LABORATORIUM ILMU TANAH AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU BENGKULU 2014 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pupuk adalah unsur hara tambahan yang diberikan ke tanaman untuk mencukupi kebutuhan tanaman akan ketersediaan usnsur hara. Mengingat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi penyerapan hara oleh tanaman sehingga membuat unsur hara di dalam tanah tidak tersedia. Berdasarkan bahan yang digunakan untuk membuat pupuk, pupuk dikategorikan menjadi pupuk organik dan pupuk anorganik. Saat ini penggunaan pupuk organik telah sangat populer di kalangan masyarakat. Secara perlahan, masyarakat telah beralih menggunakan pupuk organik. Banyak petani beranggapan, pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman lebih menjanjikan dibandingkan keuntungan yang diperoleh dari pemberian pupuk anorganik. Pupuk organik juga termasuk pupuk yang ramah lingkungan sehingga mudah terdekomposisi dan tidak mencemari lingkungan. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pupuk organik mempunyai prospek yang bagus kedepan. Salah satu pupuk organik yang sering digunakan masyarakat ialah pupuk kompos. Pupuk kompos memiliki berbagai macam manfaat yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk kompos dapat memberikan sumbangan kepada sumber daya tanah berupa perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Secara langsung pupuk kompos memberikan sumbangan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, sedangkan secara tidak langsung kompos meningkatkan kesuburan tanah baik sifat fisik, kimia dan biologi. Metode yang digunakan untuk membuat pupuk kompos ini ialah metode indore. Metode ini dipilih dikarenakan kemudahan dalam pembuatannya dan hasilnya sangat memuaskan dengan kualitas pupuk kompos yang baik. Metode indoor dibuat dengan membuat lubang berukuran 5 m (panjang), 2 m (lebar), dan 0,75-1 m (dalam lubang).
1.2. Tujuan Praktikum Praktikum ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa agar dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan kompos dan memonitor kualitas kompos dengan baik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk organik mempunyai sangat banyak kelebihan namun juga memiliki kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk buatan atau kimi (anorganik). 2.1. Kekurangan Pupuk Organik a. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik. b. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya. c. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler pemberian pupuk buatan (Munawar, 2012) 2.2. Keunggulan Pupuk Organik a. Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik). b. Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan mikroorganisme. c. Pupuk organik mengandung makro dan mikro organisme tanah yang mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik tanah dan terutama sifat biologis tanah. Memperbaiki dan menjaga struktur tanah. Menjadi penyangga pH tanah. Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan. Membantu menjaga kelembaban tanah Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun d. Tidak merusak lingkungan (Guntoro, 2003) 2.3. Kompos Yang Diproses Secara Alami Yang dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami adalah pembuatan kompos yang dalam proses pembuatannya berjalan dengan sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses composting / pengomposan berjalan dengan sendirinya. Kompos yang dibuat secara alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu 3 4 bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan dan lebih (Soepardi, 1979). 2.4. Kompos Yang Dibuat Dengan Campur Tangan Manusia Yang dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan manusia adalah pembuatan kompos yang sejak dari penyiapan bahan (pengadaan bahan dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan, pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan manusia. Proses pembuatan kompos yang dibuat dengan campur tangan manusia biasanya dibantu dengan penambahan aktivator pengurai bahan baku kompos. Aktivator pembuatan kompos terdapat bermacam-macam merk dan produk, tetapi yang paling penting dalam menentukan aktivator ini adalah bukan merk aktivatornya, akan tetapi apa yang terkandung didalam aktivator tersebut, berapa lama aktivator tersebut telah diuji cobakan, apakah ada pengaruh dari unsur aktivator tersebut terhadap manusia, terhadap ternak, terhadap tumbuh- tumbuhan maupun pengaruh terhadap organisme yang ada di dalam tanah atau dengan kata lain pegaruh terhadap lingkungan hidup disamping itu juga harus dilihat hasil kompos seperti apa yang diperoleh. Tujuan dari pembuatan kompos yang diatur secara cermat seperti sudah disinggung diatas adalah untuk mendapatkan hasil akhir kompos jadi yang memiliki standar kualitas tertentu. Diantaranya adalah memiliki nilai C/N ratio antara 10 12. Kelebihan dari cara pembuatan kompos dengan campur tangan manusia dan menggunakan bahan aktivator adalah proses pembuatan kompos dapat dipercepat menjadi 2 4 minggu (Hakim, 1986). 2.5. Ciri-Ciri Kompos Jadi Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilihan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, penyusunan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai dengan jadi kompos. Selanjutnya adalah pengetesan sederhana terhadap kompos. Apakah kompos yang dibuat tersebut sudah jadi dengan baik ?. Apa saja ciri-cirinya ? Ciri-ciri kompos sudah jadi dan baik adalah: a. Warna kompos biasanya coklat kehitaman b. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan c. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah (Simamora, 2006).
