Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi
penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau
tumpul (bluntted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
1

Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan
secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka
tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori
oleh National Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi
seumur hidup sebesar 1,3 %.
2

Prevalensinya antara laki-laki dan wanita adalah sama. Tetapi, dua jenis
kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan
penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia
puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia
puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun
atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.
2

Penanganan skizofrenia secara garis besar dibagi atas 3, yaitu : terapi
somatik: terdiri dari obat anti psikotik, terapi psikososial dan perawatan rumah
sakit (Hospitalize).
2

Sasaran terapi somatik adalah harapan pasien akan sembuh melalui reaksi
holistik. Somato terapi yang umum digunakan adalah psikofarmaka dan
elektrokonvulsive (ECT).
3

Pengobatan skizofrenia secara signifikan telah berkembang sejak awal abad
20.
4
Obat antipsikotik telah tersedia sejak pertengahan 1950-an. Jenis-jenis yang
lebih tua disebut konvensional atau "khas" antipsikotik.
5

2

Beberapa obat khas lebih umum digunakan antara lain: Klorpromazin
(Thorazine), Haloperidol (Haldol), Perphenazine (Etrafon, Trilafon) dan
Fluphenazine (Prolixin).
5

Penemuan klorpromazin pada tahun 1954 membantu membentuk pilihan
farmakologi saat ini dalam pengobatan skizofrenia. Meskipun banyak obat
menargetkan berbagai subtipe reseptor, mekanisme umum mereka tindakan
serupa dalam bahwa mereka mengurangi aktivitas dopamin untuk beberapa
derajat. Berbagai algoritma pengobatan dan pedoman yang ada untuk membantu
praktek langsung dengan terapi individualistis, dan pemanfaatan sumber daya
ini meningkatkan hasil pasien secara drastis.
4

Pada tahun 1990, obat antipsikotik baru dikembangkan. Obat-obat baru yang
disebut generasi kedua, atau "atipikal" antipsikotik. Contoh obat atipikal seperti
Risperidone (Risperdal), Olanzapine (Zyprexa), Quetiapine (Seroquel),
Ziprasidone (Geodon), Aripiprazole (Abilify) dan Paliperidone (Invega).
5

Beberapa orang memiliki efek samping ketika mulai mengkonsumsi obat ini.
Kebanyakan efek samping hilang setelah beberapa hari dan sering dapat dikelola
dengan baik. Obat antipsikotik atipikal dapat menyebabkan kenaikan berat
badan dan perubahan dalam metabolisme seseorang. Hal ini dapat
meningkatkan risiko seseorang terkena diabetes dan cholesterol. Tinggi berat
badan seseorang, kadar glukosa, dan tingkat lipid harus dipantau secara teratur
oleh dokter saat mengambil obat antipsikotik atipikal. Obat antipsikotik khas
dapat menyebabkan efek samping yang berhubungan dengan gerakan fisik,
seperti: kekakuan, kejang otot persistent, parkinson disease dan gelisah.
6










3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat
kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
1


2.2 Pedoman Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ-III
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (dua gejala atau lebih bila
gejala tersbut tidak jelas)
1

1. Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau penyisipan
(thought withdrawal atau thought insertion), dan penyiaran pikiran
(thought broadcasting).
2. Waham dikendalikan (delusion of being control), waham dipengaruhi
(delusion of being influenced), atau passivity, yang jelas merujuk pada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau
perasaan (sensations) khusus; waham persepsi.
3. Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien atau
sekelompok orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau bentuk
halusinasi suara lainnya yang datang dari beberapa bagian tubuh.
4. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap
tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas
keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super (tidak
sesuai dengan budaya dan sangat tidak mungkin atau tidak masuk akal,
misalnya mampu berkomunikasi dengan makhluk asing yang datang dari planit
lain).
Atau paling sedik dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
5. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (overvalued
4

ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan terus menerus
6. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme.
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativism, mutisme, dan
stupor.
8. Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang
terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
9. Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala tersebut berlangsung dalam kurun waktu 1 bulan atau lebih.

2.3 Diagnosis Banding
7

1.Gangguan Kondisi Medis Umum misalnya epilepsi lobus temporalis,
tumor lobus temporalis atau frontalis, stadium awal sklerosis multipel dan
sindrom lupus eritematosus
2.Penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif
3.Gangguan Skizoafektif
4.Gangguan afektif berat
5.Gangguan Waham
6.Gangguan Perkembangan Pervasif
7.Gangguan Kepribadian Skizotipal
8.Gangguan Kepribadian Skizoid
9.Gangguan Kepribadian Paranoid


5

2.4 Pemeriksaan Tambahan
7

Pemeriksaan berat badan (BMI), lingkaran pinggang, Tekanan Darah
Pemeriksaan laboratorium, Darah Tepi Lengkap, fungsi liver, profil lipid,
fungsi ginjal, glukosa sewaktu

2.5 Penatalaksanaan Terapi Somatik
A. Fase Akut
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau orang
lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala
psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
4,7

Langkah Pertama
Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
7

Langkah Kedua
Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi hanya
dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta
usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk
sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan.
Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan
awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu
dipertimbangkan.
7


Tabel 2.1 Target waktu dalam melihat perubahan gejala sebagai respon dari
Antipsikotik
4


Obat injeksi
7

1. Olanzapine, dosis 10mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2
jam, dosis maksimum 30mg/hari.

6

2. Aripriprazol, dosis 9,75mg/injeksi (dosis maksimal 29,25mg/hari),
intramuskulus.
3. Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap
setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari.
4. Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum
30mg/hari.
Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis
ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan- lahan
secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat
mengendalikan gejala.
6
Standar yang diakui untuk pengobatan psikosis akut
dengan agitasi adalah 5 mg haloperidol dan 2 mg lorazepam. Banyak generasi
kedua antipsikotik, dan antipsikotik generasi ketiga, yang tersedia dapat
memberikan pengobatan yang memadai dari gejala akut, termasuk olanzapine,
risperidone, quetiapine, ziprasidone, dan aripiprazole, dengan risiko efek
samping minimal.
4


B. Fase Stabilisasi
Setelah tujuan pengobatan untuk fase akut telah dicapai , pasien kemudian
berkembang ke fase stabilisasi , yang merupakan fase transisi dari rumah sakit ke
pengaturan rawat jalan .
4

Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk
mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan
mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Setelah diperoleh
dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu
sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti
psikotika jangka panjang (long acting injectable), setiap 2-4 minggu.
7


C. Fase Rumatan
Ini fase pengobatan umumnya diselesaikan secara rawat jalan dan
merupakan proses yang berkelanjutan .
4



7

Tujuan pengobatan harus berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan berfungsinya fungsi sosial , mengurangi efek samping obat ,
meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan , dan mengatasi semua gejala sisa
tidak dibahas selama rawat inap . Relapse rata-rata adalah 20 % per tahun ketika
pasien patuh dengan obat mereka ; 5-15 % dari pasien tidak pernah memiliki
resolusi lengkap gejala mereka dengan obat-obatan.
4

Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal
yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama
kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan
beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur
hidup.
7


2.6 Pengambilan Keputusan dalam Pengobatan
Berbagai metode membantu untuk mengarahkan keputusan tentang pemanfaatan
obat antipsikotik . Beberapa standar dasar adalah sebagai berikut :
4

1. Memanfaatkan pedoman pengobatan.
2. Memanfaatkan sejarah keluarga. Jika anggota keluarga telah merespon
terhadap obat-obatan , maka ini dapat memprediksi respon pasien.
3. Selalu melibatkan pasien, beri informasi lebih patuh dengan resep obat .
4. Memanfaatkan model keputusan STEPS , yang terlihat pada banyak faktor
untuk membantu memutuskan obat untuk pasien tertentu . Urutan berikut
membantu memilih obat untuk pasien tertentu :
S : Safety . Seberapa aman pilihan obat untuk pasien ini?
T : Tolerabilitas . Apa efek samping , dan bagaimana mereka membandingkan
efek samping obat lain untuk pasien ini ?
E : Khasiat . Apakah ada perbedaan efikasi antara obat yang mungkin
menyarankan respon pada pasien ?
P : Harga . Berapa biaya obat ini dibandingkan dengan pengobatan alternatif ,
dan pasien dapat memberikan pengobatan ini ?
S : Kesederhanaan . Bagaimana kompleks rejimen (multiple dosis per hari dapat
mengurangi tingkat kepatuhan pengobatan ) ?

8

2.7 Obat Antipsikotik
a) Antipsikotik generasi pertama
Obat-obat ini seringkali disebut sebagai obat antipsikotik tipikal. Dapat
dikelompokkan menjadi potensi rendah , potensi tinggi , dan potensi yang sangat
tinggi. Semua obat-obat ini memiliki mekanisme serupa tindakan dengan
antagonis reseptor dopamin di jalur mesolimbic , kemudian mengurangi gejala
positif . Obat - potensi tinggi untuk sebagian besar antagonis reseptor dopamin
murni dan memiliki sedikit atau tidak ada mekanisme lain . Sedangkan obat
potensi rendah merupakan antagonis reseptor dopamin murni , mereka juga
memiliki mekanisme lain untuk berbagai derajat , termasuk antikolinergik ,
calcium channel -blocking , alpha - blocking , dan sifat antihistamin .
4

Dosis obat ini harus konservatif dan berlangsung sekali atau dua kali sehari
untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan . Disarankan bahwa
dokter mulai kekuatan dosis terendah dan meningkatkan dosis yang diperlukan
selama fase akut penyakit . Dosis minimisasi harus dicoba setelah pasien telah
mencapai tahap stabilisasi penyakit . Dosis setara obat FGA diberikan dalam
Tabel 2.3.
4

Untuk pasien dengan kepatuhan kurang dua obat generasi pertama yang
tersedia dalam long-acting , intramuskular , bentuk injeksi . Haloperidol dan
fluphenazine tersedia sebagai suntikan dekanoat digunakan setiap 4 minggu dan
setiap 1-3 minggu melalui intramuskular.
4


Tabel 2.2 Dosis Obat Psikotik Generasi Pertama
4

9

b) Antipsikotik Generasi kedua
Obat ini sering disebut antipsikotik atipikal , memiliki mekanisme serupa
tindakan dalam pengobatan skizofrenia. Agen ini sebagai reseptor antagonis
dopamin dalam jalur mesokortikal. Perbedaan antara ini dan obat FGA adalah
kekhususan dari antagonisme dopamin pada dosis yang dianjurkan dan aktivitas
serotonin. Aktivitas antagonis serotonin dapat meningkatkan aktivitas dopamin di
korteks frontal, yang berpotensi meredakan gejala negatif skizofrenia. Obat-obat
ini memiliki berbagai mekanisme minimal lain, yang paling umum digunakan
adalah antagonis histamin di jalur mesolimbik dan antagonis serotonin (5-HT).
4

Dosis obat SGA harus konservatif, tapi bagi banyak pasien dosis target dapat
dicapai dalam beberapa hari. Selain itu, obat-obat ini dapat dosis sekali sehari,
dengan pengecualian ziprasidone, yang memerlukan dosis dua kali sehari dengan
makanan untuk meningkatkan penyerapan. Tanpa penyerapan makanan, dosis
terbatas pada 30-35% dari dosis; dengan makanan, pasien akan menyerap ke atas
dari 70% dari dosis. Dosis minimisasi harus dicoba sekali seseorang telah
mencapai tahap stabilisasi nya sakit. Dosis setara obat generasi kedua dan ketiga
diberikan pada Tabel 2.5.
4

