H2O dilakukan segera. Seluruh mekanisme tersebut dapat mengganti H2O yang berkurang dari cairan ekstraselular, sehingga kondisi hipertonis cairan dapat diatasi. Kebalikannya, apabila terjadi kelebihan H2O, dengan manifestasi rendahnya osmolaritas cairan ekstraselular, menyebabkan meningkatnya produksi urin, dan menghilangkan rasa haus. Peranan reseptor volume pada arteri kiri jantung Meskipun stimulus sekresi vasopresin dan rasa haus terjadi karena peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular, namun sel pensekresi vasopressin dan pusat rasa haus juga dipengaruhi oleh perubahan volume cairan ekstraselular yang dideteksi oleh reseptor volume pada arteri kiri jantung. Reseptor-reseptor ini merespon tekanan peregangan pembuluh darah yang dipengaruhi oleh aliran darah, yang dapat dianggap sebagai volume cairan ekstraselular. Reseptor tersebut memonitor seberapa penuhnya pembuluh darah. Ketika terjadi penurunan volume ekstraselular yang tinggi (penurunan volume lebih dari 7%), reseptor volume tersebut secara refleks menstimulasi sekresi vasopressin.

2.3. Klasifikasi cairan tubuh 2.4. Input dan Output Kontrol terhadap H2O bebas sangat penting untuk meregulasi osmolaritas cairan ekstraselular. Peningkatan kadar H2O bebas dapat menyebabkan cairan ekstraselular terlalu encer, sebaliknya, apabila kadar H2O bebas menurun, maka dapat menyebabkan cairan ekstraselular menjadi kental. Perubahan osmolaritas cairan ekstraselular harus dengan cepat diperbaiki agar tidak terjadi perpindahan cairan dari intraselular menuju ekstraselular. Untuk menjaga keseimbangan H2O, diperlukan input dan output H2O yang seimbang. Sumber: (Sherwood, et. al., 2010) a. Sumber input H2O Sehari-harinya, sebanyak 1250 mL H2O didapatkan dari minuman. Namun ternyata, jumlah yang hampir sama, yaitu 1000 mL H2O, didapatkan dari makanan (dalam bentuk padat). Perlu diingat bahwa otot memiliki kandungan air sebanyak 75%; oleh karena itu, katakanlah seseorang makan daging sapi (otot hewan), maka 75% dari makanan tersebut adalah H2O. Buah dan sayuran memiliki kandungan air sebanyak 60% hingga 90%. Sehingga, sebagian besar air yang didapatkan manusia sehariharinya, berasal dari makanan padat dan minuman. Sisanya, sumber H2O yang paling kecil didapatkan adalah dari proses metabolisme tubuh. Beberapa reaksi kimia di dalam sel mengkonversi bahan makanan dan O2 menjadi energi, dengan menghasilkan CO2 dan H2O. Proses metabolisme ini mengeluarkan H2O dari sel menuju cairan ekstraselular sebanyak 350 mL setiap harinya. Sehingga rata-rata, input H2O manusia setiap harinya adalah 2600 mL. Sumber H2O lain juga didapatkan dalam kondisi terapi/pengobatan, misalnya melalui infus.

b.