BAB III METODELOGI
3.1. Alat yang digunakan Alat ukur yang digunakan berupa termometer, moisturemeter, platecounter, pH meter. Alat pertukangan yang digunakan berupa gergaji, palu, mistar siku, mistar panjang dan paku. Alat operasional berupa cangkul, sekop, ember atau gembor air. 3.2. Bahan yang digunakan a. Bak semen : disiapkan bak penampung dari semen berisi bahan segar untuk pembuatan kompos dengan ukuran panjang 6 m X lebar 2 m X tinggi 75 cm b. Bahan segar untuk kompos terdiri atas : kelompok pertama adalah larutan EM4 5 liter (5 botol), gula pasir 5 kg, pupuk urea 5 kg, dan air ; kelompok kedua adalah pupuk kandang sapi (100 Kg), yang telah matang, jerami (100 kg) ,sekam padi (100 kg), dedaunan kering (100 kg) , dan leguminosae (100 kg ), tusuk konde 100 kg . dengan perbandinganny 5 : 1 : 1 : 1 :1 :1 c. Bahan terpal/karung untuk menutup bahan pembuatan kompos. 3.3. Prosedur Kerja a. Disiapkan bak papan untuk bak penampung bahan segar yang akan dikomposkan. b. Bahan segar kelompok pertama dicampur dengan seksama dan dilarutkan dalam air yang diletakkan di dalam ember bervolume 10 sampai 15 liter. c. Bahan segar kelompok kedua masing-masing dipilih dan dicacah dengan rincian sebagai berikut : Pupuk kandang dipilih yang telah matang (biasanya berumur 1-2 tahun); jerami padi dipotong-potong dengan panjang kurang lebih 10 cm, sekam padi dipilih yang telah lapuk (ingat : jangan digunakan yang masih segar atau baru); dedaunan dapat dipilih dari reruntuhan daun berdaun lebar (ingat: jangan daun berdaun jarum); dan leguminosae dipotong-potong sampai berukuran 15 cm. d. Masing-masing bahan segar ditimbang sesuai dengan perbandingannya (5:1:1:1:1:1) bila dibuat 1000 kg maka dibutuhkan 500 kg pupuk kandang, dan 100 kg masing-masing untuk bahan lain. e. Bahan-bahan segar dicampur merata di dalam bak papan dengan menggunakan cangkul atau sekop f. Bahan segar yang telah dicampur merata disiram dengan larutan bahan segar kelompok pertama g. Disiram dengan air sebayak mungkin sampai lantai bak papan penampung basah h. Ditutup dengan terpal rapat-rapat dan setiap ujung terpal diikatkan ke pengait yang dibuat dan besi yang ditancapkan ke tanah. i. Pengamatan dilakukan setiap minggu berupa pengukuran temperatur, kelembaban/kadar air, jumlah jamur dipermukaan, pH, redoks potensial, keadaan fisik bahan. j. Data dicatat pada lembar pengamatan dan dimintakan pengesahan kepada dosen pengasuh atau Co-Ass setiap minggu pengamatan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengamatan Variabel Temperatur
Tanggal/Minggu Ke- Bagian Atas ( 0 C) Bagian Tengah ( 0 C) Bagian Bawah ( 0 C) Rata-Rata ( 0 C) 24 April 2014/Minggu ke-1 35 36 34 35 28 April 2014/Minggu ke-2 30 31 32 31 5 Mei 2014 /Minggu ke-3 32 31 31 31,3 12 Mei 2014 /Minggu ke-4 32 33 33 32,6 19 Mei 2014 /Minggu ke-5 30 29 29 29,3 26 Mei 2014 /Minggu ke-6 30 30,5 31 30,5
Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja, disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi, jika kompos naik sampai temperatur 40C 50C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan Carbon dan cukup mengandung air (kelembabannya cukup) untuk menunjang pertumbuhan microorganisme. Pengamatan temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji temperatur yang dapat mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos. Tunggu sampai beberapa saat sampai temperatur stabil. Kemudian lakukan lagi di tempat yang berbeda. Lakukanlah pengamatan tersebut di beberapa lokasi, termasuk pada berbagai kedalaman dari tumpukkan kompos. Kompos dapat memiliki kantong-kantong yang lebih panas dan ada kantong-kantong yang dingin. Semuanya sangat bergantung kepada kandungan uap air (kelembaban) dan komposisi kimia bahan baku kompos. Maka akan diperoleh peta gradient temperatur. Dengan menggambarkan grafik temperatur dan lokasi-lokasinya sejalan dengan bertambahnya waktu, maka dapat dijelaskan: Pada proses komposting yang baik, maka temperatur 40C 50 0C dapat dicapai dalam 2 3 hari. Kemudian dalam beberapa hari berikutnya temperatur akan meningkat sampai bahan baku yang didekomposisi oleh mikroorganisme habis. Dari situ barulah temperatur akan turun Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan mengamati temperatur pupuk kompos setiap minggunya, dapat disimpulkan bahwa temperatur pupuk kompos yang dibuat normalnya menurun. Pada saat pertama pupuk kompos yang baru dibuat memiliki temperatur 35 o C. Setelah berjalan selama enam minggu, pupuk kompos memiliki temperatur 30,5 o C. Hal ini dikarenakan terdapat proses pelepasan gas setiap minggunya. Gas yang dilepas bersamaan dengan pelepasan kalor. Hal inilah yang membuat semakin lama temperatur pupuk kompos semakin rendah.
4.2. Pengamatan Kadar Air Tanggal/Minggu Ke- Bagian Atas Bagian Tengah Bagian Bawah Rata-Rata 24 April 2014/Minggu ke-1 10 15 21 15,3 28 April 2014/Minggu ke-2 50 65 70 61,6 5 Mei 2014 /Minggu ke-3 30 40 50 40 12 Mei 2014 /Minggu ke-4 40 50 50 46,6 19 Mei 2014 / Minggu ke-5 40 50 50 46,6 26 Mei 2014 /Minggu ke-6 35 40 40 38,3
Pengamatan kadar air hanya menggunakan cara manual, yaitu dengan memeras air menggunakan tangan serta memperkirakan kadar air dari rembesan air pada tangan praktikan, sehingga kemungkinan data yang diperoleh pun tidak begitu akurat. Akan tetapi setidaknya hal tersebut sudah dapat mengestimasikan berapa kadar air yang dikandung oleh kompos. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, semakin lama setiap minggunya kadar air dari kompos semakin bertambah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi tersebut. Pertama pada awalnya memang kompos yang pertama dibuat tidak disiram sehingga tentunya kadar air kompos sangat minimum. Setelah beberapa minggu dan mendapatkan penyiraman secara intensif kadar air kompos semakin meningkat.
4.3. Pengamatan Jumlah Jamur (%) Tanggal/Minggu Ke- Bagian Atas 24 April 2014/Minggu ke- 1 0 28 April 2014/Minggu ke- 2 1 5 Mei 2014 /Minggu ke-3 0 12 Mei 2014 /Minggu ke-4 0 19 Mei 2014 / Minggu ke-5 0 26 Mei 2014 /Minggu ke-6 0
Pengamatan terhadap jamur hanya dilakukan dibagian atas saja, karena hal tersebut sudah cukup mewakili jumlah jamur yang hidup pada media kompos. Setelah beberapa minggu melakukan pengamatan dapat disimpulkan bahwa media kompos yang dibuat hampir tidak ditumbuhi jamur sama sekali. Hanya ada 1 jamur yang tumbuh di minggu ke dua. Padahal semakin bagus kondisi kelembaban pada kompos membuat jamur semakin relevan untuk dapat tumbuh, kenyataannya tidak sesuai dengan yang diperkirakan. Menurut praktikan, ada beberapa hal yang menyebabkan jamur tidak mampu tumbuh di media kompos. Pertama ialah kelembaban. Sebenarnya kelembaban yang dimiliki kompos tidak begitu optimum, dikarenakan setiap minggunya kompos rutin disiram. Perlakuan penyiraman yang terus menerus ini kemungkinan menyebabkan jamur tidak mampu untuk beradaptasi dan tumbuh di media kompos. Terlebih lagi kompos dibuat dalam keadaan indoor yang beratapkan seng. Sehingga saat siang hari tempat pembuatan pupuk kompos sangat panas. Hal ini juga penyebab spora jamur tidak mampu tumbuh optimum.
4.4. Pemgamatan Tekstur (Kasar-Halus) Tanggal/Minggu Ke- Bagian Atas Bagian Tengah Bagian Bawah Rata- Rata 24 April 2014/Minggu ke-1 kasar kasar kasar kasar 28 April 2014/Minggu ke-2 kasar kasar kasar Kasar 5 Mei 2014 /Minggu ke-3 Kasar kasar kasar Kasar 12 Mei 2014 /Minggu ke-4 kasar kasar kasar kasar 19 Mei 2014 / Minggu ke-5 kasar kasar kasar kasar 26 Mei 2014 /Minggu ke-6 kasar kasar kasar kasar
Pupuk Kompos yang baik dan telah jadi ialah pupuk kompos yang memiliki tekstur kasar-halus secara seimbang. Akan tetapi tidak demikian pada kompos yang telah dibuat oleh praktikan. Secara keseluruhan berdasarkan pengamatan selama enam minggu, tekstur pupuk kompos masih kasar. Akan tetapi setelah diayak di minggu terakhir, tekstur pupuk kompos berubah menjadi sedikit halus dan siap digunakan.
4.5. Pengamatan PH Tanggal/Minggu Ke- Bagian Atas Bagian Tengah Bagian Bawah Rata- Rata 24 April 2014/Minggu ke-1 6 6 7 6,5 28 April 2014/Minggu ke-2 6 6 7 6,5 5 Mei 2014 /Minggu ke-3 6 6 6 6 12 Mei 2014 /Minggu ke-4 6 6 6 6 19 Mei 2014 / Minggu ke-5 7 7 7 7 26 Mei 2014 /Minggu ke-6 7 7 7 7
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 8. Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos, asam- asam organik akan menumpuk.
Pengamatan PH dilakukan dengan menggunakan kertas indikator setiap minggunya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama enam minggu, pupuk kompos yang dibuat oleh praktikan semakin lama terus mengalami kenaikan pH sehingga pH menjadi netral. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang berlaku. Pupuk kompos yang baik ialah pupuk yang memiliki pH netral.
4.6. Pengamatan Warna Tanggal/Minggu Ke- Bagian Atas Bagian Tengah Bagian Bawah 24 April 2014/Minggu ke-1 10 YR 2/1 10 YR 2/1 10 YR 2/2 28 April 2014/Minggu ke-2 10 YR 3/3 10 YR 3/2 10 YR 3/2 5 Mei 2014 /Minggu ke-3 10 YR 2/2 10 YR 2/1 10 YR 2/1 12 Mei 2014 /Minggu ke-4 10 YR 2/1 10 YR 2/1 10 YR 2/1 19 Mei 2014 / Minggu ke-5 10 YR 2/1 10 YR 2/1 10 YR 2/1 26 Mei 2014 /Minggu ke-6 10 YR 2/1 10 YR 2/1 10 YR 2/1
Pengamatan warna pada pupuk kompos dilakukan dengan menggunakan metode munsel, yaitu mencocokkan warna kompos dengan warna yang terdapat pada buku munsel. Dari enam minggu pengamtan yang dilakukan, pada dasarnya tidak ada yang berubah dari wana kompos. Pupuk kompos dari minggu ketiga sudah bewanra 10 YR 2/1 atau hitam kecoklatan. Hal ini sesuai dengan indikator pupuk kompos yang telah jadi yaitu bewarna hitam kecoklatan. Perubahan warna tersebut menjadi hitam kecoklatan disebabkan oleh beberapa hal, dimulai dari kadar air pupuk kompos, kelembaban, hingga aktifitas mikroorganismya yang telah medekomposisi bahan organik di kompos tersebut. Bahan organik yang mengandung carbon itulah penyebab semakin hari warna kompos semakin hitam.
