Anda di halaman 1dari 19

Laporan

Kesuburan Tanah dan Pemupukan



Acara III
Pembuatan Pupuk Kompos Metode Indore




Nama : Jusrian Saubara Orpa Yanda
Npm : E1J012098
Shift : Senin, Jam 14.00
Coass : 1. Risa Hariani
2. Sukmawati Fitra

LABORATORIUM ILMU TANAH
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
BENGKULU
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pupuk adalah unsur hara tambahan yang diberikan ke tanaman untuk
mencukupi kebutuhan tanaman akan ketersediaan usnsur hara. Mengingat
bahwa banyak faktor yang mempengaruhi penyerapan hara oleh tanaman
sehingga membuat unsur hara di dalam tanah tidak tersedia. Berdasarkan
bahan yang digunakan untuk membuat pupuk, pupuk dikategorikan menjadi
pupuk organik dan pupuk anorganik.
Saat ini penggunaan pupuk organik telah sangat populer di kalangan
masyarakat. Secara perlahan, masyarakat telah beralih menggunakan pupuk
organik. Banyak petani beranggapan, pengaruh pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tanaman lebih menjanjikan dibandingkan
keuntungan yang diperoleh dari pemberian pupuk anorganik. Pupuk organik
juga termasuk pupuk yang ramah lingkungan sehingga mudah terdekomposisi
dan tidak mencemari lingkungan.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pupuk
organik mempunyai prospek yang bagus kedepan. Salah satu pupuk organik
yang sering digunakan masyarakat ialah pupuk kompos. Pupuk kompos
memiliki berbagai macam manfaat yang berguna untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Pupuk kompos dapat memberikan sumbangan kepada
sumber daya tanah berupa perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Secara langsung pupuk kompos memberikan sumbangan unsur hara makro
dan mikro bagi tanaman, sedangkan secara tidak langsung kompos
meningkatkan kesuburan tanah baik sifat fisik, kimia dan biologi.
Metode yang digunakan untuk membuat pupuk kompos ini ialah
metode indore. Metode ini dipilih dikarenakan kemudahan dalam
pembuatannya dan hasilnya sangat memuaskan dengan kualitas pupuk
kompos yang baik. Metode indoor dibuat dengan membuat lubang berukuran
5 m (panjang), 2 m (lebar), dan 0,75-1 m (dalam lubang).

1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada mahasiswa agar dapat memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam pembuatan kompos dan memonitor kualitas kompos
dengan baik.



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk organik mempunyai sangat banyak kelebihan namun juga memiliki
kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk buatan atau kimi (anorganik).
2.1. Kekurangan Pupuk Organik
a. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang
diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk
anorganik.
b. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya
operasional untuk pengangkutan dan implementasinya.
c. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin
unsur hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah besar
sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau
respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler
pemberian pupuk buatan (Munawar, 2012)
2.2. Keunggulan Pupuk Organik
a. Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara
makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk
buatan (anorganik).
b. Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara lain asam
humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk
buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan
mikroorganisme.
c. Pupuk organik mengandung makro dan mikro organisme tanah yang
mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik
tanah dan terutama sifat biologis tanah.
Memperbaiki dan menjaga struktur tanah.
Menjadi penyangga pH tanah.
Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan.
Membantu menjaga kelembaban tanah
Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun
d. Tidak merusak lingkungan (Guntoro, 2003)
2.3. Kompos Yang Diproses Secara Alami
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami adalah
pembuatan kompos yang dalam proses pembuatannya berjalan dengan
sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya
membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses
composting / pengomposan berjalan dengan sendirinya. Kompos yang dibuat
secara alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu
3 4 bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan dan lebih (Soepardi, 1979).
2.4. Kompos Yang Dibuat Dengan Campur Tangan Manusia
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan
manusia adalah pembuatan kompos yang sejak dari penyiapan bahan
(pengadaan bahan dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan,
pencampuran bahan, pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban dan
pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan
manusia.
Proses pembuatan kompos yang dibuat dengan campur tangan manusia
biasanya dibantu dengan penambahan aktivator pengurai bahan baku kompos.
Aktivator pembuatan kompos terdapat bermacam-macam merk dan produk,
tetapi yang paling penting dalam menentukan aktivator ini adalah bukan merk
aktivatornya, akan tetapi apa yang terkandung didalam aktivator tersebut,
berapa lama aktivator tersebut telah diuji cobakan, apakah ada pengaruh dari
unsur aktivator tersebut terhadap manusia, terhadap ternak, terhadap tumbuh-
tumbuhan maupun pengaruh terhadap organisme yang ada di dalam tanah
atau dengan kata lain pegaruh terhadap lingkungan hidup disamping itu juga
harus dilihat hasil kompos seperti apa yang diperoleh.
Tujuan dari pembuatan kompos yang diatur secara cermat seperti sudah
disinggung diatas adalah untuk mendapatkan hasil akhir kompos jadi yang
memiliki standar kualitas tertentu. Diantaranya adalah memiliki nilai C/N
ratio antara 10 12.
Kelebihan dari cara pembuatan kompos dengan campur tangan manusia
dan menggunakan bahan aktivator adalah proses pembuatan kompos dapat
dipercepat menjadi 2 4 minggu (Hakim, 1986).
2.5. Ciri-Ciri Kompos Jadi
Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari
pemilihan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, penyusunan bahan,
pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai
dengan jadi kompos. Selanjutnya adalah pengetesan sederhana terhadap
kompos. Apakah kompos yang dibuat tersebut sudah jadi dengan baik ?.
Apa saja ciri-cirinya ?
Ciri-ciri kompos sudah jadi dan baik adalah:
a. Warna kompos biasanya coklat kehitaman
b. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang
menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau
bau humus hutan
c. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal. Apabila
ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah
(Simamora, 2006).















