Anda di halaman 1dari 21

ALZAIMER

Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati, sehingga
sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik. Gejala penyakit Alzheimer sulit dikenali
sejak dini. Seseorang dengan penyakit Alzheimer punya masalah dengan ingatan, penilaian,
dan berpikir, yang membuat sulit bagi penderita penyakit Alzheimer untuk bekerja atau
mengambil bagian dalam kehidupan sehari-hari. Kematian sel-sel saraf terjadi secara
bertahap selama bertahun-tahun. Gejala mungkin tidak diperhatikan sejak dini. Sering
anggota keluarga penderita menyadari adanya gejala ketika sudah terlambat.
Penyakit Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia yang paling sering ditemukan
di klinik. Demensia merupakan suatu kelainan pada otak yang mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari. Saat ini di Amerika terdapat kurang lebih
5 juta orang yang menderita Alzheimer, yang menghabiskan biaya kurang lebih 148 juta
dollar setiap tahunnya. Setiap 72 detik seseorang akan terdeteksi menderita Alzheimer.
Penyakit ini biasanya dimulai ketika seseorang berumur 60 tahun, dan resiko makin besar
seiring dengan bertambahnya umur.
Alzheimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan
apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan

sehingga otak tampak mengerut dan
mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua.
Penderita Alzheimer akan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi, belajar, berpikir
dan memberikan pendapat, sehingga mengganggu pekerjaan, aktivitas sosial dan aktivitas
dalam rumah tangganya. Gejala dari Alzheimer antara lain:
Kehilangan MemoriSalah satu gejala awal demensia adalah mudah lupa pada informasi yang
baru saja dipelajari atau diperoleh. Makin lama penderita akan mengalami penurunan daya
ingat yang makin berat.
Kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita akan mengalami kesulitan untuk
merencanakan dan menyelesaikan aktivitas sehari-hari. Kadang penderita dapat memulai
suatu kegiatan, tetapi ia akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut.
Kesulitan dengan bahasa Penderita sering melupakan kata-kata, baik kata-kata subtitusi
maupun kata-kata yang sederhana, sehingga sulit untuk mengerti perkataan dan tulisan yang
dibuat oleh penderita.
Disorientasi waktu dan tempat Penderita Alzheimer sering ditemukan tersesat di lingkungan
sekitar rumah, lupa bagaimana dan kapan mereka bisa ada di suatu tempat, dan tidak tahu
jalan untuk kembali ke rumah.
Kesulitan dalam berpikir abstrak Penderita akan mengalami kesulitan dalam melakukan
tugas mental yang kompleks, seperti mengerjakan tugas matematika yang sederhana.
Perubahan mood dan perilaku Penderita Alzheimer sering mengalami perubahan mood yang
tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.
Perubahan kepribadian Perubahan kepribadian pada penderita terjadi dengan sangat dramatis.
Penderita akan sering merasa kebingungan, mudah curiga, sering merasa takut, dan sangat
tergantung pada anggota keluarga yang lain.

PATOFISIOLOGI
Simtoma Alzheimer ditandai dengan perubahan-perubahan yang bersifat degeneratif pada
sejumlah sistem neurotransmiter, termasuk perubahan fungsi pada sistem neural
monoaminergik yang melepaskan asam glutamat, noradrenalin, serotonin dan serangkaian
sistem yang dikendalikan oleh neurotransmiter. Perubahan degeneratif juga terjadi pada
beberapa area otak seperti lobus temporal dan lobus parietal, dan beberapa bagian di dalam
korteks frontal dan girus singulat, menyusul dengan hilangnya sel saraf dan sinapsis
Sekretase- dan presenilin-1 merupakan enzim yang berfungsi untuk mengiris domain
terminus-C pada molekul AAP dan melepaskan enzim kinesin dari gugus tersebut. Apoptosis
terjadi pada sel saraf yang tertutup plak amiloid yang masih mengandung molekul terminus-
C, dan tidak terjadi jika molekul tersebut telah teriris. Hal ini disimpulkan oleh tim dari
Howard Hughes Institute yang dipimpin oleh Lawrence S. B. Goldstein, bahwa terminus-C
membawa sinyal apoptosis bagi neuron. Sinyal apoptosis juga diekspresikan oleh proNGF
yang tidak teriris, saat terikat pada pencerap neurotrofin p75NTR, dan distimulasi hormon
sortilin.
Penumpukan plak ditengarai karena induksi apolipoprotein-E yang bertindak sebagai
protein kaperon, defiensi vitamin B1 yang mengendalikan metabolisme glukosa serebral
seperti O-GlkNAsilasi, dan kurangnya enzim yang terbentuk dari senyawa tiamina seperti
kompleks ketoglutarat dehidrogenase-alfa, kompleks piruvat dehidrogenase, transketolase, O-
GlcNAc transferase, protein fosfatase 2A, dan beta-N-asetilglukosaminidase. Hal ini
berakibat pada peningkatan tekanan zalir serebrospinal, menurunnya rasio hormon CRH, dan
terpicunya simtoma hipoglisemia di dalam otak walaupun tubuh mengalami hiperglisemia.
Selain disfungsi enzim presenilin-1 yang memicu simtoma ataksia, masih terdapat enzim
Cdk5 dan GSK3beta yang menyebabkan hiperfosforilasi protein tau, hingga terbentuk
tumpukan PHF. Hiperfosforilasi juga menjadi penghalang terbentuknya ligasi antara protein
S100beta dan tau, dan menyebabkan distrofi neurita, meskipun kelainan metabolisme seng
juga dapat menghalangi ligasi ini.
Simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia juga menginduksi hiperfosforilasi protein
tau, dan oligomerasi amiloid-beta yang berakibat pada penumpukan plak amiloid. Namun
meski insulin menginduksi oligomerasi amiloid-beta, insulin juga menghambat enzim
aktivitas enzim kaspase-9 dan kaspase-3 yang juga membawa sinyal apoptosis, dan
menstimulasi sekresi Hsp70 oleh sel LAN5 untuk mengaktivasi program pertahanan sel.
Terdapat kontroversi minor dengan dugaan bahwa hiperfosforilasi tersebut disebabkan
oleh infeksi laten oleh virus campak, atau Borrelia. Tujuh dari 10 kasus Alzheimer yang
diteliti oleh McLean Hospital Brain Bank of Harvard University, menunjukkan infeksi
semacam ini.
ETIOLOGI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penyakit Alzheimer terjadi akibat kehilangan
sel saraf otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya ingat, kemampuan berpikir, serta
kemampuan mental lainnya. Hal diperburuk oleh penurunan zat neurotransmiter, yaitu suatu
zat yang berfungsi untuk menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya.
Kondisi inilah yang mengakibatkan gangguan pada proses berpikir dan mengingat pada
penderita.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri,
trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar
kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk menderita
Alzheimer:
Umur, Kemungkinan menderita Alzheimer meningkat dua kali lipat tiap lima tahun
setelah umur 65 tahun. Setelah umur 85 tahun, resiko meningkat hingga 50%.
Riwayat Keluarga, Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai
orangtua, saudara atau anak yang menderita Alzheimer, lebih berisiko untuk terkena
Alzheimer dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga.
Cedera kepala, Ada hubungan yang erat antara cedera kepala yang berat dan
peningkatan resiko terjadinya Alzheimer.
Hubungan jantung-otak, Setiap kerusakan/gangguan pada jantung dan pembuluh
darah akan meningkatkan risiko terjadinya Alzheimer
Gaya hidup, Gaya hidup yang baik biasanya akan menghasilkan otak yang sehat dan
memberikan perlindungan terhadap kemungkinan berkembangnya Alzheimer.

PATOGENESIS
1. Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui
gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita
alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok
kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early
onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada
familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita
down syndrome mempunyai kelainan genkromosom 21, setelah berumur 40 tahun. terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan
otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil
penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah
monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik
berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa
penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa
kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.

2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang
dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi
virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik
dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease, diduga berhubungan
dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
manifestasi klinik yang sama
Tidak adanya respon imun yang spesifik
Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
Timbulnya gejala mioklonus
Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa
penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc.
Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal
primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan
keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang
belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-
influks) dan menyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan
dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin
alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan
bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto
merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena
peranan faktor immunitas

5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada
otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan
yang sangat penting seperti:
Asetilkolin Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita
alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan
transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan
postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior,
nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang
selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada
jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian
dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau
hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa
penyakit Alzheimer
Noradrenalin Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada
jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang
merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit
kortikalnoradrenergik. Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks.
Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik
pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.
Dopamin Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter
regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada
penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan
histopatologiregio hipothalamus setiap penelitian berbeda-beda.
Serotonin Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-
indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan
pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat
bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior
peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini
berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus
rephe dorsalis
MAO (Monoamine Oksidase) Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter
mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi
serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi
terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada
hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal dan menurun
pada nukleus basalis dari meynert. .