4.7. Pengamatan Bau Tanggal/Minggu Ke- Bau 24 April 2014/Minggu ke-1 + 1 28 April 2014/Minggu ke-2 + 1 5 Mei 2014 /Minggu ke-3 + 1 12 Mei 2014 /Minggu ke-4 + 1 19 Mei 2014 / Minggu ke-5 + 1 26 Mei 2014 /Minggu ke-6 -
Kompos yang telah jadi ialah kompos yang tidak memiliki bau. Bau kompos yang telah jadi seperti bau tanah-tanah top soil pada umumnya. Pada awalnya memang pada saat proses awal pembuatan masih terdapat bau yang ditimbulkan oleh gas-gas metana yang berasal dari pembusukan bahan organik yang terdapat didalam kompos. Mengingat bahwa kompos berasal dari bahan- bahan yang mengandung bahan organik tinggi, seperti pupuk kandang dan seresah dedaunan. Selam proses pembusukan itulah pupuk kompos menimbulkan bau-bau gas tertentu khusunya bagian pupuk kompos di bawah dan di tengah. Setelah bebrapa minggu saat seluruh bahan organik telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme didalam kompos, pupuk kompos tidak mengalami bau lagi. Bau pupuk kompos pada akhirnya mulai menyerupai tanah tanah top soil biasa. Hal ini menjadi indikator bahwa pupuk kompos telah jadi.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Terdapat tujuh variabelyang diamati dalam pembuatan pupuk kompos oleh praktikan. Ketujuh variabel tersebut ialah temperatur, kadar air, jumlah jamur, warna, pH, tekstur, dan bau. Pembuatan pupuk kompos tersebut dilakukan selama enam minggu sehingga diperoleh enam kali pengamatan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa temperatur pupuk kompos semakin lama semakin menurun, kadar air semakin bertambah, tidak terdapat jamur yang tumbuh, tekstur selama enam minggu tetap kasar, warna pupuk kompos semakin lama semakin mendekati 10 YR 2/1 atau hitam kecoklatan, pH pupuk kompos semakin lama semakin konstan yaitu 7 (netral) dan bau pupuk kompos semakin lama hanya seperti bau tanah pada umunya. Beragam kriteria dan indikator tersebut mengindikasikan secara keseluruhan bahwa pupuk kompos yang dibuat praktikan pada minggu ke -7 sudah jadi dan sudah siap diayak serta dikemas.
5.2. Saran Kedepan diharapkan alat-alat serta bahan dalam pembuatan kompos semakin tercukupi. Mengingat bahwa ada beberapa bahan yang tidak tersedia secara cukup sehingga menimbulkan berbagai kendala dalam pembuatan pupuk kompos. Salah satu bahan yang tidak digunakan sesuai prosedur ialah EM 4, padahal EM 4 sangat berperan dalam proses dekomposisi bahan organik didalam kompos. Penggunaan EM 4 hanya dilakukan sekali dan dosis yang diberikan hanya sedikit sekali dikarenakan kurangnya ketersediaan EM 4 di laboraotium.
DAFTAR PUSTAKA
Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Hakim, Nurhayati. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung : Universitas Lampung. Munawar, Ali. 2014. Petunjuk Praktikum Kesuburan Tanah. Bengkulu : Laboratorium Ilmu Tanah Program Studi Ilmu Tanah Universitas Bengkulu. Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agro Media Pustaka : Jakarta. Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Saduran dari The Nature and Properties of Soil.