Clozapine dianggap sebagai obat untuk skizofrenia yang sering kambuh.
Pada pemakaian obat ini diperlukan pemantauan jumlah sel darah putih (WBC)
dalam 6 bulan pertama pengobatan, kemudian berubah menjadi setiap minggu.
Jika pasien tidak memiliki perubahan yang signifikan WBC setelah 1 tahun,
orang yang memenuhi syarat untuk setiap 4 minggu pemantauan.
4

Pedoman pemakaian Clozapine yaitu :
4

Kegagalan setidaknya tiga antipsikotik, yang dua diantaranya adalah agen
generasi kedua.
WBC 3.500 / mm diperlukan untuk memulai terapi; titrasi dosis sangat lambat
diperlukan untuk menghindari efek samping obat.
Setiap perubahan WBC oleh 3.000 / mm dalam jangka waktu 3 minggu harus
dievaluasi.
Setiap WBC di bawah 2.000 / mm atau neutrofil mutlak dihitung di bawah
1.000 / mm membutuhkan penghentian clozapine.
Setelah penghentian clozapine, WBC harus dipantau selama 4 minggu.
10

Darah > 500 ng / dl dan mungkin memakan waktu hingga 6 bulan untuk
mencapai respon penuh.
Untuk pasien yang tidak patuh minum obat, satu obat generasi kedua ini tersedia
dalam long-acting , bentuk injeksi intramuskular . Risperdal ( risperidone ) dosis
setiap 2 minggu .. Dosis obat ini direkomendasikan hanya setelah pasien telah
stabil pada obat-obat oral untuk memberikan konversi yang memadai untuk
formulasi long-acting . Pedoman dosis menunjukkan bahwa risperidone oral
harus dilanjutkan selama 3 minggu setelah agen long-acting dimulai. Risperdal
Consta menggunakan sistem pengiriman unik yang disebut Medisorb . Sistem ini
merangkum obat aktif ke mikrosfer berbasis polimer yang secara bertahap
melepaskan obat pada tingkat yang terkendali karena hidrolisis . Dosis tidak
dapat dibagi karena perumusan produk ini . Tingkat steady state dari formulasi
risperidone long-acting tidak tercapai sampai sekitar 8 minggu setelah injeksi
pertama . Untuk konversi dari risperidone oral untuk Risperdal Consta berikut
dianjurkan :
4

0-2 mg per hari : 25 mg setiap 2 minggu intramuskuler .
2-4 mg per hari : 50 mg setiap 2 minggu intramuskuler .
Maksimum direkomendasikan dosis 50 mg setiap 2 minggu .




Tabel 2.3 Rekomendasi dosis obat untuk pengobatan jangka panjang
8

11

c) Antipsikotik generasi ketiga
Aripiprazole yang seringkali disebut sebagai antipsikotik atipikal , tetapi
klasifikasi saat ini menunjukkan agen ini memiliki mekanisme yang berbeda dan
harus diklasifikasikan secara terpisah. Aripiprazole adalah unik dalam
mekanisme tindakan dibandingkan dengan semua obat antipsikotik lainnya . Obat
ini merupakan agonis parsial pada reseptor dopamin di jalur mesolimbic.
Mekanisme ini diyakini memberikan sinyal dopamin konstan sekitar 35 % . Hal
ini pada dasarnya berkorelasi baik penurunan transmisi dopamin atau meningkat
, tergantung pada reseptor sebelum terapi aripiprazole . Banyak dokter menyebut
obat ini sebagai " termostat " untuk reseptor D2 . Obat ini juga antagonis reseptor
5 - HT dalam jalur mesocortical , yang diyakini akan meningkatkan aktivitas
dopamin dalam korteks frontal dan berpotensi mengurangi gejala negatif
skizofrenia . Salah satu mekanisme tambahan adalah kegiatan antagonis parsial
pada 5 HT reseptor , yang mirip dengan buspirone dan dapat memberikan
manfaat bagi pasien dengan gejala kecemasan . Dosis minimisasi harus dicoba
sekali seseorang telah mencapai tahap stabilisasi penyakit.
4


Tabel 2.4 Dosis obat psikotik golongan kedua dan ketiga
4

Berikut ini adalah pilihan dari interaksi dengan obat antipsikotik:
4

Merokok menginduksi produksi enzim sitokrom P450 1A2 (CYP450 1A2).
Perokok mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi dari clozapine, olanzapine,
dan mungkin haloperidol atau bahkan ziprasidone, dan pemantauan untuk
meningkatkan efek samping antipsikotik selama dan setelah berhenti merokok.
12

Hal ini penting bahkan jika pengganti nikotin digunakan, karena hidrokarbon
aromatik dalam asap mungkin sebagian besar bertanggung jawab untuk induksi.
Konsentrasi antipsikotik atipikal dapat dipengaruhi oleh banyak CYP450-
menghambat obat, seperti paroxetine, fluoxetine, dan lain-lain. Tapi antipsikotik
atipikal tidak mungkin untuk mengubah metabolisme obat yang dimetabolisme
oleh CYP450.
Haloperidol dapat mempengaruhi metabolisme berbagai opiat dan obat lain
melalui penghambatan CYP450 2D6.

2.8 Parameter Farmakologi Dasar Obat Antipsikotik
Farmakokinetik semua antipsikotik dirangkum dalam laporan umum berikut
(perbedaan dapat terjadi dengan obat tertentu dan pasien):
4

Semua obat yang sangat lipofilik, yang membantu dengan penetrasi sistem saraf
pusat cepat.
Semua obat yang sangat terikat protein, yang dapat membatasi penetrasi sistem
saraf pusat.
Sebagian besar obat memiliki paruh panjang yang memungkinkan dosis sekali
sehari.
Kebanyakan obat tidak membentuk konsentrasi darah.
Pada pasien dengan penyakit ginjal atau hati dosis harus dimulai pada 50%
biasa dosis harian.
Perbaikan yang bertahap dengan waktu; perbaikan maksimal dapat diamati pada
4 - 6 bulan (Tabel 2.1).

2.9 Rekomendasi Pengobatan
Berbagai pedoman pengobatan pemilihan langsung dari obat antipsikotik dan
durasi terapi. Secara keseluruhan, pedoman pengobatan menyarankan memulai
SGA atau obat TGA sebagai terapi lini pertama. Ada berbagai alasan untuk
rekomendasi ini: lebih toleransi dibandingkan dengan obat FGA, memiliki efek
samping yang minimal, dan terbukti mengurangi rawat inap dan meningkatkan
kepatuhan.
4

13


Tabel 2.5 Metabolisme obat Psikotik
4


2.10. Obat Lain
Antipsikotik generasi kedua tidak cukup menjawab gejala negatif atau defisit
kognitif pada skizofrenia . Obat ajuvan biasanya digunakan untuk mempotensiasi
kemanjuran antipsikotik , mengatasi agitasi dan agresi , dan mengobati gejala
afektif dalam skizofrenia . Stabilisator mood seperti lithium , carbamazepine ,
dan valproate mungkin memainkan peran kunci dalam mengobati mania , serta
agresi , terkait dengan skizofrenia . Secara khusus, valproate telah menunjukkan
utilitas dalam mengurangi agresi pada akut agitasi pasien rawat inap selama
minggu pertama rawat inap . Antidepresan memiliki signifikan , baik divalidasi
peran dalam mengobati depresi berhubungan dengan skizofrenia , setelah pasien
telah dioptimalkan pada terapi antipsikotik . Jumlah terbatas dari data yang juga
memvalidasi penggunaannya dalam mengobati gangguan kecemasan yang terkait
dengan skizofrenia . Benzodiazepin biasanya digunakan untuk mengobati agitasi
akut berhubungan dengan skizofrenia dalam jangka pendek , dan memiliki peran
didefinisikan dengan baik dalam pengobatan katatonia .
9


2.11 Terapi Elektrokonvulsive
Indikasi untuk ECT yaitu :
10

1. Mayor Depressive Disorder
ECT diindikasikan untuk gangguan depresi mayor yang parah , kronis , dan
melemahkan. Kehadiran fitur psikotik atau melankolik adalah prediksi
pengobatan positif keluar datang . ECT juga ditunjukkan ketika depresi dianggap
resisten pengobatan .
14

2. Bipolar Disorder
ECT diindikasikan untuk pengobatan yang parah , mania akut , serta epi sode
depresi dalam konteks gangguan bipolar . ECT juga ditunjukkan ketika depresi
bipolar bertekad untuk menjadi resisten pengobatan .
3. Skizofrenia
ECT diindikasikan untuk skizofrenia yang memiliki onset akut dan adanya
halusinasi atau delusi , dan yang telah ditemukan untuk menjadi tidak responsif
terhadap obat-obatan psikotropika .
4. Gangguan schizoafektif
ECT diindikasikan untuk gangguan skizoafektif yang memiliki onset akut ,
kehadiran negara halluci atau delusi , dan akut dan parah mania , dan yang telah
ditemukan untuk menjadi tidak responsif terhadap obat-obatan psikotropika .
5. Catatonia
ECT diindikasikan untuk catatonia sekunder untuk setiap etiopathology yang
tidak responsif terhadap pengobatan dengan obat-obatan.
Prosedur terapi adalah sebagai berikut :
Pasien diawasi secara ketat (yaitu , tanda-tanda vital , rekaman EKG , pulse
oximetry ) selama prosedur ECT . Barbiturat short acting , seperti methohexital ,
diberikan dalam travenously ( IV ) dengan dosis 1 mg / kg berat badan , diikuti
oleh suksinilkolin IV pada dosis 0,75-1,5 mg / kg berat badan . Methohexital
biasanya lebih disukai daripada anastesi lain seperti etomidate dan alfentanil yang
dapat meningkatkan atau thiopental , propofol , thiamylal , midazolam , dan
lorazepam , yang dapat menurunkan - durasi aktivitas kejang ECT -induced (
relatif terhadap methohexital atau saline , masing-masing). Pasien ventilasi
dengan oksigen 100% selama prosedur . Setelah kulit kepala benar dipersiapkan
dengan membersihkan kulit , elektroda ditempatkan .
10

Untuk keamanan , blok gigitan ditempatkan di mulut pasien untuk menghindari
gigitan lidah . Kejang activ ity dipantau oleh electroencephalography ( EEG ) ,
dan gerakan motorik yang diamati pada lengan atau kaki yang terisolasi . Setelah
menyelesaikan pengobatan ECT , pasien dipindahkan ke ruang pemulihan , di
mana ia terus dipantau sampai dia mencapai pemulihan lengkap .
10


15

ECT berlangsung sekitar 15 menit dan diikuti dengan waktu pemulihan dari
20-30 menit . Pasien umumnya diperbolehkan untuk makan dalam satu jam
pemulihan .
10
ECT umumnya merupakan prosedur yang aman dan efektif pada pasien
dengan skizofrenia . Efek samping medis segera termasuk sakit kepala dan sakit
otot , dan kadang-kadang sementara atau lama efek samping kognitif . Indikasi
awal untuk ECT adalah katatonia dan dementia praecox . Saat ini, indikasi
kejiwaan utama untuk ECT adalah gangguan afektif , termasuk gangguan
unipolar dan bipolar yang parah , melemahkan , dan tahan pengobatan.
10

Sebelum ECT dimulai , evaluasi yang komprehensif harus mencakup riwayat
pasien medis dan psikiatris , ujian laboratorium , serta riwayat pengobatan
sebelumnya dan saat ini . Keamanan dan kemanjuran prosedur ECT meningkat
dengan mempersiapkan pasien untuk menerima ECT , menggunakan anestesi ,
dan pemantauan fungsi tubuh seperti EEG , tekanan darah , dan gerakan
motorik.
10

