Anda di halaman 1dari 6

Dasar teori Enzim

Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai
reaksi kimia dalam sistem biologik. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis
oleh enzim. Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari
sel tanpa merusak fungsinya (Sadikin, 2001).
Kepentingan medis enzim. Enzim terdistribusi di tempat-tempat tertentu didalam sel,
kurang lebih sesuai dengan golongan dan fungsinya. Sebagai contoh, enzim-enzim yang
berperan dalam sintesis dan reparasi DNA terdapat di dalam inti sel yang mengkatalisasi
berbagai reaksi yang menghasilkan energi secara aerob terletak di dalam mitokondria. Enzim
yang berhubungan dengan biosintesis protein berada bersama ribosom. Dengan demikian reaksi
kimia dalam sel berjalan sangat terarah dan efisien (Sadikin, 2001).
Ada penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas sintesis enzim tertentu, misalnya pada
efisiensi enzim glukosa 6/fosfat dehidrogenase (G6PDH/G6PD). Sel darah merah penderita
defisiensi G6PDH ini sangat rentang terhadap pembebanan oksidatif, misalnya pada pemakian
obat analgetik tertentu dan obat anti/malaria. Pada pemakaian obat-obatan tersebut dapat terjadi
hemolisis intrafaskuler (Sadikin, 2001).
Analisis enzim dalam serum pada dasarnya dapat dipakai untuk diaknosis berbagai
penyakit. Dasar penggunaan enzim sebagai penunjang diaknosis ialah bahwa pada hakekatnya,
sebagian besar enzim terdapat dan bekerja dalam sel dan bahwa enzim tertentu dibuat dalam
jumlah besar oleh jaringan tertentu. Karena itu enzim intrasel seharusnya tidak ditemukan dalam
serum dan bila ditemukan, berarti sel yang membuatnya mengalami disentegrasi. Bila enzim
diukur dalam serum terutama di buat oleh jaringan atau organ tertentu, maka peningkatan
aktivitas dalam serum menunujukkan adanya kerusakan pada jaringan atau organ tersebut
(Sadikin, 2001).
Semua enzim pada hakikatnya adalah protein. Beberapa diantaranya mempunyai struktur
yang sederhana, sedangkan sebagaian besar lainnya memiliki strruktur rumit. Namun,
kebanyakan enzim baru berfungsi sebagai katalis apabila disertai zat yang bukan protein, yang
disebut kofator. Suatu kafator dapat berupa ion logam sederhana seperti Fe2+ atau Cu2+, tetapi
dapat pula berupa molekul organik kompleks yang disebut koenzim. Bagian protein dari enzim
disebut apoenzim. Kemudian, gabungan apoenzim dan kofaktornya sehingga enzim menjadi
aktif disebut holoenzim (Sirajuddin, 2011).
Sebagian besar protein dicerna menjadi asam amino, selebihnya menjadi tripeptida dan
dipeptida. Pencernaan atau hidrolisis protein di mulai di dalam lambung. Asam klorida lambung
membuka gulungan protein (proses denaturasi), sehingga enzim pencernaan dapat memecah
ikatan peptida. Asam klorida mengubah enzim pepsinogen tidak aktif yang dikeluarkan oleh
mukosa lambung menjadi bentuk aktif pepsin. Makanan hanya sebentar berada di dalam
lambung, pencernaan protein hanya terjadi hingga di bentuknya campuran polipeptida, protese
dan pepton (Yuniastuti, 2007).
Ludah adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-kelenjar ludah
tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah dekat langit-langit. Air ludah
99,5% terdiri dari air. Sisanya bermacam-macam. Ada zat-zat seperti kalsium ( zat kapur),
fosfor, natrium, magnesium dan lain-lain. Di samping itu juga terdapat mucin, amylase, enzim-
enzim, bahkan golongan darah, lemak, zat tepung, vitamin juga dan sebagainya (Machfoedz,
2008).
Mucin adalah bahan yang dapat menyebabkan sifat air menjadikental, licin. Amilase
adalah enzim yang dapat memecah (mencerna) zat tepung hidro karbon (nasi, roti, singkong,
jagung, terigu, sagu, dan lain-lain) menjadi zat tepung lain yang lebih halus dengan tujuan
mencernanya, sehingga nantinya dapat diserap oleh dinding usus halus. Hidro karbon seperti
nasi, roti, singkong, jagung, terigu, sagu, dan lain-lain itu dalam ilmu kimia susunannya disebut
polisakarida. Setelah dicerna oleh amilase akan berubah manjadi disakarida, yakni zat tepung
yang susunan kimianya lebih sederhana. Bila masuk lambung dan usus akan dicerna lagi menjadi
lebih sederhana lagi, menjadi monosakarida, yakni glukosa atau zat gula darah. Itulah sebabnya
jika kita makan singkong, dikunya agak lama, akan terasa manis. Hal ini disebabkan karena zat
tepung bila dicerna oleh amilase akan menjadi zat yang makin manis rasanya (Machfoedz,
2008).