Pengeluaran H2O (output) Hampir sebanyak 1 liter H2O keluar dari tubuh manusia tanpa disadari. Hal ini dinamakan insensible loss (kehilangan H2O tanpa kesadaran oleh sensorik manusia), dan terjadi karena proses respirasi-ekspirasi pada paru-paru dan pengeluaran keringat pada bagian-bagian kulit yang tidak mengeluarkan keringat. Ketika respirasi, udara yang masuk sebetulnya mengandung H2O. Namun H2O ini hilang ketika udara sudah masuk ke paru-paru. Umumnya kita tidak menyadari kehilangan H2O ini, namun ketika musim dingin, kita dapat melihat keluarnya uap H2O dari mulut/hidung kita. Insensible loss yang lain adalah keluarnya H2O dari kulit secara terus-menerus, bahkan ketika tidak sedang berkeringat sekalipun. Molekul air dapat berdifusi menembus sel-sel kulit dan berevaporasi tanpa disadari. Namun, kulit memiliki sifat tahan air oleh karena lapisan keratin di bagian terluarnya, yang berfungsi untuk menghindari keluarnya H2O secara berlebihan. Ketika lapisan ini rusak, misalnya pada kasus luka bakar, H2O dapat keluar lebih banyak lagi, sehingga dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh. Sensible loss, atau pengeluaran H2O yang disadari, salah satunya berupa keringat. Pada suhu udara 68F, sebanyak 100mL H2O hilang melalui keringat setiap harinya. Jumlah H2O yang hilang melalui keringat sangat bervariasi, tergantung dari temperatur lingkungan dan derajat aktivitas; jumlahnya berkisar dari 0 mL hingga beberapa liter ketika cuaca sangat panas. Jalur pengeluaran H2O yang lain adalah melalui feses. Pada umumnya, sebanyak 100mL H2O keluar melalui feses setiap harinya. Pada saat proses pembentukan feses di usus besar, sebagian besar H2O diabsorbsi oleh lumen digestivus menuju darah, sehingga dapat menghindari pembuangan H2O yang berlebihan. Namun pada kasus diare, jumlah H2O yang keluar dapat lebih banyak lagi. Pengeluaran H2O yang paling besar adalah melalui ekskresi urin, yaitu sebanyak 1500mL urin yang diproduksi setiap harinya. Total pengeluaran H2O setiap harinya adalah 2600 mL, sama dengan jumlah intake H2O dalam contoh ini. Keseimbangan ini sebetulnya tidak terjadi secara kebetulan. Biasanya, output H2O disesuaikan dengan input H2O, sehingga kadar H2O di dalam tubuh tetap terjaga.

3. Memahami dan menjelaskan Dehidrasi 3.1. Definisi

Mengutip Adyas (2011) pada Analisis Asupan Air dan Mutu Gizi Asupan Pangan pada Pria Dewasa di Indonesia, dehidrasi adalah suatu keadaan terlalu banyaknya cairan tubuh yang hilang dan tidak dapat digantikan dengan baik. Menurut Mann dan Stewart (2007) dan Gavin (2006), dehidrasi disebabkan karena meningkatnya kehilangan cairan tubuh, kurangnya asupan air, atau oleh kedua hal tersebut. Dehidrasi ditandai oleh munculnya rasa haus. Apabila rasa haus tersebut tidak direspon dengan meminum air dalam jumlah yang cukup maka keadaannya akan semakin memburuk. Rasa haus ini akan semakin sulit diterima dan direspon seiring dengan bertambahnya usia. Akibatnya, rasa haus tersebut akan berkembang menjadi rasa lemah dan lemas, letih, kehilangan kesadaran, bahkan kematian (Whitney & Rolfes 2008; Adyas, 2011). 3.2. Faktor, penyebab dan gejala Penyebab Beberapa penyebab dehidrasi antara lain: diare, muntah , penggunaan obat diuretik yang mengakibatkan ginjal mengeluarkan sejumlah besar air dan garam, panas yang berlebihan, demam, kurangnya asupan cairan karena penyakit tertentu seperti penyakit diabetes dan Addison. Gejala Beberapa gejala dehidrasi antara lain: a. Rasa haus Tanda yang paling umum dan paling awal pada dehidrasi adalah rasa haus yang muncul. Rasa haus ini juga diikuti oleh mulut, tenggorokan yang terasa kering dan lidah sedikit membengkak. b. Jarang buang air kecil Karena tubuh telah kekurangan cairan, maka otomatis ginjal akan mengurangi produksi urine karena harus memenuhi asupan cairan bagi bagian tubuh lainnya. Jika buang air kecil, maka warnanya akan lebih kuning atau berwarna gelap. c. Kulit tidak elastis Dehidrasi juga ditandai oleh tidak elastisnya kulit. d. Kepala terasa pusing dan berkunang-kunang e. Dehidrasi dapat mengakibatkan kepala terasa pusing dan berkunang-kunang, dan tubuh terasa lelah serta mengantuk. f. Penyakit sembelit dan tidak berkeringat Dehidrasi bisa menyebabkan sembelit karena kurangnya cairan. Sumber: (Setiyani, n.d.) 3.3. Mekanisme Terjadinya Dehidrasi Dehidrasi terjadi akibat kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama natrium. Kehilangan cairan (air) menyebabkan peningkatan kadar natrium, pengingkatan osmolalitas, serta dehidrasi intraseluler. Kondisi ini menyebabkan gangguan fungsi sel dan kolaps sirkulasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar serum dari natrium. Dehidrasi isotonis terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan natrium dalam darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relative sama dalam kompartemen intravaskuler maupun kompartemen ekstravaskuler. Dehidrasi hipotonis terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih bnayak dari darah. Karena kadar natrium serum rendah, air dikompartemen intravaskuer ke ekstravaskuler, sehingga menurunkan volume intravascular. Dehidrasi hipertonis terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah. Secara garis besar kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Awal tanda dehidrasi dapat terjadi pada stadium awal ketika Na dan Cl keluar bersama cairan tubuh. 36 48 jam kemudian terjadi reabsorpsi berlebihan oleh ginjal yang nmengakibatkan Na dan Cl ektrasel meningkat (Hipertonik). Peningkatan osmolaritas ekstrasel inilah yang mengakibatkan penarikan air dari dalam sel. Sel menjadi dehidrasi