Prediktor respon positif terhadap ECT pada pasien dengan skizofrenia
termasuk onset akut skizofrenia , durasi pendek skizofrenia episode , dan adanya
delusi , halusinasi , atau fitur katatonik . Prediktor respon negatif terhadap ECT
pada pasien dengan skizofrenia meliputi panjang panjang episode skizofrenia ,
kegagalan pengobatan sebelumnya dengan farmakoterapi neuroleptik , para fitur
noid , dan keparahan gejala negatif yang tinggi.
10


2.12 Efek Samping Obat Antipsikotik
Hasil terbaru Clinical Antipsychotic Trials of Intervention Effectiveness
(CATIE) melihat efek samping dampak negatif terhadap terapi antipsikotik.
11

Temuan ini dibawahi oleh National Institute of Mental Health yang
melibatkan hampir 1.500 pasien dengan pertanyaan apakah efikasi dan keamanan
manfaat yang terkait dengan antipsikotik atipikal, 74 % pasien yang
menghentikan penelitian sebelum 18 bulan . Tingkat putus obat karena efek
samping yang dapat ditoleransi berkisar antara 10 sampai 19% dari pasien , tetapi
kali untuk penghentian adalah serupa di antara kelompok. Olanzapine
berhubungan dengan resiko tinggi efek samping metabolik dan perphenazine
16

dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi dari penghentian untuk efek samping
ekstrapiramidal.
11


Tabel 2.6 Efek Samping Antipsikotik
11

Tabel 2.7 Efek samping obat antipsikotik
12

A. Neurologi
Efek samping ekstrapiramidal ( EPS , yaitu , dystonia akut , Parkinsonisme
, akathisia ) telah lama diketahui sebagai efek samping penggunaan antipsikotik ,
antipsikotik konvensional terutama potensi tinggi. Sifat menghilangkan dan
mengganggu efek samping adalah salah satu yang mendorong perkembangan
antipsikotik atipikal . Dengan pengecualian dari risperidone highdose , semua
antipsikotik atipikal telah dilaporkan dalam berbagai desain studi dihubungkan
dengan risiko secara signifikan mengurangi EPS dibandingkan dengan
17

antipsikotik konvensional. Meskipun insiden rendah EPS dengan antipsikotik
atipikal , meluasnya penggunaan agen ini membuat perlu bagi dokter untuk tetap
sadar presentasi klinis dan pengobatan EPS .
11

Dystonia akut sering terjadi dalam minggu pertama memulai terapi
antipsikotik dan berhubungan dengan kekakuan otot dan kram yang biasanya
melibatkan otot-otot wajah , lidah , dan leher . Sebuah subset dari pasien
mungkin mengalami lidah tebal prodromal atau kesulitan menelan hingga 6 jam
sebelum distonia akut. Distonia akut umumnya diobati dengan obat
antikolinergik seperti benztropinus (1-2 mg) atau diphenhydramine (25-50 mg)
diberikan secara intramuskular atau intravena. Suntikan berulang mungkin jika
gejala tetap 20-30 menit setelah dosis pertama agen antikolinergik. Dystonia
responsif juga dapat diatasi dengan benzodiazepin dosis rendah.
11

Resolusi dystonia akut harus diikuti dengan 1-2 minggu dari obat
antikolinergik, dan penggunaan terapi antipsikotik harus dibatasi suatu
antipsikotik atipikal dengan kecenderungan rendah untuk menyebabkan EPS.
Antipsikotik-induced Parkinsonisme sering terjadi setelah beberapa minggu
terapi antipsikotik, lebih sering terjadi pada orang tua, dan biasanya menyajikan
dengan gejala klasik kekakuan, tremor, dan bradikinesia.
11

Parkinsonisme ditujukan oleh salah satu dari dua metode : ( 1 ) beralih ke
antipsikotik atipikal dengan kecenderungan rendah untuk menginduksi
Parkinsonisme atau ( 2 ) menambahkan obat anticholinergik seperti benztropine ,
trihexyphenidyl , atau diphenhydramine . Secara umum, beralih ke antipsikotik
atipikal lebih disukai daripada menambahkan obat yang dapat menyebabkan efek
samping sendiri dalam upaya untuk mengobati atau mencegah efek samping
antipsikotik -induced .
11

Akatisia dialami secara subyektif sebagai sensasi tidak menyenangkan dari
kegelisahan dan diamati secara obyektif sebagai kegelisahan , kecemasan , dan
agitasi . Akatisia dapat sangat menakutkan bagi pasien , dan merupakan faktor
risiko yang diketahui untuk ketidakpatuhan antipsikotik . Mirip dengan
antipsikotik -induced Parkinsonisme , akatisia paling sering dikaitkan dengan
penggunaan potensi tinggi antipsikotik konvensional dan tidak mungkin dengan
dosis rendah risperidone , jarang dengan olanzapine dan quetiapine , dan sangat
18

tidak mungkin dengan clozapine . Meskipun akatisia tidak mungkin disebabkan
oleh ziprasidone dan aripiprazole , kedua agen dapat menghasilkan kecemasan
dan agitasi sebagai efek samping yang mungkin mirip akatisia .
11

Antipsikotik-induced akatisia dapat diobati dengan beralih ke antipsikotik
atipikal dengan risiko rendah akatisia, atau dengan menambahkan salah satu dari
beberapa obat: (1) betablocker dosis rendah (misalnya, propanolol, 10-20 mg tiga
kali sehari); (2) suatu antikolinergik (misalnya, benztropine, 1-2 mg dua kali
sehari, atau (3) benzodiazepin (misalnya lorazepam, 1 mg tiga kali sehari).
11
B. Tardive Dyskinesia (TD)
Tardive dyskinesia ( TD ) adalah sindrom , gerakan tak terkendali yang
abnormal kronis atau permanen yang menyajikan biasanya dengan athetoid
gerakan lidah , wajah , dan otot leher , ekstremitas , atau batang biasanya setelah
setidaknya 3-6 bulan pengobatan antipsikotik pada orang dewasa yang lebih
muda dan 1 bulan pengobatan pada orang dewasa yang lebih tua, dengan studi
jangka panjang pelaporan tingkat kejadian dari 5 % per tahun pada orang dewasa
, dan tingkat 5-6 kali pada orang dewasa yang lebih tua . Meskipun mekanisme
antipsikotik-induced TD masih belum jelas , jelas bahwa penggunaan antipsikotik
konvensional dan usia (yaitu , pasien 50 tahun dan lebih tua ) berhubungan
dengan peningkatan risiko mengembangkan TD . Berkorelasi lain klinis TD
dalam skizofrenia , dikonfirmasi dalam hasil dari studi CATIE skizofrenia ,
termasuk durasi penggunaan antipsikotik , kehadiran EPS , pengobatan dengan
antikolinergik , dan penyalahgunaan zat.
11

Karena tidak ada pengobatan yang dapat diandalkan untuk TD, pencegahan
sangat penting. Risiko TD dapat diminimalkan dengan resep antipsikotik hanya
jika ada indikasi yang jelas dan dengan menghindari antipsikotik konvensional.
Sebelum memulai terapi antipsikotik, dokter harus menetapkan motorik dasar
berfungsi dengan skala standar Abnormal Involuntary Movements Scale.
11

C. Neuroleptic Maglinant Syndrome
Sindrom neuroleptik ganas ( NMS ) adalah reaksi yang mengancam jiwa
yang serius dan berpotensi untuk antipsikotik . Meskipun risiko mengembangkan
NMS tampaknya lebih besar dengan penggunaan dosis tinggi , potensi tinggi
antipsikotik konvensional , laporan NMS terkait dengan antipsikotik atipikal ada.
19

Gejala yang paling umum dari NMS , seringkali dengan onset jam untuk hari ,
adalah ( lead pipe ) kekakuan , demam , ketidakstabilan otonom , dan delirium .
Gagal ginjal , aritmia jantung , kejang , dan koma juga dapat terjadi .
11

Penggunaan dantrolene relaksan otot ( 1-3 mg / kg per hari dalam dosis
terbagi ) untuk mengurangi kekakuan dan hipertermia sekunder , dengan atau
tanpa bromocriptine ( 2,5-10 mg , tiga kali sehari ) berpotensi mempercepat
pemulihan telah dianjurkan . Antipsikotik atipikal dengan kemungkinan rendah
EPS dan NMS , seperti quetiapine dan clozapine , harus dipertimbangkan .
11

D. Efek pada Hipotalamus dan Pituitari
Hiperprolaktinemia , yang dihasilkan dari reseptor dopaminergik(D) Blokade
pada sel lactotroph , sering terjadi pada pasien yang diresepkan potensi tinggi
antipsikotik konvensional dan dosis tinggi risperidone tapi jarang dengan
antipsikotik atipikal lainnya . Kadar prolaktin biasanya kembali normal dalam
waktu 2-4 hari penghentian antipsikotik . Gejala hyperprolactinemia dapat
menjadi masalah dan termasuk ginekomastia , galaktore , disfungsi seksual , dan
amenore.
11

Kadar prolaktin yang tinggi menghambat aksis hipotalamus-hipofisis-gonad,
sehingga tidak hanya di tinggi kadar prolaktin beredar tetapi juga mengurangi
tingkat hormon gonad. Konsekuensi jangka panjang dari hipogonadisme terkait
antipsikotik termasuk kehilangan tulang dan osteoporosis dini. Clozapine dan
quetiapine tidak menghasilkan peningkatan berkelanjutan prolaktin plasma.
Olanzapine telah terbukti untuk menghasilkan efek kecil pada kadar prolaktin,
meskipun hiperprolaktinemia dapat terjadi pada dosis yang lebih tinggi.
Ziprasidone dan aripiprazole, berdasarkan data yang terbatas, tampaknya agen
prolaktin-sparing. Perkembangan hiperprolaktinemia gejala selama terapi
antipsikotik harus meminta dokter untuk beralih ke yang lebih prolaktin-sparing
agent.
11

E. Berat Badan
Prevalensi obesitas pada populasi umum di AS telah diperkirakan 20 - 30 % .
Sebaliknya , prevalensi obesitas pada populasi skizofrenia AS ( obat ) telah
diperkirakan antara 40 dan 60 % . Walaupun pasien dengan skizofrenia mungkin
kelebihan berat badan karena berbagai alasan , antipsikotik atipikal baik
20

konvensional dan telah terbukti menyebabkan kenaikan berat badan pada
beberapa pasien. Sebuah hubungan antara ketidakpatuhan antipsikotik dan berat
badan antipsychoticinduced telah dibuktikan . Selain itu, pasien obesitas memiliki
peningkatan risiko penyakit jantung , hipertensi , dan diabetes . Peningkatan
risiko gangguan kesehatan ini penting untuk dipertimbangkan, karena diagnosis
skizofrenia disertai dengan risiko relatif kematian yang 1,6-2,6 kali lebih besar
daripada populasi umum .
11

Selain itu , harapan hidup seorang individu dengan skizofrenia adalah 20%
lebih sedikit dibandingkan dengan populasi umum . Penyakit jantung adalah
nomor satu penyebab kematian pada pasien dengan skizofrenia .
11

Dalam sebuah metaanalisis yang menguji perubahan berat badan rata-rata
pada 10 minggu pada dosis standar obat antipsikotik , clozapine dan olanzapine
dikaitkan dengan penambahan berat badan terbesar ( 4,0-4,5 kg ) . Studi telah
melaporkan bahwa risperidone dan quetiapine yang diasosiasikan asosiasi dengan
berat badan moderat . Ziprasidone dan aripiprazole yang terkait dengan
kemungkinan paling sedikit penambahan berat badan dan telah digambarkan
sebagai berat netral .
11

