Anda di halaman 1dari 18

2).

Pelaksanaan disinseksi Pelaksanaan disinseksi dilakukan sebagai berikut: Untuk bagian-bagian kapal yang yang tersembunyi seperti lubanglubang kecil dilantai dan tempat-tempat yang sulit menggunakan hand sprayer atadigunakan volume beratang upun mist blower. Untuk ruang lebar terbuka menggunakan ULV electric sprayer. Mengisi formulir isian yang memuat data tentang nama bahan pestisida/insektisida volume berat bahan pestisida yang digunakan, bahan pelarut, catatan (waktu, hari dan tanggal pelaksanaan), nama petugas pelaksana dan supervisor yang bertanggung jawab. Membuat laporan pelaksanaan secara tertulis.

1).

Pengawasan disinseksi oleh petugas KKP Melakukan pengawasan atas seluruh kegiatan selurus disinseksi yang dilakukan oleh BUS Memberikan masukan, saran, maupun teguran kepada BUS agar pelaksanaan kegiatan disinseksi sesuai standar. Membuat laporan tertulis

BAB III A. Sertifikasi 1. Sertifikasi disinfeksi untuk kapal laut Sertifikasi disinseksi kapal laut diterbitkan sejalan dengan penerbitan Sertifikasi Tindakan Sanitasi Kapal (SSCC). 2. Sertifikasi disinfeksi untuk pesawat udara Sertifikasi disinseksi residual (residual disinsection certificate) pesawat udara berlaku selama 2 bulan. Sertifikasi disinseksi non residual (knock down) berlaku untuk satu kali penerbangan atau sesuai permintaan negara tujuan. 3. Sertifikasi untuk Badan Usaha Swasta Izin usaha Badan Usaha Swasta (BUS) yang akan melakukan kegiatan disinseksi dipelabuhan, bandara dikeluarkan oleh Direktor Jendral Pengendalai Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Kantor Kesehatan Pelabuhan setempat.

B. Pelaksana Pelaksana kegiatan disinseksi khususnya untuk aplikasu residual disinseksi dilakukan oleh Badan Usaha Swasta (BUS/pihak ke-3) yang telah mendapat persetujuan dari Direktorat Jendaral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI. Sedangkan tindakan disinseksi non residual dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan dan atau oleh awak pesawat pada saat pesawat dalam penerbangan. BAB IV PELAPORAN, MONITORING, DAN EVALUASI 1. PELAPORAN Setiap selesai kegiatan disinseksi pengawas KKP membuat laporan Badan Usaha Swasta (BUS) membuat laporan bulanan kegiatan disinseksi kepada KKP 2. MONITORING dan EVALUASI Kantor Kesehatan Pelabuhan melakukan pengawasan kepada setiap pelaksanaan kegiatan disinseksi Evaluasi dilakukan setiap 3 bulan BAB V PENUTUP Petunjuk teknik disinseksi ini dibuat sebagai petunjuk teknis standar bagi petugas kantor kesehatan pelabuhan maupun badan usaha swasta (BUS) yang melakukan kegiatan disinseksi di kapal laut di seluruh indonesia. Kiranya petunjuk teknis ini dapat di aplikasikan dengan baik dan benar oleh petugas lapangan. DAFTARPUSTAKA 1. International Healat Regulation, 2005 2. Aircraft disinsection, Australian Quarantine end Inspection Service, AQIS, 2006 3. WHO (1961), Aircruft Disinsection, World Health Organization Technical Report Series 206: 3 26 4. WHO (1987), recommendations on the disinsecting of aircruft. Weekly Epidemiological Record 44: 335-336