sehingga merangsang hipofisis untuk mensekresi ADH yang nantinya menahan cairan di Ginjal dan menghasilkan oliguria. Pada saat tubuh kehilangan sodium, terjadi hipotoni ekstrasel (sebagian air masuk ke sel sehingga sel tidak merasa kehilangan air) sehingga osmosis menurun dan ADH dihambat lalu ekskresi urin meningkat (agar tercapai CES yang normal). Akibatnya volume plasma dan cairan interstisial menurun. Sumber: (Rahmawati, n.d.) 3.4. Penanganan Penanganan akan dehidrasi harus segera dipenuhi. Jika kehilangan air dan elektrolit terus berlanjut, tekanan darah bisa turun sangat rendah, menyebabkan syok dan kerusakan yang berat pada berbagai organ dalam, seperti ginjal, hati, dan otak. Syok adalah kondisi dimana tekanan darah turun sedemikian rendah sehingga aliran darah ke jaringan tidak lagi dapat dipertahankansecara adekuat. Syok yang terjadi akibat diare atau kehilangan cairan yangberlebih dapat dikategorikan sebagai syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit akibat dehidrasi membuat air tidak dapar berpindah dari cadangannya dari dalam sel ke dalam vascular,sehingga jumlah air dalam aliran darah berkurang. Aliran darah yang berkurang menyebabkantekanan darah menurun. Sumber: (Rahmawati, n.d.) Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, perlu dilakukan perkiraan deifisit cairan tubuh, yang ditentukan persentasi penurunan berat badan. Untuk mengetahui banyaknya jumlah cairan yang hilang, kalikan persentasi kehilangan berat badan dengan Kg berat badan. Dimisalkan berat pasien adalah 154 pound, atau 70 kg, dan penurunan berat badannya adalah 10 pound (4,5 kg), maka pasien tersebut mengalami penurunan berat badan sebanyak 6%, atau sekitar 4,2 L cairan tubuh.

Beberapa solusi/larutan untuk mengganti defisit cairan ekstraselular antara lain: a. Lactated Ringers, 1500 mL, untuk mengganti cairan ekstraselular yang hilang (bervariasi, tergantung dari kadar kalium dan kalsium serum) b. Larutan NaCl 0,9% 500 mL c. 5% Dextrosa dalam air (D5W), 4700 mL, untuk mengganti air yang hilang dan meningkatkan output urin d. Kalium klorida 40-80 mEq, dapat dibagi menjadi 3 liter untuk mengganti kehilangan kalium. Kadar kalium dalam serum harus dimonitor secara intensif. e. Bikarbonat, diperlukan apabila penderita dalam kondisi acidosis f. Transfusi darah ketika volume yang hilang akibat pendarahan Sumber: (Kee, et. al., 2010)

4. Memahami dan menjelaskan gangguan elektrolit 4.1. Penyebab Penyebab HIPOI ATERMIA Penyakit ginjal Insufisiensi Kehilangan melalui gastrointestinal Penggunaan diuretic (terutama yang disertai dengan diet rendah natrium) Gangguan pompa natrium- kalium disertai penurunan kalium sel dan natrium serium Asodosis metabolic

Tanda dan gejala Pemeriksaan Fisik: Denyut nadi cepat namun lemah, hipotensi, pusing, ketakutan, dan kecemasan, kram abdomen, mual, dan muntah, diare, koma dan konvulsi, sidik jari meninggalkan bekas pada sternum setelah palpasi, koma, kulit lembab dan dingin, perubahan kepribadian. Hasil Pemeriksaan Laboratorium: natrium serum < 135 mEq/ L, osmolalitas serum < 280 mOsm/ kg Pemeriksaan Fisik: demam tingkat rendah, hipotensi postural, lidah dan membran mukosa kering, agitasi, konvulsi, gelisah, eksitabilitas, oliguria/ aniria, rasa haus Hasil Pemeriksaan Laboratorium: natrium serum > 145 mEq/L, osmolalitas serum > 295 mOsm/ kg, dan berat jenis urine > 1,030 (jika kehilangan air bukan disebabkan disfungsi ginjal) Pemeriksaan Fisik: denyut nadi lemah dan tidak teratur, pernafasan dangkal, hipotensi, kelemahan, bising usus menurun, blok jantung (pada hipokalemia berat), parestesia, keletihan, tonus otot menuru, distensi usus Hasil Pemeriksaan Laboratorium: kalium serum < 3 mEq/L menyebabkan depresi gelombang ST, gelombang T datar, gelombang U lebih tinggi, pada pemeriksaan EKG; kadar kalium serum 2 mEq/ L menyebabkan kompleks QRS melebar, depresi ST, inversi gelombang T (Raimer,1994) Pemeriksaan Fisik: denyut nadi tidak menurun dan lambat, hipotensi, kecemasan/ ansietas, iritabilitas, parestesia, kelemahan. Hasil Pemeriksaan Laboratorium: kalium serum > 5,3 mEq/L menyebabkan repolarisasi lebih cepat (gelombang T mencapai puncaknya, frekuensi denyut jantung 60- 110), kadar kalium serum > 7mEq/L menyebabkan konduksi interatial rusek (gelombang P lebar dan rendah) sedangkan kadar kalium > 8 mEq/L menyebabkan tidak adanya aktivitas atrial (tidak ada gelombang P) pada pemeriksaan EKG (Raimer, 1994)

HIPERN ATREMIA Memgkonsumsi sejumlah besar larutan pekat Pemberian larutan salin hipertonik lewat IV secara iatrogenik Sekresi aldosteron yang berlebihan

HIPOKALEMIA Penggunaan diuretik yang dapat membuang kalium Diare, muntah, muntah, atau kehilangan cairan yang lain melalui saluran gastrointestinal Alkalosis Sindrom Cushing atau tumor yang dapat memproduksi hormon adrenal Poliuria Pengeluaran keringat yang berlebihan Penggunaan cairan IV- bebas kalium secara berlebihan HIPERKALEMIA Gagal ginjal Dehidrasi hipertonik Kerusakan seluler yang parah seperti akibat luka bakar dan trauma Insufisiensi adrenal Asidosis Infus darah yang berlangsung cepat Penggunaan diuretik yang mempertahankan kalium

Sumber: (Faqih, 2009)

4.2. Manifestasi klinik pemeriksaan 4.3. Penanganan 5. Memahami dan menjelaskan pandangan islam dalam etika meminum 5.1. Aturan minum a. Menggunakan tangan kanan ketika minum/makan Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita makan dan memegang bekas minuman menggunakan tangan kanan dan melarang umatnya menggunakan tangan kiri, karena itu adalah sifat syaitan dan ciri-ciri orang yang bongkak (sombong). Dari Jabir R.A. berkata, Rasulullah bersabda: Jangan engkau makan dengan (tangan) kirimu, sesungguhnya syaitan itu makan dan minum dengan tangan kirinya. Niat Karena Allah SWT. Hendaklah ketika minum, berniat untuk menyegarkan dan menyehatkan tubuh agar memudahkan beribadah karena Allah SWT. Membaca Bismillah Memulai minum dengan basmallah: Bismillahi Rahmanirrahim Membaca basmallah sebelum makan untuk mengelakkan penyakit karena bakteri dan racun membuat perjanjian dengan Allah SWT. Apabila bismillah dibacakan, maka bakteri dan racun akan musnah dari sumber makanan. Apabila seseorang di antara kamu minum dan memakan makanan, katakanlah Bismillah. Apabila lupa pada permulaannya, katakanlah Bismillahi fil awalihi wa akhirihi. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi) Membaca Doa Doa minum air

b.

c.

d.

e.

Ya Allah! Sesungguhnya daku meminumnya dengan harapan Dikau mengampuni daku dan mengabulkan maksudku; Maka ampunilah daku serta kabulkanlah. Minum dengan 3 Nafas Minum dengan tiga kali tegukan dan elakkan bernafas ke dalam bekas minuman. Setiap kali berhenti minum hendaklah diarahkan pernafasan ke tempat lain.Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jika kamu minum maka janganlah bernafas dalam bekas air minumnya. (HR. Bukhari dan Muslim r.a.) Nabi SAW sering meminum dengan tiga kali teguk, sambil bernafas di luar gelas dan mengucapkan Alhamdulillah di antara tiga kali tegukan. Baginda SAW juga akan teruskan minum dengan setiap tegukan diselangi bernafas di luar gelas sehingga habis. Diriwayatkan dari Anas radhiyalaahu anhu (r.a.) bahawa Rasulullah SAW bernafas tiga kali ketika minum, Rasulullah SAW biasa bernafas tiga kali sewaktu minum. (HR. Muttafaq alaih). Anas bin Malik r.a. berkata lagi; Baginda SAW bersabda: Sungguh, ini lebih mengenyangkan, menyembuhkan, dan menyegarkan. (HR Bukhari dan Muslim) Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau mengatakan, Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam minum beliau mengambil nafas di luar bekas air minum sebanyak tiga kali. Dan Baginda SAW bersabda, Hal itu lebih segar, lebih sedap dan lebih nikmat. Anas mengatakan, Oleh kerana itu ketika aku minum, aku bernafas tiga kali. (HR. Bukhari no. 45631 dan Muslim no. 2028)

f.

Dilarang Meniup Minuman Jangan bernafas dan meniup air minum di dalam bekas, terutama meniup air yang panas, kerana perbuatan itu akan menjadikan minuman bertoksid disebabkan Co2 yang dihembuskan ke dalamnya. Ubay bin Kaab berkata: Rasulullah SAW tidak pernah meniup makanan dan minuman, tidak bernafas di dalam cawan. Bahkan beliau melarang meniup makanan dan minuman. Dari Ibnu Abbas, Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang untuk bernafas atau meniup bekas air minum. (HR. Turmudzi no. 1888 dan Abu Dawud no. 3728, hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani) Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi mengatakan, Larangan bernafas dalam bekas air minum adalah termasuk etika kerana dikhuatirkan hal tersebut mengotori air minum atau menimbulkan bau yang tidak enak atau dibimbangkan ada sesuatu dari mulut dan hidung yang terjatuh ke dalamnya dan hal-hal semacam itu. Minum dalam keadaan duduk Janganlah kita minum dalam keadaan berdiri walaupun ia dibolehkan tetapi ia makruh yang menghampiri kepada haram. Anas juga berkata: Rasulullah SAW telah melarang minum sambil berdiri. (HRMuslim) Jika tidak ada tempat untuk duduk adalah diharuskan minum sambil berdiri. Adapun Rasulullah SAW pernah sekali minum sambil berdiri, oleh kerana ada sesuatu yang menghalangi Baginda SAW untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat hanya sekali kerana darurat!

g.

Dari Ibnu Abbas beliau mengatakan, Aku memberikan air zam-zam kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maka Baginda SAW lantas minum dalam keadaan berdiri. (HR. Bukhari dan Muslim r.a.) Sumber: (Shafi, 2011)

Anda mungkin juga menyukai