Anda di halaman 1dari 9

1

HE4 Memiliki Nilai Diagnostik yang Tinggi


untuk Mendeteksi Keganasan Ovarium Tipe Epitel

Bismarck J Laihad
1
, Hariyono Winarto
1
, Bambang Sutrisna
2

1
Bagian Ginekologi Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi
2
Departemen Epidemiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta

Abstrak
Tujuan: Untuk menentukan nilai diagnosis penanda tumor CA 125 dan HE4, dan juga
RMI dan ROMA sebagai prediktor keganasan pada tumor ovarium.
Metode: Penelitian ini adalah suatu studi diagnostik yang menggunakan metode potong
lintang. Sejak November 2010 hingga Mei 2011, terdapat 128 pasien yang didiagnosis
tumor ovari di RSCM. Dilakukan pengumpulan serum untuk memeriksa kadar CA125 dan
HE4 dari 128 pasien tersebut. Pemeriksaan histopatologi dilakukan oleh Departemen
Patologi Anatomi RSCM. Kemudian, data yang didapat diolah dengan analisis tabel 2x2
dan kurva ROC-AUC. Hasil: Nilai median dari konsentrasi serum HE4 dan CA125
ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan keganasan ovari dibandingkan dengan pasien
dengan tumor jinak ovari (p<0,05). Penanda tumor HE4 memiliki nilai akurasi yang
tertinggi berdasarkan nilai batas standar. Dalam grup perempuan pre-menopause, HE4 dan
ROMA memiliki nilai AUC yang serupa pada 85% (95% CI: 0,73-0,96), sedangkan pada
grup perempuan post-menopause, ROMA menunjukkan nilai AUC yang tertinggi pada
skor 96,9% (95% CI: 0,92-1,00). Kesimpulan: HE4 sebagai sebuah penanda tumor
memiliki nilai diagnostik yang tinggi untuk mendeteksi keganasan ovarium tipe epitel,
dan kombinasi antara HE4 dan CA125 (ROMA) memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan penggunaan satu penanda tumor HE4. [Majalah Obstetri Ginekologi
Indonesia 2013; 1-4: 209-14]
Kata kunci: human epididymis protein 4, kanker ovarium tipe epitel, penanda tumor, risk
of ovarian malignancy alogarithm




2

PENDAHULUAN
Kanker ovarium merupakan penyakit
kedua terbanyak dalam bidang keganasan
ginekologi. Di Indonesia, berdasarkan
laporan dari 13 laboratorium patologi
pada tahun 2002, kanker ovarium
menduduki peringkat ketiga terbanyak
(829 kasus) dari keseluruhan kasus
kegnasan pada wanita, setelah kanker
serviks dan kanker payudara. Pada tahun
2012, berdasarkan data kanker di Jakarta,
kanker ovarium menduduki peringkat
ketiga keganasan pada wanita dengan
angka kejadian 4,27 dari 100.000
wanita.
1-4

Angka harapan hidup yang buruk
pada kejadian kanker ovarium
diakibatkan oleh keterlambatan diagnosa
sehingga menyebabkan banyak kasus
kanker ovarium didiagnosis pada stadium
lanjut. Sampai dengan saat ini tidak ada
biomarker khusus yang digunakan untuk
memprediksi kanker ovarium.
5
CA-125,
adalah salah satu biomarker yang paling
sering digunakan untuk mendeteksi
kanker epitel ovarium (EOC), biomarker
ini terdeteksi hanya pada 50-60% dari
stadium awal kanker epitel ovarium
(EOC) pada pasien.
6

Belakangan ini, beberapa
penelitian mengindikasikan bahwa
penggunaan kombinasi biomarker seperti
CA125 dan HE4 dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitias dari deteksi
EOC. Penanda serum HE4 memiliki
sensitivitas tinggi untuk mendeteksi
kanker ovarium pada stadium dini.
Kombinasi dari kedua penanda tersebut
meningkatkan akurasi daripada
menggunakan biomarker tersebut secara
terpisah.
5,7

