Anda di halaman 1dari 2

KISAH TENTANG KEJUJURAN

1. KISAH TIGA SAHABAT YANG TIDAK IKUT BERPERANG


Ketika Kaab bin Malik tertinggal diperang Tabuk, beliau mengemukakan alas
an sejujurnya kepada Rasulullah sebab ketertinggalannya. Alasan yang
berbeda dengan yang disampaikan orang-orang munafik yang tidak ikut
berperang. Bersama Kaab bin Malik, ada 2 orang sahabat yang lain. Yaitu
Murarah bin Rabiah al-Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi, juga
mengemukakan alasan yang sejujurnya. Tentang kejujuran, cukuplah apa
yang diungkapkan Kaab kepada Rasulullah ketika ditanya sebab tidak
ikutnya dalam perang.
Ya Rasulullah!, kata beliau. Demi Allah, andaikata saya duduk dihadapan
orang selainmu, saya yakin akan bebas dari kemarahannya dengan
menyampaikan alasan yang bisa diterima. Sungguh, saya telah dikaruniai
kefasikan berbicara. Namun demi Allah, saya sungguh yakin, jika seandainya
hari ini saya berkata dusta dan engkau menerimanya, pasti sebentar lagi
Allah menggerakkan hatimu untuk marah kepadaku. Sebaliknya, jika saya
berkata jujur, yang membuatmu marah padaku, maka saya mengharapkan
penyelesaian yang baik dari Allah. Demi Allah, aku tidak mempunyai udzur
(halagan untuk ikut perang). Demi Allah, diriku sama sekali tidak merasa
lebih kuat dan lebih mudah daripada ketika aku tidak mengikutimu ke Tabuk.
Sekarang ini, saya merasa cukup segalanya.
Ini adalah ucapan Kaab, sebuah kejujuran yang sekali pun mesti mencabit
perasaan sendiri. Yang walaupun sempitnya hati adalah taruhannya. Biar pun
ia dikucilkan, kala memang itu harga dari sebuah kejujuran. Dan buahnya,
adalah ketika Allah mewahyukan perihal diterimanya taubat mereka bertiga.
Subhanallah, kejujuran yang telah mengangkat derajat mereka dengan
disebutkannya dalam Quran, kalam Allah yang terus dibaca hingga kiamat
tiba.

Sumber : Buku Yang Muda Yang Takut Dosa karangan Ali El-Makassary

2. KISAH RASULULLAH MENGGUMPULKAN KAUMNYA

Rasulullah shallallahualaihiwasallam keluar dari rumahnya lalu menaiki bukit


Shafa dan berteriak memanggil, Wahai kaumku kemarilah!. Orang-orang
Quraisy berkata, Siapakah yang memanggil itu?. Muhammad, jawab
mereka. Mereka pun berduyun-duyun menuju bukit Shafa. Raslullah
Shallallahu alaihi wa sallam berkata, Wahai bani Fulan, bani Fulan, bani
Fulan, bani Abdi Manaf dan bani Abdil Mutthalib. Andaikan aku kabarkan
bahwa dari kaki bukit ini akan keluar seekor kuda, apakah kalian
mempercayaiku?. Mereka menjawab, Kami tidak pernah mendapatkanmu
berdusta!. Sesungguhnya aku mengingatkan kalian akan datangnya azab
yang sangat pedih! , lanjut Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam [HR. al-
Bukhri no. 4971 dan Muslim no. 507 dengan redaksi Muslim]

Lihatlah bagaimana kejujuran Rasulullah dalam bertutur kata menjadi dalil


dan bukti akan kebenaran risalah yang disampaikannya.

Anda mungkin juga menyukai