Enzim adalah bahan yang dapat atau memang bertugas untuk mempercepat suatu reaksi
bahan seperti halnya memecah bahan tertentu menjadi bahan lain secara kimia, sedangkan enzim
itu sendiri tidak berubah dari aslinya. Enzim-enzim lainnya adalah lisozime, lipase, esterase, dan
lain-lain. Istimewa lisozime dapat membunuh kuman, sebab enzim ini akan memecah atau
merusak dinding sel bakteri atau kuman itu, sehingga dinding sel itu mengalami lisis atau hancur
(Machfoedz, 2008).
Pencernaan protein dilanjutkan di dalam usus halus oleh campuran enzim protase.
Pankreas mengeluarkan cairan yang bersifat sedikit basa dan mengandung berbagai prekursor
protase, seperti tripsinogen, kimotripsinogen, prokarboksipeptidase, dan proelastase. Enzim-
enzim ini menghidrolisis ikatan peptida tertentu. Sentuhan kimus terhadap mukosa usus halus
merangsang dikeluarkannya enzim enterokinase yang mengubah tripsinogen tidak aktif yang
berasal dari pankreas menjadi tripsin aktif. Perubahan ini juga dilakukan oleh tripsin sendiri
secara otokatalitik. Di samping itu tripsin dapat mengaktifkan enzim-enzim proteolitik lain
berasal dari pankreas. Kimotripsinogen diubah menjadi beberapa jenis kimotripsin aktif,
prokarboksipeptidase dan proelastase diubah menjadi karboksipeptidase dan elastase aktif.
Enzim-enzim pankreas ini memecah protein dari polipeptida menjadi peptida lebih pendek, yaitu
tripeptida, dipeptida, dan sebagian menjadi asam amino (Yuniastuti, 2007).
Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel
maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat
daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai
katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi.seperti juga
katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivitas suatu reaksi kimia. Reaksi kimia
ada yang membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau
mengeluarkan energi (eksergonik) (Poedjiadi, 1994).
Telah dijelaskan bahwa enzim mepunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi
saja. Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungan atau kontak
anatara enzim dengan substrat. Suatu enzim mempunyai ukuran yang lebih besar daripada
substrat. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat.
Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja.
Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai
bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai
ruang yang tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat mempunyaibentuk atau konfirmasi
lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini enzim itu tidak
dapat berfungsi terhadap substrat. Ini adalah penjelasan mengapa tiap enzim mempunyai
kekhasan terhadap substrat tertentu (Poedjiadi, 1994).
Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks
enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan akan
terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi (Poedjiadi, 1994).
Pada suatu percobaan hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim, ternyatra
bahwa pada konsentrasi sukrosa. Namun pada konsentrasi tinggi, kecepatan reaksinya tidak lagi
tergantung pada konsentrasi sukrosa. Jadi pada konsentarsi tinggi, kecepatan reaksi tidak
dipengaruhi lagi oleh pertambahan konsentrasi. Ini menunjukkan bahwa enzim seolah-oleh telah
jenuh dengan substrat, artinya tidak dapat lagi menampung substrat. Untuk menerangkan
keadaan ini Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengajukan suatu hipotesis
bahwa dalam reaksi enzim terjadi lebih dahulu kompleks enzim substrat yang kemudian
menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali (Poedjiadi, 1994).
Setiap enzim mempunyai suhu optimum, yaitu suhu di mana enzim memiliki aktivitas
maksimal. Enzim di dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimal sekitar 370C. di bawah atau
di atas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Suhu mendekati titik beku tidak merusak enzim,
tetapi enzim tidak aktif. Jika suhu di naikkan, maka aktivitas enzim meningkat. Namun, kenaikan
suhu yang cukup beasr dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi dan mematikan
aktivitas katalisisnya. Sebagian besar enzim mengalami denaturasi pada suhu di atas 600C
(Sirajuddin, 2011).
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan meningkatkan
kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, kecepatan reaksi enzimatis (V) berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim (E) sampai batas tertentu, sehingga reaksi mengalami kesetimbangan.
Pada saat setimbang, peningkatan konsentrasi enzim sudah tidak berpengaruh (Sirajuddin, 2011).
Pada konsentarsi enzim yang tetap, peningkatan konsentarsi substrat akan menaikkan
kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum (Vmaks) yang tetap. Pada
titik maksimum, semua enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga penambahan substrat sudah
tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis (Sirajuddin, 2011).
Penggolongan enzim. Hal yang sangat penting bagi enzim adalah kerjanya yang sangat
spesifik. Suatu enzim dapat mengkatalisis satu atau beberapa reaksi saja. Meskipun jumlah
enzim ada ribuan yang bersumber dari makhluk hidup, reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim-
enzim ini ternyata dapat digolongkan ke dalam 6 macam reaksi saja. Berdasarkan itu, para ahli
telah menggolongkan enzim ke dalam 6 golongan, sesuai dengan jenis reaksi yang dikatalisis
yaitu (Sadikin, 2001):
1. Oksidoreduktase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi oksidasi reduksi.
2. Transferase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi pemindahan berbagai gugus
seperti amina, karboksil, karbonil, metil, asil, glikolisis atau fosforil.