5. WHO (1990a), Permethrin Enviromental Health Criteria 94, world Health Organization, Geneva. 6. WHO (1990b), Permethrin Enviromental Health Criteria 94, world Health Organization, Geneva. 7. Depkes RI, Petunjuk teknis pengendalian vektor di angkutan umum, jakarta 2003. 8. Depkes RI, Buku Petunjuk teknis KKP (Himpunan Peraturan Perundangundangan yang berhubungan dengan KKP), Edisi 4, Tahun 2002. Pengendalian Vektor
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pesisir merupakan wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Kawasan pesisir juga dipahami sebagai Kawasan tempat bertemunya berbagai kepentingan, baik Masyarakat, Pemerintah Kabupaten, dan Investor dalam rangka memanfaatkan potensi kawasan pesisir. Kawasan Pesisir adalah kawasan yang sangat kaya akan sumber daya alam dan sangat potensial sebagai modal dasar pembangaunan nasional Secara historis, kota- kota penting dunia bertempat tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan, serta memudahkan terjadinya pedagangan antar daerah, pulau dan benua. Selain itu, wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat masuknya gelombang besar air laut ke darat, yaitu dengan keberadaan hutan mangrove. Pada masa Orde Baru, pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat pada UU nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang pasal 9 ayat 2 dimana dinyatakan bahwa wilayah lautan dan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undang-undang. Namun di masa reformasi, dengan kelahiran UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis pantai. Selain itu juga diterbitkan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Era global peradaban di tahun milenium ketiga, ditengarai dengan kemajuan pesat di bidang teknologi dan transportasi, perdagangan bebas, mobilitas penduduk antar negara antar wilayah yang sedemikian cepat membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat global yang harus dikelola dengan baik. Dampak negatif di bidang kesehatan pada tingkatan kemajuan teknologi transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar negara, antar wilayah tersebut adalah percepatan perpindahan dan penyebaran pentakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaannya. Dalam rangka melindungi negara dari penularan/penyebaran penyakit oleh serangga (vektor) maupun kuman /bakteri yang terbawa oleh alat angkut, dan barang bawaan yang masuk melalui pintu-pintu masuk negara tersebut, berdasarkan International Health Regulation (IHR) Tahun 2005 yang berlaku, semua alat angkut harus bebas dari vektor.
B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Apa dan bagaimana peran Vektor? 2. Apa permasalahan masyarakat di wilayah pesisir? 3. Bagaimana pengendalian vektor di wilayah pantai dan pesisir? 4. Contoh kasus pengendalian vektor di wilayah pantai!
C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dalam pembahasan ini adalah 1. Untuk mengetahui peran vektor. 2. Untuk mengetahui permasalahan di wilayah pesisir. 3. Agar mengetahui cara pengendalian vektor di wilayah pantai dan pesisir. 4. Mengetahui dan menerapkan contoh kasus pengendalian vektor di wilayah pantai.

BAB II PEMBAHASAN A. Peranan Vektor

Secara definisi vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar. Vektor potensial adalah vektor yang secara aktif berperan dalam penyebaran penyakit. Vektor ini baik secara biologis maupun mekananis selalu mencari hospesnya untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu ada vektor pasif, artinya secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa dalam tubuh vektor ada agen patogen dan dapat menularkan agen tersebut kepada hospes lain, tetapi vektor ini tidak aktif mencari mangsanya. Dengan adanya perubahan lingkungan, kemungkinan vektor tersebut dapat berubah menjadi aktif. Vektor biologis, dimana agen penyakit harus mengalami perkembangan ke stadium lebih lanjut. Bila tidak ada vektor maka agen penyakit kemungkinan akan mati. Contoh yang paling mudah adalah schistosomiasis, penyakit akibat cacing Schistosoma japonicum. Larva (miracidium) masuk ke dalam tubuh siput, berkembang menjadi sporocyst dan selanjutnya menjadi redia, kemudian menjadi cercaria yang akan keluar dari tubuh siput, aktif mencari definif host, melalui kulit dimana akan terjadi dermatitis (SOULSBY, 1982). Vektor mekanis, dimana agen penyakit tidak mengalami perkembangan, tetapi hanya sebagai pembawa agen penyakit. Tidak seperti penyakit malaria atau arbovirus dimana terjadinya infeksi cukup satu kali gigitan vektor yang sudah terinfeksi, pada infeksi filaria, vektor harus sering menggigit hospesnya agar terjadi infeksi. Diperkirakan lebih dari 100 gigitan agar cacing dapat bereproduksi dan menghasilkan mikrofilaria.