Walaupun ada beberapa sistem
skoring atau metode untuk memprediksi
keganasan ovarium, belum ada metode
pasti yang ditetapkan. Moore et al,
memperkenalkan metode untuk
memprediksi keganasan yang dikenal
dengan nama ROMA (Risk of Ovarian
Malignancy Algorithm), yang digunakan
dengan menggabungkan hasil
pemeriksaan dari CA 125 dan HE4.
Indeks Prediksi Probabilitas (PPI) dari
ROMA memiliki tingkat keakuratan
hingga 93,8%.
5,8
Di sisi lain, Van Gorp et
al (2011) menemukan bahwa HE4 dan
ROMA tidak unggul jika dibandingkan
dengan pemeriksaan CA125 tunggal
dalam memprediksi keganasan ovarium.
9

Berdasarkan dari latar belakang
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan hasil diagnostik
berdasarkan hasil penanda CA125 dan
HE4, dan kombinasi keduanya pada
Indeks Resiko Keganasan (RMI) dan
ROMA dalam memprediki resiko
keganasan ovarium pada pasien dengan
tumor ovarium sebelum dilakukan
pembedahan pada Rumah Sakit Dr. Cipto
3

Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta,
Indonesia.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
cross sectional, dilakukan di RSCM dan
Laboratorium Klinik Prodia Jakarta sejak
bulan November 2010 hingga Mei 2011.
Populasi penelitian adalah seluruh pasien
ang datang ke RSCM dan diagnosa
dengan tumor ovarium dan yang
memenuhi kriteria inklusi. Kriteria
inklusinya adalah wanita premenopause
dan postmenopause yang didiagnosa
dengan tumor ovarium lewat
pemeriksaan fisik/ginekologik dan USG
transvaginal, dan tumor tersebut
diperkirakan cukup besar. Pasien dengan
riwayat histopatologis tumor ovarium
non-epitelial, riwayat oovorektomi, dan
riwayat pengobatan kanker ovarium
sebelumnya, dan kehamilan merupakan
kriteria eksklusi dalam penelitian ini.
Selanjutnya, sampel darah dikumpulkan
dan disimpan dalam suhu -20 C, dan
dianalisis menggunakan mesin
ARCHITECT plus i2000 SR yang
mengukur kadar CA125 dan HE4.
Kemudian ahli patologi dari RSCM
menganalisis histopatologis dari spesimen
jaringan.
Metode diagnosis pasien pre-
operasi dengan massa pelvis untuk
memprediksi kanker ovarium berdasarkan
hasil pengukuran serum CA-125,
morfologi pemeriksaan USG (U) dan
status menopause (M). RMI = U x M x
hasil pengukuran CA-125, dengan skor
USG = 1 jika tidak terdapat abnormalitas
morfologik atau ditemukan satu, U=3 jika
ditemukan 2 gambaran morfologik. Skor
status menopause adalah M=1 untuk
premenopause dan M=3 untuk post
menopause. Skor 200 diklasifikasikan
sebagai resiko keganasan.
ROMA adalah algoritma yang
digunakan untuk memprediksi resiko
keganasan ovarium pada pasien dengan
massa di pelvis, sehingga pasien dapat
dikategorikan sebagai resiko rendah dan
resiko tinggi berdasarkan nilai CA-125
dan HE4. Wanita premenopause
diklasifikasikan sebagai resiko tinggi jika
Prediksi Probabilitas (PP) lebih dari
7,4%, sedangkan wanita postmenopause
diklasifikasikan sebagai resiko tinggi jika
PP lebih dari 25,3%. Data dianalisis
menggunakan 9,2 program Stata. Analisis
statistik bertujuan untuk obtain nilai
sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, dan
keakuratan. Analisis yang lainnya seperti
status menopause dan penilaian stadium
keganasan kanker epitel ovarium dengan
kurva ROC juga digunakan untuk
mendapatkan hasil dari AUC dengan nilai
kepercayaan 95%. Penelitian ini
membandingkan nilai ROC dan AUC dari
CA125, HE4, RMI, dan ROMA terhadap
4

metode penentuan stadium pada FIGO
dengan nilai p <0,05.