Berbagai hipotesis yang ada tentang bagaimana antipsikotik menghasilkan
kenaikan berat badan. Salah satu yang paling umum berkaitan dengan fakta
bahwa banyak antipsikotik mengikat reseptor histamin. Afinitas untuk subtipe
reseptor histamin telah dilaporkan berhubungan dengan kenaikan berat badan.
Sebagai contoh, olanzapine memiliki afinitas tertinggi dari semua antipsikotik
atipikal untuk jenis histamin-1 reseptor. Sebaliknya, aripiprazole dan ziprasidone
menunjukkan beberapa afinitas terendah untuk subtipe reseptor histamin yang
sama. Banyak atipikal antipsikotik disubtipe reseptor serotonin. Peningkatan
berat badan yang berhubungan dengan antipsikotik juga mungkin akibat aktivitas
serotonergik tersebut.
11

Saat ini tidak ada metode yang akurat untuk memprediksi pasien akan
mengalami kenaikan berat badan . Dengan demikian , pasien harus diberitahu
tentang risiko , dan intervensi perilaku seperti diet dan konseling olahraga harus
ditawarkan . Pada pasien yang sudah kelebihan berat badan , atau yang memiliki
kecenderungan untuk menjadi lebih berat , memilih antipsikotik dengan potensi
21

berkurang menyebabkan kenaikan berat badan dibenarkan . Modifikasi perilaku
dan gaya hidup yang mencakup baik diet rendah kalori dan peningkatan aktivitas
fisik telah dilaporkan untuk membantu mencegah dan mengobati antipsikotik
disebabkan kenaikan berat badan. Penggunaan obat dengan berat badan penurun
potensial ( misalnya , agen simpatomimetik , orlistat , metformin , topiramate ,
dan amantadine ) telah diperiksa dalam jumlah terbatas uji coba dan telah terbukti
pada umumnya memiliki khasiat terbatas pada mereka sendiri .
11

F. Dislipidemia
Dalam database medis yang termasuk lebih dari 4.000 kasus skizofrenia dan
8.000 kontrol cocok , risiko hiperlipidemia meningkat dengan penggunaan kedua
clozapine dan olanzapine , tetapi tidak risperidone atau quetiapine.
11

Jadi, beberapa antipsikotik atipikal memiliki kemampuan untuk meningkatkan
kadar kolesterol, yaitu, kadar trigliserida. Pemilihan antipsikotik dengan
kemungkinan penurunan dislipidemia yang ada mungkin menjadi pertimbangan
penting. Pasien yang kadar kolesterol secara substansial memburuk sementara
mereka menerima pengobatan antipsikotik atipikal mungkin perlu beralih ke agen
dengan kemungkinan lebih rendah mengangkat kolesterol. Selain itu,
kemampuan antipsikotik untuk menghasilkan efek samping metabolik seperti
dislipidemia memerlukan pemantauan.
11

G. Resiko Diabetes
Individu dengan penyakit jiwa juga mungkin memiliki prevalensi yang lebih
tinggi gangguan toleransi glukosa . Merokok , kebiasaan yang sangat umum pada
pasien dengan skizofrenia , dapat memperburuk resistensi insulin meskipun
mungkin pengurangan berat badan .
11

Penelitian Leslie & Rosenheck tahun 2004 didapatkan Insiden diabetes yang
baru didiagnosa secara retrospektif dinilai selama 2 tahun di lebih dari 56.000
veteran dengan skizofrenia yang konsisten diresepkan clozapine, risperidone,
olanzapine, quetiapine, atau antipsikotik konvensional. Secara keseluruhan,
4,4% dari pasien didiagnosis dengan diabetes setiap tahunnya, dan risiko yang
timbul dari diabetes berkembang adalah rendah tetapi bervariasi antara obat:
clozapine, 2,0%; quetiapine, 0,8%; olanzapine, 0,6%; dan risperidone, 0,1%.
11

22

H. Jantung
Ada kekhawatiran bahwa antipsikotik atipikal dapat memperlambat konduksi
jantung , menghasilkan perpanjangan interval QT dan predisposisi pasien untuk
aritmia .
11

Secara umum, antipsikotik atipikal memiliki efek klinis pada interval QT . Di
antara antipsikotik atipikal , ziprasidone memiliki potensi terbesar untuk
memperpanjang interval QT pasien , meskipun data yang diterbitkan umumnya
tidak melaporkan kelainan elektrokardiografi signifikan ( EKG ).
11

Pada pasien dengan perpanjangan QT yang sudah ada , penggunaan
ziprasidone tidak dapat dibenarkan . Secara umum, pasien yang lebih tua dari
usia 45 dan individu dengan yang sudah ada kelainan konduksi jantung harus
memiliki EKG dasar sebelum memulai terapi antipsikotik dan secara berkala
sesudahnya .
11

Dari semua antipsikotik atipikal , clozapine tidak dibenarkan karena
toksisitas jantung. Baru-baru ini , peneliti meninjau literatur yang diterbitkan
untuk uji risiko miokarditis , perikarditis , dan kardiomiopati pada pasien yang
diobati dengan clozapine . Para penulis menemukan 65 kasus miokarditis , 6
kasus perikarditis , dan 52 kasus kardiomiopati pada pasien yang diobati dengan
clozapine . Meskipun tingkat kejadian efek samping jantung clozapine - asosiasi
tersebut belum ditentukan , ada jelas hubungan antara clozapine dan miokarditis
dan kardiomiopati . Penting untuk dicatat bahwa efek samping ini jarang terjadi
namun serius . Beberapa penulis telah menyarankan bahwa pasien diresepkan
clozapine harus dinilai untuk miokarditis di bulan pertama pengobatan dan dinilai
secara teratur untuk cardiomyopathy .
11


Tabel 2.8 Rekomendasi monitor antipsikotik atipikal
8,11

23

I. Orthostatic Hypotension
Orthostasis telah dilaporkan terjadi paling sering dengan menggunakan
potensi rendah antipsikotik konvensional , terutama klorpromazin dan
thioridazine . Hipotensi postural juga relatif sama dengan clozapine antipsikotik
atipikal .
11