BAB III
METODELOGI

3.1. Alat yang digunakan
Alat ukur yang digunakan berupa termometer, moisturemeter,
platecounter, pH meter. Alat pertukangan yang digunakan berupa gergaji,
palu, mistar siku, mistar panjang dan paku. Alat operasional berupa cangkul,
sekop, ember atau gembor air.
3.2. Bahan yang digunakan
a. Bak semen : disiapkan bak penampung dari semen berisi bahan segar
untuk pembuatan kompos dengan ukuran panjang 6 m X lebar 2 m X
tinggi 75 cm
b. Bahan segar untuk kompos terdiri atas : kelompok pertama adalah larutan
EM4 5 liter (5 botol), gula pasir 5 kg, pupuk urea 5 kg, dan air ;
kelompok kedua adalah pupuk kandang sapi (100 Kg), yang telah matang,
jerami (100 kg) ,sekam padi (100 kg), dedaunan kering (100 kg) , dan
leguminosae (100 kg ), tusuk konde 100 kg . dengan perbandinganny 5 :
1 : 1 : 1 :1 :1
c. Bahan terpal/karung untuk menutup bahan pembuatan kompos.
3.3. Prosedur Kerja
a. Disiapkan bak papan untuk bak penampung bahan segar yang akan
dikomposkan.
b. Bahan segar kelompok pertama dicampur dengan seksama dan
dilarutkan dalam air yang diletakkan di dalam ember bervolume 10
sampai 15 liter.
c. Bahan segar kelompok kedua masing-masing dipilih dan dicacah
dengan rincian sebagai berikut : Pupuk kandang dipilih yang telah
matang (biasanya berumur 1-2 tahun); jerami padi dipotong-potong
dengan panjang kurang lebih 10 cm, sekam padi dipilih yang telah
lapuk (ingat : jangan digunakan yang masih segar atau baru); dedaunan
dapat dipilih dari reruntuhan daun berdaun lebar (ingat: jangan daun
berdaun jarum); dan leguminosae dipotong-potong sampai berukuran
15 cm.
d. Masing-masing bahan segar ditimbang sesuai dengan perbandingannya
(5:1:1:1:1:1) bila dibuat 1000 kg maka dibutuhkan 500 kg pupuk
kandang, dan 100 kg masing-masing untuk bahan lain.
e. Bahan-bahan segar dicampur merata di dalam bak papan dengan
menggunakan cangkul atau sekop
f. Bahan segar yang telah dicampur merata disiram dengan larutan bahan
segar kelompok pertama
g. Disiram dengan air sebayak mungkin sampai lantai bak papan
penampung basah
h. Ditutup dengan terpal rapat-rapat dan setiap ujung terpal diikatkan ke
pengait yang dibuat dan besi yang ditancapkan ke tanah.
i. Pengamatan dilakukan setiap minggu berupa pengukuran temperatur,
kelembaban/kadar air, jumlah jamur dipermukaan, pH, redoks
potensial, keadaan fisik bahan.
j. Data dicatat pada lembar pengamatan dan dimintakan pengesahan
kepada dosen pengasuh atau Co-Ass setiap minggu pengamatan














BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Variabel Temperatur

Tanggal/Minggu
Ke-
Bagian
Atas
(
0
C)
Bagian
Tengah
(
0
C)
Bagian
Bawah
(
0
C)
Rata-Rata
(
0
C)
24 April
2014/Minggu ke-1
35 36 34 35
28 April
2014/Minggu ke-2
30 31 32 31
5 Mei 2014
/Minggu ke-3
32 31 31 31,3
12 Mei 2014
/Minggu ke-4
32 33 33 32,6
19 Mei 2014
/Minggu ke-5
30 29 29 29,3
26 Mei 2014
/Minggu ke-6
30 30,5 31 30,5

Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan
oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan
untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja, disamping itu
juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai
ilustrasi, jika kompos naik sampai temperatur 40C 50C, maka dapat
disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan
Nitrogen dan Carbon dan cukup mengandung air (kelembabannya cukup) untuk
menunjang pertumbuhan microorganisme.
Pengamatan temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji
temperatur yang dapat mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos. Tunggu
sampai beberapa saat sampai temperatur stabil. Kemudian lakukan lagi di tempat
yang berbeda. Lakukanlah pengamatan tersebut di beberapa lokasi, termasuk
pada berbagai kedalaman dari tumpukkan kompos. Kompos dapat memiliki
kantong-kantong yang lebih panas dan ada kantong-kantong yang
dingin. Semuanya sangat bergantung kepada kandungan uap air (kelembaban)
dan komposisi kimia bahan baku kompos. Maka akan diperoleh peta gradient
temperatur.
Dengan menggambarkan grafik temperatur dan lokasi-lokasinya sejalan
dengan bertambahnya waktu, maka dapat dijelaskan: Pada proses komposting
yang baik, maka temperatur 40C 50 0C dapat dicapai dalam 2 3
hari. Kemudian dalam beberapa hari berikutnya temperatur akan meningkat
sampai bahan baku yang didekomposisi oleh mikroorganisme habis. Dari situ
barulah temperatur akan turun
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan mengamati temperatur
pupuk kompos setiap minggunya, dapat disimpulkan bahwa temperatur pupuk
kompos yang dibuat normalnya menurun. Pada saat pertama pupuk kompos yang
baru dibuat memiliki temperatur 35
o
C. Setelah berjalan selama enam minggu,
pupuk kompos memiliki temperatur 30,5
o
C. Hal ini dikarenakan terdapat proses
pelepasan gas setiap minggunya. Gas yang dilepas bersamaan dengan pelepasan
kalor. Hal inilah yang membuat semakin lama temperatur pupuk kompos semakin
rendah.







4.2. Pengamatan Kadar Air
Tanggal/Minggu
Ke-
Bagian
Atas
Bagian
Tengah
Bagian
Bawah
Rata-Rata
24 April
2014/Minggu ke-1
10 15 21 15,3
28 April
2014/Minggu ke-2
50 65 70 61,6
5 Mei 2014
/Minggu ke-3
30 40 50 40
12 Mei 2014
/Minggu ke-4
40 50 50 46,6
19 Mei 2014
/ Minggu ke-5
40 50 50 46,6
26 Mei 2014
/Minggu ke-6
35 40 40 38,3

Pengamatan kadar air hanya menggunakan cara manual, yaitu dengan
memeras air menggunakan tangan serta memperkirakan kadar air dari rembesan
air pada tangan praktikan, sehingga kemungkinan data yang diperoleh pun tidak
begitu akurat. Akan tetapi setidaknya hal tersebut sudah dapat mengestimasikan
berapa kadar air yang dikandung oleh kompos.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, semakin lama setiap
minggunya kadar air dari kompos semakin bertambah. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan kondisi tersebut. Pertama pada awalnya memang kompos yang
pertama dibuat tidak disiram sehingga tentunya kadar air kompos sangat
minimum. Setelah beberapa minggu dan mendapatkan penyiraman secara intensif
kadar air kompos semakin meningkat.




4.3. Pengamatan Jumlah Jamur (%)
Tanggal/Minggu
Ke-
Bagian
Atas
24 April
2014/Minggu ke-
1
0
28 April
2014/Minggu ke-
2
1
5 Mei 2014
/Minggu ke-3
0
12 Mei 2014
/Minggu ke-4
0
19 Mei 2014
/ Minggu ke-5
0
26 Mei 2014
/Minggu ke-6
0

Pengamatan terhadap jamur hanya dilakukan dibagian atas saja, karena hal
tersebut sudah cukup mewakili jumlah jamur yang hidup pada media kompos.
Setelah beberapa minggu melakukan pengamatan dapat disimpulkan bahwa media
kompos yang dibuat hampir tidak ditumbuhi jamur sama sekali. Hanya ada 1
jamur yang tumbuh di minggu ke dua. Padahal semakin bagus kondisi
kelembaban pada kompos membuat jamur semakin relevan untuk dapat tumbuh,
kenyataannya tidak sesuai dengan yang diperkirakan. Menurut praktikan, ada
beberapa hal yang menyebabkan jamur tidak mampu tumbuh di media kompos.
Pertama ialah kelembaban. Sebenarnya kelembaban yang dimiliki kompos tidak
begitu optimum, dikarenakan setiap minggunya kompos rutin disiram. Perlakuan
penyiraman yang terus menerus ini kemungkinan menyebabkan jamur tidak
mampu untuk beradaptasi dan tumbuh di media kompos. Terlebih lagi kompos
dibuat dalam keadaan indoor yang beratapkan seng. Sehingga saat siang hari
tempat pembuatan pupuk kompos sangat panas. Hal ini juga penyebab spora
jamur tidak mampu tumbuh optimum.

4.4. Pemgamatan Tekstur (Kasar-Halus)
Tanggal/Minggu
Ke-
Bagian
Atas
Bagian
Tengah
Bagian
Bawah
Rata-
Rata
24 April
2014/Minggu ke-1
kasar kasar kasar kasar
28 April
2014/Minggu ke-2
kasar kasar kasar Kasar
5 Mei 2014
/Minggu ke-3
Kasar kasar kasar Kasar
12 Mei 2014
/Minggu ke-4
kasar kasar kasar kasar
19 Mei 2014
/ Minggu ke-5
kasar kasar kasar kasar
26 Mei 2014
/Minggu ke-6
kasar kasar kasar kasar

Pupuk Kompos yang baik dan telah jadi ialah pupuk kompos yang
memiliki tekstur kasar-halus secara seimbang. Akan tetapi tidak demikian pada
kompos yang telah dibuat oleh praktikan. Secara keseluruhan berdasarkan
pengamatan selama enam minggu, tekstur pupuk kompos masih kasar. Akan
tetapi setelah diayak di minggu terakhir, tekstur pupuk kompos berubah menjadi
sedikit halus dan siap digunakan.



4.5. Pengamatan PH
Tanggal/Minggu
Ke-
Bagian
Atas
Bagian
Tengah
Bagian
Bawah
Rata-
Rata
24 April
2014/Minggu ke-1
6 6 7 6,5
28 April
2014/Minggu ke-2
6 6 7 6,5
5 Mei 2014
/Minggu ke-3
6 6 6 6
12 Mei 2014
/Minggu ke-4
6 6 6 6
19 Mei 2014
/ Minggu ke-5
7 7 7 7
26 Mei 2014
/Minggu ke-6
7 7 7 7

Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi
kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit
masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8.
Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam
organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan
mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses
pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral
dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 8.
Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos, asam-
asam organik akan menumpuk.

Pengamatan PH dilakukan dengan menggunakan kertas indikator setiap
minggunya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama enam minggu,
pupuk kompos yang dibuat oleh praktikan semakin lama terus mengalami
kenaikan pH sehingga pH menjadi netral. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang
berlaku. Pupuk kompos yang baik ialah pupuk yang memiliki pH netral.

4.6. Pengamatan Warna
Tanggal/Minggu
Ke-
Bagian
Atas
Bagian
Tengah
Bagian
Bawah
24 April
2014/Minggu ke-1
10 YR
2/1
10 YR 2/1 10 YR 2/2
28 April
2014/Minggu ke-2
10 YR
3/3
10 YR 3/2 10 YR 3/2
5 Mei 2014
/Minggu ke-3
10 YR
2/2
10 YR 2/1 10 YR 2/1
12 Mei 2014
/Minggu ke-4
10 YR
2/1
10 YR 2/1 10 YR 2/1
19 Mei 2014
/ Minggu ke-5
10 YR
2/1
10 YR 2/1 10 YR 2/1
26 Mei 2014
/Minggu ke-6
10 YR
2/1
10 YR 2/1 10 YR 2/1

Pengamatan warna pada pupuk kompos dilakukan dengan menggunakan
metode munsel, yaitu mencocokkan warna kompos dengan warna yang terdapat
pada buku munsel. Dari enam minggu pengamtan yang dilakukan, pada dasarnya
tidak ada yang berubah dari wana kompos. Pupuk kompos dari minggu ketiga
sudah bewanra 10 YR 2/1 atau hitam kecoklatan. Hal ini sesuai dengan indikator
pupuk kompos yang telah jadi yaitu bewarna hitam kecoklatan.
Perubahan warna tersebut menjadi hitam kecoklatan disebabkan oleh
beberapa hal, dimulai dari kadar air pupuk kompos, kelembaban, hingga aktifitas
mikroorganismya yang telah medekomposisi bahan organik di kompos tersebut.
Bahan organik yang mengandung carbon itulah penyebab semakin hari warna
kompos semakin hitam.

4.7. Pengamatan Bau
Tanggal/Minggu
Ke-
Bau
24 April
2014/Minggu ke-1
+ 1
28 April
2014/Minggu ke-2
+ 1
5 Mei 2014
/Minggu ke-3
+ 1
12 Mei 2014
/Minggu ke-4
+ 1
19 Mei 2014
/ Minggu ke-5
+ 1
26 Mei 2014
/Minggu ke-6
-

Kompos yang telah jadi ialah kompos yang tidak memiliki bau. Bau
kompos yang telah jadi seperti bau tanah-tanah top soil pada umumnya. Pada
awalnya memang pada saat proses awal pembuatan masih terdapat bau yang
ditimbulkan oleh gas-gas metana yang berasal dari pembusukan bahan organik
yang terdapat didalam kompos. Mengingat bahwa kompos berasal dari bahan-
bahan yang mengandung bahan organik tinggi, seperti pupuk kandang dan seresah
dedaunan. Selam proses pembusukan itulah pupuk kompos menimbulkan bau-bau
gas tertentu khusunya bagian pupuk kompos di bawah dan di tengah.
Setelah bebrapa minggu saat seluruh bahan organik telah mengalami
proses dekomposisi oleh mikroorganisme didalam kompos, pupuk kompos tidak
mengalami bau lagi. Bau pupuk kompos pada akhirnya mulai menyerupai tanah
tanah top soil biasa. Hal ini menjadi indikator bahwa pupuk kompos telah jadi.























BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Terdapat tujuh variabelyang diamati dalam pembuatan pupuk kompos oleh
praktikan. Ketujuh variabel tersebut ialah temperatur, kadar air, jumlah jamur,
warna, pH, tekstur, dan bau. Pembuatan pupuk kompos tersebut dilakukan
selama enam minggu sehingga diperoleh enam kali pengamatan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
temperatur pupuk kompos semakin lama semakin menurun, kadar air semakin
bertambah, tidak terdapat jamur yang tumbuh, tekstur selama enam minggu
tetap kasar, warna pupuk kompos semakin lama semakin mendekati 10 YR
2/1 atau hitam kecoklatan, pH pupuk kompos semakin lama semakin konstan
yaitu 7 (netral) dan bau pupuk kompos semakin lama hanya seperti bau tanah
pada umunya.
Beragam kriteria dan indikator tersebut mengindikasikan secara
keseluruhan bahwa pupuk kompos yang dibuat praktikan pada minggu ke -7
sudah jadi dan sudah siap diayak serta dikemas.

5.2. Saran
Kedepan diharapkan alat-alat serta bahan dalam pembuatan kompos
semakin tercukupi. Mengingat bahwa ada beberapa bahan yang tidak tersedia
secara cukup sehingga menimbulkan berbagai kendala dalam pembuatan
pupuk kompos. Salah satu bahan yang tidak digunakan sesuai prosedur ialah
EM 4, padahal EM 4 sangat berperan dalam proses dekomposisi bahan
organik didalam kompos. Penggunaan EM 4 hanya dilakukan sekali dan dosis
yang diberikan hanya sedikit sekali dikarenakan kurangnya ketersediaan EM
4 di laboraotium.





DAFTAR PUSTAKA

Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos
Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu
(Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Hakim, Nurhayati. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung : Universitas
Lampung.
Munawar, Ali. 2014. Petunjuk Praktikum Kesuburan Tanah. Bengkulu :
Laboratorium Ilmu Tanah Program Studi Ilmu Tanah Universitas
Bengkulu.
Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agro Media
Pustaka : Jakarta.
Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Saduran dari The Nature and Properties
of Soil.

Anda mungkin juga menyukai