HASIL
Dari November 2010 sampai dengan Mei
2011, terdapat 128 pasien di RSCM yang
dikategorikan berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi. Dari 128 pasien, 61 pasien
(47,66%) memiliki tumor jinak ovarium,
50 (39,06%) memiliki tumor ganas, dan
17 orang lainnya berada pada garis batas
(13,28%). Dari 61 kasus tumor jinak
ovarium, tipe yang paling sering muncul
adalah endometriosis (26 kasus
(42,62%)), diikuti dengan kistaadenoma
musinosum sebanyak 18 kasus (29,51%),
kemudian kistaadenoma serosa dan
seromusinosum (29,51 % dan 4,92 %).
Kasus tumor ganas (kanker epitel
ovarium), tipe histologik yang paling
sering ditemukan adalah
kistaadenokarsinoma sebanyak 19 kasus
(38%), diikuti dengan endometrioid
sebanyak 14 kasus (28%), musinosum
sebanyak 8 kasus (16%), sel jernih
sebanyak 7 kasus (14%), dan
karsinosarkoma sebanyak 2 kasus (4%).




5

Terdapat perbedaan yang
signifikan antara grup jinak dan ganas
pada status menopause, skor USG, nilai
CA125 dan HE4. Nilai median dari HE4
dan konsentrasi serum CA125 lebih
tinggi secara signifikan pada pasien
dengan EOC dibandingkan pasien
dengan tumor jinak ovarium, dengan nilai
p <0,05 (Tabel 1).
Nilai diagnostik dari sensitivitas,
spesifisitas, PPV, NPV, rasio relatif
positif dan negatif (LR+ dan LR-), sama
akuratnya dengan penanda tumor dalam
memprediksi keganasan ovarium
ditampilkan pada tabel 2. Dengan
menggunakan nilai potong standar, HE4
memiliki nilai akurasi (76,5%), diikuti
RMI, ROMA, dan terakhir CA125
dengan persentase 75,6%, 65,7%, dan
56,7%.
Seperti yang bisa dilihat pada
gambar 1, HE4 dan ROMA pada grup
premenopause memiliki nilai AUC yang
sama dengan persentase 85,0% (95% CI:
0,73-0,96), dimana pada grup
postmenopause, ROMA memiliki nilai
AUC yang lebih tinggi dengan persentase
96,9% (95% CI: 0,92-1,00), diikuti
dengan HE4 (93,9%). CA125 dan RMI
memiliki nilai AUC yang sama dengan
persentase 93,6%. Selanjutnya, ROMA
memiliki nilai AUC tertinggi dengan nilai
90,5% diikuti oleh HE4, RMI, dan
CA125 89,9%, 87,3%, dan 82,0%.



6



DISKUSI
Sensitivitas dari CA125 untuk
mendeteksi EOC berdasakan nilai potong
standar yang ditentukan (35 U/ml)
sangatlah tinggi, hingga mencapai 96%.
Di sisi lain, nilai spesifisitas dari CA125
sangatlah rendah (24,6%); dibandingkan
dengan HE4 dengan nilai sensitivitas
90% dan nilai spesifisitas. 65,6%.
Hellstrom et al menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedan yang bermakna anatara
nilai sensitivitas HE4 dan CA125 dalam
membedakan tumor jinak dan tumor
ganas. Meskipun begitu, nilai spesifisitas
dari HE4 lebih tinggi secara signifikan
dibandingan dengan CA125. Nilai
spesifisitas yang sangat rendah dari
CA125 pada penelitian ini disebabkan
karena nilai mean dan median CA125
dari semua sampel tumor jinak pada
penelitian ini lebih tinggi daripada nilai
potong standar, seperti yang ditampilkan
pada Tabel 1. Nilai potong standar untuk
HE4 pada penelitian ini adalah 70 mol/l,
berdasarkan penelitian oleh Moore et al
(2008)
7
dan rekomendasi penggunaan
reagen KIT ARCHITECT HE4 yang
digunakan pada penelitian ini.
Holcomb et al, membandingkan
kemampuan CA125 dengan HE4, dan
menyimpulkan bahwa HE4 lebih baik
dalam tingkat spesifisitas dibandingkan
dengan CA125. Berkaitan dengan hal itu,
menurut Van Gorp et al, HE4 memiliki
nilai spesifisitas dibandingkan dengan
CA125 dengan mengunakan nilai potong
standar.
9,12

Beberapa penelitian mengenai
CA125 dan HE4 oleh Moore et al (2008),
Huhtinen et al (2009), Nolen et al (2010),
Holcomb et al (2011), dan Chang et al
(2011), menyatakan bahwa kombinasi
antara CA125 dengan HE4 dapat
meningkatkan kemampuan diagnostik
untuk membedakan tumor ganas dan
7

tumor jinak pada paisen denga massa di
adneksa sebelum operasi. Moore et al
(2009) memperkenalkan introduced
ROMA (Risk of Ovarian Malignancy
Algorithm), cara penilaian resiko pada
wanita dengan massa pelvis tanpa
menyangkut USG. ROMA diketahui
lebih sensitif daripada RMI dan dihitung
dengan menggabungkan hasil dari CA125
dan HE4.
7,8,11-14
Dengan menggunakan
nilai potong standar, HE4 dan RMI
terbuktu memiliki nilai akurasi yang lebih
tinggi daripada ROMA dan CA125
(Tabel 2).
Nilai AUC dari HE4 dan ROMA
adalah yang tertinggi dari semua pasien,
pada kedua grup premenopause dan
postmenopause, dibandingkan dengan
RMI dan CA125. Montagnana et al juga
membandingkan niali AUC dari HE4,
CA125, dan ROMA terhadap grup pre
dan postmenopause, dan menyimpulkan
bahwa HE4 dan ROMA menunjukan
kemampuan hanya terhadap grup
postmenopause, tidak terhadap
premenopause.
15

Dalam penelitian ini, HE4 dan
ROMA pada grup premenopause
memiliki nilai AUC yang sama yakni
85% (95% CI: 0,73-0,96). Di sisi lain,
penelitian Van Gorp et al
membandingkan nilai AUC antara
ROMA, HE4 dan CA125, dan
menyatakan bahwa kemampuan HE4 dan
ROMA tidak lebih tinggi dari CA125
sebagai penanda tumor untuk
memprediksi keganasan ovarium. Hal ini
berdasarkan perbandingan nilai ROC
AUC semua pasien (pre dan
postmenopause) pada ROMA (89,8%)
dibanding HE4 (85,7%) dibanding
CA125 (87,7%), setelah dihitung secara
statistik, tidak terdapat perbedaan yang
bermakna diantara ketiganya (p>0,005).
9

Stadium lanjut EOC (Gambar
1.E), menghasilkan nilai AUC yang lebih
tinggi pada ROMA, HE4 dan RMI
daripada stadium dini (Gambar 1.F).
Hasil ini juga didukung oleh Gorp et al,
dan Moore et al, dimana nilai AUC pada
ROMA, HE4 dan RMI lebih tinggi pada
stadium lanjut pasien EOC daripada
pasien stadium dini.
11,17
Selanjutnya,
CA125 memiliki nilai diagnostik yang
rendah pada stadium dini EOC, seperti
yang dinyatakan oleh Sasarolidan Moore,
dimana peningkatan kadar CA125 hanya
ditemukan 50-60% pada stadium dini
kasus EOC.
7,16,17

Setelah membandingkan ROMA
dengan RI pada 457 pasien, Moore et al
menemukan bahwa nilai AUC pada
ROMA lebih tinggi secara bermakna
daripada RMI pada semua stadium
kanker epitel ovarium. Moore et al,
menyimpulkan bahwa ROMA memiliki
nilai diagnostik yang lebih tinggi
8

dibandingkan dengan RMI secara klinis
dan statistik.
18

Penelitian ini menemukan bahwa
HE4 sebagai penanda tumor baru
memiliki nilai diagnostik leih tinggi
dibandingkan dengan CA125. Selain itu,
ketika keduanya digabungkan, misalnya
dalam algoritma ROMA, menunjukan
kemampuan yang lebih baik dalam
memprediksi kanker epitel ovarium.

KESIMPULAN
HE4 adalah penanda tumor yang
memiliki nilai diagnostik yang tinggi
dalam mendeteksi keganasan ovarium.
Penanda tumor ini memiliki spesifisitas
dan keakuratan yang lebih baik
dibandingkan CA125. Bagaimanapun
kombinasi antara HE4 dan CA125
(ROMA) menunjukan kemampuan yang
lebih baik sebagai prediktor keganasan
ovarium dibandingkan penanda HE4 saja

KONFLIK PEMINATAN
Penulis tidak memiliki konflik peminatan

REFERENSI
1. Aziz MF. Gynecological cancer in Indonesia. J
Gynecol Oncol,2009; 20(1): 8-10.
2. Boyle P, B Levin. World Cancer Report, WHO,
Editor. International Agency for Research on
Cancer: Switzerland. 2008
3. Hennessy BT, RL Coleman, M. Markman.
Ovarian cancer. Lancet, 2009; 374(9698): 1371-
82.
4. Wahidin M, Noviani R, Hermawan S et al.
Population-based cancer registration in Indonesia.
Asian Pac J Cancer Prev. 13(4):1709-10.
5. Havrilesky LJ, Whitehead CM, Rubatt JM et al.
Evaluation of biomarker panels for early stage
ovarian cancer detection and monitoring for
disease recurrence. Gynecol Oncol, 2008; 110(3):
374-82.
6. Rosen DG, Wang LJ, Atkinson N et al.
Potential penandas that complement expression of
CA125 in epithelial ovarian cancer. Gynecol
Oncol, 2005; 99(2): 267-77. Vol 1, No 4 October
2013 HE4 detecting epithelial ovarian cancer 213
7. Moore RG, Brown AK, Miller CM et al. The
use of multiple novel tumor biomarkers for the
detection of ovarian carcinoma in patients with a
pelvic mass. Gynecol Oncol, 2008; 108(2): 402-8.
8. Moore RG, McMeekin DS, Brown AK et al. A
novel multiple penanda bioassay utilizing HE4
and CA125 for the prediction of ovarian cancer in
patients with a pelvic mass. Gynecol Oncol, 2009;
112(1): 40-6.
9. Van Gorp T, Cadron I, Despierre E et al. HE4
and CA125 as a diagnostic test in ovarian cancer:
prospective validation of the Risk of Ovarian
Malignancy Algorithm. Br J Cancer, 2011;
104(5): 863-70.
10. Hellstrom I, Raycraft J, Hayden-Ledbetter M
et al. The HE4 (WFDC2) protein is a biomarker
for ovarian carcinoma. Cancer Res, 2003; 63(13):
3695-700.
11. Chang X, Ye X, Dong L et al. Human
epididymis protein 4 (HE4) as a serum tumor
biomarker in patients with ovarian carcinoma. Int
J Gynecol Cancer. 2011. 21(5): 852-8.
12. Holcomb K, Vucetic Z, Miller MC et al.
Human epididymis protein 4 offers superior
specificity in the differentiation of benign and
malignant adnexal masses in premenopausal
women. Am J Obstet Gynecol. 2011. 205(4): 358
e1-6.
13. Huhtinen K, Suvitie P, Hiissa J et al. Serum
HE4 concentration differentiates malignant
ovarian tumours from ovarian endometriotic
cysts. Br J Cancer, 2009; 100(8): 1315-9.
14. Nolen B, Velikhokatnaya L, Marrangoni A et
al. Serum biomarker panels for the discrimination
of benign from malignant cases in patients with an
adnexal mass. Gynecol Oncol. 2011. 117(3): 440-
5.
15. Montagnana M, Danese E, Ruzzenente O et
al. The ROMA (Risk of Ovarian Malignancy
Algorithm) for estimating the risk of epithelial
ovarian cancer in women presenting with pelvic
9

mass: is it really useful? Clin Chem Lab Med.
2011. 49(3): 521-5.
16. Maharaj AGJI, Menon U. Principles and
Practice of Gynecologic Oncology. 5th Ed.
Development And Identification Of Tumor
Penandas, ed. M.M. In Barakat R R, Randall M E.
2009; 145-50.
17. Sasaroli D, G Coukos and N Scholler. Beyond
CA125: the coming of age of ovarian cancer
biomarkers. Are we there yet? Biomark Med,
2009; 3(3): 275-88.
18. Moore RG, Jabre-Raughley M, Brown AK et
al. Comparison of a novel multiple penanda assay
vs the Risk of Malignancy Index for the
prediction of epithelial ovarian cancer in patients
with a pelvic mass. Am J Obstet Gynecol, 2010;
203(3): 228 e1-6.

Anda mungkin juga menyukai