Vektor insidentil, vektor ini secara kebetulan hinggap pada manusia, kemudian mengeluarkan faeces yang sudah terkontaminasi agen penyakit dekat mulut. Secara tidak sengaja masuk ke dalam mulut, contohnya pada penyakit Chagas yang disebabkan oleh Trypanosoma cruzi dan vektor yang berperan adalah Triatoma bugs. Vektornya sebenarnya masuk dalam siklus silvatik, hanya diantara hewan rodensia. Manusia terkontaminasi bila vektornya masuk dalam lingkungan manusia.
B. Permasalahan Wilayah Pesisir

Ada beberapa masalah yang terjadi dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia antara lain adalah pencemaran, degradasi habitat, over eksploitasi sumber daya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan bencana alam. a. Pencemaran Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (DKP RI, 2002). Masalah pencemaran ini disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai. Begitu juga dengan vektor pembawa penyakit, apalagi dengan kondisi sanitasi lingkungan yang masih memprihatinkan. Pengembangan kota dan industri merupakan sumber bahan sedimen dan pencemaran perairan pesisir dan laut. Pesatnya perkembangan pemukiman dan kota telah meningkatkan jumlah sampah baik padat maupun cair yang merupakan sumber pencemaran pesisir dan laut yang sulit dikontrol. Sehingga berdampak pada kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. b. Kerusakan Fisik Habitat Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan telah mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Hal ini terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang, dan rumput laut atau padang lamun. Kebanyakan rusaknya habitat di daerah pesisir adalah akibat aktivitas manusia seperti konversi hutan mangrove untuk

kepentingan pemukiman, pembangunan infrastruktur, dan perikanan tambak. Indonesia memiliki cadangan hutan mangrove tropis terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta ha atau sekitar 30 40 % dari jumlah seluruh hutan mangrove dunia Hutan mangrove di Indonesia terpusat di Irian Jaya dan Maluku (71%), Sumatra (16 %), Kalimantan (9 %) dan Sulawesi ( 2,5 %). Namun akibat dari aktivitas manusia, pada tahun 1970 1980, luas hutan mangrove Indonesia berkurang sekitar 700.000 ha untuk penggunaan lahan lainnya (Nugroho dkk 2001). c. Eksploitasi sumber daya secara berlebihan
Ada

beberapa sumber daya perikanan yang telah dieksploitir secara berlebihan

(overfishing), termasuk udang, ikan demersal, palagis kecil, dan ikan karang. d. Abrasi Pantai Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : (1) proses alami (karena gerakan gelombang pada pantai terbuka), (2) aktivitas manusia.

upportEmptyParas]--> e. Konversi Kawasan Lindung ke Penggunaan Lainnya. Dewasa ini banyak sekali terjadi pergeseran penggunaan lahan. Akibatnya terjadi kerusakan ekosistem di sekitar pesisir, terutama ekosistem mangrove. Jika ekosistem mangrove rusak dan bahkan punah, maka hal yang akan terjadi adalah (1) regenerasi stok ikan dan udang terancam, (2) terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh hutan mangrove, (3) pedangkalan perairan pantai, (4) erosi garis pantai dan intrusi garam. f. Bencana Alam Bencana alam merupakan kejadian alami yang berdampak negatif pada sumber daya pesisir dan lautan diluar kontrol manusia. Beberapa macam bencana alam yang sering terjadi di wilayah pesisir dan merusak lingkungan pesisir antara lain adalah kenaikan muka laut, gelombang pasang tsunami, dan radiasi ultra violet.
C. Pengendalian Vektor Di Wilayah Pantai Dan Pesisir