GEJALA KLINIK
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan, sehingga pasien
dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat
beberapa stadium perkembangan penyakitalzheimer yaitu:
Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
o Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
o Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex contructions
o Language : poor woordlist generation, anomia
o Personality : indifference,occasional irritability
o Psychiatry feature : sadness, or delution in some
o Motor system : normal
o EEG : normal
o CT/MRI : normal
o PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion
Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
o Memory : recent and remote recall more severely impaired
o Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
o Language : fluent aphasia
o Calculation : acalculation
o Personality : indifference, irritability
o Psychiatry feature : delution in some
o Motor system : restlessness, pacing
o EEG : slow background rhythm
o CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent
o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperfusion
Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
o Intelectual function : severely deteriorated
o Motor system : limb rigidity and flexion poeture
o Sphincter control : urinary and fecal
o EEG : diffusely slow
o CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent
o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperfusion

KRITERIA DIAGNOSA

Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu:
1. Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau
beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2. Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan motorik, dan
persepsi
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti
peningkatan aktivitas gelombang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3. Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab
demensia lainnya terdiri dari:
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi, emosi,
kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan
termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot, mioklonus atau gangguan
berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4. Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:
Awitan mendadak
Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit lapang pandang
dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau kelainan sistemik
yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit
kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya
6. Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik
tersangka penyakit alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi atau
otopsi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar
1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937)Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit
alzheimer terdiri dari:

a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi
protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks,
hipokampus, amigdala, substansia alba,lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT
selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down
syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy.Densitas NFT
berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,mikroglia. Amloid prekusor
protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini
terutama terdapat
pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada
korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque
ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque
berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile
plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer
sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal
lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang
otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron
kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada
lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.
Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada
lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit
alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus.
Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan
ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah
ditemukan
pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus
cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi
pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum
danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk
menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
Verbal fluency animal category
Modified boston naming test
mini mental state
Word list memory
Constructional praxis
Word list recall
Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
1. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multi infark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel
keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi
gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson,
binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan
substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik
danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada
daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran
atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta
pembesaran sisterna basalis dan
fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari
penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.
2. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
3. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2, dan
glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini
sangat berkorelasi dengan kelainan




1.1 SASARAN TERAPI
Susunan syaraf pusat khususnya pada pusat pengatur bahasa dan memori

1.2 STRATEGI TERAPI
penghambat kolinesterase (suatu enzim yang bertanggung jawab dalam mengurai salah satu
neurotransmiter, Acetylcholine), meningkatkan kadar dari Acetylcholine di dalam otak,

II. TATALAKSANA TERAPI

2.1 TERAPI NON FARMAKOLOGI
Tiga bentuk utama dalam terapi non farmakologi alzaimer adalah :
1. Managing the family
2. Mananing the environment
3. Managing the patient
Ketiga bentuk terapi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Sebaikanya ketiga bentuk terapi diatas haruslah dijalankan bersamaan sebagai satu rangkaian,
untuk mencapai hasil yang maksimal. Tujuan peata laksanaan non farmakologi
dimaksudkan untuk memperbaiki orientasi realitas pasien, memodifikasi perilaku, membantu
keluarga atau caregiver dalam pembuatan pelaksanaan program aktivitas harian pasien, dan
memberikan informasi dan pelatihan yang benar pada keluarga ataupun caregiver.
Keadaan lingkungan disesuaikan dengan fisik dan kebutuhan pasien. Suasana tenang,
nyaman, konstan, dan dikenal baik (familiar) oleh pasien sangatlah penting. Warna-warna
lembut menghiasi dinding rumah atau kamar pasien, music mengalun, dan menghindari
lukisan-lukisan abstrak akan mampu meminimalkan kebingungan pasien terhadap perubahan
lingkungannya. Perubahan rutinitas, baik lingkungan tempat tinggal, rutinitas pasien dapat
mencetuskan perubahan perilaku pasien dan emosinya. Perubahan-perubahan tersebut sering
kali adalah negative.
Intervensi perilaku pasien meliputi pemberian nutrisi yang baik dan seimbang, perbaikan
defisit seperti, deficit penglihatan dan pendengaran, perbaikan kualitas tidur pasien dan
modifikasi perilaku. Main musik yang lembut membantu pasien dalam mengelola koordinasi
motoriknya, melalui senam dan olah raga ringan adalah cara untuk membautu pasien dalam
pengelolaan perilakunya. Caregiver sebaiknya mengajak berdiskusi tentang hal yang dilihat,
dirasakan atau dialami pasien serta berusaha untuk menenangkan pasien seta mengajak
pasien kembali kedunia nyata.

2.2 TERAPI FARMAOLOGI
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.







1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA(tetrahydroaminoacridine).
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan
memperburuk
penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.