Antipsikotik atipikal lainnya juga kadang-kadang menyebabkan Orthostasis ,
terutama risperidone dan quetiapine .
11

Potensi quetiapine menyebabkan Orthostasis , terutama pada orang dewasa
yang lebih tua , adalah salah satu alasan bahwa itu biasanya dititrasi sampai dosis
sasaran . Karena risiko jatuh yang berhubungan dengan hipotensi postural pada
pasien yang rentan , dan kemungkinan langka hipotensi postural berat
menyebabkan sinkop , pasien harus diperingatkan untuk bangun dari posisi duduk
atau rawan perlahan . Jika Orthostasis gejala berlanjut, beralih ke antipsikotik
atipikal yang berbeda harus dipertimbangkan . Secara umum, kemampuan
antipsikotik untuk menghasilkan Orthostasis dapat diprediksi dengan tingkat alfa
- 1 blokade reseptor . Para agen tersebut di atas ( yaitu , clozapine , klorpromazin
, dan thioridazine ) memiliki alpha - 1 kegiatan pemblokiran signifikan .
11

J. Hematologi
Satu-satunya antipsikotik dikaitkan dengan toksisitas hematologi yang
signifikan secara klinis adalah clozapine . Meskipun relatif jarang ( 1 % dari
pasien yang diobati ) , kemampuan clozapine menyebabkan agranuloctyosis
membutuhkan pemantauan berkala dan tindakan yang cepat dalam menanggapi
pengurangan substansial dalam jumlah sel darah putih.
11

K. Overdosis
Antipsikotik secara umum memiliki potensi yang rendah untuk menyebabkan
kematian jika dikonsumsi sendiri dalam situasi overdosis . Meskipun ada
substansial kurang pengalaman dengan antipsikotik atipikal antipsikotik
dibandingkan dengan konvensional dalam situasi overdosis , antipsikotik atipikal
muncul lebih aman , meskipun laporan yang diterbitkan terisolasi kematian ada.
Secara umum, hasil yang paling serius dari overdosis antipsikotik yang koma dan
hipotensi . Aritmia jantung, kejang dan central depresi sistem saraf dan eksitasi
keduanya telah dilaporkan pada pasien yang overdosis pada antipsikotik .
11

24

BAB III
KESIMPULAN

Penanganan skizofrenia secara garis besar dibagi atas 3, yaitu : terapi
somatik: terdiri dari obat anti psikotik, terapi psikososial dan perawatan rumah
sakit (Hospitalize).
2
Sasaran terapi somatik adalah harapan pasien akan sembuh
melalui reaksi holistik. Somato terapi yang umum digunakan adalah
psikofarmaka dan elektrokonvulsive (ECT).
3
Antipsikotik generasi kedua dan ketiga dianggap sebagai baris pertama dalam
pengobatan skizofrenia. Pasien harus dilakukan pemeriksaan darah sebelum
clozapine diberikan.
4
Obat ajuvan biasanya digunakan untuk mempotensiasi
kemanjuran antipsikotik , mengatasi agitasi dan agresi , dan mengobati gejala
afektif dalam skizofrenia.
9
ECT umumnya merupakan prosedur yang aman dan efektif pada pasien
dengan skizofrenia . Efek samping termasuk sakit kepala dan sakit otot , dan
kadang-kadang sementara atau lama efek samping kognitif . Indikasi awal untuk
ECT adalah katatonia dan dementia praecox . Saat ini, indikasi kejiwaan utama
untuk ECT adalah gangguan afektif , termasuk gangguan unipolar dan bipolar
yang parah , melemahkan , dan tahan pengobatan.
10
Antipsikotik atipikal merupakan pengobatan pilihan untuk pasien dengan
skizofrenia karena mempertimbangkan efikasi dan keamanan.
11












25

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-
III. Jakarta: PT. Nuh Jaya
2. Sadock, K. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara.
3. Ambarwati, W.N. 2009. Keefektifan Cognitive Behaviour Therapy Sebagai
Terapi tambahan Skizofrenia Kronis diPanti Rehabilitasi Budi Makarti
Boyolali. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
4. Mueser, KT and Dilip, VJ. 2008. Clinical Handbook of Schizophrenia
Chapter 16: Antipsychotics by Eric,C. The Guilford Press: 159-167
5. Gogtay N and Rapoport J. 2008. Clozapine use in children and
adolescents.Expert Opinion on Pharmacotherapy 9(3):459-465
6. Lieberman JA, et al. 2005. Clinical Antipsychotic Trials of Intervention
Effectiveness (CATIE). Effectiveness of antipsychotic drugs in patients with
chronic schizophrenia. New England Journal of Medicine 353(12):1209-1223
7. Amir, N dkk. 2012. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa.
8. Hasan, A., et al. 2012. World Federation of Societies of Biological
Psychiatry(WFSBP) Guidelines for Biological Treatment of Schizophrenia ,
Part 1: Update 2012 on the acute treatment of schizophrenia and the
management of treatment resistance. The World Journal of Biological
Psychiatry 13: 318-378
9. Mueser, KT and Dilip, VJ. 2008. Clinical Handbook of Schizophrenia
Chapter 19: Other Medication by Arey and Stephen. The Guilford Press: 186-
195
10. . 2008. Clinical Handbook of Schizophrenia
Chapter 20: Electroconvulsive Theraphy by Ranginwala et al. The Guilford
Press: 196-203
11. . 2008. Clinical Handbook of Schizophrenia
Chapter 17: Antipsychotic Effect by Dolder CR. The Guilford Press: 168-177

26

12. Hasan, A., et al. 2013. World Federation of Societies of Biological
Psychiatry(WFSBP) Guidelines for Biological Treatment of Schizophrenia ,
Part 2: Update 2012 on the long-term treatment of schizophrenia and
management of antipsychotic-induced side effect. The World Journal of
Biological Psychiatry 14: 2-44

Anda mungkin juga menyukai