1. Migrasi burung Masyarakat diharapkan mewaspadai, dan berhati-hati terhadap burung yang berimigrasi dari suatu tempat ke tempat lain. Sebab, kemungkinan burung membawa virus flu burung. Mengingat, burung-burung tersebut biasanya tersebar di pantai laut Pulau Jawa dan daerah lain yang banyak persediaan makanan burung. Masyarakat harus melakukan gerakan lingkungan bersih dan sehat dalam menjaga kesehatannya. Dengan cara mengadakan semprotan pembasmi bakteri

vaktogen dan obat insektisida untuk membunuh lalat dan larvanya dilaksanakan rutin seminggu sekali. Penyemprotan dikhususkan pada rumah penduduk di tepi pantai, pasar ayam, tempat pemotongan, dan kios ayam. penyemprotan disinfektan ini dilakukan sebagai upaya awal untuk mencegah dan menghambat berkembangnya virus flu burung. 2. Pencegahan Vektor Masuk Di Daerah Pantai Atau Pesisir Melalui Kapal Pencegahan vektor masuk di daerah pesisir atau pantai dengan dilaksanakannya program disinseksi yaitu untuk menghindari kapal dari serangga/vektor

penyebab/penular penyakit (tikus, kecoak, nyamuk Aedes Aegypti/Anopheles) yang terbawa oleh alat angkut penumpang/barang di Pelabuhan. Prosedur Tindakan Disinseksi Berdasarkan Peraturan Dirjen PP & PL 1. Penggunaan alat pelindung diri sebelum melakukan tindakan disinseksi misalnya, sarung tangan, masker, sepatu boat, dll 2. Penggunaan peralatan untuk disinseksi, misalnya, hand sprayer, mist blower, dan electric sprayer. 3. Pelaksanaan disinseksi dilakukan sebagai berikut: a. Untuk bagian-bagian kapal yang tersembunyi seperti lubang-lubang kecil di lantai dan tempat-tempat sulit menggunakan hand sprayer ataupun mist blower. b. Untuk ruang lebar terbulca menggunakan ULV electric sprayer. c. Mengisi formulir isian yang memuat data tentang nama bahan

pestisida/insektisida yang digunakan volume berat bahan pestisida yang digunakan, bahan pelami, catatan (waktu, hari dan tanggal pelaksanaan), nama petugas pelaksana dan supervisor yang bertanggungjawab. d. Membuat laporan pelaksanaan secara tertulis. 4. Pengawasan disinseksi oleh petugas KKP a. Melakukan pengawasan atas seluruh kegiatan disinseksi yang dilakukan oleh BUS (Badan Usaha Swasta) b. Memberikan masukan, saran, maupun teguran kepada BUS agar pelaksanaan kegiatan disinseksi sesuai standar. c. Membuat laporan tertulis Hambatan & Upaya Pelaksanaan Tindakan Disinseksi. Adapun kapal yang di disinseksi yaitu kapal barang atau kargo, dan untuk kapal penumpang hanya diberikan peringatan secara lisan karena berbagai kendala, salah satunya yaitu, kapal

penumpang hanya transit pada suatu daerah dalam waktu beberapa jam, dan keadaan kapal sangat sulit dikosongkan dari manusia. Sedangkan untuk pelaksanaan disinseksi diperlukan waktu yang cukup lama (sesuai ukuran kapal) dan dan kapal harus kosong dari manusia dan barang yang mudah terkontaminasi oleh racun yang ditimbulkan oleh pestisida /insektisida yang digunakan untuk disinseksi.
2. Memutus daur hidup

Setiap vektor mempunyai siklus hidup yang berbeda-beda, mulai dari telur, larva atau nimfe dan dewasa. Semuanya ini mempunyai karakteristik sendiri yang spesifik dan sangat dipengaruhi keadaan lingkungan. Oleh karena itu pengetahuan tentang epidemiologi dari vektor tersebut sangat penting dan diperlukan untuk membuat program penanggulangannya. Keakuratan data dari sistim di alam yang menyangkut sistim vektor borne disease dan agen penyakit-vektor-hospes akan mempengaruhi model program penanggulangan yang akan diajukan.
3. Penggunaan insektisida