3. Hidrolase. Kelompok enzim ini mengkatalisis pemutusan ikatan kovalen sambil
mengikat air.
4. Liase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi pemecahan ikatan kovalen tanpa
mengikat air.
5. Isomerase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi isomerisasi.
6. Ligase (sintetase). Kelompok enzim ini mengkatalisis pembentukan ikatan kovalen.
Kespesifikan enzim dibedakan dalam kespesifikan optik dan gugus. Kespesifikan optik
tampak pada enzim-enzim yang bekerja terhadap karbohidrat. Umumnya enzim-enzim ini hanya
bekerja terhadap karbohidrat isomer D dan bukan L. sebaliknya enzim-enzim yang bekerja
terhadap asam amino dan protein hanya bekerja pada asam amino L dan bukan pada isomer
D.kespesifikan gugus menunjukkan bahwa enzim hanya dapat bekerja terhadap gugus tertentu.
Enzim alkohol dehidrogenase tidak dapat mengkatalisis reaksi dehidrogenasi pada senyawa
bukan alkohol (Sadikin, 2001).




Pembahasan Enzim
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Dari hasil percobaan kelompok kami, pada tabung pertama tabung dengan menyimpang
digelas kimia yang berisikan dengan es tidak terjadi perubahan warna pada uji iodium dan uji
benedict. Hal ini disebabkan oleh enzim yang dalam keadaan suhu rendah terhenti secara
reversible sehingga tidak terjadinya proses hidrolisis pada amilum sehingga tidak terjadi
perubahaan warna. Pada tabung kedua yang disimpang pada suhu kamar terjadi perubahan warna
pada kedua uji. Hal ini terjadi karena pada suhu kamar kenaikan suhu lingkungan akan
meningkatakan energi kinetik enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat,
sehingga enzim aktif dan keaktifan ini yang menyebabkan amilum dapat terhidrolisis sehingga
terjadi perubahan warna pada kedua uji. Pada tabung ketiga yang dimasukkan kepenangan air
yang bersuhu 37-400C juga terjadi perubahan warna pada kedua uji. Hal ini di sebabkan enzim
memiliki suhu optimal 30-400C sehingga pada suhu ini aktivitas enzim berjalan maksimal
sehingga dapat menghidrolisis amilum yang membuat pada kedua uji terjadi perubahan warna.
Pada tabung keempat dimasukkan kedalam kepenangan air yang bersuhu 75-800C yang mana
kedua uji mengalami perubahan warna. Hal ini terjadi pada suhu demikian enzim mengalami
denaturasi irreversible yang pada suhu awal mengalami perubahan kenaikan suhu sebelum
terjadinya prosesdenaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi, namun kenaikan suhu pada saat
mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Hal ini juga terjadi pada
tabung kelima.
2. Pengaruh pH Tehadap Aktivitas Enzim
Dari hasil percobaan kelompok kami, pada tabung pertama dengan penambahan HCl
yang berpH 1 setelah diuji dengan larutan iodium terjadi perubahan warna menjadi jingga,
kuning keruh, kuning bening dan dengan uji benedict terbentuk endapan hijau mudah, pada
tabung kedua dengan penambahan aquades yang berpH 7 setalah diuji dengan larutan iodium
terjadi perubahan warna menjadi orange tua dan uji benedict terbentuk kompleks warna biru
bening, sedangkan pada tabung ketiga dengan penambahan Na2CO3 yang berpH 9 setelah diuji
dengan larutan iodium terbentuk kompleks orange tua dan uji benedict terbentuk endapan
berwarna orange. Disini kelompok kami mengalami kesalahan dalam jumlah larutan yang
kurang. Dalam percobaan ini seharusnya pada tabung kedua terbentuk kompleks berwarna biru
dengan uji larutan iodium karena enzim menunjukkan aktivitas saat maksimal pada pH optimum,
umumnya antara pH 6-8,0 membentuk kompleks biru akan terbentuk karena terjadinya hidrolisis
pada amilum dan pada uji benedict akan terbentuk endapan merah bata karena ini disebabakan
karena aldosa atau ketosa dalam bentuk siklik, artinya bentuk ini berada dalam
kesetimbangannya dengan sejumlah kecil aldehida atau keton rantai terbuka, oleh karena itu
gugus aldehida atau keton ini dapat mereduksi berbagai macam reduktor yang berarti amilum
terhidrolisis. Sedangkan tabung pertama dan ketiga negatif karena enzim mengalami denaturasi
pada pH yang rendah atau tinggi, yang menyebabkan menurunnya kerja enzim. Maka pada uji
dengan larutan iodium dan pereaksi benedict tidak akan menghasilkan hasil positif karena tidak
terjadinya proses hidrolisis.

Daftar Pustaka
Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Pratikum Biokimia. UNHAS, Makassar.
Yuniastuti, Ari. 2007. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sadikin, Mohammad, dkk. 2001. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Widya Medika, jakarta.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Prees, jakarta.
Machfoedz, Ircham. 2008. Gigi dan Mulut. Fitramaya, yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai