Anda di halaman 1dari 20

1

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR



INVAGINASI
















OLEH :
DIANSRI PRATIWI SYAM, S.Ked

PEMBIMBING :
dr. MARLENNY W.T. MARTOYO, Sp.A






DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2014
REFARAT
AGUSTUS 2014

2



HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Diansri Pratiwi Syam
NIM : 10542 0228 010
Laporan kasus : INVAGINASI

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, Agustus 2014


Pembimbing Mahasiswa


dr.Marlenny W.T. Martoyo, SP.A Diansri Pratiwi S, S.Ked









3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Invaginasi atau intussussepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi
usus akut pada anak. Di negara - negara barat, penderita invaginasi biasanya
datang dalam keadaan yang masih dini, sehingga angka kesakitan dan angka
kematian dapat ditekan. Kebanyakan penderita sembuh bila dirawat sebelum 12
jam setelah kejadian. Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia,
penderita sering datang dalam keadaan yang sudah terlambat atau lebih dari 12
jam setelah kejadian, sehingga sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan
yang sering disertai dengan reseksi usus. Rendahnya pengetahuan orang tua
penderita tentang kesehatan menyebabkan keterlambatan memeriksakan
penderita ke dokter atau oleh karena keterlambatan dokter dalam menegakkan
diagnosa. Invaginasi anak terjadi pada 1 dari 13.000 penderita yang dirawat di
rumah sakit. Angka kejadiaan laki-laki dibandingkan wanita sekitar 3:1. Pada
neonatus sebesar 0,3%. Sebagian besar invaginasi terjadi dibawah umur 2 tahun
dengan puncak kejadian berkisar antara umur 4-11 bulan.
9.1
Invaginasi terjadi karena salah satu segmen usus masuk ke dalam segmen
usus yang lain di dekatnya, dimana bagian usus yang prolap tersebut disebut
intususeptum, sedangkan bagian usus yang menerima segmen usus yang prolaps
tersebut disebut intususcipien. Biasanya intususceptum letaknya lebih proksimal
dari intususcipien, alasannya karena aksi peristaltik usus halus dimulai dari
segmen proksimal ke segmen distal
4.9
.

Mesenterium pada intususceptum yang tertekan akan menurunkan aliran
darah ke bagian usus yang lain dan terjadi pembengkakan pembuluh darah

4

dinding usus dan secara cepat menyebabkan terjadinya obstruksi. Jika aliran
darah pada daerah invaginasi terhenti terjadi iskemik jaringan usus sehingga
terjadi nekrosis jaringan usus akibatnya terjadi gangren dan pada akhirnya terjadi
perforasi dan peritonitis
4.9
.























5

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Invaginasi adalah masuknya usus ke dalam segmen di bawahnya yang
berdekatan. Biasanya berasal dari ileum terminal atau katup ileosekal yang
berakibat intususepsi ileokolik. Meskipun jarang (2 : 1000 kelahiran hidup),
intususepsi merupakan penyebab tersering obstruksi usus pada 2 tahun pertama
kehidupan
5.9
.

2. Epidemiologi
Insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup, dengan
rasio laki-perempuan 3:2. Insiden terbesar dari intususepsi idiopatik adalah pada
bayi berusia 9-24 bulan. Sebuah kejadian musiman telah dijelaskan, dengan
puncak pada musim semi, musim panas, dan tengah musim dingin. Periode ini
sesuai dengan puncak dalam terjadinya gastroenteritis musiman dan infeksi
saluran pernapasan atas
1.6
.

3. Etiologi
Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur
satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infantile idiophatic intussusceptions. Kepustakaan lain menyebutkan di Asia,
etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%
8.2
.
Definisi dari istilah intususepsi idiopatik bervariasi di antara penelitian
terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik untuk
menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang
diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip
yang dapat diidentifikasi saat pembedahan. Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan

6

yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch),
yang disebabkan oleh infeksi adenovirus atau rotavirus
1
.
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori
untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal
itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3
pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan
atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah
bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering
dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang
membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi,
masih tidak jelas
1.9
.
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya
kelainan usus dapat menjadi penyebab intususepsi atau lead point seperti:
inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus(13).
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti
peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain diantaranya
lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-Schnlein purpura,
trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating granulomas yang
berhubungan dengan tuberkulosis abdominal
1.6.8
.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab intususepsi pada anak
yang berusia di atas enam tahun. Intususepsi dapat juga terjadi setelah
laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi
akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan
lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

7

Menurut kepustakaan lain 90 95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun
akibat idiopatik. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum
terminal berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque Peyeri) akibat infeksi virus
(limfadenitis) yang mengikuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran napas.
Pada anak umur > 2 tahun di sebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip,
hemangioma, dan divertikel Meckeli. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, peubahan pola makan di curigai sebagai penyebab
invaginasi
7.4
.

4. Patofisiologi
Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari
ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal.
Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak
sebagai lead point atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya,
ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah
kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan
mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter
penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi
intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa
penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia
limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi
3.1
.
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus
terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area
proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang
lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena

8

mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium
masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum
menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan
dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus
3.8
.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit
mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem,
hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari
terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang
disebut juga red currant jelly stool
3.8
.
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik
partiil maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang
lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian
distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema.
Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi
invaginasi. Penyebab terjadinya intususepsi sebagian besar tidak diketahui. Dua
puluh persen dari kasus intususepsi timbul setelah infeksi virus (infeksi
pernafasan bagian atas, gastroenteritis) yang menimbulkan pembesaran dari
jaringan limfoid ileum distal. Intususeptum akan didorong masuk oleh peristalsis
ke dalam usus yang lebih distal dengan mesenterium dari intusuesptum ikut
terjepit masuk. Hal ini kemudian diikuti terjadinya sembab, kongesti vena dan
linfa yang akan menyebabkan keluarnya tinja yang berwarna kemerahan akibat
darah yang tercampur mukus (current jelly stool). Selanjutnya, jika tekanan
kongesti melampaui tekanan arteri maka akan terjadi nekrosis
9.1
.

9


5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan foto. Namun pada kebanyakan pustaka
mengatakan bahwa pemeriksaan dengan contras enema lah yang paling reliable
untuk membuat diagnosis intususepsi pada anak.
Gambaran klinis
1. Nyeri. Anak, yang tadinya sepenuhnya normal tiba tiba berteriak dan
memekik kesakitan, kakinya dilipat ke arah bagian yang sakit. Serangan ini
berakhir dalam beberapa menit, kemudian hilang. Kembali lagi dalam 1 jam
pertama, selanjutnya lebih sering. Diantara dua serangan, biasanya anak
masih dapat bermain dan makan, tetapi tampak masih takut takut. Sakit
perutnya dapat ringan atau berat sekali sehingga menyebabkan renjatan,
pucat dan pingsan. Dapat didahului diare, sebagai akibat iritasi usus yang
umumnya mengalami obstruksi parsial.
2. Darah dari rektum. Tidak konstan. Pada yang klasik, di awal penyakit
biasanya defekasinya normal, kemudian selanjutnya terdapat tinja yang

10

menyerupai jeli kismis kemerahan(tinja berupa mukus yang berwarna
kemerahan). Tanda ini, jika ada, hampir selalu patognomonik.
3. Konstipasi. Tidak konstan, dapat terjadi karena obstruksi tidak komplet, atau
karena intususepsinya kemudian berkurang dan terjadi penyembuhan
spontan.
4. Muntah. Sering terjadi satu atau dua kali, tetapi tidak terlalu hebat, kecuali
pada kasus yang dibiarkan tidak diobati
1.9
.
Pada pemeriksaan
1. Perut tegang dan sensitif bila di tekan; dalam keadaan biasa, dinding
perut lemas tetapi sensitif terutama disekitar lokasi kolon. Biasanya lebih
mudah di periksa dalam keadaan anak tertidur.
2. Disekitar lokasi kolon dapat di raba massa berbentuk sosis. Pada waktu
perut terasa nyeri, benjolan teraba lebih keras.
3. Signe de Dance. Pada daerah inguinal kanan terasa seperti kosong,
karena sekum berpindah masuk ke kolon. Tanda ini nilainya
meragukan.
4. Pada auskultasi terdengar suara borborigmi yang keras.
5. Pada kasus lanjut, intususepsi dapa teraba per rektum. Kadang kadang,
jarang sekali, dapat keluar melalui anus
1.9
.
Trias Invaginasi :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengangkat kaki
(craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan
dalam) yang disebut currant jelly stool
5
.

11

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan
sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.
Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari
pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.
Kriteria Mayor
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti
dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama
sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal
berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada
gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan
rectum atau gambaran feses red currant jelly pada pemeriksaan Rectal
Toucher.
Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.
Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :
Level 1 Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

12

Kriteria Pembedahan Invaginasi usus yang ditemukan saat
pembedahan
Kriteria Radiologi Air enema atau liquid contrast enema
menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa
dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.
Kriteria Autopsi Invagination dari usus
Level 2 Probable (salah satu kriteria di bawah)
Dua kriteria mayor
Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor
Level 3 Possible
Empat atau lebih kriteria minor
6.1
.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan
abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan
atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3)
1.2
.
2. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral
dekubitus kiri. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi
juga dapat untuk mendeteksi adanya perforasi. Gambaran x- ray pada
invaginasi tingkat lanjut terlihat air fluid level. Pemeriksaan rontgen
dengan pemberian barium enema yang diikuti oleh x ray akan
memperlihatkan kelainan anatomi pada usus. Selain sebagai diagnostik
pemberian barium enema bisa sebagai terapi
2
.


13


Barium enema (Colon in loop) Pada pemeriksaan barium enema
atau colon in loop tampak filling defect oleh masa intraluminar yang
menyebabkan kontras tidak dapat melewati segmen usus proksimal.
Gambaran khas invaginasi adalah Coiled Spring appearance.
Gambaran lain adalah cut off bayangan barium pada lokasi invaginasi
1
.
Ultrasonografi (USG)
Pada scan transversal (potongan melintang) dari invaginasi, USG
memberikan gambaran khas berupa targets appearance atau gambaran
seperti kue donat.







14

Dengan menggunakan berbagai investigasi (misalnya, radiografi polos,
ultrasonografi abdomen, barium enema, CT scan, dan MRI), dan
akhirnya setelah laparotomi, intususepsi dapat diklasifikasikan sebagai:
1. Enterocolic: ileokolika (jenis yang paling dominan dari
intususepsi terlihat pada bayi dan balita); ileo-ileokolika;
ileocaecal;
2. Enteroenteric: jejunojejunal, jejunoileal, ileo-ileal; atau
3. Colocolic: caecocolic, colocolic
1.2
.
6. Diagnosis banding
1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan
pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,
sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah
7.1

6. Penatalaksanaan
Reduksi bagian intususepsi harus dikerjakan secepatnya. Penundaan akan
mengakibatkan strangulasi pembuluh darah dan bahaya gangren usus, yang
memerlukan tindakan reseksi. Pengobatan intususepsi pada anak-anak adalah
keadaan darurat, baik oleh nonoperative atau operasi metode. Keterlambatan
pengobatan akan menyebabkan iskemia dan nekrosis usus, perforasi usus,
peritonitis, shock, dan mungkin kematian. Pengurangan Nonoperative (NOR)

15

adalah yang pertama garis pendekatan di mana fasilitas yang tersedia; jika itu
gagal, berikutnya langkah logis adalah manajemen operasi. Kontraindikasi untuk
penggunaan NOR dalam pengobatan anak dengan intususepsi adalah peritonitis
jelas, pneumoperitoneum sekunder untuk usus perforasi, shock, perut buncit
terlalu (relatif kontraindikasi), usus halus intususepsi seperti ileo-ileal. Pada bayi
maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini
pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi
pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi
cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk
menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk memantau
ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat
dilakukan
1.9
1. Reposisi secara non operatif
Dengan menggunakan barium enema atau udara atau NaCL yang
dimasukkan melalui rektal kemudian diikuti oleh X ray. Mula mula
tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat
invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar 1 meter air,barium di dorong
ke arah proksimal. Tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan di
perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Pengobatan dianggap
berhasil jika barium sudah menapai ileum terminalis. Pada saat itu pasase
usus kembali normal.

2. Reposisi secara operatif
Kadang kadang reposisi barium tidak berhasil, misalnya pada umur
kurang dari 3 bulan dan invaginasi ileo-ileal. Reposisi langsung dengan

16

operasi tanpa dilakukan dengan reposisi barium terlebih dahulu jika telah
terjadi perforasi, peritonitis, dan tanda tanda obstruksi. Keadaan ini
biasanya pada invaginasi yang sudah berlangsung 48 jam. Demikian pula
pada kasus kasus relaps. Kejadian invaginasi berulang setelah reposisi
barium sekitar 11% dan 3% pada operasi tanpa reseksi usus. Biasanya reseksi
dilakukan jika aliran darah tidak pulih kembali setelah dihangatkan dengan
larutan fisiologik. Jika terjadi invaginasi ulang maka langsung dilakukan
reposisi secara operatif
1.9
.
7. Komplikasi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan aliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, dan tidak adanya absorbsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen yang cepat. Muntah serta defekasi
disertai darah dan lendir merupakan sumber utama kehilangan cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok hipotensi, syok hipovolemik, pengurangan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Komplikasi
pascaoperasi termasuk terulangnya intususepsi, perforasi usus selama NOR dari
intususepsi, bedah infeksi situs, kebocoran anastomosis, kerusakan anastomosis,
enterocutaneous fistula, pasca operasi obstruksi usus perekat, dan hernia
insisional.
8. Prognosis
Pada beberapa kasus dapat terjadi reduksi spontan, tetapi biasanya
diperlukan tindakan reduksi segera, untuk mencegah gangren usus dan

17

menghindari tindakan reseksi usus. Di seluruh dunia, mortalitas keseluruhan
intususepsi adalah sekitar 1%, dan mendekati nol dengan NOR dari intususepsi.
Jika pasien tertangani dalam 24 jam, mortalitas hanya 1-3% tetapi jika
terjadi invaginasi berulang maka mortalitas naik menjadi 3-11%.

Pada umumnya,
sebagian besar intussusceptions pada anak-anak, terutama bayi dan balita, yang
idiopatik dan sulit untuk mencegah. Oleh karena itu, pencegahan bertujuan untuk
mendidik orang tua atau pengasuh tentang penyakit ini dan potensi bahaya
sehingga anak-anak akan dibawa ke rumah sakit awal. Pengasuh medis primer
juga perlu dididik untuk meningkatkan indeks mereka kecurigaan untuk diagnosis
dini dan intervensi.
















18

BAB III
KESIMPULAN
Invaginasi atau disebut juga intususepsi pada anak dan bayi jarang terjadi
tetapi merupakan penyebab terbanyak obstruksi usus pada anak anak.
Intususepsi adalah suatu invaginasi usus ke dalam segmen di bawahnya yang
berdekatan. Biasanya berasal dari ileum terminal atau katup ileosekal yang
berakibat intususepsi ileokolik. Invaginasi umumnya terjadi pada bayi usia antara
3 12 bulan dengan rata rata kejadian pada usia 7 8 bulan. Kebanyakan
idiopatik (90%), tetapi pada anak dengan umur >4 tahun kebanyakan disebabkan
oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma, dan divertikel Meckeli.
Trias Invaginasi :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengangkat kaki
(craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan
dalam) yang disebut currant jelly stool.
Penanganan invaginasi dilakukan secepatnya melalui dua cara :
1. Non operatif. Jika intususepsi terjadi kurang dari 24 jam, dengan
menggunakan reduksi barium enema dimasukkan melalui rektal
kemudian diikuti oleh X ray.
2. Operatif. Jika reduksi barium enema gagal dan intususepsi terjadi 48 jam.
Atau tanpa reduksi barium enema terlebih dahulu jika telah terjadi
perforasi dan peritonitis. Maka langsung dilakukan tindakan reposisi
secara operatif.

19

Jika pasien tertangani dalam 24 jam, mortalitas hanya 1 -3% tetapi jika
terjadi invaginasi berulang maka mortalitas naik menjadi 3 11%. Pada beberapa
kasus dapat terjadi reduksi spontan, tetapi biasanya diperlukan tindakan reduksi
segera.






















20

DAFTAR PUSTAKA
1. Ameh a Emmanuel, dkk. Surgery Pediatric a comprehensive text for Africa.
South Africa : Global Help, 2011
2. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence,
Clinical Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva,
Switzerland: World Health Organization, 2002
3. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan 13
[cited 2014 juli 15]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall
4. Chandrawati, pertiwi febriani.Invaginasi.fakultas kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang
5. Dasar dasar pediatri/ David Hull, Derek I. johnston; alih bahasa, Hartono
Gunadi; editor bahasa Indonesia, Daulika Yusna, Huriawati Hartanto. Ed.3.
Jakarta; EGC, 2008
6. Irish M.S , Mei 2013, Pediatric Intussuseption Surgery, Medscape Reference,
http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview , 15 Juli 2014
7. Sander Aleq Mochammad. Invaginasi Ileo-Kolo-Kolika. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
8. Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya
gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita
invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera
Utara: Medan. 2011
9. Zakaria, Iskandar, Agustus 2007. Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan
Terapi Invaginasi, J KS 2007; 2: 99-108,
http://jks.unsyiah.ac.id/index.php/J KU/article/view/38/37, 15 J uli 2014

Anda mungkin juga menyukai