Insektisida digunakan untuk membunuh serangga. Beberapa jenis insektisida yang sering digunakan mulai dari organochlorine, organofosfat, carbamate, pyrethrin dan jenisjenis yang lain baik derivatnya maupun campurannya akan berfungsi untuk membunuh serangga. Metoda pemberian insektisida adalah dengan sistim pengasapan (fogging), tetapi perlu diperhatikan juga berapa lama insektisida tersebut masih aktif, karena fogging kebanyakkan di perumahan. Residual insektida mungkin lebih baik digunakan karena mempunyai efek jangka panjang. Selain fogging, perlu juga digunakan repellent untuk mencegah vektor tidak menggigit manusia. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk, orang sering menggunakan kelambu yang sudah ada insektisida (impregnated net).
D. Contoh kasus pengendalian vektor malaria di wilayah pantai

Kabupaten Simeulue yang pada umum masyarakatnya bermukim disepanjang pantai, daerah perkebunan dan persawahan, sejak terjadinya bencana alam. Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 serta gempa 28 Maret 2005 telah merobah tatanan kehidupan, perilaku serta keadaan pemukiman masyarakat sehingga keadaan masyarakat ditinjau dari segi kesehatan sangat memprihatinkan, masyarakat berpindah ke tempat yang baru dengan hidup apa adanya apalagi pulau Simeulue merupakan daerah Endemis Malaria, Kabupaten Simeulue telah melakukan berbagai upaya upaya seperti : 1. Sosialisasi dan advokasi pada Pemerintah Daerah/sektor terkait

2. Peningkatan mutu dan kualitas petugas malaria tingkat Kabupaten dan Kecamatan 3. Menjalin kerjasama dengan Depkes RI, Dinkes Provinsi NAD dan sektor terkait. 4. Menjalin kemitraan dengan Badan Donor/NGO 5. Menyusun buku Muatan Lokal Malaria untuk SD,SMP,SMA 6. Membuat Qanun Malaria Pada tahun 2007 Dinas Kesehatan telah melaksanakan beberapa kegiatan melalui dana APBD TK II dan bantuan dari GF ATM, Mentor dan Unicef antara lain :
Pencarian

Kasus Pencarian dan Pengobatan penderita Penyakit Malaria di 8 Kecamatan.

Pengendalian

Vektor

1. Kelambunisasi 2. IRS (Penyemprotan Rumah) 3. Larvaciding


Survey Vektor

Penular penyakit Malaria

Dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue melalui program Malaria perkembangan penurunan kasus dari tahun ke tahun Pada tahun 2006 Malaria klinis 3.309 kasus dan yang positif 669 kasus.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar. 2. Permasalahan wilayah pesisir sangat penting khususnya masalah pencemaran yang terkait dengan perkembangbiakan vektor. Ini di sebabkan karana pencemaran lingkungan berhubungan langsung dengan sanita di tempat tersebut. 3. Masyarakat diharapkan mewaspadai, dan berhati-hati terhadap burung yang berimigrasi dari suatu tempat ke tempat lain. Sebab, kemungkinan burung membawa virus flu burung 4. Pentingnya dilakukan disinseksi agar kapal terhindar dari vektor pembawa penyakit, dan agar kapal terhindar dari penyakit menular. 5. Pembangunan kesehatan tetap merupakan kebutuhan masyarakat yang akan meningkat secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan pembangunan secara nasional. Untuk itu upaya-upaya dibidang kesehatan dalam lebih ditingkatkan agar hasil pembangunan kesehatan dapat terus ditingkatkan
B. SARAN

Pengendalian vektor di wilayah pesisir bukanlah hal yang mudah, karena itu di harapkan partisipasi pemerintah, sekarang saatnya melirik dan memperhatikan wilayah pesisir, mengingat begitu banyak potensi di wilayah tersebut termasuk sebagai tempat wisata bahari. Karena itu daerah pesisir pun harus diperhatikan tingakat kesehatan dan kesejahteraan masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA Bagus Kurniawan, Diduga Penyebar Virus AI, Burung di Pantai Trisik Diteliti , http://www.detiknews.com/read/2006/03/08/225034/555147/10/diduga-penyebar-virus-ai-burung-dipantai-trisik-diteliti,

akses 26 November 2009.

Chandra budiman, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 2007.
Departemen Kelautan dan Perikanan R.I., 2002. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. : Kep. 10/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu.