TABLE 1
Acetylcholinesterase Inhibitors Used in the Treatment of Alzheimer's Disease

Drug Pharmacologic actions Dosage
Target
dosage*
Minimum
therapeutic
dosage Cost
Donepezil
(Aricept)5
Acetylcholinesterase inhibitor Start at 5 mg
once daily, taken
at bedtime; after
6 weeks, increase
to 10 mg once
daily.
10 mg
once
daily
5 mg daily $142
Rivastigmine
(Exelon)6
Acetylcholinesterase
inhibitorButyrylcholinesterase
inhibitor
Start at 1.5 mg
twice daily, taken
with food; at 2-
week intervals,
increase each
dose by 1.5 mg,
up to a dosage of
6 mg twice daily.
6 mg
twice
daily
3 mg twice
daily
$134
Galantamine
(Reminyl)7
Acetylcholinesterase
inhibitorNicotinic receptor
actions
Start at 4 mg
twice daily with
food; at 4-week
intervals, increase
each dose by 4
mg, up to a
dosage of 12 mg
twice daily.
12 mg
twice
daily
8 mg twice
daily
$130

*Manufacturer's recommendation on the dosage that produces the best results.
The lowest dosage at which a statistically significant improvement in cognition over
placebo was noted.
Estimated cost to the pharmacist for one month of therapy at the target dosage based on
average wholesale prices (rounded to the nearest dollar) in Red book. Montvale, N.J.:
Medical Economics Data, 2003. Cost to the patient will be higher, depending on prescription
filling fee.
This dosage can be used in patients with moderate hepatic or renal disease; galantamine is
not recommended for use in patients with severe hepatic or renal disease.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal
ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida
dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita
alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2
reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil
yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki
gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti
depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan
enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral
selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas
kerusakan fungsi kognitif.

Obat obat tersendiri
1. Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf
rendah hingga medium. Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral. Biasanya diminum satu
kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan.Dokter anda akan memberikan dosis
rendah pada awalnya lalu ditingkatkan setelah 4 hingga 6 minggu.Efek samping yang sering
terjadi sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu, mengantuk,
mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan
meningkatkan frekwensi buang air kecil.
2. Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer
taraf rendah hingga medium.Setelah enam bulan pengobatan dengan Rivastigmine, 25-30%
penderita dinilai membaik pada tes memori, pengertian dan aktivitas harian dibandingkan
pada pasien yang diberikan plasebo hanya 10-20%.Rivastigmine biasanya diberikan dua kali
sehari setelah makan. Karena efek sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan,
pengobatan dengan Rivastigmine umumnya dimulai dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg
dua kali sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu. Dosis maksimum
biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika pasien mengalami gangguan pencernaan yang
bertambah parah karena efek samping obat seperti mual dan muntah, sebaiknya minum obat
dihentikan untuk beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama atau lebih
rendah.Sekitar setengah pasien yang minum Rivastigmine menjadi mual dan sepertiganya
mengalami muntah minimal sekali, seringkali terjadi pada pengobatan di beberapa minggu
pertama pengobatan sewaktu dosis ditingkatkan. Antar seperlima hingga seperempat pasien
mengalami penurunan berat badan sewaktu pengobatan dengan Rivastigmine (sekitar 7
hingga 10 poun).Seperenam pasien mengalami penurunan nafsu makan. Satu dari lima puluh
pasien mengalami pusing. Secara keseluruhan, 15 % pasien (antara sepertujuh atau
seperenam) tidak melanjutkan pengobatan karena efek sampingnya.
3. Galantamine HBr
Galantamine biasanya diberikan dua kali sehari, setelah makan pagi dan malam. Seringkali
Galantamine diberikan dengan dosis rendah pada awalnya yaitu 4 mg dua kali sehari untuk
beberapa minggu dan dilanjutkan dengan 8 mg dua kali sehari untuk beberapa minggu
pengobatan selanjutnya. Meskipun demikian, beberapa pasien membutuhkan dosis yang lebih
besar. Untuk kapsul lepas lambat diminum satu kali sehari. Obat dari golongan antikolinergik
yang langsung masuk ke dalam otak, seperti Atropin, Benztropin dan Ttriheksiphenil
memberikan efek yang berseberangan dengan Galantamine dan harus dihindari minum obat
tersebut jika dalam pengobatan dengan Galantamine. Efek samping yang sering terjadi dari
Galantamine adalah mual (seperenam pasien mengalaminya) , muntah ( lebih dari 10 %),
diare (lebih dari seperdelapan pasien), anoreksia, kehilangan berat badan. Efeks samping ini
umumnya terjadi pada awal pengobatan atau ketika dosis ditingkatkan. Efek samping yang
terjadi umumnya ringan dan bersifat sementara. Minum Galantamine sesudah makan dan
minum dengan air yang cukup akan mengurangi akibat efek sampingnya. Kurang dari 10 %
pasien harus menghentikan pengobatan karena efek samping.














Diposkan oleh N4nin6farmasis di 04.25 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Posting Lama Beranda
Langganan: Entri (Atom)
Arsip Blog
2012 (3)
o November (3)
alzaimer
alzaimer
<!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\...

Anda mungkin juga menyukai