Mardiana, Penelitian Bioekologi Vektor Di Daerah Pantai Dan Pedalaman Jawa Timur,
http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/abstrak/Mardiana200001.pdf

akses 26 November

2009.
Nugroho, dkk. 2001. Pengelolaan Wilayah Pesisir untuk Pemanfaatan Sumber daya Alam yang Berkelanjutan (Peper Kelompok IV Mata Kuliah Falsafah Sain, IPB). Prianto, Dwi,

Analisa Kebijakan Pengelolaan Potensi Kawasan Pesisir Kabupaten Gresik, akses 28 November 2009.

http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=4892,

Profil kesehatan kabupaten simeulue,


http://www.depkes.go.id/downloads/profil/kab%20simeulue%202007.pdf,akses

28 November

2009. Siswono, Lalat adalah Vektor Mekanis dan Biologi, http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1127708435,66349, akses 28 November 2009. Diposkan oleh Kesling Kawasan Pantai & Pesisir di 07:57

BAB 1PENDAHULUAN1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terbesar di duniayang memiliki lebih dari 17,000 pulau dengan garis pantai sepanjang lebih kurang81,000 km dan luas wilayah laut mencapai 5,9 juta m2. Transportasi laut di Indonesiamempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa, yaitu sebagai saranaantara lain untuk melayani morbilitas manusia, barang dan jasa, peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat, penunjang sektor perdagagan, ekonomi, dansektor lainnya, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah yang yang belumatau sedang berkembang dan pendukung raya saing komoditas produksi nasional.1 Pelabuhan laut merupakan pintu gerbang lalu lintas orang, barang dan alatangkut baik dari luar dan dalam negeri maupun antara pulau (interinsular). Disampingitu, transportasi laut juga berperan sebagai saran memperkokoh persatuan dan kesatuannasional, mendukung perwujudan wawasan nusantara serta mempererat hubunganantara bangsa. Dengan peranan yang demikian penting dan strategis, transportasi laut berfungsi sebagai urat nadi kehidupan dan sarana permersatu Negara kepulauanIndonesia.1 Bertambah pesatnya kemajuan di bidang transportasi laut mengakibatkanfrekuensi dan jumlah orang-orang yang berpergian maupun pengangkutan barang- barang dari satu daerah ke daerah lain, dari satu negara ke negara atau satu benua ke benua lainnya makin meningkat. Peningkatan frekuensi dan volume pengangkutantersebut akan meningkatkan pula kemungkinan terjadinya penularan penyakit yangditularkan vektor melalui alat angkut dan atau isinya semakin besar.1 Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit.7 Vektor adalah organisma yang tidak menyebabkan penyakit tetapimenyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectiousagent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatanmasyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupanmanusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang sudah di jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakityang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapatmenimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguankesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaranvektor tersebut.7 Kecoa sudah wujud sejak 350 juta tahun dahulu. Terdapat lebih kurang 4000spesies di dunia, 130 spesies di Eropa, 3 species di British Isles, spesies kecoa laindikenalkan ke Eropa dari negara tropis, kemungkinan melalui kapal kargo.8 Kecoa adalah salah satu jenis serangga penggangggu dan sekali gus sebagaiserangga penular penyakit terhadap kesehatan manusia yang dapat menyebarkan penyakit kholera, typhus dan

disentri serta penyakit menular lainnya. Di sampingsebagai vektor secara mekanik, kehadiran kecoa di suatu area dapat dijadikan sebagaiindikator atau petunjuk bahwa area tersebut tidak bersih atau tidak hygenis. Tempat perindukan dan tempat istirahat kecoa di tempat yang kotor dan lembab seperti tempatsampah, saluran pembuangan limbah dan adanya gudang persediaan makanan.1 Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit.Peranan tersebut antara lain : - Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen. - Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing. - Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal danpembengkakan kelopak mata. Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen antaralain, Streptococcus, Salmonella dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit antara lain, Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio padaanak-anak Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme patogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebutterbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuhkecoa, organisme sebagai bibit penyakit tersebut menkontaminasi makanan.Sebagai binatang penggangggu, adanya kecoa dapat mengusik ketenangan penumpang atau orang yang berada di kapal. Bahkan kehadiran kecoa dan perilakunyadi linkungan manusia dapat menimbulkan kesan jijik dan tidak estetika.1 Suatu pedoman pengendalian kecoa di kapal diperlukan untuk mewujudkankualitas lingkungan kapal yang bersih guna kepentingan cegah tangkal penyakit danmemberi kesan estetika dan rasa nyaman bagi pengguna jasa alat angkut (kapal).1 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pengendalian kecoa di pelabuhan/bandara. 1.2.2.Tujuan khusus 1. Mengetahui morfologi dan siklus hidup kecoa. 2.Mengetahui kerusakan dan penyakit yang ditularkan melalui kecoa. 3.Mengetahui upaya-upaya pengendalian kecoa di pelabuhan/ bandara. 4.Mengetahui persiapan dalam pengendalian kecoa. 5.Mengetahui langkah-langkah pelaksanaan pengendalian kecoa mulai daripemetaan, pengamatan, pemberantasan, jejaring kerja dan pelaporan. 6.Mengetahui Algoritma pengendalian kecoa di KKP Kelas 1 Medan. 1.3. Manfaat Penulisan

Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai upaya pengendalian kecoa di pelabuhan/bandara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. VEKTOR PENYAKIT 2.1.1. Definisi Vektor Penyakit Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakanarthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semangyang rentan.Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakitsehingga dikenal seb agai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupunepidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.Di Indonesia, penyakitpenyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakitendemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yangditularkan secara mekanis oleh lalat rumah. 2.1.2. Jenis-jenis Vektor Penyakit Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-cirikakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan klasifikasivektor yang dapat menularkan penyakit :Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :

1. Kelas Crustacea (berkaki 10): misalnya udang 2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu. 3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau. 4. Kelas Hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk dan kecoa. Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat
Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria Nyamuk aedes sebagai vektor penyakitdemam berdarah

Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus. Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu antara lain: Ordo hemiptera, contoh kutu busuk Ordo isoptera, contoh rayap Ordo orthoptera, contoh kecoa Ordo coleoptera, contoh k umbang Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan : a. Tikus besar (Rat) Contoh : -Rattus norvigicus (tikus riol ) -Rattus-rattus diardiil (tikus atap) -Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan) b. Tikus kecil (mice), Contoh: Mussculus (tikus rumah) Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk didalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003). Arthropoda berperan penting sebagai vektor penyebaran penyakit (arthropods bornedisease). 2.1.3. Peranan Vektor Penyakit Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut,lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia melaluivektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector borne diseases. Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu:

a. Dari orang ke orang b. Melalui udara c. Melalui makanan dan air d. Melalui hewane. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003). Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenalsebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector borne diseases. 2.2. KECOA 2.2.1. Biologi Kecoa Biologi kecoa didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan kecoa yang meliputi antara lain: jenis, morfologi, daur hidup, kebiasaan hidup dan hubungannya dengan penyakit a. Jenis-jenis kecoa Beberapa jenis kecoa yang umumnya terdapat di kapal antara lain Periplanetaamericana (Linnaeus.), Periplaneta australasiae(Fabricius.), Blattela germanica(Linnaeus.) b.Morfologi Kecoa adalah serangga dengan bentuk tubuh oval dengan pipih d o r s o v e n t r a l . Kepalanya tersembunyi dibawah pronotum, dilengkapi dengan sepasang matamajemuk dan satu mata tunggal, antena panjang, sayap dua pasang dan tiga pasangkaki. Pronotum dan sayap licin tidak berambut dan tidak bersisik, berwarna coklatsampai coklat tua. 2.2.2. Periplaneta americana (Kecoa Amerika)

P. Americana (L.) berukuran panjang 35-40 mm dan lebar 13-15mm sertamerupakan jenis yang paling besar. Bagian abdomen berwarna merah kecoklatan, pronotum berwarna kuning keruh dengan dua bercak coklat di bagian tengahnya.Bagian belakang

abdomen mempunyai serkus yang relatif panjang, tipis dan runcingujungnya seperti cemeti.

Anda mungkin juga menyukai